Selasa, 13 Juli 2010






PERANAN PEREMPUAN, GEREJA
DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA
Dra.Ramona Hasibuan*



I. Pendahuluan
Sebagaimana diketahui keluar merupan unit terkecil dari masyarakat yang kekelompokannya didasarkan ikatan perkawinan, ikatan darah atau ikatan berdasarkan hukum lainya seperti adopsi. Ikatan ini membentuk sebuah rumah tangga yang saling bertidak dan berhubungan satu sama lain dalam peranannya masing-masing sebagai ayah, ibu dan anak-anak.
Di Indonesia masih umum terjadi bahwa kedalam keluarga termasuk pula orangtua, saudara atau kemanakan baik dari pihak suami maupun pihak istri. Dengan demikian keluarga semacam ini lebih luas dan kompleks sifatnya dibanding dengan keluarga dalam pengertian moderen yang hanya terdiri atas bapak, ibu, dan anak saja. Hal ini diungkapkan karena keluarga merupakan wadah dn sarana yang sangat penting dan berpegaruh serta sangat menentukan dalam proses pembentukan dan pembinaan anak sebagai calon sebagai generasi penerus.
Perempuan, istri atau ibu dalam keluarga menduduki posisi dan mengemban tugas yang sangat penting karena pada hakekatnya perempuan adalah guru pertama dan utama dalam kehidupan seorang anak. Corak dan masa depan anak ditentukan oleh cara ditemukan oleh cara dan bentuk pendidikan yang diterimanya dari lingkungan hidupnya, yakni lingkungan keluarga yang pertama – tama dan terdekat yang dijalaninya dan lingkungan masyarakat. Perempuan berada di dalam lingkungan keluarga berperan sebagai istri dan sebagai ibu dan ini berarti perempuanlah yang bertindak sebagai pendidik pertama dalam meletakkan dasar-dasar ketinggian budi susila anak – anaknya yang kelak bakal menjadi anggota masyrakat yang jauh dari rona pengaruh kenakalan dan kejahatan.
Selaku ibu dan istri, perempuan di dalam rumah tangga memiliki penggaruh yang sangat menentukan corak dan pola keluarga dan ini pula yang menentukan tipe-tipe anak, apakah ia menjadi anggota masyarakat yang nakal, jahat, tanpa disiplin atau calon generasi penerus yang ideal, sehat dan kuat rohaniah dan jasmaniah. Juga memiliki ketahanan diri yang tangguh sebagai anggota masyarakat yang berbudi luhur. Berkaitan dengan kenyataan ini penting ditingkatkan kesadaran perempuan dalam perannya sebagai pendidik dan pembina generasi muda agar mereka tidak terperosok ke dalam kanca kenakalan yang dapat merugikan dirinya sendiri, masyrakat, bangsa dan negara.

II. Perempuan, Keluarga dan Masyarakat
Perempuan yang selalu dikatakan dikatakan sebagai makluk lemah sesungguhnya memiliki kekuatan dan ketahanan yang lebih tinggi jika di bandingkan dengan kaum laki-laki. Perempuan lebih tahan sakit, lebih tahan menderita, lebih tahan lapar, dan sebagainya meskipun kelihatan penuh manja dan lemah lembut. Perempuan dalam banyak hal memiliki kelebihan dalam proses pembetukan watak dan warna serta susunan keluarga atau ramah tangganya.
Tergantung pada perempuanlah apakah sebuah rumah tangga itu tenang, tenteram penuh dilimpahi kasih sayang, saling pengertian, penuh kedamain lahir batin. Ataukah terjadi sebaliknya suatu rumah tangga penuh percekcokan saling tidak mempercayai anak-anak tanpa disiplin dan tak pernah menerima kasih sayang, kacau balau, jauh dari kedamaian dan ketenteraman.
Ahli Amerika Serikat yang kenamaan Edwin H. Sutherland dan kawan-kawan berkata bahwa corak rumah tangga dan cara hubungan dalam keluarga sangat menentukan apakah anak-anak yang dipelihara dan dibesarkan didalamnya akan cenderung menjadi nakal atau tidak, Sutherland menyatakan bahwa rumah tangga yang menghasilkan anak - anak nakal sering mempunyai salah satu atau lebih kondisi –kondisi sebagaimana tersebut di bawah ini :
a. Anggota –angota yang lainya juga nakal, pemabuk, amoral.
b. Tidak adanya salah satu orang tua atau kedua orang tua karena kematian, perceraian, melarikan diri.
c. Kurangnya pengawasan orang tua karena masa bodoh, cacat inderanya atau sakit.
d. Ketidakserasian karena adanya yang “main kuasa sendiri”, iri hati, cemburu, terlalu padatnya anggota keluarga dan adanya pihak-pihak lain yang turut campur.
e. Perbedan ras, adat istiadat, agama, suasana di rumah-rumah piatu serta di panti - panti asuhan.
f. Tekanan ekonomi seperti penggaguran, kurangnya penghasilan serta ibu yang bekerja di luar rumah.
Sungguh pun kondisi tersebut diatas merupakan gambaran keadaan di Amerika Serikat namun dikemukakan pendapat Sutherland tersebut untuk lebih menonjolkan corak keluarga yang tidak tenteram, kacau, serba kekurangan ataupun keadaan broken home yang sangat cenderung menghasilkan anak – anak yang nakal. Bila Sutherland menekankan kondisi ekonomi yang sangat tertekan serta kepadatan isi rumah tangga ( banyaknya penghuni rumah atau anggota keluarga ) merupakan faktor yang mendorong “tercetaknya bibit-bibit nakal” maka dalam perkembangan masyarakat dewasa ini dengan kemajuan teknologi serta lancarnya arus komunikasi malahan kita melihat kenakalan anak-anak itu terjelma karena kemudahan –kemudahan serta kehidupan ekonomi yang berlimpah ruah tanpa dibarengi dengan perhatian serta disiplin yang di tanamkan oleh orang tua kepada anak-anaknya.
Pada kondisi yang serupa inilah semakin kelihatan pentingnya peranan seorang perempuan dalam rumah tangga. Tidak adanya ibu dalam rumah tangga.tidak ada ibu dalam rumah tangga apakah karna perceraian apakah karena perceraian, meninggal dunia, pergi ataupun harus bekerja di luar mencari nafkah, sangat mempengaruhi pola tingkah laku seorang anak. Sudah terbukti bahwa anak yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya cenderung menjadi anak yang tidak mempunyai disiplin, sama halnya dengan anak – anak yang terlampau berlebihan dimanjakan, dan dituruti segala kehendaknya oleh orang tuanya. Anak serupa ini cenderung menjadi anak yang keras, kemauan yang tidak menentu, tidak berdisiplin dan sering mau menang sendiri untuk akhirnya menjadi anak yang sok jago.
Seorang perempuan yang bijaksana pasti akan mengendalikan rumah tangganya dengan cara yang bijaksana, sejak melayani suami, menggasuh dan membimbing anak sampai menggatur pembelanjaan dan membina anggota keluarganya bahwa unsur agama sangat berperan dalam melancarkan kehidupan rumah tangga, akan dimanfaatkan pula oleh perempuan yang arif dan bijaksana dengan cara menanamkan jiwa keagamaan ke dalam dada, ke dalam hati sanubari anak-anaknya. Akan didiknya anak - anaknya untuk taqwa Tuhan Yang Maha Esa, akan diajarkannya anak - anaknya untuk berbuat nakal / jahat karena itu melanggar Firman Tuhan, akan di bimbingnya anak – anaknya untuk selalu berkata benar, bersikap jujur, saling mengasihi sesama manusia, menghormati orang tua dan guru, selalu berterima kasih dan bersyukur atas berkat dari Tuhan, bersabar dalam menjalani kehidupan, namun tetap rajin berusaha karena semuanya itu adalah perintah Tuhan dan di kehendaki Tuhan.
Perempuan semacam ini pasti merupakan ratu rumah tangga yang menciptakan keluarga yang damai, tentram dan diliputi kebahagian. Dan jika diamalkan bahwa keluarga itu merupakan sel-sel yang berbentuk organisme yang disebut masyarakat, maka masyarakat yang terdiri atas keluarga - keluarga yang ideal serupa ini akan merupakan suatu masyrakat yang damai, tentram, jauh dari kebusukan dan rona kenakalan
Dalam hubungan ini bukanlah sia – sia kata - kata mutiara yang mengungkapkan bahwa perempuan itu adalah tiang masyarakat, bila perempuannya rusak maka rusak pulalah masyarakat itu, bila perempuannya baik maka baik pulalah masyarakat itu.

III. Masalah Kenakalan Remaja
Sebelum beranjak ke kenakalan remaja kita tinjau dahulu apa itu kenakalan / kejahatan. Terhadap pengertian itu sendiri belum ada kata sepakat dari para ahli dalam memberikan definisinya, Sutherland menyebutkan bahwa tingkah laku kriminal adalah tingkah laku yang melanggar undang – undang. Pelanggaran terhadap undang – undang adalah kejahatan dan perbuatan – perbuatan itu diancam dengan hukuman. W.A.Bongber seorang ahlinya telah mengklasifikasikan kenakalan / kejahatan berdasarkan motif – motif para pelakunya yakni kejahatan ekonomi, seksual, politik dan kejahatan sebagai pembalasan dendam sebagai motif utama.
Secara umum yang menderita kerugian karena karena kenakalan \ kejahatan baik langsung maupun tidak langsung adalah masyarakat. Kerugian secara langsung dalam bentuk biaya pemeliharaan polisi dan peradilan disamping kerugian dalam bentuk kegelisahan atau bahkan terror, dalam hal ini individu adalah korban kenakalan / kejahatan dalam arti lebih khusus. Korban mungkin kehilangan sesuatu yang mempunyai nilai : rasa aman, uang, harta benda, harga diri bahkan nyawa.
Pada umumya perbuatan-perbuatan itu bukan saja perbuatan yang melanggar ketentuan hukum tapi juga perbuatan yang tidak dibenarkan agama. Bukankah agama kita tidak membenarkan adanya pembunuhan, penganianyaan, penghinaan, pengkhianatan, pencurian, durhaka kepada orang tua serta perbuatan asusila lainya seperti perzinahan dsb.
Dari uraian terdahulu dapatlah disimpulkan bahwa yang nakal / penjahat itu adalah orang yang melakukan suatu perbuatan nakal / jahat. Mereka ini datangnya tentulah dari suatu keluarga tertentu dengan bakat tertentu atau pengaruh lingkungan tertentu yang sifatnya menyalahi kaidah sosial termasuk peraturan serta kaidah agama.
Oleh ahli kriminologi bahwa penjahat itu memulai karirnya pada usia yang sangat muda. Dengan demikian bibit - bibit kenakalan / kejahatan itu sudah mulai ada sejak masih anak - anak dengan lingkungan keluarga yang berpengaruh sedemikian rupa serta mendorong mereka untuk berbuat kenakalan.
Siapakah anak atau remaja? Masa anak-anak adalah tahap hidup manusia sesudah tahap prenatal, tahap baik. Tahap anak-anak di mulai pada usia sekitar 2 tahun - usia12 - 13tahun, kemudian tahap remaja adalah masa sekitar 13 – 14 sampai 18 – 19 tahun.
Pada tahap anak dan remaja ini faktor lingkungan sangat berpengaruh pada perkembangan pola tingkah laku anak. Kita sudah mengetahui bahwa yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala hal yang ada disekitar manusia mulai dari alam sampai manusia lainnya
( keluarga dan masyrakat ).
Agar anak dan remaja selaku individu dapat memiliki ketahanan diri yang kuat untuk menolak pengaruh-pengaruh negative dari lingkungan dirinya maka mereka harus dibekali dengan disiplin dan pendidikan yang baik sejak usia dini. Bekal ketahanan diri yang kuat pada pemuasan dirinya ia mengalami benturan - benturan dengan lingkungannya atau bahkan bila ia mengalami frustasi. Ketahanan diri yang kuat akan mencegahnya untuk berbuat hal-hal yang negatif yang menjurus kepada kenakalan / kejahatan.
Kenakalan remaja disebabkan oleh dua faktor:
1. Faktor intern yang terdapat dalam diri anak dan remaja : intelegensi; usia dan jenis kelamin; kedudukan sebagai anak ( sulung, bungsu, tunggal ), kekecewaan ( frustasi )
yang membawa reaksi negative ( agresif, patah hati, dsb ), kejiwaan ( kleptomania ).
2. Faktor ekstern yang terdapat dalam anak / remaja : keadaan rumah tangga, keadaan ekonomi, pendidikan, pergaulan, pengaruh mass media ( pers, film, radio, televisi, video ).
Demikianlah yang dapat menimbulkan kenakalan remaja, dalam keadaan yang mana seyogyanya tertonjol peranan ibu / perempuan dalam proses perkembangan anak dan remaja sehingga tidak menjurus kepada hal-hal yang negative. Berdasarkan faktor - faktor dan kenyataan tersebut terutama di kota besar terdapat gejala – gejala kenakalan dsb :
1. Sering membolos dari sekolah, berkeliaran tanpa tujuan, hidup santai tanpa tanggung jawab dan cita-cita, berbuat kurang ajar terhadap orang tua dan guru, perkelahian antar sekolah.
2. Mengebut di jalanan, gangguan lalu lintas, perkelahian antar kelompok / gank.
3. Peredaran gambar dan bacaan porno, video yang mengakibatkan kurangnya gairah belajar, serta pengaruh negative yang tidak sesuai dengan jiwa pancasila.
4. Pergaulan bebas ( free seks ) di iringi pemakaian obat – obatan, perangsang dan kontrasepsi, narkotika dan minuman keras serta perbuatan liar tanpa kendali (moral dan agama).
5. Tindakan yang menuju ke arah kriminal, mulai mengganggu anak gadis, pemerkosaan, memeras, menggompas sampai membunuh.
Sesungguhya kenakalan / kejahatan remaja tersebut satu sama lain saling berkaitan, saling sebab menyebabkan, dan saling akibat dan mengakibatkan. Semuanya itu merupakan kenyataan adanya dekadensi moral yang melanda sebagian calon generasi penerus kita.

IV. Peranan Perempuan Dalam Menanggulangi Kejahatan
Sesungguhya berkewajiban dan harus merasa terhimbau untuk bertidak secara nyata dalam menanggulangi kenakalan remaja dalam masyrakat. Para perempuan itu hanya sebagai ibu rumah tangga saja ( house wife ) ataupun sebagai wanita karir ( wanita yang bekerja dan mencari mata pencarian ), kedua jenis perempuan ini dapat berperan secara aktif dalam masrakat yang terdiri dari keluarga damai, tentram tanpa di warnai debu - debu kenakalan dari kejahatan.
Secara sosiologis memang kenakalan itu dalam berbagai bentuk merupakan gejala penyakit masyarakat antara lain gelandangan, pengemis, pemabuk, penyakit jiwa, perdagangan manusia, dsb. Sebagaimana biologis maka kenakalan itu harus diatasi atau ditanggulangi. Dalam hubungan ini usaha dan cara menanggulangi dapat dilaksanakan dua tindakan :
1. Secara preventife ( usaha pencegahan )
2. Secara repressive ( usaha menghilangkan, membasmi atau mengurangi ).
Pada cara yang pertama, peran perempuan sangat penting artinya, mengingat kedudukan dan fungsinya sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga, dalam hal ini perempuan harus membina, membimbing dan mengarahkan anak – anak berkembangnya munculnya bibit kejiwaan anak – anaknya. Untuk tujuan tersebut seorang perempuan harus mampu menanamkan moral yang tinggi pada anak – anaknya, nilai keagamaan di dalam keluarga memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup kepada anaknya namun jangan sampai terlampau dimanjakan tanpa batas atau sebaliknya tanpa peduli. Menjadi kewajiban perempuan untuk menciptakan suasana dan lingkungan rumah tangganya serasi dan tenteram penuh kasih sayang sehingga rumah bagi anggota keluarga terutama anak – anak. Bagaikan teluk tempat berteduh.
Dalam hal keadaan ekonomi rumah tangga yang lemah maka anak – anak dapat diajak turut bertanggung jawab mengatasi kesulitan hidup, ajak mereka bekerja sama dalam berusaha secara halal dan memetik hasilnya.
Pada cara yang kedua, perempuan dapat berperan serta secara nyata dan aktif, perempuan dapat menjadi pekerja sosial mengelola panti asuhan, pusat rehabilitasi, ataupun korban narkoba dan minuman keras. Dan tentu saja dapat dikemukakan bahwa guru seorang perempuan dapat menyadarkan anak didiknya yang telah terjerumus kepada kenakalan meskipun tugas sebagai guru dalam banyak hak merupakan kegiatan yang bersiat preventive.
V. Kesimpulan dan Saran

Dari uraian yang terdahulu dapat disimpulkan bahwa perempuan menduduki posisi dan fungsi yang paling menentukan baik di dalam keluarga maupun masyarakat.
Selaku pendidik pertama dan utama di dalam rumah tangga seyogyanya perempuan harus mampu membina anak – anaknya yang merupakan calon generasi penerus untuk menjadi anak yang memiliki disiplin dan tanggung jawab baik bagi diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat dan terutama bagi agamanya.
Dengan cara demikina perepuan telah memainkan perannya mencegah timbulnya kenakalan, apalagi jika dibarengi dengan peran aktif para perempuan dalam membasmi atau mengurangi kenakalan / kejahatan di dalam masyarakat. Melalui tulisan ini kami sarankan kiranya perempuan dalam melaksanakan fungsinya baik di dalam keluarga maupun di masyarakat lebih dulu dan tanpa bosan membekali diri dengan ilmu dan pengetahuan ( terutama agama ) yang sangat penting bagi usaha dan pembinanaan dan pembimbingan anak – anak. Secara nyata hendaknya setiap perempuan tetap memberikan suri tauladan, sesuaikan kata dengan perbuatan, jangan hanya menyuruh anak berbuat baik tetapi diri sendiri memberikan contoh buruk perbuatan – perbuatan bercela.


* Penulis, seorang mantan anggota Majelis Pusat GKPA dan Bendahara Pusat GKPA Pada awal Panjaeon HKBP-A. Sekarang tenaga dosen di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan