BLOG INI BERSIFAT TERBUKA UNTUK DIKOMENTARI DAN DIKRITISI DEMI KEMAJUAN WAWASAN BERPIKIR, DAN BERTEOLOGI MASA KINI
Jumat, 26 Maret 2010
Minggu Jubilate, 25 April 2010 Zefanya 3:14-20
BERSUKACITALAH – BERGEMBIRALAH – BERSORAK-SORAILAH
Kita akan memasuki Minggu LETARE – yang mengajak kita untuk Bersukacitalah – Bergembiralah – Bersorak-sorailah. Pertanyaanya adalah: Apakah yang bisa membuat kita bersukacita, bergembira, bersorak-sorai? Jawabannya, ada dalam nas ini. Yaitu: karena kita punya Allah yang Mahapengampun, Mahakasih, Mahabaik. Allah yang tidak pernah berhenti mengasihi kita. Allah kita adalah Allah yang mengasihi. Pemahaman inilah yang memicu harapan Israel, sehingga mereka dapat bersukacita.
Mari kita simak apa yang terjadi pada Israel. Nabi Zefanya ini diduga bekerja pada pemulaan pemerintahan Raja Yosia di Yehuda (Israel Selatan) sekitar tahun 639 – 609 seb Masehi. Pokok pemberitaannya adalah tentang kedatangan “Hari Tuhan” (1:7 + 14). Hari Tuhan merupakan ancaman bagi dosa-dosa Yehuda dan dosa bangsa-bangsa. Bila kita membaca mulai dari pasal pertama kitab ini, kita akan gemetar membayangkan betapa dahsyatnya hari tersebut. Hari itu merupakan hari yang mengejutkan dan gelap gulita, merupakan hari kegemasan .. kesusahan dan kesulitan ... kemusnahan dan pemusnahan ... kegelapan dan kesuraman - kebinasaan (1:14 – 18). Simak beberapa perkataan Allah di pasal 1: Aku akan menyapu bersih ... dari atas muka bumi ... merebahkan ... melenyapkan ...mengacungkan tanganKu ... menghukum ... menggeledah. Dahsyat tenan (benar)!!!
Mengapa begitu dahsyatnya hukuman yang akan diterima Yehuda dan bangsa-bangsa pada Hari Tuhan itu. Jawabannya, tidak lain tidak bukan adalah karena dosa Yehuda dan bangsa-bangsa yang sangat menjijikkan Allah. Nabi Zefanya dengan keras menegor dosa mereka yang melacurkan diri dengan menyembah dewa-dewa: Baal, Milkom, tentara langit, dan kuasa kegelapan lainnya. Padahal itu merupakan kekejian di mata Tuhan (Ul. 7:25; 2Raja 21:11). Menyembah ilah lain selain Allah akan menimbulkan murka Allah. Walau kita sangat rajin ke gereja, membaca Alkitab, atau memberi sumbangan untuk gereja, tetapi bila kita masih memegang, menyimpan dan memercayai kuasa kegelapan (ajimat, ulpuhan ni datu, panjaga ni daging, pelaris, dll), bagi Allah, kita tetap menjijikkan. Di samping itu masih banyak lagi dosa-dosa Yeuhuda dan bangsa-bangsa yang membuat Allah harus murka., terutama perilaku mereka di masyarakat yang tidak mencerminkan bahwa mereka adalah bangsa Allah yang kudus.
Ini menjadi pergumulan kita. Setiap orang hendaknya memeriksa diri sendiri. Apakah Tuhan tidak sedang murka sekarang melihat segala tingkah laku kita? Bencana demi bencana menimpa bukan hanya negeri ini tetapi juga dunia. Topan, gempa bumi, longsor menjadi momok yang menyebabkan derita memilukan bagi banyak orang; harta benda yang telah dikumpulkan dan dibangun musnah seketika; banyak nyawa melayang tanpa pesan. Kejahatan merajalela. Bangsa kita terpukul dengan kasus rekaman Anggodo, yang memilukan hati penduduk negeri yang masih punya hati nurani. Ternyata, kondisi bangsa ini begitu bobroknya. Sementara pemimpin masih asyik merayakan pengangkatannya menjadi anggota dewan terhormat dan menteri, padahal rakyat gelisah menanti keadilan dan bantuan. Oh negeriku .... bila hari Tuhan datang, apa yang akan terjadi kepadamu?
Yang lebih perlu, secara pribadi mari kita mengoreksi diri, apakah perilakumu akan memaksa Allah untuk mendatangkan murkaNya? Tanya dirimu, apakah kita masih memiliki atau percaya pada kuasa kegelapan, dukun, mantera, panjaga ni daging, yang merupakan kekejian di mata Tuhan? Apakah perilaku kita di kantor, di pasar, di sekolah, di perjalanan, sudah mendukakan hati Tuhan? Apakah keluarga kita masih berkenan di hati Tuhan? Gumulilah itu setiap saat
Karena itulah, sebelum Hari Tuhan itu datang, Allah melalui Zefanya dengan keras menghimbau dan mengajak Yehuda dan semua bangsa agar BERTOBAT. “Carilah Tuhan, lakukan hukum-Nya – carilah keadilan – kerendahan hati – (pasal 2).
1. Dan hal yang mensukacitakan kita adalah, janji Allah yang pasti, bahwa bila kita mau bertobat, pasti, pasti dan pasti, Allah mau menerima kita kembali.
Tidak banyak atau hampir tidak ada orang yang mau menerima kembali isterinya yang sudah beberapa kali tertangkap basah berselingkuh. Biasanya, suaminya akan langsung menjatuhkan talak tiga, cerai. Tetapi Allah kita, tidak. Walau Israel, sebagai umat-Nya selalu berselingkuh dengan dewa-dewa dan ilah-ilah lain, tetapi Allah menunggu dengan setia, dan selalu membuka pintu maaf bagi Israel. Memang, Tuhan mau menghukum umat-Nya atas kesalahan itu, namun itu bukan talak tiga, bukan kata terakhir. Hukuman dari Tuhan hanyalah peringatan, agar Israel dan kita sadar akan dosa-dosa kita; hukuman Allah adalah cara untuk membawa kembali umatNya yang sudah terlanjur membelot dari jalan-Nya. Hukuman Allah adalah bagaikan gada dan cambuk seorang gembala untuk membawa dombanya kembali ke jalan yang benar. Allah kita selalu membuka pintu dan tangan-Nya, kapan kita mau kembali, Allah akan menyambut kita dengan tangan terbuka dan sukacita (Ingat Perumpamaan tentang Anak hilang)
Itulah sumber sukacita kita. Isteri mana yang tidak bersukacita, bila suaminya masih mengasihi dan mau menerima kembali, dia yang selalu berselingkuh? Ternyata, kasih setia Allah (khesed) jauh lebih besar melampaui dosa-dosa kita. Di Yesaya 54:8 Tuhan berkata: Dalam murka yang meluap Aku telah menyembunyikan wajah-Ku terhadap engkau sesaat lamanya, tetapi dalam kasih setia abadi Aku telah mengasihani engkau, firman TUHAN, Penebusmu. Dengan jaminan pengampunan inilah, Allah menyerukan: Bersorak-sorailah, hai puteri Sion, bertempik-soraklah, hai Israel! Bersukacitalah dan beria-rialah dengan segenap hati, hai puteri Yerusalem!
Kepastian akan pengampunan oleh kasih Allah inilah yang paling menonjol bagi iman orang Kristen. Di Yohannes 3:16 disampaikan: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Bagi orang Kristen yang percaya, dengan terang benderang dinyatakan bahwa kasih Allah jauh lebih besar dari murka-Nya. Ini paling nyata didemonstrasikan Allah di kayu salib Tuhan Yesus di Golgata. Di salib itu, Tuhan meproklamasikan kepada dunia bahwa Allah kita adalah Allah yang Mahapengampun, karena yang ditanggung (dipikul) oleh Yesus di sana tidak lain tidak bukan adalah dosa seluruh manusia.
Seorang penulis pernah mengatakan: Sikap dan kelakuanmu tidak mengubah kasih Allah terhadapmu. Jika kamu berpaling dari-Allah, atau memutuskan hubungan dengan-Allah, Allah ingin tetap bersamamu. Itu seperti halnya bila kamu menutup keran. Apakah airnya juga menghilang dari pipa? Tidak, tetapi tetap berada di situ, menunggumu memutar keran lagi. Allah seperti air itu, menunggu kamu kembali menjadi anak-Nya. Tiada ketidak-patuhan atau pemberontakan darimu yang bisa mengubahnya.
Itulah sumber sukacita orang percaya. Bila kita semakin menghayati pengorbanan Yesus di salib, terutama dengan kemenangan-Nya di dalam kebangkitan-Nya, tidak mungkin lagi ada orang Kristen yang mau terbenam dalam susah hati. Yang ada hanyalah sukacita, karena di dalam Yesus, Allah memberi jaminan bahwa Allah mau mengampuni dosa kita
2. Setelah Allah mau mengampuni dosa kita, Dia tidak menjauh, tetapi justru mau dekat dengan kita.
Kita baca di ayat 17 : “TUHAN Allahmu ada di antaramu sebagai pahlawan yang memberi kemenangan. Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak-sorai. Wahh... luar biasa! Coba bayangkan, bila Allah ada di dekat-Mu, menjadi pahlawan yang memberi kemenangan, dan selalu bergembira karena engkau”. Mungkin, tidak ada lagi hal lain yang mensukacitakan hati selain dari hal ini. Sebuah jaminan penyertaan dan pengawalan yang luar biasa. Karena itu, Allah melalui Zefanya terus menerus menyerukan: Jangan takut – jangan takut (ayat 15, 16).
Janji penyertaan ini telah terwujud dengan kehadiran Yesus, yang adalah Immanuel, Allah yang beserta kita. Dan walau Yesus telah berangkat ke surga, Dia memberi jaminan: “Aku akan menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman” (Mat; 28:20).
Karena itu, orang percaya tidak perlu takut terhadap apapun selain kepada Allah. Jangan pernah mau diperbudak dan dikalahkan oleh Allah. Dan sebenarnya, di dalam Yesus kita lebih dari sekedar pemenang (Rm. 8, 37). We are the winners. Bila Anda kalah, bukan karena Yesus tidak mampu membantu Anda, tetapi, Anda yang telah memilih dan menyerahkan diri Anda untuk kalah. Karena itu jangan pernah mau kalah. Jangan takut. Tetapi bergembiralah, bersukacitalah.
3. Dan yang terakhir, yang membuat Israel bersukacita adalah janji akan ADANYA PEMULIHAN dari Allah.
Israel akan dipulihkan (ayat 20), bukan lagi sebagai bangsa yang dihina, dilecehkan oleh kuasa dan bangsa lain. Tetapi Tuhan akan mengangkat malapetaka dari mereka (ayat 18) – Tuhan akan memukul habis bangsa yang menindas Israel (ayat 19) – Tuhan akan mengembalikan nama baik dan kehormatan dan membuat Israel menjadi kepujian dan kenamaan di seluruh bumi (ay. 19)
Ini jugalah jaminan agar kita bisa bersukacita. Mungkin sekarang memang kita susah karena disusahi pihak lain. Izin membangun gereja dipersulit (walau menurut Undang-undag sangatlah mudah). Jabatan strategis ditutup bagi murid Kristus (sehingga banyak orang Kristen menjual imannya demi jabatan) – kita dilecehkan dan dianggap sebelah mata (sehingga banyak orang yang “monjap” – bersikap bunglon – suam-suam kuku tentang imannya). Kita sering menangis menghadapi “penyesahan” (pangaleleon) terselubung ini.
Tetapi, Tuhan Yesus yang bangkit menyerukan: jangan pernah takut. Kita akan dipulihkan – musuh-musuh Kristus akan dikalahkan. Tiada kuasa manapun yang bertahan terhadap kekuasaanNya. Karena itu jangan pernah kecut, takut atau minder. Di dalam Yesus, kita bukanlah pecundang yang mau kalah, tetapi kita lebih dari sekedar pemenang.
Karena itu, agar kita benar-benar dapat bersukacita, pilihan ada pada kita. Mereka yang mengenal dosanya tetapi tidak mau bertobat, akan dibebani, ditimpa, “didondoni” oleh dosanya; sukacitanya akan terkuras habis oleh dakwan-dakwan dosa di dalam hati nuraninya. Tetapi mereka yang mau mengaku dosa dan bertobat, Tuhan menjamin bahwa dosamu pasti akan diampuni, dan Tuhan mengasihiMu. Itu membuat sukacitanya akan berlimpah.
Mereka yang tidak mengenal kasih setia Allah akan takut, kecut, dan kalah; sukacitanya akan habis. Tetapi yang percaya dan mengimani kasih setia Allah yang nampak dalam kemenangan Kristus dalam kebangkitanNya, akan terus bersukacita walau didera derita – tetap semangat dan tidak takut walau musuh Kristus menghadang. Bukan karena nekat. Tetapi karena ada jaminan penyertaan Allah.
Karena itu, camkanlah seruan Paulus dalam Filipi 4:4 “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!”. SELAMAT BERLETARE. Amin.
Pdt. STP. Siahaan
Minggu Miserikordias Domini, 18 April 2010 Ratapan 3:22-16
BERHARAPLAH PADA YESUS YANG MENANG
Keadaan sulit dan derita yang berat sering menghadirkan tanya: Apakah Tuhan masih ada? Apakah benar bahwa Tuhan mengasihi saya? Dengan gempa bumi dan bencana lainnya yang meluluh-lantakkan bumi Indonesia, banyak hati yang bertanya: Mungkin Tuhan mulai bosan, melihat tingkah kita, mari kita bertanya pada rumput yang bergoyang. Pertanyaan ini menunjukkan kondisi tanpa harapan.
Kondisi ini juga yang mewabah di kalangan Yahudi. Ketika derita demi derita mendera, seperti bisa kita baca mulai ayat pertama pasal 3 ini, penulis meratap. Membaca dafatr derita itu, hati kita akan milis dan bulu kuduk akan berdiri saking sakitnya. Mereka terbuang di Babilon; mereka jauh dari Yerusalem, kota kebanggaan mereka yang telah menjadi sunyi karena tiada lagi penduduknya, dan Bait Allah tumpuan harapan iman sebagai bukti penyertaan Tuhan bagi mereka telah dibumi-hanguskan. Saking beratnya derita itu, peratap ini merasa dia akan binasa (ayat 54).
Namun, terjadi perubahan yang drastis dalam diri si peratap. Mari kita baca ayat 21: “Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap” (BIS - Meskipun begitu harapanku bangkit kembali, ketika aku mengingat hal ini). Walau deritanya menindih perih, namun imannya melihat seberkas cahaya yang makin lama makin terang. Cahaya tersebut memberinya pengharapan baru, yang selanjutnya menyemangatinya menapaki hidup di depan. Imannya berkata: ada Tuhan. Dan Tuhan itu adalah Tuhan yang setia, yang kesetiaan-Nya kekal, terus menerus, dan diperbaharuiNya tiap pagi, tidak pernah basi. Dia juga Allah yang baik, yang pasti mau menolong setiap orang yang berharap padaNya dan yang mencari-Nya. Pengenalan dan keyakinan inilah yang memberinya harapan dan kekuatan baru.
Inilah perbedaan dari orang yang mengenal Tuhan dengan orang yang tidak pernah peduli dengan Tuhan. Sering, penderitaan menjadi batu ujian sekaligus pembuktian bagi mereka. Mereka yang tidak peduli dengan Tuhan, bila didera derita, akan langsung tenggelam hingga ke dasar yang terdalam dan tidak akan muncul-muncul lagi, bagaikan batu yang dilempar ke dalam sumur (bahasa Batakna: lonong). Mereka bukan hanya meratap tetapi menjadi putus asa, atau bunuh diri. Tetapi mereka yang mengenal dan percaya kepada Tuhan, ketika derita menderu, mereka meratap, bukan karena putus asa, tetapi ratapan minta tolong agar Tuhan mengulurkan tangan-Nya menolong mereka. Mereka bagaikan buah kelapa tua, yang sebentar akan terbenam, tetapi tidak akan tenggelam, karena akan bangkit dan muncul lagi ke permukaan. Walau memang ada yang timbul tenggelam, yang ketika ancaman datang mereka menyembunyikan diri (monjap), dan ketika keadaan sudah aman barulah mereka muncul, dan sering berlagak seperti pahlawan padahal tidak berbuat apa-apa.
Ada ahli mengatakan bahwa zaman kita sekarang sedang digerogoti sikap yang tanpa harapan. Mengapa? Karena kita sering terperangkap pada apa yang dapat disebut sebagai perangkap-perangkap kenyataan. Yaitu yang mengukur dan memutuskan segala sesuatu hanya berdasarkan fakta-fakta dan rumus-rumus matematis. Yang hanya percaya bahwa satu tambah satu hanyalah dua, selain itu dianggap mustahil (Contoh: Sajuta rupia do gajingku, hape balanjonami pe nunga 600 ribu, asing dope manggarar aek dohot listrik nang ongkos-ongkos. Ndang mungkin boi hami pasikolahon dakdanak on, dll)
Padahal, secara iman, pengharapan orang-orang percaya adalah pengharapan tanpa dasar, artinya tidak berdasarkan rumus matematika, dan tidak berharap pada hal-hal yang nampak di mata. Pengharapan orang Kristen adalah tertuju pada Misteri Allah (hahomion ni Debata). Karena Allah dapat melakukan apa yang mustahil bagi manusia. Bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk. 1:37), dan mujizat adalah spesialisasiNya, karena itu jangan batasi dirimu mempercayaiNya. Karena apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, atau didengar telinga atau yang belum pernah melintas dalam pikiran manusia, itu yang dilakukan Allah kepada orang yang mengasihiNya (1 Kor. 2:9).
Coba kita ingat apa yang dilakukan Allah kepada Sara, yang mandul dan sudah tua, tetapi dengan mujizat Allah, dia bisa melahirkan Isak. Ingat juga ketika Israel tiba di tepi Laut Merah, sementara pasukan Firaun telah mengejar dengan pasukan perang; mereka tidak mungkin bisa selamat. Tetapi Musa berkata: “TUHAN akan berjuang untuk kamu, dan kamu tak perlu berbuat apa-apa." (Kel. 14:14) dan benar, mereka selamat. Justru pasukan Firaun yang hanyut. Mujizat yang luar biasa!
Tetapi mujizat yang terbesar adalah ketika maut si penguasa dunia, dikalahkan oleh Yesus. Maut, kuasa yang tidak dapat dikalahkan manusia tetapi justru mengalahkan semua manusia, ternyata, dapat dikalahkan oleh kuasa kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Itulah kemenangan yang tiada tanding dan taranya. Kebangkitan Yesus mengalahkan maut, hanya dapat dilalukan oleh Tuhan Yesus, tidak dapat dilakukan “juruselamat” agama manapun.
Itulah dasar segala pengharapan kita. Dengan kebangkitan Yesus yang mengalahkan maut, bagi orang percaya tidak ada lagi yang mustahil. Segala derita, kesakitan, atau kesulitan apapun, menjadi mungkin kita kalahkan, bila mengandalkan kuasa Yesus. Buktinya: sepanjang sejarah, mulai dari berdirinya gereja, hingga hari ini, seluruh dunia bekerjasama menyusun kekuatan untuk menghancurkan umat Tuhan, orang Kristen di dunia ini. Namun, faktanya, jangankan hancur, tetapi justru semakin dibabat semakin merambat. Gereja tegak berdiri. Bukan oleh kekuatan-Nya, melainkan karena pertolongan Tuhan Yesus, Sang Penakluk dunia itu.
Karena itu, sebenarnya tidak ada alasan bagi orang percaya untuk takut apalagi putus asa. Kebangkitan Yesus, yang bila diimani dan diamalkan dengan benar, akan menghapus istilah takut dan putus asa dari kamus orang percaya. Dengan kebangkitan Tuhan Yesus, orang percaya tidak ditakdirkan untuk takut, kalah dan putus asa. Tetapi sebaliknya, telah dilantik menjadi pemenang, karena kuasa apapun tidak akan mampu memisahkan kita dari kasih Kristus (Rm. 8:34-39).
Namun demikian, Saudaraku, kita dapat juga jatuh. Seperti dikatakan Tuhan Yesus: roh memang penurut, tetapi daging lemah (Mat. 26:41). Kita masih lemah, karena kita adalah manusia juga. Namun ingat, bila kita kalah, bukan karena si iblis atau penderitaannya yang kuat. Bukan! Tetapi kita yang membiarkan diri kita dikalahkan. Atau, kita yang telah memilih untuk kalah. Mengapa? Karena sebenarnya, tidak ada pencobaan atau derita yang dibiarkan Allah menerpa kita di luar kemampuan kita, melainkan apa yang pas dengan kemampuan kita (band. 1Kor. 10:13). Dan, Tuhan adalah setia, pasti memberikan pertolongan kepada setiap orang yang mengasihi dan mencari-Nya. Karena itu, bila ada yang kalah, bukan karena Allah mentakdirkannya untuk kalah, dan bukan pula karena penderitaan atau pencobaan itu yang lebih kuat. Tidak! Tetapi, karena kita telah memilih dan membiarkan diri kita dikalahkan.
Karena itu, bila kita hubungkan dengan nats kotbah minggu depan ini, bila kita menghadapi masalah, kesulitan, derita atau pergumulan berat, hal yang harus kita lakukan adalah:
Pahami, imani, yakini bahwa kita punya Tuhan yang mampu mengalahkan kuasa apapun. Dan Dia adalah Allah yang mampu melakukan apapun, termasuk yang tidak dapat dilakukan oleh siapapun. Dia mampu mencelikkan mata orang buta, menghidupkan orang mati, menyembuhkan segala sakit penyakit, mengusir segala roh jahat dan setan sekalipun. Mujizat adalah spesialisasi-Nya. Karena itu jangan batasi imanmu untuk mempercayai dan menerimanya.
Dia adalah Allah yang Mahakasih. Pengorbanan dan kebangkitanNya adalah untukmu, demi engkau. Percayai itu.
Dia adalah Allah yang setia, yang patut dipercaya, dan terus menerus memenuhi janji-janiNya. Mujizat-Nya pasti dilakukannya untukmu, untuk kita hari ini dan di sini.
Tugas kita adalah, terus memanggil, meminta dan meminta di dalam harapan. Terkadang Tuhan menginginkan kita harus seperti orang buta dalam nats kotbah minggu depan, yaitu meratap, meratap dan meratap di dalam iman. Ratapan yang bukan karena keputus-asaan, melainkan untuk membuktikan pengharapan kita yang kokoh atas pertolongan Allah. Dan pasti, pada waktunya, Tuhan akan mmberikannya.
Berharaplah dalam keyakinan bahwa pertolongan Tuhan akan segera datang dan mewujud dalam hidupmu.
Karena itu, Saudaraku! Bila derita mendera hidupmu, jangan mau dikalahkan. Ingat, kita dikasihi oleh Yesus yang telah mengalahkan musuh dan derita kita. Dialah harapkan dan andalkan, kita pasti menang! Amin.
Pdt. STP. Siahaan
Minggu Quasiomodogeniti, 11 April 2010 Mazmur 8:2-7
NIKMATILAH BERKAT TUHAN
BERANGKAT DARI KEHINAAN TIBA KEPADA KEMULIAAN
Perubahan yang sangat mencolok tentang manusia tampak dalam pemberitaan Mazmur fasal 8 ini. Bahwa manusia hina kemudian menjadi makhluk mulia dinyatakan secara sederhana. Mazmur Daud ini menggugah hati kita merenungkan fenomena kemanusiaan yang berubah-ubah, agar kita sendiri dapat memilih posisi dan sikap yang benar di mata Tuhan.
Marilah kita membaca teks ini secara cermat dan baik. “8:2 Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan. 8:3 Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam. 8:4 Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: 8:5 apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? 8:6 Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. 8:7 Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya.”
Dari ayat 2-7 kita memahami kalimat tentang siapa manusia itu. Firman ini menggambarkan secara terus-terang manusia sebagai makhluk yang hina, namun Allah telah melakukan rancangan yang ajaib, yang meninggikan manusia. Ada tujuh ungkapan dalam nas ini yang memosisikan manusia di tengah seluruh alam ciptaan Allah. Penempatan manusia oleh Allah di tengah jagad raya ciptaan Tuhan itu pastilah didasarkan atas tujuan mulia untuk mencapai karakter luhur, bagi kemuliaan Tuhan. Mari kita coba pahami posisi dan tugas tersebut dalam lingkup manusia apa adanya.
Pertama: “Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan” (8:2). Manusia menyanyikan pernyataan hebat ini, bahwa keagungan dan kemuliaan Tuhan tetap menjadi prioritas bagi dirinya. Kemuliaan Tuhan tetap mengatasi langit. Kedudukan Pencipta tetaplah di atas dari ciptaan. Tuhan adalah Penguasa Tunggal atas seluruh ciptaan. Manusia harus menyanyikan dan menyadari hal itu untuk dirinya sendiri, agar manusia dapat mengajarkannya kepada seluruh makhuk bumi.
Kedua: ”Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu telah Kauletakkan dasar kekuatan karena lawan-Mu, untuk membungkamkan musuh dan pendendam” (8:3). Sarana yang dipakai manusia untuk memuliakan Tuhan adalah dirinya sendiri, apa adanya, pola pikirnya yang masih murni, polos, spontan, tidak neko-neko. Dalam hal melakukannya, manusia tidak memanfaatkan (memakai apalagi mencuri) pemujian Tuhan itu untuk kepentingan diri sendiri. Bayi dengan apa adanya ia menjadi patokan dasar dari kemurnian dan keikhlasan kita memuji Tuhan. Sekaligus itulah senjata kita untuk dapat membungkam seluruh lawan-lawan Tuhan. Kelemahan, ketidakmampuan, bahkan hanya senyum dan tangisan, itulah senjata kita untuk menang di dalam Tuhan. Hanya dua rupa komunikasi seorang bayi: menangis (sedih) dan tersenyum (gembira). Dalam kedua pola inilah kita patut memuji Tuhan, ketika kita berduka dan bergembira, di saat kita gagal maupun sukses, pada waktu kita beruntung maupun rugi. Memuji Tuhan dalam semua kondisi kehidupan.
Ketiga: “Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan” (8:4). Pada ayat ini, manusia sudah mulai menyadari kemaha-akbaran Tuhan oleh semua ciptaan-Nya. Sungguh, manusia perlu melihat hamparan cakrawala itu, manusia patut berkeinginan memahami misteri bulan dan bintang-bintang, agar manusia sadar diri akan kesederhanaan, kenistaan – hametmeton ni dirina; namun di balik itu ia dapat menikmati langit, bulan dan bintang-bintang untuk menghibur dan memuaskan jiwa dan hatinya memuji Tuhan dalam sukacitanya.
Keempat: “Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” Pertanyaan ini juga ditanyakan penulis Surat Ibrani (Ibr. 2:6) yang menunjukkan betapa pentingnya hal ini dipahami. Siapakah sesungguhnya manusia? Alkitab terjemahan Indonesia menyebut kata ‘manusia’ sebanyak 846 kali dari kitab Kejadian 1:26 hingga kitab Wahyu 21:17. (Di Bibel Batak Toba, disebut 1912 kali. Dan lebih banyak lagi dalam Alkitab King James Version, manusia disebut 4536 kali). Memang bagi Tuhan manusia itu berharga dan mulia; Manusia itulah yang merendahkan dirinya dan masuk ke jurang maut. Manusia pada titik yang paling rendah nyata dalam diri Yesus yang dihina dan disiksa oleh karena dosa dan kejahatan manusia. Dalam Yoh 19:5 dikatakan: Lalu Yesus keluar, bermahkota duri dan berjubah ungu. Maka kata Pilatus kepada mereka: "Lihatlah Manusia itu!" Yesus sendiri yang menyatakan diriNya Anak Manusia yang dipermuliakan pada akhir semua zaman. Wahyu 14:14 mencatat (“Anak Manusia” 85 kali disebut dalam Perjanjian Baru): “Dan aku melihat: sesungguhnya, ada suatu awan putih, dan di atas awan itu duduk seorang seperti Anak Manusia dengan sebuah mahkota emas di atas kepala-Nya dan sebilah sabit tajam di tangan-Nya.” Sesungguhnya manusia itulah centrum maksud dan pengasihan Allah, sehingga Tuhan Yesus datang ke dunia ini (Yoh 3:16).
Kelima: “Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah”. (8:6a). Manusia dipersamakan dengan Allah. Posisi ini lebih tampak dalam fungsi pemeliharaan atas seluruh ciptaan. Daya cipta atau kreativitas yang ada pada manusia merupakan buah keillahian Tuhan dalam diri manusia. Kalau manusia pertama diciptakan dari debu tanah, manusia disuruh beranak-cucu untuk melanjutkan penciptaan itu. Manusia segambar dengan Allah, sehingga manusia mempunyai citra, sifat, tabiat dan nilai-nilai yang agak bersamaan dengan milik Tuhan. Kata “hampir sama seperti” menyadarkan kita bahwa setinggi apa pun posisi manusia, walau bagaimana pun hebatnya ia, manusia tetaplah manusia. Kita harus rendah hati dan sadar akan anugerah kasih Tuhan. Walau hampir sama seperti Allah, kita tetaplah membutuhkan ksih dan penyelamatan dari Tuhan.
Keenam: “dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat” (8:6b). Mahkota yang dimiliki manusia adalah kemuliaan dan hormat. Mahkota kehidupan dijanjikan akan diberikan kepada orang yang setia sampai mati (Wahyu 2:10c). Manusia diberi mahkota karena ia sudah berjuang dalam ketaatan dn kesetiaannya kepada Tuhan. Seorang penulis menegaskan: “No crown without cross” – Tidak ada mahkota tanpa salib. Tidak ada medali tanpa kemenangan dalam pertandingan. Manusia yang telah dimahkotai adalah manusia yang sudah teruji, lalu terpuji, karena sudah menjadi pemenang.
Ketujuh: “Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya (8:7) kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang (8:8) burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan (8:9). Manusia diberi kuasa untuk mengelola seluruh ciptaan milik Tuhan. Semuanya adalah milik, kekayaan, untuk kepentingan Tuhan; dan manusia hanya sebagai “pengelola” yang tentu saja boleh turut menikmatinya, namun tidak menikmatinya seperti seorang pencuri, sebagai orang asing, juga bukan seorang pelahap dan perusak, tetapi menikmati semua kekayaan Tuhan dengan penuh rasa syukur dan penuh tanggung jawab. Kuasa dan peluang serta berkat yang kita peroleh dari kemurahan Tuhan mestilah kita jalani dengan penuh rasa syukur, tanggung jawab dan dengan sukacita. Hanya dengan itu kita dapat mengakhirinya dengan pernyataan yang besar ini: “Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!” (8:10). Amin.
Pdt. DR. M. Frans Ladestam Sinaga
HKBP Tangerang Kota
Senin, 22 Maret 2010
Bacaan Paskah 2, 5 April 2010 : Yesaya 26:15-19
Paskah 2, 5 April 2010 Yesaya 26:15-19
BANGKITLAH DAN BERSORAK-SORAI
MENGELUH DALAM DOA DAN PUJIAN
D
imulai dari ayat 1 fasal 26 ini kita dibersamakan dengan Nyanyian Puji-pujian, oleh umat pilihan Israel kepada Tuhan yang mengasihi mereka. Nyanyian mereka adalah kidung masa depan yang kelak akan terjadi dalam perjalanan sejarah bangsa itu. Namun Kidung Puji-pujian ini tidaklah melulu berisikan pujian; di dalamnya terkandung keluhan yang sangat dalam, doa permohonan dan ajakan untuk percaya kepada Tuhan. Tidak salah, kalau perikop ini kita namai “mengeluh dalam doa dan pujian” yang diungkapkan dengan cara berbisik (mengeluh dengan suara lirih) kepada Tuhan.
Nyanyian ini dimulai dengan kesaksian yang kuat tentang Tuhan yang menyelamatkan mereka. Dikatakan: “Pada waktu itu nyanyian ini akan dinyanyikan di tanah Yehuda: "Pada kita ada kota yang kuat, untuk keselamatan kita TUHAN telah memasang tembok dan benteng. Bukalah pintu-pintu gerbang, supaya masuk bangsa yang benar dan yang tetap setia! Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya. Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN ALLAH adalah gunung batu yang kekal” (26:1-4).
Di sini terungkap kebanggaan mereka atas Yerusalem sebagai kota yang kuat, tempat di mana mereka diselamatkan Tuhan. Pintu kota itu dibuka agar bangsa yang setia mendapatkan damai sejahtera dari Tuhan sebagai gunung batu yang kekal. Di masa pembuangan doxologi (pujian) ini muncul lagi di Yesaya 42:10-12 dalam konteks yang lebih luas dan spesifik. Dikatakan: “Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN dan pujilah Dia dari ujung bumi! Baiklah laut bergemuruh serta segala isinya dan pulau-pulau dengan segala penduduknya. Baiklah padang gurun menyaringkan suara dengan kota-kotanya dan dengan desa-desa yang didiami Kedar! Baiklah bersorak-sorai penduduk Bukit Batu, baiklah mereka berseru-seru dari puncak gunung-gunung! Baiklah mereka memberi penghormatan kepada TUHAN, dan memberitakan pujian yang kepada-Nya di pulau-pulau.”
Mereka memuji Tuhan “Sebab Ia sudah menundukkan penduduk tempat tinggi; kota yang berbenteng telah direndahkan-Nya sampai ke tanah dan dicampakkan-Nya sampai ke debu” (26:5); Sebaliknya, kaki orang-orang sengsara, telapak kaki orang-orang lemah akan menginjak-injaknya. Jejak orang benar adalah lurus, sebab Engkau yang merintis jalan lurus baginya (26:6-7). Inilah yang dinanti-nantikan mereka, yakni saat Tuhan menjalankan penghakiman atas bumi ini. Apakah itu? (a) Bahwa penduduk dunia akan belajar apa yang benar. (b) Bahwa tangan Tuhan dinaikkan, tetapi mereka tidak melihatnya. (c) Bahwa dalam kecemburuan Tuhan karena umat-Nya, mereka mendapat malu (d) Bahwa api akan memusnahkan dan memakan mereka habis! Mereka sudah mati, tidak akan hidup lagi, menjadi arwah, tidak akan bangkit pula; Mereka dihukum dan dimusnahkan, dan meniadakan segala ingatan kepada mereka (26:6-11,14).
Bagi umat yang setia itu: (a) TUHAN menyediakan damai sejahtera (b) Dalam penindasan, mereka tetap setia hanya memasyhurkan nama Tuhan (c) Jumlah umat kemuliaan Tuhan ini dibuat-Nya bertambah-tambah (d) Tuhan memperluas negeri mereka (26:12-13,15). Kalimat dalam ayat 15 ini menunjukkan hasil karya Tuhan yang membuat mereka sebagai bangsa yang menerima mujizat di balik semua penderitaan yang terjadi. Doa dan pengharapan mereka: akan terjadi mujizat pertumbuhan (bertambah-tambah) dan pengembangan (memperluas negeri) justeru di tengah ketidakmungkinan karena kepahitan hidup ini. “Ya TUHAN, Engkau telah membuat bangsa ini bertambah-tambah, ya, membuat bertambah-tambah umat kemuliaan-Mu; Engkau telah sangat memperluas negerinya.”
BERTUMBUH DAN BERKEMBANG DALAM PENINDASAN DUNIA
Sekali lagi, mujizat-mujizat semacam inilah yang sering kita alami dari kemurahan hati Tuhan Yesus. Oleh karya pengasihan Tuhan di balik, di dalam dan oleh semua aniaya dan penindasan yang terjadi dalam hidup kita, Tuhan mengadakan hal yang bertolak belakang menjadi kebaikan bagi kita. Mujizat pertumbuhan, mujizat perluasan, mujizat dalam pengembangan usaha, mujizat dalam peningkatan jabatan dan karir justru terjadi di tengah “penolakan”, “kebencian”, “rekayasa jahat” dan “aniaya” oleh penguasa dunia ini. Dan sekarang umat Israel sudah menjadi contoh bagi kita untuk mempercayai kebenaran Firman ini. Demikian juga rasul Paulus dalam 2 Korintus 4:8-9 mengatakan, “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa.”
Sampai di manakah batasan wilayah umat ini semakin diperluas? Ulangan 11:24 mencatat, “Setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu, kamulah yang akan memilikinya: mulai dari padang gurun sampai gunung Libanon, dan dari sungai itu, yakni sungai Efrat, sampai laut sebelah barat, akan menjadi daerahmu.” Yosua 1:3 mengatakan: “Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa.” Yosua 14:9 juga dikatakan, “Pada waktu itu Musa bersumpah, katanya: Sesungguhnya tanah yang diinjak oleh kakimu itu akan menjadi milik pusakamu dan anak-anakmu sampai selama-lamanya, sebab engkau tetap mengikuti TUHAN, Allahku, dengan sepenuh hati.” Sungguh luar biasa rencana mujizat Tuhan. Anehnya, dengan mandat ini, maka semakin banyak – semakin jauh - wilayah yang diinjak kaki umat pilihan ini otomatis wilayah itu menjadi milik mereka, sekalipun mereka tiba di sana sebagai bangsa yang terbuang dan teraniaya. Fenomena ini terjadi sampai sekarang: Di mana umat ini berada di sana mereka diberkati dan menjadi pemilik. Berkat Tuhan memungkinkan kita umat-Nya di mana pun kita dilemparkan, di sana akan tumbuh, berakar, hidup dan berbuah.
Tuhan membuat umat-Nya bermutu tinggi dan menjadi berkat. Yesaya 26:16-19 mengatakan: “Ya TUHAN, dalam kesesakan mereka mencari Engkau; ketika hajaran-Mu menimpa mereka, mereka mengeluh dalam doa. Seperti perempuan yang mengandung yang sudah dekat waktunya untuk melahirkan, menggeliat sakit, mengerang karena sakit beranak, demikianlah tadinya keadaan kami di hadapan-Mu, ya TUHAN: Kami mengandung, kami menggeliat sakit, tetapi seakan-akan kami melahirkan angin: kami tidak dapat mengadakan keselamatan di bumi, dan tiada lahir penduduk dunia. Ya, TUHAN, orang-orang-Mu yang mati akan hidup pula, mayat-mayat mereka akan bangkit pula. Hai orang-orang yang sudah dikubur di dalam tanah bangkitlah dan bersorak-sorai! Sebab embun TUHAN ialah embun terang, dan bumi akan melahirkan arwah kembali.” Mereka yang setia berseru, berbisik dan mengeluh dalam doanya akan dihidupkan kembali oleh Tuhan. Kuasa pengasihan Tuhan bagaikan embun terang yang membangkitkan kembali dan menyegarkan benih-benih yang sebelumnya sudah “tergeletak” di tanah. Tuhan dengan kuasanya memberikan kehidupan baru.
Hari ini Pesta Kedua untuk memperingati, mensyukuri, mengimani dan meneladani Kebangkitan Tuhan Yesus. Nas ini berisi pernyataan Perjanjian Lama yang paling kuat dan tegas mengajarkan doktrin tentang kebangkitan tubuh (bnd. Ayb. 19:26; Mzm. 16:10; Dan. 12:2). Orang yang telah melayani Allah dengan setia akan bangkit dari bumi dan hidup kembali setelah mati (lih. Yoh. 5:28-29; 1Kor. 15:50-53; Flp. 3:21). Dia sudah bangkit. Umat pilihan-Nya yang dulu terpuruk akan dibangkitkan. Dari diri mereka tidak ada yang dapat dilahirkan. Mereka mengaku, “Kami mengandung, kami menggeliat sakit, tetapi seakan-akan kami melahirkan angin”. Dari diri kita sendiri kita tidak dapat menghasilkan apa-apa, apalagi untuk hidup kembali. Kita tidak dapat menyelamatkan diri sendiri. Kita sudah tergeletak bahkan terbuang tersia-sia di tanah – bumi dan kehidupan ita – ini. Dan syukurlah Tuhan Yesus sudah bangkit untuk menjadi kebangkitan kita. Maka bangkitlah dan bersorak-sorailah untuk kemuliaan nama Tuhan kita Yesus Kristus. Amin.
Pdt. DR. M. Frans Ladestam Sinaga
HKBP Tangerang Kota, Jakarta-3
Langganan:
Postingan (Atom)