Rabu, 02 September 2009

Renungan: ”HUBUNGAN DAN KOMUNIKASI YANG SEHAT DALAM KELUARGA KRISTEN”

”HUBUNGAN DAN KOMUNIKASI YANG SEHAT
DALAM KELUARGA KRISTEN”
(Kolose 3 : 18 - 21)


1. Tema ini merupakan tema umum yang mungkin bagi sebagian orang Kristen mengabaikan hal ini. Seolah-olah tak penting, tetapi sebenarnya sangat menentukan keberhasilan sebuah keluarga Kristen. Hubungan dan komunikasi adalah dua kata yang berkaitan erat satu dengan lain. Kata dasar ‘hubung’ berarti: (a) bersambung atau berangkaian; (b) bertalian, bersangkutan. Dan kata ‘hubungan’ berarti: (a) keadaan berhubungan, (b) kontak, (c) sangkut-paut, (d) ikatan, pertalian keluarga. Sedangkan kata ‘komunikasi’ berarti: (a) pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami, (b) perhubungan - dua arah komunikasi yang komunikan dan komunikatornya dalam satu saat bergantian memberikan informasi. Berarti hubungan dan komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita yang saling berkaitan dan bertalian di dalam suatu keluarga, masyarakat, maupun gereja.
2. Kita tentu tidak hanya berhenti dalam pemahaman hubungan dan komunikasi di atas, sebab masih ada masalah yang bisa ditimbulkan hubungan dan komunikasi ini. Secara umum hubungan dan komunikasi ini terdiri dari dua macam, yakni: hubungan dan komunikasi yang sehat/baik, dan hubungan dan komunikasi yang sakit/jahat. Dua macam hubungan dan komunikasi ini silih berganti kita temukan di dalam persekutuan kita, baik di keluarga, gereja maupun masyarakat. Konsekuensi dari dua jenis hubungan dan komunikasi ini pun sudah jelas kita ketahui. Jika hubungan dan komunikasinya baik, maka akan didapatkan damai sejahtera, kebahagiaan, dan suka cita. Namun jika hubungan dan komunikasi sakit, maka akan didapatkan keributan, kekacauan, kehancuran, dan duka cita.
3. Hubungan dalam keluarga sering dirusakkan oleh konflik pemberontakan, kurangnya disiplin, kurangnya pengertian, dan keinginan tahu. Hubungan dalam keluarga menjadi pengaruh besar dalam kedamaian di rumah tangga. Bagaimana jika kita dihadapkan kepada kita masalah : Anak-anak memberontak kepada orang-tua, atau orang-tua mengabaikan anak-anak. Dr. Eggerichs dalam bukunya “Love and Respect” mengatakan bahwa ada dua inti kebutuhan yang paling penting bagi pria dan wanita, yakni cinta dan rasa dihormati. Tetapi justru kedua hal ini bisa menciptakan lingkaran setan yang menimbulkan ketidak-harmonisan di dalam keluarga. Isteri yang merasa suami tidak mencintai, biasanya bereaksi menjadi kasar dan mengeluarkan kata-kata yang tajam. Ketika suami mendengar kalimat seperti itu, dia berpikir isteri tidak menghormati, akhirnya dia bereaksi diam dan tidak mempedulikan isterinya. Reaksi itu kemudian diterima oleh isteri sebagai reaksi suami tidak mencintai. Maka ini menjadi lingkaran yang tidak habis-habisnya.
4. Persoalan kita sekarang ialah, bagaimanakah membangun hubungan dan komunikasi yang sehat dalam keluarga Kristen? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita melihat arahan dari nas Kolose 3:18-21. Pertama, isteri tunduklah kepada suami (ay.18). Seorang isteri Kristen diharuskan untuk "menghormati" suaminya, yang berarti dia harus menghargai suaminya dan mengakui bahwa sang suami adalah sang kepala keluarga. Ini tidak berarti bahwa suaminya adalah "tuan besar", tetapi pada akhirnya sang suamilah yang harus bertanggung-jawab kepada Allah atas apa yang terjadi di dalam keluarganya. Oleh sebab itu, seorang suami harus mempunyai keprihatinan yang besar tentang bagaimana kehidupan isterinya dalam mengenal Tuhan. Di sisi yang sama, seorang isteri Kristen harus menghargai suaminya walaupun suaminya bukanlah seorang yang percaya. Dalam 1 Petrus 3:1:
berbicara mengenai isteri dengan suami yang belum diselamatkan, yaitu seseorang yang tidak mengasihi Tuhan, dan Allah. Isteri harus tunduk dalam segala hal yang sah menurut hukum kepada
suaminya. Tetapi jika suaminya meminta dia untuk berbuat sesuatu yang berdosa, dia harus menurut kepada Allah daripada menuruti keinginan suaminya. Selama sang suami meminta sesuatu yang tidak berdosa, sekalipun isterinya tidak perduli untuk itu, sang isteri sebaiknya berusaha untuk menurut. Isteri harus mempunyai rasa hormat yang besar terhadap atasannya sama seperti ia menghormati Tuhan. "Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan." Hal ini menunjuk pada keinginan yang tulus dari seorang isteri untuk menempatkan dirinya dibawah otoritas sang suami, sama seperti isteri harus tunduk kepada Tuhan sendiri (bnd. 1 Ptr. 2:13; 1 Kor. 11:3; Ef. 5:25). Secara alami, adalah lebih mudah bagi sang isteri untuk tunduk kepada
suaminya ketika sang suami menunjukkan pengorbanan yang besar untuk isterinya. Akan tetapi bagaimanapun juga, jika ini bukanlah kasusnya, sang isteri tetap harus tunduk kepada sang suami "seperti kepada Tuhan".
5. Kedua, suami kasihilah isterimu (ay.19). Harus kita akui, suami jarang memikirkan isteri dan anaknya. Suami sering beli makanan hanya untuk diri sendiri, tidak seperti isteri selalu beli untuk suami dan anak. Ini menunjukkan natur pria umumnya memang seperti itu. Maka Alkitab mengatakan, suami kasihi isterimu seperti engkau mengasihi diri sendiri berarti firman Tuhan mengingatkan kita ada hal-hal tertentu dari diri laki-laki yang mungkin sedikit lebih egois dan memanjakan diri sendiri. Mengapa firman Tuhan menyuruh suami mengasihi isteri seperti diri sendiri? Pertama, karena pria lebih terhisab kepada dirinya sendiri. Kita perhatikan bagaimana dosa membuat Adam berelasi kepada Hawa berbeda dengan sebelum dia jatuh ke dalam dosa. Sebelum jatuh ke dalam dosa, ketika Tuhan memberikan Hawa kepadanya, ada 2 hal yang terjadi. Pertama, Adam katakan, “Dia adalah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” (She is part of my life). Dia adalah bagian dari hidupku. Dan kedua, Alkitab mencatat keduanya telanjang tetapi tidak merasa malu. Artinya, tidak ada bagian dari hidupku yang tidak saya share kepada dia. Ini terjadi sebelum Adam jatuh di dalam dosa. Sesudah jatuh ke dalam dosa, Adam mempersalahkan Tuhan kenapa memberikan Hawa untukku (She is not part of me). Dia orang asing, dia bukan bagian dari aku. Maka terjadi separasi dan keterpisahan. Maka kenapa Alkitab menyuruh suami mengasihi isteri seperti kepada diri sendiri? Karena itulah saatnya laki-laki memperhatikan dan mengasihi dia sebagai bagian dari tubuh kita (part of your life) dan kasih itu memiliki standar seperti engkau mengasihi dirimu sendiri. Kedua, karena kasih itu merupakan kebutuhan yang paling utama bagi wanita. Pria menjadi gelisah (insecure) kalau dia tidak dihormati. Wanita gelisah kalau dia merasa tidak dicintai. Kenapa kita diminta mengasihi isteri? Sebab ini merupakan kesalahan yang sering terjadi pada pria: mengerti mengenai cinta itu bersifat “close deal” (berburu). Isteri sering mengeluh kepada suami, kenapa dia berbeda dengan waktu pacaran dulu. Bedanya dimana? Dulu waktu masih pacaran begitu romantis, begitu penuh pengorbanan dan waktu kejar saya seperti orang gila. Tetapi kenapa sesudah menikah kok tidak lagi romantis, kadang-kadang tidak mau berkorban? Karena pria punya konsep “berburu” dan “memancing.” Jadi pria berpikir mendapatkan seorang isteri seperti berburu. Waktu berburu dia akan kejar dengan luar biasa, apa saja dilakukan, berdiri di tengah hujan memegang bungapun mau. Begitu dapat, itu kebanggaan luar biasa. Sesudah mendapat, selesai. Dulu waktu pacaran selalu buka pintu mobil, sekarang turunin pram saja tidak dibantu. Akhirnya ini menjadi sumber pertengkaran antar suami isteri. Isteri diperlakukan seperti itu menjadi gelisah dan bertanya-tanya apakah suami masih mencintai dia. Kasih isteri itu tidak pernah berupa “berburu.” Itu sebab mengapa sebagai seorang suami kita dipanggil untuk mengasihi dia. Bukan berarti kita mengasihi isteri seperti pada waktu pacaran dulu. Yang dia perlukan adalah satu perasaan aman (secure), dilindungi dan diberi keyakinan bahwa engkau mencintai dan terus mengasihi dia.
6. Ketiga, anak-anak taatilah orang tuamu dalam segala hal (ay.20). Petrus mengingatkan kepada anak-anak bahwa anak-anak Kristen harus rendah hati dalam semua hubungan. "Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: 'Allah menentang orang-orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati'" (1Ptr. 5:5). Ketika kehendak orang tua bertentangan dengan perintah Tuhan, seorang Kristen memilih jalan Tuhan dengan kelembutan dan kerendahan hati. Orang dewasa pun harus terus menghormati orang tua mereka. Seorang anak yang telah dewasa mungkin hidup jauh dari orang tua dan harus membuat sebagian besar keputusan sendiri. Perpisahan ini dapat menyebabkan kekuatiran bagi orang tua mereka. Mereka mungkin akan merasa ditinggalkan atau bahkan ditolak kalau anak-anak mereka yang telah "modern" tidak menjaga suatu hubungan yang dekat. Selalu ada perbedaan dalam tiap generasi dari umat manusia. Hal ini nyata khususnya di negara-negara dimana gaya hidup berubah dengan cepat. Anak-anak yang sudah dewasa perlu untuk menjaga hubungan yang dekat dengan orang tua mereka, untuk memberitahu mereka bahwa mereka masih dikasihi dan dihormati.
7. Keempat, bapa-bapa janganlah sakiti hati anakmu (ay.21). Anak-anak yang sering disakiti sejak kecil, maka kepribadiannya akan bertumbuh menjadi manusia yang akan beringas dan jahat. Namun anak-anak yang disayang sejak kecil maka mereka akan bertumbuh menjadi manusia yang memiliki pribadi yang utuh, mandiri dan bermoral. Karen itu sebagai bapa, ada beberapa cara yang harus kita hidupi dan lakoni dalam rangka memperkuat dasar rohani anak-anak kita yaitu: (a) Jadilah teladan. Ketika anak kita melihat hidup kita, apakah mereka hanya melihat seseorang yang memiliki pengetahuan tentang Allah, memercayai hal-hal yang benar, dan menghindari hal-hal buruk, ataukah mereka sungguh-sungguh dapat melihat seseorang yang akrab dan punya hubungan kasih yang terus bertumbuh dengan Yesus Kristus? Panggilan utama kita bukan menjadi orangtua yang baik. Panggilan utama kita adalah menjadi teladan tentang hubungan kasih yang nyata dengan Allah yang hidup. (b) Tunjukkan kedisiplinan. Hadapilah kenyataan ini: hal penting yang dapat dilakukan orangtua adalah mencetak dan membentuk karakter rohani anak. Namun bagaimana kita dapat membantu anak-anak mengembangkan karakter yang saleh dalam masyarakat yang tidak mengetahui arti integritas? Tidak cukup sekedar mendisiplinkan anak-anak sehingga mereka berlaku baik dan tidak mempermalukan kita. Pengembangan karakter yang sejati harus dimulai dari batin, dengan motif yang benar, hasrat yang tidak mementingkan diri sendiri, dan pikiran murni yang timbul dari hubungan yang akrab dengan Allah. Jika anak-anak sehat secara rohani, kita tidak perlu khawatir ketika mereka bergaul dalam masyarakat. Pembentukan rohani melaju melampaui informasi rohani. Pembentukan rohani meliputi proses pembentukan karakter dan sifat-sifat Kristus dalam diri kita. Unsur kunci dari pembentukan rohani adalah pengembangan rohani. Menerapkan kedisiplinan saja tidak akan menghasilkan murid. Menampilkan perilaku rohani tidak secara otomatis dapat menghasilkan kerinduan akan Tuhan. (c) Mengembangkan kepekaan suara hati. Eli seorang pilihan Allah. Sebagai imam, ia tampak cukup berhasil. Ia memimpin bangsa Israel selam 40 tahun. Ia berkuasa, berpengaruh dan disegani. Ia dihormati, dikenal sebagai pekerja keras, dan setia dalam banyak hal. Namun, Eli sadar bahwa keberhasilan dalam satu hal tidak menjamin keberhasilan dalam hal lain. Kegagalannya sebagai orangtua, ketidakmampuannya dalam membantu anak-anaknya mengembangkan kepekaan suara hati mereka, membuat Eli kehilangan pengaruh sebagai seorang imam. Kegagalannya untuk menuntun anak-anaknya menodai kekudusan Allah dan Bait Suci (baca 1Sam.1:12,17,25-26). Anak-anak Eli tidak mengembangkan kepekaan mereka terhadap suara hati dan mereka tidak tahu bagaimana merasa malu. Mereka tidak peka terhadap dosa mereka sendiri dan mengabaikan ajaran Allah serta peringatan ayah mereka. Akar permasalahan yang dihadapi anak-anak bukanlah kurangnya gizi, informasi, atau lingkungan sosial yang lebih baik. Bukan pula rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri dan kurangnya kesempatan. Masalah utama mereka adalah bahwa mereka berdosa. Oleh sebab itu, tugas kita sebagai orangtua adalah menuntun dan membantu anak-anak agar tidak melakukan dosa dan menjadi orang yang benar. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan kepekaan terhadap suara hati mereka jika tidak melihat keteladanan pada diri orangtua mereka.






Ramli SN Harahap fidei/gladys’09 190509

Bacaan Minggu 27 September 2009: Filipi 2 : 1 - 11

MEMBANGUN PERSEKUTUAN DENGAN KERENDAHAN HATI

Nas ini mengajar kita tentang persekutuan (parsaoran) orang Kristen. Seorang teolog Kristen pada zaman Hitler bernama Dietrich Boenhoffer pernah berkata: Apakah yang membedakan orang Kristen dari orang yang bukan Kristen? Dia menjawab: GAYA HIDUP-nya. Dan salah satu dari gaya hidup itu adalah persekutuannya (parsaoran).
Di dalam nas ini, Paulus menghimbau agar persekutuan orang Kristen, orang-orang percaya benar-benar menjadi persekutuan yang BERSATU (MARHASADAON), seperti disebut dalam ayat 2 b “sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan!”
Berbicara tentang kesatuan memang sedikit susah-susah mudah? Kenapa? Di satu pihak, kesatuan dan persatuan adalah kebutuhan dasar manusia. Karena itulah kita mau berumahtangga, ada punguan marga, parsahutaon, ada PGI, PBB, dll. Itulah yang membuat kita menjadi mahluk sosial, manusia yang tidak dapat hidup tanpa bersama dengan orang lain. Tetapi di pihak lain, sepanjang sejarah kita melihat, manusia cenderung berpisah, bermusuhan. Hampir tidak ada waktu di mana dunia bebas dari perang, diskriminasi, disintegrasi, dan perceraian. Kenyataan tsb menunjukkan, di satu pihak manusia membutuhkan kesatuan dan kebersamaan, tetapi di pihak lain, manusia rentan (tolping) kepada pemisahan. Tetapi yang pasti, semua manusia menginginkan kesatuan dan persatuan. (Umpama ni halak Batak, mandok : “Tampakna do rantosna, rim ni tahi do gogona”). Orang Indonesia berkata: Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Itulah ajakan Paulus kepada jemaat di Filipi. Di samping mengucap terimakasih atas sumbangan jemaat Filipi yang diterimanya, Paulus juga menyerukan agar jemaat Filipi senantiasa bersukacita dalam segala keadaan. Dan dalam nats ini terutama, Paulus menyerukan agar mereka membangun persekutuan di dalam kesehatian. Karena ketika itu jemaat Filipi sedang diancam bahaya perpecahan, karena di sana mulai tumbuh semangat partai atau kelompok. Karena itulah Paulus dengan kuat menyerukan: “hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan!
Satu hal yang menarik, kita baca di ayat 2a: “Sempurnakanlah sukacitaku dengan ini…(Gohi hamu ma halalas ni rohangkon”). Itu berarti bahwa, kita akan memperoleh sukacita yang sempurna, bila bagi kita ada persekutuan yang bersehati. Kesatuan dan persatuan itu memberi kita sukacita. Tetapi sebaliknya, bila ada pertikaian, perpecahan atau permusuhan, itu akan mendatangkan kesedihan, kemurungan, mengendorkan semangat, membuang inspirasi, dan merugikan kita.
Tetapi sebenarnya Tuhan Yesus melihat dampak yang lebih jauh lagi.. Di Yoh. 17:21 Yesus berkata betapa perlunya orang percaya membangun kesatuan dan persatuan, “supaya dunia percaya” Artinya, bersatu tidaknya orang-orang percaya sangat menentukan bagi percaya tidaknya dunia kepada Kristus, sangat menentukan bagi berhasil tidaknya misi pekabaran Injil di dunia ini. Karena itulah Firman Tuhan selalu mengajak agar orang percaya di seluruh dunia terus membangun persekutuan, kesatuan dan persatuan. Kita baca ucapan Tuhan Yesus di Yohannes 14 dan Yohannes 17. Paulus di Efesus 4, di 1 Korintus 12, dan di Galatia 3, 28, dll.
Untuk menggambarkan indahnya persekutuan dan cara membangun persekutuan tsb Yesus dan Paulus menggunakan gambaran/illustrasi yang indah. Kita baca di 1 Korintus 12. Kesatuan dan persatuan orang Kristen itu digambarkan seperti kesatuan TUBUH. Orang Kristen dikatakan adalah TUBUH KRISTUS, sehingga kesatuan orang percaya adalah kesatuan sebagai tubuh Kristus. Apa artinya?
Pertama, itu memnunjukkan bahwa kesatuan orang percaya bukanlah terutama kesatuan organisatoris, melainkan kesatuan visi dan misi. Bukan kesatuan dalam organisasi atau rapat-rapat tetapi terutama kesatuan hati.
Kedua, gambaran sebagai tubuh itu menunjukkan betapa indahnya perbedaan. Semua organ tubuh berbeda satu sama lain, ada kepala, perut, tangan, kaki, mata, dlll, yang saling berbeda tetapi tetap satu sebagai tubuh. Keindahan perbedaan tsb sudah Tuhan tunjukkan mulai dari penciptaan. Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan berbeda dan unik. Namun, pada setiap hari penciptaan tsb, Tuhan berkata: Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu sungguh amat baik. Ada 7 (tujuh) kali perkataan tsb kita jumpai dalam Kejadian pasal 1. Itu menunjukkan betapa indahnya perbedaan, karena perbedaan adalah kehendak Tuhan. Karena itu, jangan pernah berkecil hati bila Saudara berbeda dengan orang lain. Justru bila manusia sama dan sebangun, itu yang membuat kita susah, bukan? Saya tidak bias bayangkan, betapa membosankannya hidup ini bila semua kita sama dan sebangun. Malah kita akan bingung sendiri; karena membedakan dua orang yang kembar saja sudah susah.
Ketiga, karena itulah, kita diajak agar jangan menggunakan perbedaan tsb untuk memisahkan kita dari orang lain. Justru, sama seperti organ tubuh yang saling berbeda, perbedaan tersebut memaksa kita untuk bersatu, untuk saling melengkapi, saling membutuhkan, saling bergantung, dapat saling memberi dan saling menerima. “Aku ada bila Anda ada. Aku tidak ada bila Anda tidak ada”. Itu yang membuat kita sebagai mahluk sosial. Mahluk sosial tidak menjadi sempurna tanpa orang lain. Perbedaan itu membuat kita sempurna. Mari kita melihat jari tangan kita. Masing-masing tangan ada lima jari. Tetapi kelimanya berbeda. Tetapi tahukah Saudara, bahwa perbedaan kelima jari itulah yang membuat kita bisa memegang pensil, mengambil makanan dan melakukan pekerjaan kita. Bila semua jari tsb sama dan sebangun, apa yang bisa kita lakukan? Di dalam perbedaan itulah kita bisa saling menolong karena setiap orang unik dan punya kelebihan serta kekurangan. Karena itu, bila kita punya kelebihan, janganlah tinggi hati, tetapi sebaiknya kita gunakan membantu kekurangan orang lain. Dan bila kita memiliki kekurangan, jangan membuat kita menjadi rendah diri, karena kita akan dibantu orang lain.
Keempat. Gambaran sebagai Tubuh Kristus juga berarti bahwa walaupun kita berbeda, tetapi derajat kita sama, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Karena hal inilah maka kita gigih memperjuangkan kesetaraan gender, kesamaan hak laki-laki dan perempuan. Kita sama dalam derajat tetapi berbeda di fungsi. Karena itu, sangatlah memalukan bila masih ada orang Kristen yang melecehkan isterinya, memperlakukan anak perempuannya lebih rendah dari anak laki-lakinya, atau melecehkan perempuan karena dia seorang perempuan. Atau memperlakukan orang lain dengan sewenang-wenang, atau melakukan diskriminasi, dll.
Apa sajakah yang dapat merusak persekutuan kita? Dengan demikian kita tahu menghindarinya. Mari kita simak di ayat 3 – 4.
Yang pertama, adalah kesombongan, menganggap diri lebih tinggi, lebih hebat dari orang lain. Kita baca BE no. 249, 4, berkata: Ginjang ni roha i do jumotjot ala pangalapan sala. Bila ada orang sombong, maka persekutuan akan berantakan.
Kedua, adalah sikap egois, memperhatikan kepentingan diri sendiri, tidak memperhatikan kepentingan, hak, dan perasaan orang lain. Yang pertama bersahabat dengan yang kedua ini.. “Orang yang sibuk memperhatikan kehebatan dan jasanya sendiri tanpa memperdulikan kebaikan orang lain, biasanya akan terjebak dalam keegoisan dan kesombongan”, kata orang bijak. Dan inilah yang menghancurkan persekutuan. Karena itulah ada orang bijak mengingatkan: “Hati-hatilah dengan segala kelebihanmu, karena hal itu sering menyebabkan kita tergelincir kepada kesombongan yang menghancurkan”
Sekarang, apakah yang harus kita lakukan untuk memperkuat kesatuan dan persatuan persekutuan kita? Paulus mengajar kita di ayat di 5 – 11. Yaitu dengan meneladani KERENDAHAN HATI YESUS KRISTUS. Sikap rendah hati, itulah yang dapat menunjukkan pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus Yesus (ay. 5), yang walaupun punya “hak” (priviledge) sebagai anak Allah, yang setara dengan Allah, namun mau merendahkan diri, menjadi manusia sama seperti kita, menerima hinaan dan siksaan hingga mati di kayu salib. Dengan semua itu, Yesus membuang kepentingan diri-Nya sendiri, dan melakukan itu semua hanya untuk kepentingan orang lain, yaitu kita orang berdosa ini. Kerendahan hati yang luar biasa, yang tiada taranya . Kerendahan hati yang dapat menjadi teladan yang sempurna.
Kerendahan hati, seperti yang Paulus terangkan di ayat 3b, adalah: menganggap yang lain lebih utama dari diri kita sendiri. Dan Firman Tuhan sangat banyak mengajak orang percaya agar senantiasa bersikap rendah hati (bukan rendah diri), karena orang rendah hati adalah sahabat Tuhan, sedangkan orang yang tinggi hati adalah musuh Tuhan (baca Ef. 4: 2; 1 Pet 5:5; Yak 4:6). Dan, sikap rendah hati inilah perekat persekutuan. Malah ada seorang pengkotbah berkata., bahwa sikap rendah hati itu bagaikan oli (minyak pelumas), yang melumaskan gesekan-gesekan pergaulan. Besi-besi mesin terus bergesekan untuk menggerakkan mobil, tetapi tidak saling menyakiti. Mengapa? Karena ada minyak pelumas atau oli. Demikian terjadi bila semua anggota persekutuan bersikap rendah hati. Walaupun terus menerus ada “gesekan” karena interaksi, namun tidak akan pernah saling menyakiti.
Pertanyaan berikut, adalah: Bagaimanakh agar dalam diri kita tumbuh sikap rendah hati? Yaitu dengan mengakui segala kelemahan-kelemahan kita dan bersikap sabar (memaklumi) kelemahan-kelemahan orang lain. Rendah hati, bukanlah rendah diri. Sikap rendah hati sangat sedikit memikirkan dirinya, tetapi lebih banyak memberi perhatian untuk melayani orang lain.
Ternyata, sikap rendah hati memberi kita lebih banyak. Buktinya: Mengapa air laut lebih banyak dari air sungai? Jawabnya, pasti, karena laut mau lebih rendah dari sungai. Karena itulah Firman Tuhan, Mazmur 37:11 juga berkata: “Orang yang rendah hati akan mewarisi negeri dan bergembira karena ksejahteraan yang berlimpah-limpah”. Mazmur 22:27 berkata: “Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang …” 1 Petrus 5:5 “Tuhan mengasihi orang yang rendah hati”(band Amsal 3, 34). Itulah yang diberikan Tuhan kepada Yesus Kristus. Ketika Yesus mau merendahkan diri, justru disitulah Tuhan meninggikan Dia: dalam nama Yesus bertekuk lutut segaa yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah, Bapa! (ay. 10-11). Dengan demikian jelaslah, ternyata, kemuliaan tidak lahir dari kesombongan, melainkan dari kerendahan hati. Malah Dranath Tagore berkata “Kita bertemu dengan Allah ketika kita mau RENDAH HATI’.
Karena itu saudaraku, agar kesatuan dan persatuan persekutuan kita semakin kuat, mari, teladanilah kerendahan hati Yesus, yang tiak mementingkan diri sendiri tetapi mementingkan kepentingan orang lain. Amin.



Pdt. Sabar T.P. Siahaan,STh

Hatorangan ni Jamita Minggu, 27 September 2009: Rut 2:8-16

Hatorangan ni Jamita
Minggu 16 Dung Trinitatis
Minggu, 27 September 2009
Jamita: Rut 2:8-16
Sibasaon: Pilippi 2:1-11


“PARASI ROHA”

Tema ni minggunta sadarion i ma manaringoti kepedulian: empati/parasi roha. Di minggu na dung solpu hita diajak anso peduli tu angka naposo ni Debata. Jana di minggu on penekananna peduli tu sude jolma.
Turpuk jamita sadarion mancaritohon kehidupan ni sada ina namargoar si Rut na dung ditinggalhon ni amang siadopanna (halaklahi/suami). Sada ina na mabalu na so tubuan anak. Sada ina na marasing suku sian halaklahina. Sada ina na sabagas rap dohot namboruna si Naomi.
Diparungkilon na niadopan ni si Rut tarida ma tangkas bia do ngolu parasirohaon i di ngolu ni keluarga. Marasi roha do si Rut tu namboruna (simatuana). Marasiroha do si Naomi tu parumaenna na dung mabalui. Marasi roha muse do si Boas tu si Rut.
Biasi bisa halahi rap marasi ni roha? Alusna angke adong roha holong ni Debata Ama di bagasan ateate dohot roha ni halahi. Holong ni Debata na maringanan dibagasan roha ni halahi mangojar halahi marasi ni roha. Angka jolma na sai manghangoluhon holong na sian Debata Ama, angka halahi do na mampu marasi ni roha. Tapi muda hum holong ni hajolmaon do na adong di ateate dohot rohanta, maol jana bangkol do rohanta marasi ni roha tu dongan jolma.
Adong pigapiga hal na taida sian jamita on. Naparjolo, Dipake Debata Ama do sude jadijadian-Na laho patulushon asi ni roha-Na. Muda taida angka sejarah, dipake Debata Ama do halode laho pasingothon si Bileam. Diramoti Debata do si Elia marhitehite pidong sigak. Laho mamboan parhapistaran sian purba tu Jesus di Betlehem dilehen Debata do sada bintang gabe tudutudu di pardalanna. Siani tarida bahaso asi ni roha ni Debata bisa do dilehen ia tu angka nanitompana marhite huasoNa.
Napaduahon, Debata mansai kreatif laho manogunogu haholongan ni roha-Na.
Ditogutogu Debata Ama do parngoluon ni si Rut marhitehite si Boas, diurupi Ia do si Jona marhitehite ihan, bahkan dipalua ia do si Ishak marhitehite na manggontihon ia dohot domba. Artina, asi ni roha ni Debata laho paluahon na porsaya di Sia marragam rupa carana dibaen Ia. Memang Debata na kreatif do ia laho manogunogu haholongan ni roha-Na.
Napatoluhon, Fakta na tarida nada mangotapi asi ni roha ni Debata.
Fakta di bagasan carito on patidahon na pogos do si Rut, nada adong bagia aha nia, nada adong masa depan na na denggan, bahkan mardalan pe ia di kobun ni si Boas tanpa adong ijin dohot jaminan sian ise pe. Tapi si Rut nada marungutungut ia, dohot inda putus asa, harana dihaporsayai ia do dibalik ni hapogosanna, parhancitanna, pasti adong pangurupion sian Debata Ama na bisa manguba ngoluna. Jana kenyataanna, diurupi Debata do ia marhite si Boas. Artina, asi ni roha ni Debata nada tergantung tu hapogosanta, asi ni roha ni Debata tergantung tu togu ni haporsayaanta maradophon Debata silehen ngolu ni jolma.
Antong muda songoni asi ni roha ni Debata tu hita angka jolma manisia on, bia nama muse hita nadung dapotan asi ni roha ni Debata on dipardalanan ni ngolunta? Naparjolo, haholongi ma donganmu jolma sian asi ni roha ni Debata. Muda taligi angka donganta na marsitaonon harani ekonomi, pendidikan, parkarejoan, persoalan dakdanak, persoalan rumahtangga, persoalan karierna, marema talehen rasa empati dohot perasaan na mendalam laho mangurupi halahi. Mangurupi angka dongan sisongoni angkon ro sian roha holong na sian Debata. Roha na marasi nada hum na mangaligi parhancitan ni halak dungi tapartatai.
Napaduahon¸ hajopkon ma ngolumu. Halak na mura marasi roha i ma angka jolma na manghajopkon ngoluna. Namanghajopkon ngoluna berarti mampu ia manjagit fakta ni ngoluna. Jolma si songon on mura ma mengidentifikasi dirina, mura mengindentifikasi diri ni donganna na marsitaonon jana manigor mura ma ia muse mangelehen pangurupion tu halahi.
Napatoluhon, berpikir na denggan. Halak na mura marasi roha i ma angka halak na denggan pikiranna. Marasi ni roha di bagasan denggan ni pikiran mamboan faedah na mansai denggan. Tapi marasi roha dibagasan jut ni pikiran mambaen mara bahkan mamboan hasesego tu diriniba dohot tu dongan.
Napaopathon, bayun ma pardonganan na denggan. Parasirohaon mardalan muda denggan hubungan dohot dongan jolma. Maol do halak laho marasi ni roha tu angka jolma na hurang parsaoranna. Harani i, aso mura hita marasi ni roha, tabayun ma pardonganan na denggan tu sude dongan jolma.


fidei-gladys


Kantor Pusat GKPA, Agustus 2009





Ramli SN Harahap
Email: ramlyharahap@yahoo.com;
www.ramlyharahap.blogspot.com

PULANG SYNODE AM BAWA APA?

PULANG SYNODE AM BAWA APA?

KEBIASAAN MANUSIA SECARA UMUM

Biasanya jika seseorang pulang dari luar kota, atau luar negeri, anak-anaknya pasti menanyakan kepadanya bawa apa oleh-olehnya? Artinya, perpisahan mereka untuk beberapa waktu itu akan terasa klop jika yang pulang ke rumah itu membawa sesuatu, baik itu berupa berita, atau pun berupa benda. Yang pasti selalu ada yang diharapkan yang mau disampaikan oleh orang tersebut untuk seluruh keluarga yang telah ditinggal beberapa saat lamanya. Dan yang membawa berita pun akan merasa senang jika seluruh seisi rumahnya mendengar cerita yang disampaikannya dan sekaligus memberikan oleh-oleh benda yang dibawanya. Itulah gambaran orang yang pulang membawa sesuatu kepada keluarganya yang telah ditinggalkannya untuk beberapa saat lamanya.
Respons dari keluarga atas berita dan oleh-oleh yang kita bawa itu juga bervariasi. Jika berita dan oleh-oleh yang kita sampaikan dan berikan sangat fantastis dan menarik bagi mereka, maka mereka berkata “Terimakasih atas berita dan oleh-olehnya, sungguh luar biasa beritanya, wah saya jadi tertarik ke sana, saya senang sekali berita dan oleh-oleh ini”. Namun jika berita dan oleh-oleh yang kita bawa tidak menarik dan berkualitas, maka mereka pasti banyak yang kecewa dan berkata, “Itu aja nya?, masa gitu saja? Percuma aja pergi ke sana!, tidak mau terima oleh-oleh ini jelek”.
Dari respons tersebut, maka setiap orang yang pergi untuk tugas tertentu harus membawa sesuatu yang berkualitas, membawa berita yang bermanfaat bagi keluarga, bagi gereja, masyarakat, bangsa dan negara, agar kita dihargai oleh mereka. Sebenarnya tergantung kita yang menentukan oleh-oleh dan berita yang mau kita bawa. Apakah kita memilih yang biasa-biasa saja atau yang luar biasa. Konsekunsinya sudah jelas seperti yang disebutkan di atas.

KEIBASAAN LAMA SYNODE

Peserta syonde dari segala unsur (pendeta, majelis pusat, utusan resort, dan peninjau) diutus dari distrik, resort dan jemaat masing-masing dengan doa dan biaya yang besar dengan harapan pulang synode bisa membawa sesuatu oleh-oleh yang berharga bagi jemaat, resort dan distrik. Kita meninggalkan segala tugas pelayanan kita di tengah-tengah jemaat dan pekerjaan kita masing-masing untuk tugas mulia ini. Kehadiran kita dalam Synode Am XVI GKPA pada 15-19 Juli 2009 lalu harus memberi masukan-masukan, ide-ide, pemikiran-pemikiran, dana bagi kemajuan dan perkembangan GKPA ke masa depan. Kehadiran kita di synode ajang duduk bersama bertukar pikiran dan informasi pelayanan agar GKPA semakin dipakai Tuhan melayani umat di dunia ini. Inilah harapan dan doa para jemaat yang mengutus kita para peserta synode ini. Dan ketika kita pulang ke jemaat, resort dan distrik kita masing-masing, kita telah membawa oleh-oleh yang menarik, oleh-oleh yang membanggakan GKPA, metode-metode pelayanan yang lebih baik lagi di semua lini lapangan pelayanan GKPA. Peserta synode diharapkan bisa memberikan oleh-oleh yang berkualitas bagi jemaat yang mengutusnya agar jemaat tersebut tidak kecewa dan tidak memberikan respons yang negatif kepada kita para synodestan.
Namun kebiasaan yang terjadi dari synode ke synode tidak seperti yang kita bayangkan di atas tadi. Ketika kita bertanya dan berdiskusi dengan beberapa peserta synode sepulangnya dari ajang rapat mulia yang tertinggi di GKPA itu tentang hal-hal apa yang sangat menarik dari synode am yang baru berlangsung, mereka menjawab, “Wah enak sekali makan di synode di Padangsidimpuan itu, enak sekali sayurnya, sambal terasinnya, ikannya, dll”. Dan jika kita teruskan bertanya, “hal apa saja yang menarik lainnya?” Panitia dan jemaat di Kantor Pusat GKPA ramah-ramah dan mudah senyum. Hal lain? Yah itu saja. Itu saja??? Artinya, kebiasaan-kebiasaan yang diberitakan kepada warga jemaat oleh synodestan melulu mengenai makanan dan keramahan panitia synode. Oleh-oleh yang diberitakan hanya soal kulit luarnya saja. Inti dari pertemuan synode itu tidak mampu diberitakan secara sederhana kepada warga jemaat, resort dan distrik. Akhirnya, jemaat merasa kecewa dengan mendengar oleh-oleh itu. Padahal mereka sudah bayar mahal itu dengan doa-doa dan dana-dana jemaat, dan hasilnya hanya berita makanan yang enak saja. Berarti timbul kesimpulan bagi warga jemaat bahwa synode itu bukan synode gereja tetapi synode makanan, karena berita gerejanya tidak ada diberitakan tetapi berita makanan disampaikan luar biasa.
Yang ironisnya lagi, berita yang mereka bawa bukan lagi berita synode, tetapi berita kampung halamannya. Mereka bercerita panjang lebar tentang situasi terbaru di kampungnya yang sudah ditinggalkannya beberapa tahun yang lalu. Berita-berita keluarganya yang sudah mulai berubah dari kebiasaan-kebiasaan dulu ketika dia datang yang biasanya disambut dengan baik sekarang tidak lagi. Bahkan dengan semangat yang luar biasa mereka menceritakan kejelekan-kejelekan kampung dan keluarganya ketika dia pulang setelah synode atau sebelum synode. Ironis bukan? Diutus ke synode untuk mebawa berita gereja GKPA dan perkembangannya, yang dibawa berita kampung dan keluarga synodestan.

KEBIASAAN BARU SYNODE

Pulang bawa apa? Pulang synode am bawa apa? Pertanyaan ini mungkin agak sulit menceritakannya secara sederhana bagi jemaat yang mengutus kita. Tetapi sebenarnya bisa kita permudah karena kita yang membawa berita dan oleh-oleh itu. Sama seperti kita mau pulang ke rumah, kita membawa oleh-oleh untuk anak-anak dan keluarga kita, pasti yang kita bawa adalah apa yang mereka butuhkan. Demikianlah dengan warga jemaat kita, mereka mau mendengar berita yang sangat dibutuhkan mereka tentang GKPA. Lalu, apa yang mau kita bawa?
Pertama, bawalah laporan pelayanan GKPA selama antar periode ini. Laporan itu menyangkut apa yang telah dikerjakan GKPA dalam rangka memberitakan Firman Tuhan dan menyembangkan GKPA di dunia ini. Berita ini akan mengajak umat untuk mengucap syukur kepada Tuhan atas apa yang telah GKPA lakukan dalam mengemban misi di dunia ini. Berita ini juga akan membangkitkan semangat jemaat untuk semakin berkarya lagi ke masa depan. Berita ini juga akan menjadi intropeksi diri untuk kemajuan pelayanan yang lebih baik ke masa depan.
Kedua, bawalah program-program yang akan kita kerjakan. GKPA dalam perjalanan pelayanannya di dunia ini masih terus bergumul dan berjuang melakukan tugas-tugas diakonia, marturia dan koinonia. Dengan membawa berita ini, maka warga jemaat akan merasa ikut berjuang mewujudnyatakan dan mendukung program ini baik melalui doa, pemikiran dan dana mereka. Dengan membawa program-program ini warga jemaat akan terlibat dalam perjalanan tujuan GKPA yang sungguh luar bisa ke depan.
Ketiga, bawalah keadaan keuangan GKPA. Memang kita harus akui bahwa tujuan GKPA bukan uang, tetapi demi tujuan GKPA membutuhkan uang. Jika kita sadar bahwa GKPA bisa berjalan beroperasi bukan karena kemampuan warga jemaat saja. Persembahan bulanan yang diberikan warga jemaat ke Kantor Pusat GKPA masih hanya bisa membiayai sebagian dari gaji pelayan GKPA. Dana yang terkumpul dari persembahan bulanan itu tidak mencukupi untuk biaya operasional pelayanan di Kantor Pusat GKPA dan program-program lainnya di GKPA. Karenanya keadaan keuangan GKPA menjadi sebuah berita yang harus kita bawa untuk didoakan agar warga jemaat ikut berpartisipasi menopang pelayanan GKPA ke masa depan.
Keempat, bawalah perkembangan teologi GKPA. GKPA sebagai sebuah gereja yang hidup di dunia ini harus terus membenahi dirinya tidak hanya secara organisasi saja tetapi juga membenahi perkembangan teologi yang kita hadapi saat ini. Apa yang telah dikembangkan GKPA tentang tugas pelayanan di GKPA secara teologi. GKPA berada di tengah-tengah perkembangan teologi jaman baru sekarang. GKPA berhadapan dengan berbagai macam pemahaman berteologi dan GKPA harus menyikapi perkembangan teologi itu. Misalnya saja, gereja Protestan dan Katolik telah menerima dan menandatangani sebuah deklarasi yang dinamakan dengan “Deklarasi Bersama tentang Ajaran Pembenaran” (The Joint Declaration on the Doctrine of Justification). Dalam dokumen ini umat Protestan dan Katolik saling menerima perbedaan ajaran yang ada tentang ajaran pembenaran oleh iman tanpa harus berseteru lagi. Pada 31 Oktober 1517, Martin Luther menyatakan perang dengan Katolik tentang keselamatan orang percaya. Katolik memahami bahwa manusia dibenarkan bukan hanya oleh karena iman melainkan dibuthkan lagi perbuatan baik. Jasa baik manusia diperhitungkan menjadi jalan keselamatan manusia. Artinya, manusia diproses dan dijadikan benar oleh Allah. Dengan kata lain, manusia bekerjasama dengan Allah dalam rangka keselamatannya. Dan keselamatan itu datang dari dalam diri manusia yang dianugerahi Allah kepadanya. Sementara bagi Luther, kesemalamatan itu merupakan anugerah semata. Manusia diselamatkan hanya oleh karena iman. Perbuatan baik manusia tidak bisa menentukan keselamatan manusia itu sendiri. Perbuatan baik manusia merupakan buah dari keselamatan yang telah diterima manusia dari Allah. Artinya, manusia dinyatakan benar oleh Allah. Keselamatan manusia itu dari luar manusia (forensik) yang diberikan Allah secara cuma-cuma. Katolik dan Protestan berseteru selama 482 tahun mengenai ajaran pembenaran ini. Namun pada 31 Oktober 1999, gereja Lutheran yang diwakili Lutheran World Federation (LWF) dan Gereja Katolik Roma (GKR) menandatangani dokumen “Deklarasi Bersama tentang Ajaran Pembenaran”. Dan sejak itu segala kutuk mengutuk di kedua belah pihak dihentikan. Katolik dan Protestan sepakat menerima perbedaan ajaran pembenaran oleh iman di antara kedua belah pihak tanpa harus berseteru dan saling mengutuk. Inilah perkembangan teologi yang harus kita bawa kepada umat agar mereka semakin sadar bahwa GKPA terus membuka diri bagi perkembangan teologi jaman ini.
Sebenarnya masih banyak lagi yang mau diberitakan, namun minimal yang empat pokok seperti di atas tadi kita sampaikan kepada warga jemaat yang mengutus kita, maka mereka pasti akan senang mendengar, dan akan merasa tertarik untuk ikut ambil bagian terus dalam pelayanan Kerajaan Tuhan dalam wadah GKPA ini.

BAGAIMANA CARANYA AGAR BISA MEMBAWA OLEH-OLEH SYNODE AM?

Timbul pertanyaan bagi kita sekarang, bagaimanakah caranya agar kita bisa membawa keempat berita tadi di dalam pelaksanaan synode am XVI GKPA? Kebiasaan lama synode di atas terekam di hati sanubari peserta synode am karena mereka sangat menikmati seluruh makanan dan minuman yang disajikan para panitia synode yang ramah dan mudah senyum tadi. Setiap jam-jam makan mereka sangat menikmatinya dengan segala canda tawa dengan sahabat-sahabat lama atau teman-teman baru anggota synode dari jemaat, resort, dan distrik lain. Mereka memakai jam-jam makan ajang saling tukar informasi dan silaturahmi. Sehingga jam-jam makan mereka nikmati luar biasa dan sangat enak dirasakan walaupun sebenarnya makanan dan minuman itu kurang enak, tetapi karena persekutuan dengan sahabat dan teman lama dan baru berjalan dengan indah, maka yang tidak enak pun dikatakan enak.
Agar kita mampu membawa oleh-oleh yang berkualitas dari Synode Am XVI GKPA ini, maka pertama, seluruh peserta synode juga harus bisa menikmati seluruh rangkaian acara synode secara komprehensif. Peserta synode secara aktif mulai dari awal hingga penutupan synode agar beritanya klop dan lengkap serta berkualitas dibawa ke warga jemaat. Peserta tidak mengikuti synode terputus-putus. Artinya, dia masuk di sesi pertama, dan absen di sesi kedua, dan ketiga, kemudian masuk lagi di sesi keempat, dan absen di sesi kelima dan begitulah seterusnya. Jika peserta synode hadir rapat seperti ini maka dia tidak akan bisa membawa berita yang utuh kepada warga jemaat yang mengutusnya synode. Sia-sialah doa dan uang jemaat yang dipakainya untuk hadir ke synode ini sebab merekalah orang-orang terbaik yang diutus ke synode tetapi sikap dan perangainya seperti orang yang tak beretika dan berperasaan. Kedua, peserta synode mematuhi peraturan panitia synode. Peraturan synode ialah setiap perserta harus mengikuti rapat di ruang yang sudah ditentukan panitia. Artinya, peserta synode bukan rapat di luar ruangan, atau mengadakan rapat di luar rapat. Jika demikian adanya, maka hasil yang dibawanya ke warga jemaat adalah hasil “synode mereka” bukan hasil Synode Am XVI GKPA. Ketiga, bergiatlah dalam pekerjaan Tuhan. Synode ini bukan ansih pekerjaan manusia saja, melainkan pekerjaan Tuhan yang diembankan kepada seluruh peserta synode. Anda adalah pilihan Tuhan, utusan jemaat yang dipercaya mengemban pengembangan visi dan misi GKPA ke masa yang penuh harapan. Karena itu bergiatlah dalam synode memberikan pemikiran-pemikiran positif yang membangun dan mengembangkan GKPA yang lebih baik. Jangan datang dari pola pikir negatif yang hanya melulu melihat kesalahan-kesalahan orang lain, tetapi perbaikilah kesalahan-kesalahan orang lain dengan kasih Kristus yang ada di dalam diri kita masing-masing.

HABIS SYNODE LALU APA?

Mungkin kita berpikir tugas saya sudah selesai karena sudah berhasil mengikuti dan menghadiri Synode Am XVI GKPA. Memang benar tugas mengikuti dan menghadiri synode sudah selesai tetapi tugas-tugas yang diembankan synode itu belum selasai dikerjakan. Setibanya kita di daerah pelayanan kita masing-masing, maka kita akan memulai mengimpelematasikan hasil-hasil Synode Am XVI GKPA. Artinya, kita menjadi duta-duta GKPA di lapangan untuk melaksanakan dan mengembangka GKPA menuju pertumbuhan jemaat yang semakin baik. Tuhan mengharapkan kita menjadi pelayan/pekerja yang bergiat di dalam pekerjaan Tuhan menjemaatkan hasil keputusan Synode. Dengan kata lain, peserta synode am tidak boleh lagi berkata, “Aku tidak setuju dengan keputusan itu maka aku tidak mau melakukannya.” Saatnya bukan lagi berdebat, karena waktu berdebat sudah usai di synode, tetapi setelah synode saatnya kita bertindak atas keputusan synode itu, terlepas dari setuju tidak setuju kita pada saat synode. Apa yang sudah diputuskan synode adalah keputusan GKPA yang harus dikerjakan dan dilaksanakan di setiap lini pelayanan GKPA. Peserta synode menjadi pionir pengimplementasian keputusan synode, bukan sebaliknya menjadi “musuh” di dalam pengimplementasian hasil-hasil synode.
Habis synode lalu beraksi dan berkarya untuk Tuhan. Habis synode kita bekerja, kita melayani dengan giat, sebab pekerjaan yang kita kerjakan ini adalah pekerjaan Tuhan. Jika kita mengerjakan pekerjaan manusia dengan berkualitas, maka kita akan dihargai oleh si pemberi pekerjaan itu dengan baik. Demikianlah kita, Tuhan memberikan pekerjaan kepada kita, karena itu kerjakanlah dengan sungguh-sungguh dengan segala potensi yang ada dalam hidup kita, maka Tuhan akan menghargai kita di hadapan Allah dan manusia.
Habis synode lalu apa terserah pada Anda...


Jakarta, Medio Mei 2009


Ramli SN Harahap
www.ramlyharahap.blogspot.com

Bacaan Minggu 20 September 2009: Yeremia 26 : 7 - 14

HARGA SEBUAH KETAATAN

Pengantar

Ada sebuah pernyataan yang menarik dan terkenal: “To accept Christ costs nothing, to follow Christ costs something, but to serve Christ costs everything”. Pernyataan tersebut menjelaskan kepada kita bahwa menerima Kristus tidak perlu membayar apa-apa. Artinya, kita cukup percaya kepada-Nya. Sedangkan untuk mengikut Kristus, ada harga yang harus kita bayar. Sebagai contoh, kita harus bersekutu dengan-Nya serta menjaga kesaksian hidup agar tidak menjadi batu sandungan. Dan akhirnya, melayani Kristus, berharga segalanya. Itu berarti, tidak cukup hanya mengikuti Dia dan menjaga kesaksian hidup. Tapi lebih dari situ, rela mempertaruhkan waktu, materi, bahkan nyawa! Hal itulah yang dialami oleh nabi Yeremia, sebagaimana tertulis dalam nats Epistel hari ini.

Pembahasan

Peristiwa pada Yeremia pasal 26 ini terjadi pada permulaan pemerintahan Yoyakim, anak Yosia, raja Yehuda (sekitar tahun 609-608 SM), di mana firman Tuhan datang kepada Yeremia. Banyak hal penting yang dapat kita pelajari dari bacaan kita ini. Namun, kita akan memfokuskan diri kepada Yeremia. Ada tiga hal penting yang patut kita teladani.

1. Ketaatan nabi Yeremia (1-6)
Pada ayat 1-6 kita membaca bagaimana Tuhan memerintahkan Yeremia untuk menyampaikan Firman-Nya kepada umat-Nya. Jika kita mengamati isi Firman tersebut, itu bukanlah sesuatu yang enak untuk didengar, di mana isinya adalah sebuah peringatan agar mereka bertobat dari segala kejahatannya (ay. 3). Jikat tidak, mereka akan mengalami penghukuman. Allah berfirman: “Jika kamu tidak mau mendengarkan Aku... dan tidak mau mendengarkan perkataan hamba-hamba-Ku, para nabi, yang terus-menerus Kuutus kepadamu... maka Aku akan membuat rumah ini sama seperti Silo, dan kota ini menjadi kutuk bagi segala bangsa di bumi." (4b-6).
Bagaimanakah jika Saudara/i berada dalam posisi Yeremia? Apakah Saudara mau menyampaikan berita buruk, yaitu berita penghukuman yang mengerikan seperti itu? Dapatkah saudara membayangkan bagaimana jika saudara harus menyampaikan berita seperti itu di pelataran rumah Tuhan (ay. 2) dan juga di rumah Tuhan disaksikan oleh para imam dan nabi? (ay. 7). Sungguh, hal itu bukan merupakan suatu tugas yang mudah dikerjakan. Karena itu, barangkali ada atau banyak di antara kita yang tidak mau melakukannya.
Namun Yeremia tidaklah demikian. Dia taat kepada Tuhan dan dengan setia menyampaikan Firman tersebut. Walaupun tentu, hal itu bukanlah tanpa risiko.

2. Harga yang harus dibayar (7-11)
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, nabi Yeremia menyampaikan berita penghukuman itu di pelataran rumah Tuhan. Karena itu, kita membaca bahwa para imam, para nabi dan seluruh rakyat mendengar pemberitaan tersebut (ay. 7).
Bagaimanakah respons mereka terhadap khotbah Yeremia tersebut? Dapat diduga, khotbah Yeremia tersebut ditolak. Yeremia dianggap sebagai nabi palsu yang menyampaikan kabar bohong. Dan karena hal itu dilakukan di rumah Tuhan, maka hal itu dianggap sebagai penghujatan. Dengan demikian, Yeremia dianggap telah melakukan kesalahan ganda: berbohong dengan bernubuat palsu dan menghujat Allah. Itulah sebabnya dia ditangkap (8). Keberatan yang mereka sampaikan sangat jelas: ” Mengapa engkau bernubuat demi nama TUHAN dengan berkata: Rumah ini akan sama seperti Silo, dan kota ini akan menjadi reruntuhan, sehingga tidak ada lagi penduduknya?" (9). Itulah sebabnya mereka semua berkumpul mengerumuni Yeremia. Hukumannya jelas, yaitu hukuman mati (8). Hukuman seperti itu, tidak berlebih-lebihan, karena itulah layaknya hukuman yang diberikan kepada seseorang yang bernubuat palsu dan menghujat Allah. Jadi, berita tersebut bukan sekadar mengakibatkan kerugian materi atau harga diri bagi Yeremia, melainkan menuntut nyawanya sendiri!

3. Keyakinan & Keberanian Yeremia (12-14)
Dalam kondisi terdesak, apalagi yang menuntut ancaman nyawa, apakah yang biasanya dilakukan oleh seseorang? Melarikan diri, bukan? Jika ancaman itu terjadi karena berita atau khotbah yang disampaikan, maka ada kemungkinan bahwa seseorang itu akan mengubah isi khotbahnya sehingga lebih menyenangkan pendengarnya.
Namun Yeremia bukanlah pribadi yang plin plan dan penakut. Sebaliknya, Alkitab menggambarkan bahwa tokoh Yeremia adalah seorang tokoh beriman dan pemberani. Dalam bacaan kita ini terlihat dengan sangat jelas bahwa dia memiliki keyakinan penuh atas panggilannya. Itulah sebabnya, sekalipun para imam, nabi dan rakyat datang bergerombol mengerumuni dia, namaun sedikitpun dia tidak mundur dan mengubah keyakinannya. Sebaliknya, di hadapan para penentangnya yang siap menghabisi nyawanya, dia menegaskan: “Tuhanlah yang telah mengutus aku supaya bernubuat tentang rumah dan kota ini untuk menyampaikan segala perkataan yang telah kamu dengar itu” (ay. 12). Selanjutnya, dia melanjutkan tantangan dan peringatannya: “ Oleh sebab itu, perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu, dan dengarkanlah suara TUHAN, Allahmu, sehingga TUHAN menyesal akan malapetaka yang diancamkan-Nya atas kamu” (13).
Hal lain yang sangat menarik dan sangat berkesan untuk kita simak adalah kenyataan berikut. Setelah menyampaikan kalimat tersebut di atas, dia tidak melarikan diri. Malahan dia menyerahkan dirinya: “Tetapi aku ini, sesungguhnya, aku ada di tanganmu, perbuatlah kepadaku apa yang baik dan benar di matamu” (14).

Aplikasi dan kesimpulan

Seorang pernah mengibaratkan pemberita firman Tuhan bagaikan seorang tukang pos. Tukang pos tersebut dengan setia menyampaikan setiap surat kepada penerimanya, apapun berita yang ada di dalam surat tersebut: baik atau buruk. Demikian juga dengan pelayan-pelayan dan pemberita firman Tuhan, harus senantiasa setia menyampaikan firman Tuhan tersebut: kabar baik atau buruk.
Namun sebenarnya, ada perbedaan di antara keduanya, yaitu tukang pos tidak tahu apa isi berita di dalam surat itu. Selain itu, tukang pos juga tidak bertanggung jawab atas berita di dalamnya. Itulah sebabnya, tukang pos tidak mengalami risiko atas surat yang disampaikannya. Tidak demikian dengan setiap kita yang terpanggil memberitakan firman Tuhan. Kita mengetahui berita yang akan kita sampaikan. Kita juga sadar apa akibat dari pemberitaan tersebut. Meskipun demikian, biarlah kita meneladani nabi Yeremia tersebut di atas: Taat dan setia kepada firman Tuhan. Kiranya, Allah Bapa di surga mengaruniakan kepada kita keyakinan dan keberanian di tengah-tengah berbagai kesulitan yang kita hadapi, apapun dan berapapun harga yang harus kita bayar.-



Pdt. Ir. Mangapul Sagala, D.Th

Bacaan Minggu 13 September 2009: 1 Raja-raja 17 : 7 - 16

PERCAYA KEPADA PEMELIHARAAN TUHAN
Dibandingkan dengan raja-raja terdahulu di Kerajaan Israel, raja yang paling jahat di hadapan Tuhan adalah raja Ahab. Dia berselingkuh bukan hanya dalam hubungan suami isteri juga dalam iman. Di samping menyembah Tuhan, Ahab menyembah dewa Baal. Karena pengaruh isterinya Izebel, puteri raja Etbal dari Sidon, kepercayaan kepada dewa Baal semakin bertumbuh di Israel. Ahab mendirikan mezbah persembahan kepada dewa Baal, dan bangsa Israel diarahkan menyembah di mezbah tersebut.
Sebenarnya kehidupan sehari-hari semakin membaik, karena raja Ahab pintar menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan Punisia. Namun, yang menikmati pertumbuhan ekonomi itu hanya saudagar, hartawan dan kalangan pejabat. Sementara kaum ekonomi lemah dan masyarakat biasa semakin tertindas. Jurang pemisah di antara kaum elite dengan kaum miskin semakin dalam. Kehidupan keagamaan semakin bobrok. Kaum elit bangsa Israel menyembah dewa Baal, sehingga masyarakat bawah semakin tertindas.
Melihat situasi, nabi Elia tampil dengan berani menegor raja Ahab. Tanpa merasa segan dan takut dia mendatangi raja Ahab menyampaikan tegoran Tuhan. Itulah yang disampaikan natas ini. Keberanian Elia menegor raja, tentang ketidak khawatirannya tentang kehidupannya seharihari, adalah pesan yang disampaikan nats ini.

1. Berani menyatakan iman.
Karena kejahatan bangsa Israel semakin merajalela, Tuhan mengutus nabi Elia menyampaikan tegoran dan hukuman Tuhan kepada Ahab. Bangsa Israel dihukum, selama tiga setengah tahun, baik embun maupun hujan tidak turun di bumi Israel. Mendengar hukuman itu, Ahab marah kepada Elia, dia dikejarkejar untuk dibunuh.
Elia tidak gentar menyampaikan hukuman Tuhan kepada Ahab. Dia patuh melakukan perintah Tuhan. Elia tidak mengelak menjumpai Ahab, walaupun dia sudah mengetahui risiko tugas yang dia lakukan. Elia menyadari bahwa Ahab pasti marah dan tidak senang mendengar tegoran Elia. Namun dia patuh dan berani menjumpai Ahab. Kepatuhannya adalah bukti imannya kepada Tuhan.
Keberanian seperti itu yang diminta Tuhan dari orang Kristen. Orang Kristen, khususnya pada masa kini harus memerankan keberanian Elia. Kita dipanggil menjadi Elia masakini. Sebagai Elia masakini kita terpanggil menegor kebobrokan perilaku pejabat negara, kita terpanggil menjadi Elia masakini untuk menrgor situasi masyarakat dan bangsa kita. Tuhan menuntut dari kita keberanian menyatakan yang benar. Tuhan menuntut dari kita keberanian menyatakan iman.
Pada tahun 1997, seorang anak Sekolah Minggu HKBP, didaftarkan orangtuanya masuk di sebuah Taman Kanak-kanak (TK) di kota Bogor. Orangtuanya sadar bahwa pada umumnya anak-anak yang diasuh di TK tersebut adalah beragama Islam, walaupun TK itu bukan sekolah Islam. Namun karena uang masuk ke TK Kristen sangat mahal, terpaksa anak sekolah minggu tersebut didaftarkan ke TK yang Islami tersebut. Di hari pertama anak TK itu masuk kelas, gurunya berkata, "Anak anak, mari kita mangucapkan Bismillahirrahamanirrahim". Mendengar ajakan itu, anak sekolah minggu itu langsung berdiri dan protes, "Bu. Saya orang Kristen. Kenapa saya disuruh mengucapkan itu ?". Gurunya terkejut. Dia terkejut, karena dia tidak mengetahui di antara muridnya ada orang Kristen. Di samping itu, dia terkejut dan terkesima karena keberanian anak tersebut. Hanya sendiri orang Kristen, namun dia berani protes. Itu yang terutama membuat guru itu terkejut dan terkesima. Lalu gurunya, berkata, "Maaf. Kamu tidak ikut mengucapkannya, hanya yang muslim". Keberanian seperti itu yang diminta dari orang Kristen. Jangan gentar walaupun mereka lebih banyak dari kita. Ingat !. Sebagai "garam dunia", kita harus lebih sedikit dari mereka yang jumlahnya banyak. Perhatikan, bahwa garam satu sendok makan boleh membuat daging setengah kilo menjadi asin dan enak dinikmati. Tidak mungkin daging satu kilo diaduk dengan satu kilo garam. Itu tidak pernah dan tidak mungkin. Garam selalu lebih sedikit dibandingkan makanan yang digarami. Karena itu jangan gentar karena kita lebih sedikit dari mereka di Indonesia ini. Paulus berkata, "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?" (Rm. 8:31).

2. Tidak khawatir tentang kehidupan seharihari.
Karena raja Ahab marah mendengar tegoran Elia, Tuhan menyuruh Elia bersembunyi di tepi sungai Kerit, di sebelah timur Yordan. Tuhan berkata kepada Elia, "Engkau dapat minum dari sungai itu, dan burung-burung gagak telah Kuperintahkan untuk memberi makan engkau di sana" (ay.4). Elia patuh kepada perintah Tuhan. Dia tidak berkata, "Bagaimana mungkin burung gagak memberi aku makan", dia pasrah kepada Tuhan. Kurang lebih serahun Elia bersembunyi di tepi sungai Kerit, dia nyaman, dia berkecukupan dalam hal makanan, karena burung gagak disuruh Tuhan mengantar makanannya setiap pagi dan sore. Setelah satu tahun Elia bersembunyi di tepi sungai Kerit, sungai Kerit kering sehingga dia kesulitan air minum, sehingga Elia disuruh pergi ke Sarfat.
Sebelum Elia berangkat ke Sarfat, Tuhan meyakinkan Elia bahwa di Sarfat ada seorang janda mempersiapkan kebutuhannya. Elia tidak berkata, "Bagaimana mungkin seorang janda mampu memelihara saya. Seorang janda biasanya butuh bantuan orang lain". Elia tidak berkata, "Penduduk Sarfat adalah orang kafir. Bagaimana mungkin seorang kafir memiliki kasih atau bersedia menolong yang lain". Sedangkan orang yang percaya kepada Tuhan tidak mau menolong orang lain, apalagi orang kafir ?" Elia tidak berakata demikian. Dia percaya dan patuh kepada perintah Tuhan. Elia tidak khawatir tentang kebutuhannya seharihari.
Kepasrahan Elia kepada pemeliharaan Tuhan harus menjadi pedoman hidup bagi para hamba Tuhan. Jangan khawatir tentang kebutuhan hidup seharihari. Ke tempat manapun dan di situasi yang betapapun sulitnya, hamba Tuhan harus percaya bahwa Tuhan berkuasa memelihara hidupnya melalui burung gagak masakini. Di tempat manapun (di desa dan di kota), dan ditengah situasi apapun Tuhan pasti mengutus burung gagak memenuhi kebutuhan hidup hambanya.
Setelah Elia tiba di kota Sarfat, disana dia bertemu dengan seorang janda miskin yang sedang mencari kayu bakar. Elia menyuruh janda itu mempersiapkan makanan untuknya. Janda itu menjawab bahwa persiapan makanan dan minuman tidak dia punya, kecuali sedikit tepung roti dan minyak goreng. Setelah itu dia akan mati karena perbekalannya sudah minim. Janda itu memberikan jawaban berdasarkan rasio manusia. Menurut pikiran manusia, hidup manusia akan berakhir apabila tidak makan. Elia menguji iman janda itu dengan mendesak janda itu mempersiapkan makanan lebih dahulu untuknya. Elia ingin menguji iman janda itu. Ternyata janda itu percaya kepada Tuhan. Dia tidak khawatir tentang kehidupannya walaupun dia memberikan persiapannya yang sedikit itu untuk hamba Tuhan. Dia melalukannya karena dia percaya bahwa menjamu hamba Tuhan adalah menjamu Tuhan. Ternyata tepung roti yang sedikit itu tidak habis selama Elia tinggal dua setengah tahun di rumah janda itu. Tuhan memberkati yang sedikit itu menjadi banyak, sehingga janda itu hidup dan tidak benar mati seperti yang dia pikirkan. Tidak masuk akal manusia yang terjadi di Sarfat. Hanya sedikit tepung roti dan minyak, tetapi tidak habis-habisnya selama dua setengah tahun Elia menumpang di rumah janda itu. Memang tidak ada yang mustahil bagi Tuhan.
Tuhan mampu memberkati gaji, hasil kerja kita yang sedikit itu, apabila kita pasrah menyerahkan diri kepadaNya. Kita sering berpikir seperti janda di Sarfat. Di dalam situasi kehidupan yang semakin sulit, karena kenaikan harga kebutuhan seharihari, kita sering mengeluh, "Bagaimana mungkin saya dengan keluarga mampu hidup dengan gaji yang sedikit ini". Ternyata kita boleh bertahan hidup walaupun penghasilan tidak bertambah, sementara harga kebutuhan pokok seharihari semakin naik membubung. Walapun gaji UMR (Upah Minimum Regional) seorang karyawan di Jakarta hanya Rp. 900.000 ternyata keluarga mampu membayar uang kontrakan rumah, membayar uang transport setiap hari, uang sekolah, kebutuhan adat dan pesta, persembahan ke gereja. Tidak masuk akal satu keluarga jumlahnya 5 orang, mampu hidup di Jakarta dengan penghasilan kurang lebih satu juta rupiah. Namun oleh pemeliharaan Tuhan kita boleh hidup walaupun penghasilan kita sedikit. Tanpa kita sadari hari, minggu, bulan boleh kita lalui dengan sukacita. Itulah bukti pemeliharaan Tuhan dalam hidup kita. Itu tanda heran yang dilakukan Tuhan dalam hidup kita. Tidak masuk akal Pendeta pensiun HKBP mampu hidup hanya dengan uang pensiun Rp.500.000 ? Ternyata mungkin. Karena "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya".

3. Menjadi berkat bagi orang lain.
Dua setengah tahun Elia tinggal di Sarfat, di rumah janda itu, walaupun perbekalan janda itu hanya sedikit tepung roti dan sedikit minyak. Mereka bertiga boleh dicukupkan perbekalan yang sedikit itu. Menurut akal manusia, janda bersama dengan anaknya akan mati setelah perbekalan yang sedikit itu habis, padahal Elia dan janda itu bukan menjadi kekurangan bahkan makanan mereka tidak habishabisnya. Muzijat itu terjadi karena janda itu patuh kepada kepada firman Tuhan, karena janda itu memberi tumpangan kepada hamba Tuhan.
Permintaan Elia supaya janda itu lebih dahulu mempersiapkan makanan kepada Elia, boleh saja diartikan permintaan yang egois. Namun itu hanya ujian kepada janda itu supaya dia percaya kepada pemeliharaan Tuhan atas kehidupannya. Ternyata, tepung roti yang sedikit itu tidak habishabisnya selama dua setengah tahun karena diberkati Tuhan. Itu bukti bahwa bukan karena usaha kita, kita boleh bertahan jidup; bukan karena usaha kita kebutuhan kita terpenuhi. Usaha kita mengumpulkan uang sebanyakbanyaknya tidak menjamin usia dan hidup kita, itu hanya alat melayani Tuhan dan sesama kita. Kita harus percaya kepada pemeliharaan Tuhan. Kita pasti tidak akan menjadi miskin dan tidak kekurangan makanan apabila kita rela memberikan sedikit dari yang kita miliki kepada orang yang membutuhkannya. Menolong sesama bukan menjadikan kita sengsara dan miskin, bahkan menjadikan kita semakin menerima banyak dari Tuhan.
Karena dimotivasi kekhawatiran, kita sering tidak rela memberikan banyak kepada kerajaan Tuhan. Kita sering pelit memberi persembahan mingguan, bulanan, karena khawatir perbekalan kita menjadi kurang dan sedikit. Dalam nats ini Elia meminta janda itu untuk lebih dahulu mempersiapkan makanan kepada Elia. Ternyata, walaupun janda itu lebih dahulu mempersiapkan makanan kepada Elia, makanan terus berlimpah, janda itu dan anaknya bukan menjadi lapar. Bahkan tepung roti dalam tempayan tidak habis dan minyak dalam bulibuli tidak kering.
Fakta itu memesankan, bahwa dengan memberi kepada orang lain, khususnya orang susah, bukan menjadikan kita kekurangan atau miskin, namun Tuhan memberikan berkatnya kepada kita berlimpah. Tuhan memberikan hidup serta berkat lainnya kepada kita supaya kita boleh menjadi berkat bagi orang lain. Tuhan memberikan hidup dan memberkati usaha kita, supaya kita menjadi berkat bagi orang lain. Masing masing menerima berkat dari Tuhan sehingga dengan berkat itu kita boleh saling menolong. Iman kepada Tuhan kita perlihatkan melalui kasih kepada sesama, 1 Joh. 4, 20. Menurut Amsal 14, 31b, dan 19, 17, "Tetapi siapa menaruh belas kasihan kepada orang miskin, memuliakan Dia"; dan Amsal 19, 17. "Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu". Amin.


Kotacane Aceh Tenggara



Pdt.T.P. Nababan, STh