Jumat, 24 April 2009

Renungan: ”KEBAHAGIAAN DALAM KEBERSAMAAN” ( Mazmur 33 : 12 )

”KEBAHAGIAAN DALAM KEBERSAMAAN”
( Mazmur 33 : 12 )
Berbahagialah bangsa, yang Allahnya ialah TUHAN, suku bangsa yang dipilih-Nya menjadi milik-Nya sendiri!

Apakah kebahagiaan itu?

Kebahagiaan ialah suatu keadaan perasaan aman damai serta gembira. Dengan kata lain, kebahagiaan melebihi perasaan kegembiraan. Umumnya, kegembiraan berhubungan dengan suatu kejadian atau pencapaian yang khusus, sedangkan kebahagiaan berhubungan dengan keadaan yang lebih umum seperti kesenangan hidup atau kehidupan berumah tangga. Bagaimanapun, kedua perasaan ini sangat berkaitan dan subjektif.
Kebahagiaan seseorang tidak dapat diukur atau digambarkan, dan berubah-ubah mengikuti situasi dan kondisi. Orang yang kelihatan bahagia belum tentu berbahagia, dan orang yang kelihatan tidak bahagia belum tentu tidak berbahagia. Hanya orang itu sendiri yang tahu dan merasakan apakah dia bahagia atau tidak.
Pengertian kebahagiaan berbeda-beda antara seorang dengan yang lain. Ada yang merasa bahagia kalau dia mendapat makanan, pakaian dan kediaman yang paling sederhana, terhindar daripada penyakit, kelaparan, dan perang. Sebaliknya, ada orang merasa tidak bahagia meskipun hidupnya dalam keadaan yang aman, mewah, sehat, dan senang. Ada orang merasa tidak bahagia sekalipun, walaupun dia mempunyai kuasa, status, dan kekayaan.
Umumnya seseorang akan merasa gembira jika apa yang dihayati dan diingininya dapat diperoleh dan dinikmati. Dengan kata lain, kegembiraan dan kebahagiaan sangat berkaitan dengan harapan. Ini dapat menerangkan mengapa seseorang yang hanya mendapat kenaikan gaji sebanyak Rp.50.000,- merasa lebih gembira dibandingkan dengan seseorang yang mendapatkan kenaikan gaji sebanyak Rp.100.000,- Keadaan ini bisa terjadi apabila orang yang mendapat kenaikan gaji sebanyak Rp.50.000,- hanya berharap dia akan mendapatkan Rp.30.00,- sedangkan orang yang mendapat kenaikan gaji sebanyak Rp.100.000,- merasa kecewa karena dia mengharapkan naik pangkat dan kenaikan gaji sebanyak sekurang-kurangnya Rp.200.000,- Contoh ini juga dapat menerangkan mengapa seseorang yang hanya mendapat gaji sebanyak Rp.1.500.000,- sebulan merasa lebih bahagia, dibandingkan dengan orang yang mendapat gaji sebanyak Rp.15.000.000,- sebulan.
Namun demikian, jangan kita lupa bahwa emosi dan perasaan bahagia manusia adalah bersifat fana dan sementara. Kebahagiaan tidak pernah dan tidak akan kekal abadi karena dalam kenyataan hidup, adalah mustahil sama sekali bagi siapa saja untuk memperoleh dan menikmati apa yang dia ingini. Tambahan pula, keinginan dan hawa nafsu manusia sentiasa berubah-ubah, malahan bertentangan dengan dirinya sendiri.
Semakin kita tidak merasa bahagia, semakin kuat pula perasaan kecewa, sedih, dan tidak puas hati menekan diri kita. Perasaan kecewa, sedih, dan tidak puas hati akan mendorong manusia memperjuangkan dan menggila-gilakan kebahagiaan. Akibatnya, mereka akan tergila-gila dalam mencari-cari kebahagiaan. Umpamanya, dalam cita-cita menikmati kebahagian berkat dari uang, seorang pemuda sanggup menyamun atau membunuh, dan seorang wanita mungkin sanggup menjual kehormatannya.
Memang benar, manusia mengalami kekecewaan, ketegangan hidup, serta ketidakpuasan jauh lebih daripada menikmati kebahagiaan dan kepuasan. Tetapi kalau kita sadar bahwa kebahagiaan terletak pada hidup, dan hidup itu ialah kebahagiaan, maka sudah tentu kita akan merasa bahagia selama-lamanya. Kebahagiaan tetap dapat dicari, dialami dan dirasai, jika kita puas dengan keadaan hidup yang ada pada kita (manghasabamhon aha na adong). Tegasnya, kita akan hidup penuh bahagia jika kita berpuas hati dengan keberadaan kita, sambil itu berencana memperbaiki keberadaan kita. Perbuatan memperoleh kebahagiaan dengan mengakibatkan kerugian atau kesengsaraan orang lain akan dikutuki oleh Tuhan dan masyarakat.


Apakah Rahasia Kebahagiaan?

1. Rahasia kebahagiaan adalah memusatkan perhatian pada kebaikan dalam diri orang lain. Sebab, hidup bagaikan lukisan: Untuk melihat keindahan lukisan yang terbaik sekalipun, lihatlah di bawah sinar yang terang, bukan di tempat yang tertutup dan gelap sama halnya sebuah gudang.
2. Rahasia kebahagiaan adalah tidak menghindari kesulitan. Dengan memanjat bukit, bukan meluncurinya, kaki seseorang tumbuh menjadi kuat.
3. Rahasia kebahagiaan adalah melakukan segala sesuatu bagi orang lain. Air yang tak mengalir tidak berkembang. Namun, air yang mengalir dengan bebas selalu segar dan jernih.
4. Rahasia kebahagiaan adalah belajar dari orang lain, dan bukan mencoba mengajari mereka. Semakin kita menunjukkan seberapa banyak kita tahu, semakin orang lain akan mencoba menemukan kekurangan dalam pengetahuan kita. Mengapa bebek disebut “bodoh”? Karena terlalu banyak bercuap-cuap.
5. Rahasia kebahagiaan adalah kebaikan hati: memandang orang lain sebagai anggota keluarga besar kita. Sebab, setiap ciptaan adalah milik kita. Kita semua adalah ciptaan TUHAN yang satu.
6. Rahasia kebahagiaan adalah tertawa bersama orang lain, sebagai sahabat, dan bukan menertawakan mereka, sebagai hakim.
7. Rahasia kebahagiaan adalah tidak sombong. Bila kita menganggap mereka penting, kita akan memiliki sahabat ke manapun kita pergi. Ingatlah bahwa musang yang paling besar akan mengeluarkan bau yang paling menyengat.
8. Rahasia kebahagiaan adalah menjaga agar hati kita terbuka bagi orang lain, dan bagi pengalaman-pengalaman hidup. Hati laksana pintu sebuah rumah. Cahaya matahari hanya dapat masuk bilamana pintu rumah itu terbuka lebar.
9. Rahasia kebahagiaan adalah memahami bahwa persahabatan jauh lebih berharga daripada barang; lebih berharga daripada mengurusi urusan sendiri; lebih berharga daripada bersikukuh pada kebenaran dalam perkara-perkara! yang tidak prinsipil.


Kesimpulan

Kebahagiaan datang kepada mereka yang memberikan cintanya secara bebas, yang tidak meminta orang lain mencintai mereka terlebih dahulu. Bermurahhatilah seperti mentari yang memancarkan sinarnya tanpa terlebih dahulu bertanya apakah orang-orang patut menerima kehangatannya.
Kebahagiaan berarti menerima apapun yang datang, dan selalu mengatakan kepada diri sendiri “Aku bebas dalam diriku”.
Kebahagiaan berarti membuat orang lain bahagia. Padang rumput yang penuh bunga membutuhkan pohon-pohon di sekelilingnya, bukan bangunan-bangunan beton yang kaku. Kelilingilah padang hidup kita dengan kebahagiaan.
Kebahagiaan berasal dari menerima orang lain sebagaimana adanya; nyatanya menginginkan mereka sebagaimana mereka adanya. Betapa akan membosankan hidup ini jika setiap orang sama. Bukankah taman pun akan tampak janggal bila semua bunganya berwarna ungu?

Bacaan Alkitab Minggu 26 April 2009: 1 Petrus 5 : 1 – 5

GEMBALAKANLAH KAWANAN DOMBA ALLAH


1. Seorang ahli Biblika Perjanjian Baru, Warren W. Wiersbe, menyimpulkan isi surat 1 Petrus ini dengan perkataan ‘be hopeful’, yang artinya berpengharapan penuh. Kesimpulan ini tentu merujuk kepada situasi historis yang dihadapi oleh gereja perdana atau orang Kristen pada waktu itu, yakni penderitaan. Hal ini tentu merujuk kepada sejarah gereja perdana (gereja mula-mula), di mana orang Kristen (gereja) mengalami penghambatan dari kekaisaran Romawi. Oleh karena itu dapat dibayangkan bahwa orang Kristen pada waktu itu sangat menderita di bawah tekanan pemerintah Romawi. Orang Kristen menderita karena statusnya sebagai Kristen. Namun penderitaan itu adalah bagian dari pergumulan iman sebagaimana Kristus rela menderita.
2. Itu sebabnya, tujuan penulisan surat ini juga berhubungan erat dengan situasi historis yang dihadapi jemaat pada waktu itu. Tujuannya ialah hendak menghibur dan menguatkan orang Kristen agar senantiasa bertahan menghadapi penderitaan. Merujuk kepada penekanan surat 1 Petrus ini, Willi Marxsen berkata: Penderitaan adalah kehormatan sejauh orang menanggungnya sebagai orang Kristen dan bukan sebagai penjahat (4:12-19). Sebagai sebuah kehormatan maka orang Kristen harus bersyukur jika Tuhan masih menginzinkan kita menderita sebagai upaya kita ikut bagian dalam penderitaan Kristus. Tidak ada mahkota tanpa salib. Salib adalah simbol penderitaan bukan kemenangan. Pernyataan-pernyataan serupa ini hendaknya senantiasa mengisi khasanah hidup setiap orang Kristen. Jangan pernah bermimpi untuk memperoleh kemenangan tanpa perjuangan; dan … tiada hidup tanpa tantangan. Melarikan diri dari tantangan bukanlah solusi terbaik, namun hadapilah tantangan sebagai pejuang-pejuang Kristus.
3. Perikop 1 Petrus 5 : 1 – 5 juga harus dilihat dalam konteks penghiburan itu. Mudah dipahami betapa pentingnya upaya memperjelas komitmen pelayanan ketika tantangan dan pergumulan datang menghadang. Bukan hanya di situ, seorang pelayan dituntut menjadi teladan, termasuk dalam ketegaran menghadapi tantangan itu. Itu sebabnya, para ahli PB mengatakan bahwa perikop ini adalah tentang ‘how to be a good shepherd’ (bagaimana menjadi seorang gembala yang baik). Gembala yang baik adalah gembala yang senantiasa tegar dalam tugas panggilannya meskipun di tengah berbagai pergumulan. Selanjutnya ditegaskan ‘times of persecution demand that God’s people have adequate spiritual leadership’ (ketika penganiayaan datang menghadang maka umat Allah dituntut memiliki pemimpin spiritual sejati). Pemimpin sejati ini akan menjadi soko guru, sumber inspirasi dan semangat perjuangan. Dalam hal ini keteladanan dituntut dan ditunggu dari seorang pemimpin.
4. Menyingkap isi perikop ini, satu pertanyaan pembuka perlu didengungkan: What are the personal qualities that make for a successful pastor? Pertanyaan ini hendak memberi penegasan akan personal qualities (kualitas personal) yang harus dimiliki oleh seorang gembala yang baik. Dalam perikop ini ada tiga kualitas personal yang harus dimiliki oleh seorang gembala yang baik, yaitu:
a. A vital personal experience with Christ (memiliki pengalaman pribadi yang vital bersama Kristus, 5:1). Pengalaman vital atau unik ini tentu merupakan barometer kualitas iman. Itu sebabnya dalam ayat 1 ini Yohanes memperkenalkan diri bukan sebagai rasul tetapi sebagai teman penatua dan saksi penderitaan Kristus, yang juga akan mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan kelak. Pernyataan ini menunjukkan betapa dalamnya hubungan personal Yohanes dengan Yesus. Tentu dalam proses kebersamaan ini Yohanes menemukan pendidikan pendewasaan iman hingga layak menjadi teladan. Itu sebabnya Yohanes rindu berbagi pengalaman (sharing) dengan jemaat perdana yang tengah dalam proses pembentukan identitas dan pencitraan diri sebagai Kristen sejati.
b. A loving concern for God’s sheep (keperdulian dalam kasih terhadap domba Allah, 5:2-3). Keperdulian atas dasar kasih ini tentu memampukan setiap gembala memiliki loyalitas dan dedikasi yang tinggi terhadap tugas panggilannya. Dia akan senantiasa melayani dengan tulus dan suka cita, tidak sekali-kali karena terpaksa. Dengan segala ketulusan ini maka terciptalah motivasi yang murni hanya untuk mengabdi kepada Alah, bukan karena mau mencari keuntungan. Pendangkalan akan motif pelayanan terjadi ketika pelayan tidak lagi hidup dalam kasih yang tulus.
c. A desire to please Christ alone (keinginan untuk hanya menyenangkan Kristus, 5:4). Gembala yang baik ialah gembala yang rela berkorban demi tugas yang diemban. Dia hanya bekerja untuk tugas dan panggilannya. Itu berarti, dia hanya melayani tuan yang memberikan tugas tersebut. Tujuannya hanya satu yakni menyenangkan hati tuannya. Demikianlah juga setiap gembala harus menyenangkan Kristus bukan manusia.

5. Perikop ini juga dilengkapi dengan himbauan kepada orang-orang muda agar menumbuh-kembangkan dalam dirinya sikap tunduk kepada orang-orang yang tua. Apa yang hendak kita lihat di sini? Ada upaya untuk menata hidup jemaat dalam bingkai kerendahan hati. Jika setiap gembala jemaat melayani dengan rendah hati maka orang-orang muda juga dituntut merespons pelayanan itu dengan rendah hati. Dengan kerendahan hati ini maka kerjasama dan saling mengisi akan tercipta. Bila hal ini terwujud maka hanya nama Tuhanlah yang dimuliakan.
6. Nas ini akan menjadi dasar persekutuan kita dalam Minggu Miserikordias Domini. Apa yang hendak kita lihat di sana ? Miserikordias Domini artinya nyanyikanlah belas kasihan Tuhan. Penekanan utama di sini adalah mengenai belas kasihan Tuhan dan perbuatanNya yang baik kepada kita. Belas kasihan itu sendiri bukanlah karena perbuatan manusia. Lalu dihubungkan dengan nas kita, yang hendak ditegaskan ialah belas kasihan Tuhan yang diwujud-nyatakan dalam campur tanganNya memimpin dan membimbing hidup kita. Tentu kemepimpinan dan bimbingan Tuhan itu akan direalisasikan dalam tugas para hambaNya. Yesus adalah gembala yang baik (Yoh. 10). Tindak lanjutnya, para gembala jemaat juga harus menjadi gembala yang baik. Biarlah dengan penggembalaan yang baik, setiap orang semakin merasakan belas kasihan Tuhan.
7. Gembala yang baik harus rela menderita. Sejenak berenung dari kisah perjalanan Dietrich Boenhoefer. Dia berkata The Cost of Discipleship. Betapa mahalnya mengikut Yesus. Seorang pengikut Yesus harus rela menderita. Itu sebabnya dia berkata lagi Follow Jesus and… die. Barangsiapa yang hendak mengikut Yesus dia harus rela sampai mengorbankan nyawanya sekalipun. Tentu ini bukan pekerjaan mudah. Dibutuhkan komitmen, kebulatan tekad dan kekuatan yang hanya dari Tuhan.
8. Dalam pola hidup demikianlah para pelayan dituntut menjadi gembala dalam tugas pelayanannya. Merujuk kepada nas kita, ada tiga kualitas personal yang harus dia miliki, yakni :
a. Harus memiliki pengalaman yang unik dan vital akan persekutuannya dengan Tuhan. Pengalaman unik yang dimaksud di sini adalah hubungan pribadi yang intim dengan Tuhan.
b. Harus memiliki keperdulian yang tinggi atas dasar kasih.
c. Harus memiliki komitmen untuk hanya menyenangkan Tuhan.

9. Siapakah gembala itu? Gembala bukan hanya pelayan tahbisan (pelayan penuh waktu). Gembala adalah semua orang yang telah menjadi bagian dari persekutuan dalam Gereja sebagai tubuh Kristus. Oleh karena itu, nas ini juga hendak berbicara kepada kita semua. Melalui nas ini Gereja sebagai suatu persekutuan orang kudus diajak berbenah ini untuk semakin meningkatkan intensitas pelayanannya. Hal ini menuntut jemaat yang semakin misioner.