Rabu, 03 Maret 2010

BAHAN CERAMAH TEMA DAN SUB TEMA SINODE AM XVI GKPA


BAHAN CERAMAH TEMA DAN SUB TEMA SINODE AM XVI GKPA
PADANGSIDIMPUAN, 15-19 JULI 2009

“BERGIATLAH UNTUK PEKERJAAN TUHAN”
(1Korintus 15:58b)
Ramli SN Harahap


Teks:

ANGKOLA-MANDAILING
Hara ni i hamu ale angka dongan na nihaholongan, sai togu ma hamu jana hot. MARSITUTU MA MARKAREJO DI TUHAN, angke diboto hamu do, sude na nikarejohonmunu di Tuhan, nada sayang boti sudena i

LAI
Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan GIATLAH SE-LALU DALAM PE-KERJAAN TUHAN! Sebab kamu tahu, bahwa dalam per-sekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia

KJV
Therefore, my beloved brethren, be ye stedfast, un-moveable, ALWAYS ABOUNDING IN THE WORK OF THE LORD, forasmuch as ye know that your labour is not in vain in the Lord

NOVUM TESTAMENTUM
ωστε αδελφοι μου αγαπητοι εδραιοι γινεσθε αμετακινητοι περισσευοντες εν τω εργω του κυριου παντοτε ειδοτες οτι ο κοπος υμων ουκ εστιν κενος εν κυριω



PENDAHULUAN

Kita patut bersyukur pada perhelatan Sinode Am XVI GKPA ini kita kembali berkumpul dan bersatu bersama di Kantor Pusat Pusat Pembinaan GKPA ini untuk selama 5 hari yang dimulai sejak 15-19 Juli 2009. Tentunya sebelum Sinode Am ini dimulai sudah banyak persiapan yang kita lakukan baik di tingkat Parlagutan, Resort, Distrik maupun Pusat, untuk menghadiri dan memasuki setiap persidangan sinode ini. Sinode Am XVI GKPA kali ini merupakan Sinode Am Kerja, artinya tugas sinode ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan tugas amanah Sinode Am XV yang lalu, dan sekaligus memantapkan ulang tugas-tugas sinode periode 2006-2011.

Kehadiran peserta Sinode Am Kerja XVI GKPA ini diberi tugas untuk memantapkan pelayanan GKPA periode 2006-2011 yang diterangi tema: “BERGIATLAH UNTUK PEKERJAAN TUHAN” (1Korintus 15:58b). Tema Sinode Am GKPA ini menjadi fokus kita selama periode ini. Artinya, dalam periode ini yang dituntut dari kita semua warga jemaat GKPA, para Sintua, para Bibelvrou, Diakones, Guru Parlagutan dan Pendeta GKPA adalah bergiat untuk perkerjaan Tuhan.

Jika kita perhatikan tema-tema Sinode Am GKPA, maka kita akan melihat penekanan-penekanan khusus setiap periode GKPA demi mencapai pertumbuhan dan perkembangan GKPA.

TEMA 1986-1991 : PERSEMBAHKANLAH TUBUHMU SEBAGAI PERSEMBAHAN YANG HIDUP (Rm.12:1)
TEMA 1991-1996 : KEMANDIRIAN TEOLOGI, DAYA, DAN DANA
TEMA 1996-2001 : BERTUMBUH BERSAMA MENUJU KEDEWASAAN DAN KEMANDIRIAN (Ef.4:11-16)
TEMA 2001-2006 : AKU MENETAPKAN KAMU UNTUK MENGHASILKAN BUAH
(Yoh.15:16b)
TEMA 2006-2011 : GIATLAH DALAM PEKERJAAN TUHAN (1Kor.15:58b)

Dari tema-tema sinode di atas, kita melihat bahwa pada awal kemandirian (panjaeon) GKPA (d/h. HKBP-A) tidak memiliki tema periode sebab pada awal kemandirian tersebut GKPA masih terfokus pada pembenahan pelayanan dan organisasi gereja. Namun sejak 1986, GKPA telah menetapkan tema-tema sinode am. Dengan tema-tema dimaksud, GKPA memiliki visi dan misi antar sinode untuk mencapai visi dan misi GKPA secara umum. Visi GKPA secara umum adalah “PATANAKHON HATA NI DEBATA DI LUAT ANGKOLA”.

Tema sinode kita diawali dengan mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup, dengan mempersembahkan diri maka kita bisa mandiri di bidang teologi, daya, dan dana. Dengan adanya dasar teologi yang kuat di GKPA yang dibarengi peningkatan kualitas SDM pelayanan dan warga jemaat GKPA, serta dukungan seluruh warga jemaat GKPA dalam mendanai program pelayanan GKPA, maka GKPA diharapkan mampu bertumbuh secara bersama menuju kedewasaan dan kemandirian. Gereja dan warga jemaat yang sudah mandiri dan dewasalah diharapkan menghasilkan buah-buah yang tetap untuk menopang pertumbuhan GKPA. GKPA dan warga jemaat yang terus berbuah tetap itulah diharapkan mampu bergiat dalam perkerjaan Tuhan.


PENJELASAN TEKS

Kata giat dalam kata aslinya adalah perisseuontes (artinya: majulah). Kata giat ini dalam KUBI diberikan arti: (1) rajin, bergairah, dan bersemangat; (2) tangkas dan kuat. Sedangkan kata bergiat, artinya: berusaha dengan sungguh-sungguh. Giat berarti: aktivitas dalam pengertian setiap waktu, setiap saat, kapan pun, di mana pun juga dalam pekerjaan Tuhan harus ditandai dengan semangat. Dengan demikian, jika dikatakan bergiatlah, maka diharapkan dari kita supaya kita dengan rajin, bergairah dan bersemangat berusaha dengan sungguh-sungguh.

Untuk pekerjaan siapakah kita bergiat? Untuk perkerjaan Tuhan. Perhatikan kalimatnya, “Giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan”. Pekerjaan Tuhan itu bukanlah kita kerjakan untuk sekali saja, seminggu saja, sebulan saja, setahun saja, atau sepuluh tahun saja. Tetapi pekerjaan Tuhan itu kita kerjakan selalu. Kata “selalu” berarti terus-menerus, berkesinambungan, hingga akhir hidup kita.

Coba kita bayangkan, untuk kegiatan sebuah adat pernikahan, sebuah keluarga harus mempersiapkan segala sesuatunya agar keluarga tidak merasa malu dan dipermalukan di hadapan masyarakat yang hadir dalam pesta tersebut. Maka untuk mencapai kesuksesan pesta pernikahan itu maka setiap keluarga melaksanakan persiapan yang cukup matang, mulai dari ‘mangkhobar boru’ sampai kepada parbagashon boru’. Artinya, untuk sebuah pernikahan keluarga harus melaksanakan sebuah tahapan-tahap yang matang agar mereka tidak tercela di dalam masyarakat.

Demikianlah seharusnya dalam melaksanakan pekerjaan Tuhan. Kita harus mempersiapkan segala pelaksanaan pekerjaan Tuhan dengan sungguh-sungguh agar Tuhan tidak dipermalukan di hadapan umat, melainkan agar Tuhan dipermuliakan di hadapan umat. Dengan pengertian ini, maka setiap pelayanan kita di setiap jemaat, resort, distrik, pusat yang kita pimpin haruslah kita siapkan dengan begitu matang agar setiap apa yang kita laksanakan dalam pelayananan kita terasa bahwa nama Tuhan dipermuliakan.
Paulus mengatakan, “berdirilah teguh…jangan goyah”. Berdiri teguh itu adalah istilah yang dipakai dari akar kata duduk/kursi. Maka yang dimaksud Paulus di sini ialah bertahan, kuat, teguh. Sedangkan kata kedua yaitu ‘goyah’ itu istilah yang terkait dengan arti goncangan seperti goncangan gempa bumi maka jangan goyah berarti tidak goncang (unshakingly). Kita mengerti kalimat berdirilah teguh dan jangan goyah menyatakan hal yang bersifat defensif (bertahan). Paulus memberi nasihat pada jemaat di Korintus untuk bertahan. Paulus yang memberi nasihat ini berdasarkan konteks pasal ini yaitu perihal doktrinal, di mana maksudnya itu berdirilah teguh dan jangan digoyangkan oleh pengajaran sesat. Paulus memberi nasihat untuk berani bertahan karena Kristus pun pernah bertahan dan menang. Kebangkitan Kristus membangun pengharapan untuk bertahan. Bertahan di dalam pelayanan dan bertahan terhadap tantangan kedagingan. Maka dari itu hal yang paling sulit dalam penginjilan itu adalah bertahan terhadap dosa dan kedagingan. Supaya api penginjilan bisa tetap konsisten yaitu dengan bertahan terhadap kedagingan yang memudarkan api itu. Orang yang selesai ikut retreat penginjilan, pasti memiliki semangat/api yang bernyala-nyala. Setiap bertemu dengan orang tidak ada pembicaraan lain selain pembicaraan mengenai Injil. Tetapi ketika orang tersebut jatuh pada hal kedagingan, maka orang itu tidak lagi mencintai jiwa-jiwa, tidak lagi mencintai penginjilan, tidak lagi mencintai firman Tuhan. Bukan berarti tidak ada cinta atau cintanya berhenti, cintanya itu tetap ada, dan cinta itu tidak pernah berakhir. Perlu diingat bahwa cinta itu tidak pernah berakhir/berhenti tetapi beralih. Orang yang tidak lagi mencintai firman Tuhan, cintanya tetap ada namun telah beralih pada kedagingan/hal-hal duniawi. Salah satu sebab yang paling penting dari orang Kristen yang malas memberitakan Injil, adalah bertumbuhnya kasih akan hal-hal dunia.
Selanjutnya, Paulus mengatakan: “Giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan”. Kalimat ‘giatlah selalu’ itu harus kita kaitkan dengan istilah ‘jerih payah’ yang muncul di dalam kalimat terakhir di ayat 58. Kalimat ‘jerih payah’ ini seringkali dipakai Paulus dalam pelayanan seperti contohnya di Roma 16:12 (pada kata ‘bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan’). Akar kata ‘jerih payah’yang tertulis dalam surat 1 Korintus 15:58 memiliki kesamaan dengan akar kata ‘bekerja membanting tulang’ yang tertulis pada surat Roma 16:12. Bergiat itu artinya bekerja keras/bekerja mati-matian. Jikalau Kristus sudah menang dan bangkit, itu kemenangan yang terbesar, membangkitkan orang Kristen untuk berapi-api bekerja bagi Tuhan bukannya pasif. Semua orang Kristen harus militan. Bandingkan dengan orang komunis atau orang Saksi Yehuwa yang mempunyai sikap militan luar biasa.
Terakhir, Paulus mengatakan: “Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia”. Pada ayat 13-14 dari pasal 15 ini dikatakan bahwa jikalau Kristus tidak bangkit maka pemberitaan kami sia-sia dan kepercayaanmu pun sia-sia. Paulus sudah membicarakannya bahwa bila Kristus tidak bangkit maka sia-sialah jerih payah kita. Kristus sudah jelas menang namun mengapa kita masih tidak berani berjerih payah bagiNya? Ingatlah, dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payah kita tidaklah sia-sia. Tuhan pasti mengingat seluruh jerih payah kita di dalam pelayanan jauh melampaui manusia berdosa yang mengingat/menghitung jasa sesamanya yang turut berjerih payah bersama-sama.


BERGIATLAH UNTUK PEKERJAAN TUHAN


Dalam konteks ber-GKPA, apakah yang harus kita giatkan dan pekerjaan apa yang harus terus kita lakukan? Sebenarnya ada banyak hal yang harus kita kerjakan dengan giat secara terus menerus di dalam pelayanan GKPA baik secara organisasi gereja maupun pelayanan umat. Di bawah ini akan kita uraikan sebagian dari sekian banyak yang harus kita kerjakan di dalam ber-GKPA ini, yakni:

A. BERGIAT MEMPERTAJAM VISI DAN MISI GKPA

Sebelum membahas pertanyaan ini, saya mau mengajak kita kepada sebuah pertanyaan mendasar, yakni apakah visi dan misi GKPA? Pertanyaan ini perlu kita jawab secara pasti dan tegas. Mengapa? Karena dalam visi dan misi GKPA inilah tertuang pekerjaan Tuhan yang harus kita kerjakan dengan giat dan terus menerus.

Berdasarkan penelitian yang saya lakukan dalam seluruh dokumen-dokumen GKPA, tidak ditemukan secara tertulis visi dan misi GKPA ini. Visi dan misi GKPA hanya disampaikan secara “lisan” (oral) dari mulut ke mulut, namun tidak tercantum dalam Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA atau dalam dokumen GKPA lainnya. Kata para pendiri dan pelopor GKPA (founding fathers), visi GKPA adalah “PATANAKHON HATA NI DEBATA TU LUAT ANGKOLA” (MEMBERITAKAN FIRMAN TUHAN KE DAERAH ANGKOLA). Visi ini sungguh mulia. Itu makanya para pejuang panjaeon GKPA (d/h. HKBP-A) sangat bergiat dalam rangka memberitakan firman Tuhan ke daerah Angkola dengan cara menyumbang tenaga, pikiran, daya dan dana mereka agar penginjilan Firman Tuhan ke daeah Angkola yang tinggal di bona bulu semakin mantap dan baik. Mereka mau menyewakan rumahnya untuk dijadikan sebagai Kantor Pusat GKPA. Ada yang bekerja siang dan malam tanpa mengharap imbalan dari siapa pun. Artinya melalui visi GKPA ini, perhatian pelayanan GKPA adalah daerah Angkola-Mandailing bukan daerah perkotaan. Visi ini masih dipertahankan hingga 1990-an.

Namun seturut pergeseran waktu dan perkembangan jaman, visi dan misi GKPA pun turut bergeser. Perhatian pelayanan kita mulai bergerak dari desa ke kota. Bahkan perhatian pelayanan sudah sepenuhnya mulai mengarah ke daerah kota. Mengapa? Karena GKPA butuh perkembangan, karena GKPA ingin lebih besar, karena GKPA mau mengabarkan Injil ke pada orang-orang Angkola-Mandailing yang ada di perantauan agar mereka mendapatkan pelayanan dengan nuansa bahasa dan budaya Angkola-Mandailing di perantauan mereka. Akhirnya, mulailah GKPA mengembangkan pelayanannya untuk orang-orang Angkola-Mandailing di perantauannya.

GKPA juga tidak mau puas dengan hanya menginjili bagi orang-orang Angkola-Mandailing di perantauan, tetapi dengan semangan penginjilan yang luar biasa, GKPA juga membuka diri untuk suku-suku bangsa lain (misalnya: Toba, Nias, Jawa, Ambon, dll). GKPA bukan lagi gereja suku, melainkan GEREJA AM (TG ps.1). Gereja Am artinya bukan hanya gereja orang-orang Angkola-Mandailing saja, melainkan GEREJA SUKU BANGSA. Waulaupun nama organisasinya ada nama Angkola, itu hanya menampakkan identitas diri bahwa gereja kita tumbuh dan berada di daerah Angkola, tetapi pelayanannya kepada orang-orang kudus dan am.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka saya mengusulkan di dalam Sinode Am Kerja ini untuk mempertajam visi dan misi GKPA sebagai berikut:
1. Visi dan misi GKPA agar dituangkan dalam TG dan TL GKPA
2. Visi dan misi GKPA dipertajam sebagai berikut:


VISI GKPA WAKTU PANJAEON:

“PATANAKHON HATA NI DEBATA TU LUAT ANGKOLA”
(MEMBERITAKAN FIRMAN TUHAN KE DAERAH ANGKOLA)

USUL PERUBAHAN VISI GKPA:

“PATANAKHON HATA NI DEBATA TU HALAK ANGKOLA DOHOT TU SUDE NA BANGSO”
(MEMBERITAKAN FIRMAN TUHAN KEPADA ORANG ANGKOLA DAN KEPADA SUKU-SUKU BANGSA).

Pertajaman visi ini akan memperlihatkan bahwa GKPA bukan hanya terfokus lagi kepada pelayanan geografis Angkola saja tetapi mengembang ke lintas geografis di dunia ini untuk menjangkau orang-orang Angola dan suku-suku bangsa dunia ini. GKPA menjadi gereja yang mendunia walau berkantor pusat di Padangsidimpuan.
Untuk mencapai visi GKPA ini, maka kita harus mencapai dan mewujudkannya melalui misi GKPA. Misi GKPA ini harus tertuang dalam periode-periode kepemimpinan GKPA. Usulan saya sebagai misi GKPA adalah:


MISI GKPA:

a. Memberitakan Firman Allah supaya Firman Allah tersebut didengar, dipelihara dan dilaksanakan sebagai sumber kebahagiaan (Lukas 11:28).
b. Bersaksi, menegakkan dan mempertahankan KABAR BAIK sampai akhir zaman (Wahyu 2:10), bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya JALAN, KEBENARAN dan HIDUP (Yohanes 14:6).
c. Menyatakan kuasa Allah melalui pelayanan dalam masyarakat agar Firman Allah semakin bertumbuh dan berkembang.
d. Meningkatkan dan mengembangkan kesadaran dan kemampuan GKPA sebagai Gereja yang mandiri.
e. Untuk mencapai visi GKPA, maka GKPA bermisi menjadi gereja yang:
1. Giat
2. Kudus
3. Pemberita Injil (Patanakhon hata ni Debata)
4. Am (menyeluruh tanpa memandang suku)


B. BERGIAT MEMBENAHI GKPA

GKPA sebagai institusi memerlukan penatalayanan-penatalayanan baik penatalayanan organisasi gereja maupun penatalayanan pelayanan kepada warga jemaat GKPA. Karena itu tugas membenahi GKPA tidak bisa dikerjakan hanya sekali saja, melainkan pembenahan itu dikerjakan terus menerus hingga mencapai kesempurnaannya. Apa-apa saja yang perlu kita benahi?
1. Melayani sesuai aturan GKPA. Artinya, jika kita sebagai warga jemaat, bersikaplah sebagai warga jemaat, jika kita sebagai sintua, bekerjalah sebagai sintua, jika sebagai pendeta, melayanilah sebagai pendeta. Karena sudah diatur segala bentuk pelayanan kita dalam Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA. Jika sudah waktunya pensiun, ya pensiunlah, jangan lagi memaksakan diri untuk melakukan pelayanan itu biar GKPA ini semakin maju.
2. Benahi Aturan Peraturan yang baik. GKPA sebagai lembaga gereja harus memiliki jenjang hukum yang jelas dan tegas, mulai dari Keputusan Sinode, Keputusan Pucuk Pimpinan, Keputusan Ephorus, Keputusan Praeses, dan Keputusan Pendeta Resort. Dengan penetapan posisi keputusan ini, maka keputusan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan keputusan yang lebih tinggi. Dengan kata lain, tidak boleh jabatan yang lebih rendah membatalkan keputusan yang lebih tinggi.
3. Benahi teologi dan doktrin GKPA. Teologi dan doktrin GKPA harus dijaga kemurniannya oleh seluruh warga GKPA agar GKPA semakin kuat dalam menghadapi perkembangan teologi jaman sekarang. GKPA dalam merumuskan dan menetapkan setiap teologi dan doktrin harus melalui sebuah sinode am (konsili) agar seluruh warga jemaat memahami dan menerimanya. Misalnya, dalam penetapan “Pangokuon Haporsayaan GKPA” (Pengakuan Iman) dari “Au porsaya di Debata Ama NA GUMOGO” menjadi “Au porsaya di Debata NA SUN MARKUASO”. “Au porsaya di Jesus Kristus... na manaon parhancita taran Pontius Silatus PARUHUM...” menjadi “Au porsaya di Jesus Kristus... na manaon parhancita taran Pontius Silatus...???”. Dalam bahasa Indonesia kalimatnya ada yang dihilangkan seperti: “Aku percaya kepada Yesus Kristus... yang menderita SENGSARA di bawah...” menjadi “Aku percaya kepada Yesus Kristus... yang menderita ??? di bawah...”. Dengan diberlakukannya AGENDA GKPA 1997, warga jemaat dibingungkan karena pemberlakuannya tidak melalui sinode am. Hal yang sama juga harus kita perhatikan dengan Logo, Lagu Mars GKPA dan Hymne GKPA. Logo, lagu Mars dan Hymne GKPA agar dimasukkan dalam TG & TL GKPA.
4. Benahi Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA. Dalam TG dan TL GKPA masih banyak yang harus kita benahi dengan semakin berkembangnya organisasi GKPA. Misalnya:
a. Utusan sinode am. Dulu GKPA belum memiliki distrik, sehingga utusan sinode hanya dari tingkat resort saja. Sekarang GKPA sudah memiliki distrik, namun utusan distrik untuk sinode am tidak ada.
b. Istilah sinode am. Istilah ini tidak tepat dipakai di dalam TG dan TL GKPA sebab kita tidak mengenal istilah sinode distrik dan resort. Sinode Am ada jika di bawahnya ada sinode-sinode lain seperti sinode distrik, sinode resort, sehingga sinode tertinggi adalah sinode am. Sementara dalam TG dan TL GKPA diaturkan hanya rapat Parlagutan, rapat resort dan rapat distrik, tapi di tingkat pusat tiba-tiba disebut sinode am, seharusnya yang cocok harus rapat pusat bukan sinode am.
c. Perlu ditambahkan dalam TG GKPA Bab IV psl.9: Pengakuan Iman (Konfesi) GKPA karena GKPA memiliki pengakuan iman itu yang harus disosialisasikan dalam tubuh GKPA.
d. Penyempurnaan Struktur GKPA. Pengertian dan struktur GKPA harus dibenahi agar resort itu memiliki jemaat induk yang tidak terpisahkan dari jemaat filial (pagaran)-nya.
e. Mempersiapkan Kode Etik Pelayan Gerejawi GKPA. Kode Etik Pelayan Gerejawi ini akan mengatur pola pelayanan yang semakin baik.


C. BERGIAT MENGEMBANGKAN GKPA

GKPA sebagai gereja harus mampu berdiri sejajar dengan gereja-gereja lain yang ada di Indonesia dan bahkan dunia ini. GKPA yang berkantor pusat di Kota Padangsidimpuan ini harus diperhitungkan oleh gereja lain dengan kualitas dan kuantitas SDM warga jemaat dan pelayan GKPA.
Bagaimanakah caranya agar GKPA bisa diperhitungkan dan berdiri sejajar dengan gereja lain?

C.1. Aku Cintai GKPA dan bangga menjadi warga jemaat GKPA. Kita harus merasa bangga sebagai warga jemaat GKPA. Saksikan kepada orang lain bahwa Anda adalah warga GKPA, dengan demikian orang lain akan tertarik menjadi warga jemaat GKPA. Ceritakan yang terbaik dari GKPA, jangan menjelek-jelekkan GKPA. Jika ada kejelekan GKPA, tugasmulah untuk memperbaikinya agar tidak jelek, tetapi menjadi tampan dan cantik. Aku Cinta GKPA adalah aku melakukan sebuah aksi/kegiatan aktif terhadap GKPA (manusianya baik secara universal, lokal maupun individual), berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan oleh GKPA. Aku Cinta GKPA harus diwujudkan melalui empat syarat yaitu: 1. Knowledge (pengenalan) 2. Responsibilty (tanggung jawab) 3. Care (perhatian) dan 4. Respect (saling menghormati).
Aku cinta GKPA berarti:
1. Aku harus mengenal GKPA (Knowledge). Apa yang harus kita kenal di GKPA ini? Kita harus mengenal: a) Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA, b) Bibel Angkola-Mandailing, c) Buku Agenda GKPA, d) Buku Ende Angkola-Mandailing, e) RPP GKPA (Hukum Siasat Gereja), f) Konfesi GKPA, g) Peraturan Kepegawaian GKPA, h) Almanak GKPA, i) Sioban Barita GKPA, j) Kalender GKPA, k) buku-buku terbitan GKPA, k) dan tak kalah pentingnya lagi, kita harus mengenal PENDETA GKPA.
2. Aku harus bertanggung jawab kepada GKPA (Responsibility). Berdasarkan Tata Laksana GKPA, setiap anggota Parlagutan wajib: a) Hidup sebagai murid Yesus Kristus, dengan menyatakannya melalui kelakuan dan perbuatan yang terpuji, memegang teguh ajaran Alkitab, serta memuliakan Nama Juru Selamat, Tuhan Yesus Kristus dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati dalam hidupnya. b) Setia mengikuti kebaktian Minggu dan kebaktian lainnya yang telah ditentukan oleh GKPA. c) Bertanggung jawab dalam mewujudkan persekutuan, pelayanan, perbuatan kasih dan kesaksian Gereja dengan jalan mengambil bagian dalam semua kegiatan dan pelayanan dilingkungan Parlagutan. d) Mendukung kegiatan dan pelayanan Parlagutan dengan doa dan dana melalui persembahan dan paritisipasi, termasuk mempersembahkan daya, pikiran dan talenta yang dimiliki. e) Membawa anaknya menerima Baptisan Kudus, membimbing dan mendidik anaknya didalam pengenalan kepada Yesus Kristus antara lain dengan mengikutsertakannya pada Sekolah Minggu dan pelajar sidi (katekisasi). f) Mengikuti dan ambil bagian dalam Sakramen Perjamuan Kudus bagi setiap Anggota Sidi. g) Mentaati Tata Gereja, Tata Laksana dan setiap Peraturan lainnya yang berlaku dalam lingkungan GKPA. h) Memelihara dan melestarikan perdamaian, keadilan, lingkungan hidup dan keutuhan ciptaan Tuhan untuk kesejahteraan hidup umat manusia. i) Membina dan memantapkan kerukunan hidup beragama dan patuh pada hukum serta peraturan Pemerintah RI sebagai pengamalan ajaran Kristen dan Pancasila. j) Melunasi kewajiban keuangan/natura kepada GKPA melalui Majelis Parlagutan ditempat dia menjadi anggota. Bahkan aturan ini diperjelas lagi dalam RPP GKPA Bab II.A. ps.1 tentang IBADAH MINGGU:
a. Jemaat berkewajiban untuk setia mengikuti ibadah minggu dan persekutuan yang dilakukan Jemaat untuk menunjukka kerajinan dan persekutuan kepada Allah dan teman seiman (Ibr. 10:25).
b. Sebaiknya warga jemaat jangan melaksanakan pesta adat pada hari Minggu dan hari raya Kristen, yang membuat orang terganggu beribadah (Kel. 20:8-1).
c. Hukum penggembalaan/siasat akan dikenakan kepada Jemaat yang sudah 6 (enam) bulan tidak pernah ke Gereja (dan kebaktian-kebaktian yang lain) di dalam Jemaat setelah beberapa kali dinasihati Majelis Parlagutan.
d. Hukum penggembalaan/siasat dikenakan kepada Parhobas Parlagutan (Sintua, Pendeta, Gr.Parl.) yang sudah 3 (tiga) bulan terus-menerus tidak ke Gereja (dan kebaktian-kebaktian lainnya) di dalam Parlagutan setelah beberapa kali dinasihati Majelis Parlagutan dan disetujui Pendeta Resort.
e. Hukum penggembalaan/siasat dikenakan kepada Parhobas Parlagutan yang sudah 3 (tiga) bulan terus-menerus tidak mau melayani di Gereja (dan kebaktian-kebaktian lainnya) di dalam Parlagutan setelah beberapa kali dinasihati Majelis Parlagutan dan disetujui Pendeta Resort.
3. Aku harus perhatian kepada GKPA (Care). Sebagai orang yang benar-benar cinta kepada GKPA kita harus memperhatikan pertumbuhan gereja itu secara mendalam. Jika terlihat tidak bertumbuh maka kita “pupuk” rohani, “siraman” rohani, “sentuhan” rohani, “sapaan” rohani. Perhatian ini harus datang dari kedua belah pihak. Jemaat memperhatikan gereja, dan gereja juga harus memperhatikan jemaat Tuhan.
4. Aku harus menghormati GKPA (Respect). Menghormati GKPA artinya kita menjaga nama baik GKPA di setiap perilaku kehidupan kita. Menghormati GKPA juga berarti kita tidak malu menjadi warga jemaat GKPA, namun sebagai warga jemaat GKPA kita berani tampil di tengah-tengah dunia sebagai saksi Kristus.
C.2. Ikuti kemajuan dan perkembangan jaman. GKPA sebagai organisasi yang tinggal di dunia ini harus bisa memakai kemajuan jaman dan teknologi dalam tugas pelayanannya. Sudah saatnya GKPA memiliki website GKPA agar semakin dikenal di dunia maya. Coba kita bayangkan, warung-warung kopi saja sudah memiliki websitenya sendiri untuk menarik para pembelinya datang ke warung kopinya. Mengapa GKPA tidak pakai media elektronik ini untuk mengembangkan GKPA dan menarik orang-orang Angkola-Mandailing dan suku bangsa lain masuk dan mengenal GKPA? Karena itu, melalui sinode ini diharapkan uluran tangan para peserta yang mau terbeban untuk mendukung pelayanan ini, agar GKPA bisa berdiri sejajar dengan gereja lain.
C.3. Jangan jago kandang. Agar GKPA dikenal orang, maka jangan merasa sudah puas dengan apa yang ada di di GKPA. Banyak para warga jemaat dan pelayan GKPA sudah merasa puas dengan apa yang ada di GKPA sekarang sehingga tidak ada lagi inovasi baru dalam pengembangan GKPA. Bahkan yang lebih aneh dan tragis, karena tidak bisa lagi mengembangkan diri, maka para sintua jadi sibuk membentak-bentak pendetanya, karena merasa diri lebih hebat dari sang pendetanya. Itu namanya jago kandang. Kalau memang hebat jangan bentak pendetamu, tetapi bentak kebodohanmu agar pergi dari dirimu, supaya Anda menjadi pinta dan bisa dipakai orang. Artinya, GKPA sudah saatnya memikirkan pengembangan pelayanannya ke lembaga-lembaga lain, misalnya dengan mengutus para pendeta melayani di lembaga-lembaga agar GKPA semakin dikenal oleh dunia lain.


D. BERGIAT MEMBERI YANG TERBAIK BAGI GKPA

GKPA tidak akan bisa maju dan berkembang jika warga jamaat dan para pelayan gerejawi tidak memberi yang terbaik bagi GKPA. Memberi yang terbaik bagi GKPA itu berarti kita memberi yang tebaik untuk Tuhan. Memberi yang terbaik bagi GKPA bukan berarti mencatat apa yang telah kita berikan buat GKPA. Tetapi memberi yang terbaik bagi GKPA adalah dengan kerelaan dan hati yang tulus iklas. Memberi yang terbaik bagi GKPA bukan untuk diperhitungkan sebagai balas jasa. Jika ku beri yang terbaik bagi GKPA (baca: Tuhan) maka GKPA akan memberikan yang terbaik bagiku. Bukan. Sebab GKPA tidak bisa memberi yang terbaik bagi kita. Tetapi Tuhan pasti memberi yang terbaik bagi kita. Kita memberi bagi GKPA karena kita sudah merasa pertolongan Tuhan bagi kita. Kebaikan kita didasarkan atas keselamatan yang telah kita peroleh dari Tuhan.
Memberi yang terbaik bagi GKPA berarti memakai setiap waktu dan pertemuan dengan sebaik-baiknya demi kemajuan dan perkembangan GKPA. Artinya, jika kita datang ke sinode ini, itu berarti kita adalah orang pilihan dan orang terbaik dari parlagutan, resort dan distrik kita masing-masing. Sebagai orang-orang pilihan dan terbaik, maka kita juga harus bisa memberikan yang terbaik kepada GKPA dalam sinode ini. Bagaimana caranya? Ya, selama sinode ini berlangsung, jangan ada yang melakukan “sinode” di dalam “Sinode”. Artinya, ruangan tempat bersidang kita jangan ditambahi di ruang kantin, di ruang lain atau di kampung kita. Pakailah waktu yang baik ini saling memberi pemikiran, memberi ide, memberi masukan, dan memberi uang untuk GKPA agar GKPA semakin maju dan berkembang. Jangan beri lagi kritikan, cercaan, tuduhan, fitnahan bagi GKPA, karena kita tidak butuh itu lagi. GKPA sekarang butuh solusi, pemikiran, ide-ide yang terbaik demi memajukan pemberitaan firman Tuhan di dunia ini. Karena itu, giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan. Selamat bersinode.

Bacaan Minggu Palmarum, 28 Maret 2010 : Imamat 23:34-44


Minggu Palmarum, 28 Maret 2010 Imamat 23:34-44


HARI RAYA PONDOK DAUN
Mensyukuri penyertaan Allah dalam perjalanan umatNya
menuju masa depan yang lebih baik




Hari Raya Pondok Daun

Perayaan hari raya Pondok Daun, dalam kalender Israel kuno, jatuh pada hari ke limabelas bulan yang ke tujuh. Merayakan Hari Raya Pondok Daun adalah perintah Allah kepada Musa, untuk dilakukan bangsa Israel sepanjang masa. Hari raya itu dimaksudkan untuk mengenang perbuatan Allah, yang membebaskan Israel dari Mesir dan menuntun umat-Nya selama perjalanan di padang pasir. Ketika siang hari, Allah hadir melalui awan yang menuntun ke arah tujuan. Ketika malam menjelang, Allah hadir dengan tiang api, yang menyala-nyala di depan. Setelah beberapa hari, dan beberapa bulan, bahkan beberapa tahun, umat Allah, bangsa Israel berhenti di perjalanan. Mereka bertempat tinggal dipemukiman di daerah tertentu. Mereka perlu kembali sebagaimana suku bangsa yang lain, mempunyai tempat tinggal dan butuh mata pencaharian.
Di tengah perjalanan menuju tanah perjanjian, mereka berhenti, butuh beristirahat dan bekerja mencari nafkah untuk dapat hidup melanjutkan perjalanan selanjutnya. Mereka bercocok tanam dan bekerja. Mereka juga butuh tempat tinggal, pengganti rumah kediaman. Oleh karena mereka masih dalam perjalanan, rumah tempat tinggal yang didirikan bukanlah yang permanen, melainkan rumah tempat tinggal sementara. Untuk itu, mereka membuat kemah yang terdiri dari pelepah dan daun korma. Rumah tempat tinggal adalah sebuah pondok, yang dibangun dari dedaunan yang ada. Pondok yang terbuat dari daun tentu tahan untuk tempat tinggal beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Dalam situasi seperti itu, bangsa Israel merasakan penyertaan Tuhan yang semakin nyata. Ternyata Allah bukan hanya menyertai mereka dalam perjalanan, tetapi juga dalam peristirahatan. Kasih Allah terus tersedia bagi umat Israel, sekalipun mereka tinggal di kemah, di pondok daun, tempat tinggal sementara. Untuk mengenang perbuatan Allah itu, Allah memerintahkan agar diadakan perayaan Hari Raya Pondok Daun, selama satu minggu penuh. Tujuannya adalah: “supaya diketahui oleh keturunanmu, bahwa Aku telah menyuruh orang Israel tinggal di dalam pondok-pondok selama Aku menuntun mereka sesudah keluar dari tanah Mesir, Akulah Tuhan, Allahmu” (ay 33).

Gereja sebagai kemah Pondok Daun
Pondok Daun adalah kemah, tempat tinggal sementara. Dalam bahasa Inggris disebut tabernakel, dalam bahasa Batak disebut undungundung atau parlapelapean. Pondok Daun adalah kemah, persis sama dengan tabernakel, undungundung atau parlapelapean. Bangunan seperti itu bukan tempat tinggal permanen, bukan pula dibangun secara utuh dan kokoh dari semen. Pondok Daun, tabernakel, undungundung atau parlapelapean adalah bangunan seadanya dan sementara yang sewaktu-waktu dapat dicabut, dipindahkan dan dirombak kembali. Orang yang mendiami Pondok Daun, tabernakel, undungundung atau parlapelapean selalu siap untuk pindah, melanjutkan perjalanan, kapan saja dan ke mana saja. Israel masih perlu meneruskan perjalanannya, agar sampai ke tempat tujuan, ke Kanaan, ke tanah perjanjian. Sebab mereka yakin dan percaya, bahwa Tuhan akan selalu menemani dan mendampingi mereka dalam meneruskan perjalanan ke masa depan yang lebih baik.
Gereja dan orang Kristen masa kini juga sama seperti umat Israel yang berada di perjalanan menuju tanah perjanjian. Gereja dan orang Kristen telah keluar dari tanah Mesir, yaitu perbudakan dan perhambaan dosa, ketika kita belum menerima Kristus, ketika kita belum menjadi warga gereja. Akan tetapi sejak kita menjadi warga gereja, anggota persekutuan orang-orang kudus, ketika kita sudah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat, kita telah keluar dari perhambaan dosa dunia ini. Sekarang gereja dan kita sebagai orang Kristen yang bersekutu di dalamnya bagaikan berada di dalam perahu yang sedang berlayar menuju masa depan, atau seperti umat Israel yang berada di tengah perjalanan menuju tanah Kanaan, menuju tanah perjanjian, yaitu tujuan akhir, parousia Kristus – kedatangan-Nya yang kedua kali, dalam memperoleh kehidupan yang kekal.
Tentu, kita belum sampai ke tujuan akhir itu. Kita masih dalam perjalanan menuju masa depan yang lebih baik dan lebih indah itu. Selama kita berada di dalam gereja-Nya, maka kita yakin dan percaya bahwa setiap orang yang berada di dalamnya akan menjadi pewaris janji keselamatan dari Tuhan, yaitu janji kehidupan yang kekal. Oleh karena itu, keberadaan kita sekarang di dunia ini hanyalah buat sementara. Dalam arti teologis, gereja kita sekarang ini, sekalipun dibangun dari beton yang kuat dan kokoh, sebenarnya persis sama dengan tabernakel, undungundung atau parlapelapean, hanya tempat tinggal sementara. Gereja dan orang Kristen masih berada di tengah perjalanan menuju tujuan akhir. Pondok Daun, tabernakel, undungundung atau parlapelapen bukanlah tujuan akhir, melainkan tujuan antara untuk mencapai tujuan akhir. Sekalipun Allah memberkati umat-Nya ketika berada di dalam perjalanan padang pasir dan memberi kesempatan membangun tempat tinggal dari pondok daun, tetapi hal itu bukan segala-galanya. Allah masih akan memberikan masa depan yang terbaik, yaitu tanah perjanjian, tempat di mana tersedia susu dan madu yang bekelimpahan untuk kehidupan umat-Nya.
Gereja dan semua orang percaya yang masih hidup sekarang ini sama seperti umat Israel yang diberkati Tuhan dalam perjalanan padang pasir dan dalam peristirahatan untuk memiliki Pondok Daun sebagai tempat tinggal sementara. Gereja dan orang Kristen masih berada di dalam perjalan, belum sampai ke tempat tujuan yang dijanjikan Tuhan. Oleh karena itu gereja dan semua oprang Kristen harus menerima pemahaman seperti yang dikatakan penulis Ibrani: “Karena itu marilah kita pergi kepada-Nya di luar perkemahan dan menanggung kehinaan-Nya. Sebab di sini kita tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap; kita mencari kota yang akan datang” (Ibr. 13: 13-14).
Perayaan hari raya Pondok Daun dimaksudkan agar umat Allah, bangsa Israel, tidak melupakan sejarah kehidupan yang dilaluinya. Di dalam sejarah itu, Allah sangat berperan, bertindak melakukan keselamatan melalui perbuatan-Nya yang maha dahsyat. Hal yang sama juga dialami gereja masa kini, dan juga dialami orang Kristen dalam kehidupan persekutuan dan kehidupan pribadi. Oleh karena itu perayaan hari raya Pondok Daun yang selalu dilaksanakan umat Israel setiap tahun untuk mengenang, memahami dan menghayati keselamatan yang diperbuat Allah kepada mereka perlu juga dihayati oleh gereja dan orang Kristen masa kini dengan memaknainya secara kontekstual pada masa kini, yaitu:
a. Allah membebaskan Israel dari perbudakan Mesir. Namun Allah bukan hanya membawa umat-Nya keluar dari Mesir. Allah juga melindungi, membimbing, memelihara dan mencukupi segala kebutuhan mereka selama dalam perjalanan menuju tanah perjanjian. Allah menyelamatkan Israel dari pengejaran tentara Firaun, menyelamatkan mereka sekaligus mengalahkan musuh di laut mati. Allah memberikan air ketika umat-Nya haus, dan memberikan makanan manna, ketika mereka lapar. Allah membimbing dan menyertai umat-Nya pada waktu siang dan malam. Allah juga memberikan sandang, pangan dan tempat tinggal yang teduh, sekalipun dengan bahan yang sekedar ada, yang pondok daun. Pemahaman ini harus terus dihayati, sebab kesalamatan yang diperbuat Allah bukan hanya keselamatan jasmani, tetapi juga rohani. Sebab pada akhirnya, Israel bebas menyembah Allah, dan Allah mengasihi umat-Nya dengan berbagai bentuk keselamatan yang diperbuat-Nya.

b. Perayaan hari raya Pondok Daun juga mempunyai makna eskatologis bagi pemahaman gereja masa kini. Tempat tinggal pondok daun adalah tempat tinggal sementara, bukanlah tujuan akhir, sebab tujuan akhir adalah tanah perjanjian. Gereja adalah umat Allah yang sedang berjalan menuju tanah perjanjian. Gereja sebegai persekutuan terdiri dari berbagai denominasi. Bangunannya juga terdiri dari berbagai bahan materi. Akan tetapi semuanya itu adalah sementara, bukan tujuan akhir. Tujuan akhir kita adalah di paradeiso, di tanah perjanjian yaitu kehidupan yang kekal. Oleh karena itu tidak ada gereja yang benar bila hanya berdasarkan denominasi yang dianutnya atau oleh karena jumlah mayoritas warganya. Gereja yang benar adalah yang menerima dan percaya akan keselamatan yang diperbuat Allah di dalam dan oleh Yesus Kristus. Gereja yang benar juga tidak ditentukan oleh bangunannya. Karena bangunan gereja itu adalah pondok daun, tabernakel, undungundung atau parlapelapean sementara saja. Oleh karena itu apabila ada bangunan gereja yang dibakar, yang disegel, yang dibongkar dan diratakan dengan tanah, itu tidak akan berdampak kepada pengurangan jumlah orang percaya. Apabila ada orang percaya yang mati martyr oleh karena keyakinannya kepada Yesus Kristus, itu bukan indikasi semakin berkurangnya jumlah orang percaya. Justru semakin dibabat akan semakin merambat, sebab darah orang martir akan menjadi benih pertumbuhan gereja.

c. Perayaan hari raya Pondok Daun adalah ucapan syukur. Siapapun di antara kita layak bersyukur kepada Tuhan. Karena Tuhan itu maha baik. Ia selalu menyertai kita dalam waktu suka maupun duka, waktu siang maupun malam. Tuhan memberikan segala sesuatu yang kita butuhkan, sesuai dengan waktu dan kehendak-Nya. Perayaan hari raya Pondok Daun ini mengajak gereja dan semua orang percaya agar selalu bersyukur kepada Tuhan, Pencipta, Pelindung, Pemelihara dan Pembimbing kita, di mana kita hidup, bekerja dan melayani.
Ketiga poin ini merupakan motivasi kita untuk merenungkan perayaan hari raya Pondok Daun sebagaimana dilakukan umat Israel dahulu kala. Dengan demikian, kita sebagai umat Allah, turut dipanggil untuk turut serta merayakan dan mensyukuri semua perbuatan Allah, yang menyelamatkan kita di masa lalu sekaligus mengharapkan dan memohon agar Tuhan selalu beserta dengan kita dan memberkati kita pada saat ini dan masa-masa yang akan datang. Kendati kita berada di dunia ini dengan segala kemegahan yang kita miliki, semuanya itu adalah bersifat sementara. Pondok yang sementara, tempat persinggahan sementara. Itulah yang harus kita pahami. Apa yang kita miliki adalah sementara. Suami/istri, anak, harta dan kekayaan adalah sementara. Pondok yang menetap adalah surga. Karenanya, marilah kita terus berupaya membangun pondok yang menetap di surga melalui iman kepada Yesus Kristus.


Pdt. Dr. Darwin Lumbantobing
Ketua STT HKBP Pematangsiantar

Senin, 01 Maret 2010

Bacaan Minggu Judika, 21 Maret 2010 : Roma 3:21-26


Minggu Judika, 21 Maret 2010 Roma 3:21-26


MANUSIA DIBENARKAN KARENA IMAN




Pendahuluan

Allah menciptakan manusia manurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej. 1:27). Inilah pernyataan Alkitab tentang penciptaan manusia. Kesegambaran manusia dengan Allah dapat diartikan secara luas. Kesegambaran itu tentu saja bukan dalam arti kemiripan wajah. Bukan pula keserupaan tubuh. Manusia segambar dengan Allah berarti di dalam diri manusia ada keilahian Allah. Dalam tubuh, jiwa dan roh manusia ada kehendak dan keinginan Allah, sehingga manusia merupakan media mengenal dan memahami keberadaan Allah. Allah berkenaan dengan keberadaan manusia, sehingga Allah dapat dikenal melalui keberadaan manusia itu sendiri. Inilah arti kesegambaran Allah yang sesungguhnya.
Akan tetapi tidak lama setelah peristiwa penciptaan itu, manusia jatuh ke dalam dosa. “Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (ay 23). Kejatuhan manusia ke dalam dosa menjadikan rusaknya gambar Allah yang ada di dalam diri manusia. Sejak itu manusia tidak lagi segambar dengan Allah. Begitu rusaknya gambar Allah di dalam diri manusia itu, sehingga di dalam diri manusia tidak lagi dapat ditemukan kehendak Allah. Dosa telah menghancurkan segala yang berkenaan dengan Allah di dalam diri manusia. Dosa telah memutus mata-rantai hubungan manusia dengan Allah. Bahkan sebaliknya telah terjadi pertentangan dan pemberontakan antara manusia dengan Allah. Apa yang dikehendaki manusia semuanya justru selalu melawan dengan kehendak Allah. Akibat dosa itu, tindakan dan perbuatan manusia merupakan wujud pemberontakan terhadap kehendak Allah.
Kejatuhan manusia ke dalam dosa menjadikan manusia itu diperbudak dosa dan menjadi milik iblis. Manusia yang semula adalah milik Allah, karena Allah yang menciptakannya, akhirnya menjadi jatuh ke tangan iblis. Sekalipun manusia memiliki keinginan untuk kembali kepada Allah penciptanya, tetapi ternyata manusia tidak dapat melepaskan diri dari kuasa dosa. Sebab manusia bukan hanya milik iblis tetapi telah menjadi hamba dosa.

Allah menyelamatkan manusia
Berbagai tindakan dan perbuatan telah dilakukan Allah untuk melepaskan manusia dari cengkraman dosa. Allah telah memberikan hukum-Nya, Hukum Taurat, untuk menuntun manusia ke jalan yang benar, tatapi manusia ternyata tidak dapat kembali kepada Allah. Hukum Taurat itu ternyata tidak dapat membenarkan manusia, sekalipun dijalankan dengan sebaik-baiknya. Kemudian Allah mengutus para nabinya, memberikan firman-Nya untuk dilaksanakan di dalam kehidupan sehari-hari, hal itu juga ternyata tidak dapat menyelamatkan manusia itu dari kuasa dosa.
Terakhir, Allah mengutus Anak-Nya, Yesus Kristus menyelamatkan manusia dari kuasa dosa dan agar tidak menjadi milik iblis. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Akan-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepda-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3: 16). Allah menyelamatkan manusia melalui, di dalam dan oleh Yesus Kristus. Untuk itu Yesus Kristus harus menanggung penderitaan, bahkan mati di kayu salib, sebagai tebusan terhadap manusia. Paulus berkata: “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar” – “Ai arga do hamu ditobus” – “ karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu” (1Kor. 6: 20). Sebagai hasil konkritnya, Paulus mengatakan: “Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup” (Rm. 5:18).

Dibenarkan karena iman
Barangsiapa yang percaya kepada Yesus Kristus akan selamat. Itu berarti keselamatan diperoleh bukan lagi dengan cara melakukan hukum Taurat, tetapi cukup dengan beriman kepada-Nya. Berbagai peristiwa keselamatan yang dilakukan Yesus Kristus kepada orang berdosa hanya berdasarkan iman kepada-Nya. Hal itu dapat dilihat dalam berbagai peristiwa. Misalnya, seorang perempuan berdosa datang kepada Yesus untuk memohon pengampunan dosa. Ia menangis di kaki Yesus sambil meminyakinya dengan minyak yang harum dan menyekanya dengan rambutnya penuh kasih. Atas dasar sikap dan perbuatannya itu, Yesus berkata kepada perempuan berdosa itu: “Dosamu telah diampuni” – “Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!” (Luk. 7: 48, 50).
Hal yang sama juga dikatakan Yesus kepada salah seorang yang berpenyakit kusta: “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau” (Luk. 17:19). Demikian juga kepada orang yang buta yang disembuhkan Yesus dekat Yeriko, ketika meminta kesembuhan dari Yesus, ia berseru: “O Anak Daud, kasihanilah aku!” Lalu Yesus bertanya kepadanya; “Apa yang engkau kehendaki supaya Aku perbuat kepadamu?” Lalu orang buta itu menjawab: “Supaya aku melihat!” Lalu Yesus berkapa kepadanya: “Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau!” (Luk. 18: 38-42).
Rasul Paulus mengakomodir tindakan dan perbuatan Yesus terhadap orang berdosa, yaitu ‘imanmu yang menyelamatkan engkau’, menjadi pembenaran terhadap orang berdosa. Kebenaran Allah tidak lagi didasarkan atas pelaksanaan Hukum Taurat, sebagaimana memang disaksikan kitab Taurat itu sendiri dan kitab para nabi. Dalam hal ini rasul Pulus mengatakan: “Karena kami yakin bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat” (Rm. 3; 28).
Pembenaran Allah atas orang-orang berdosa didasarkan pada kasih-Nya. Puncak kasih Allah terhadap dunia, juga terhadap manusia berdosa, diperlihatkan Allah ketika Ia yang adalah firman Allah dan Allah sendiri menjadi manusia (Yoh. 1: 1-4,14). Karena Yesus Kristus adalah wujud kasih Allah kepada manusia maka barangsiapa yang percaya kepada-Nya akan selamat dan memperoleh kehidupan yang kekal. Percaya kepada Yesus, dalam arti beriman kepada-Nya menjadi dasar pembenaran manusia.
Martin Luther kemudian mengembangkan pemahaman pembenaran karena iman ini. Menurut Luther, siapapun orangnya tidak dapat selamat hanya dengan melakukan Hukum Taurat. Hukum Taurat tidak cukup dan tidak mampu menyelematkan manusia. Lagi pula, manusia sendiri tidak mungkin dan tidak mampu melakukan hukum Taurat dari dirinya sendiri. Oleh karena itu manusia tidak ada yang selamat dan dibenarkan dari dirinya sendiri. Manusia benar hanya karena dibenarkan Allah. Pembenaran Allah itu didasarkan atas kasih Allah terhadap manusia.
Pandangan Luther ini merupakan reaksi terhadap pemahaman gereja Katolik pada waktu itu, yang menekankan keselamatan dapat diperoleh sebagai jasa atas perbuatan baik. Perbedaan pandangan ini membuat Katolik dan Protestan (Lutheran) berseteru dan saling mengutuk selama hampir lima abad lamanya. Namun, kedua belah pihak sepakat mengakhiri perseteruan tersebut dengan adanya kesepakatan yang ditanda tangani pada 31 Oktober 1999 di Augsburg, Jerman, yaitu dengan tema The Joint Declaration on the Doctrine of Justification – Deklarasi Bersama tentang Ajaran Pembenaran, ditemukanlah titik temu antara pemahaman Katholik dengan Protestan tentang pembenaran karena iman. Gereja Katolik memahami perbuatan baik dapat diperhitungkan sebagai jasa untuk memperoleh keselamatan. Maksudnya adalah agar orang Kristen berupaya mewujudkan keselamatan yang diperolehnya sebagai anugrah Allah dalam bentuk perbuatan yang konkrit. Sedangkan gereja Protestan, khususnya gereja Lutheran, mengajarankan keselamatan hanya dengan anugrah Allah dan perbuatan tidak dapat diperhitungkan sebagai jasa memperoleh keselamatan. Maksudnya adalah agar orang Kristen tidak jatuh pada kesombongan diri, yang hanya mengandalkan perbuatannya untuk memperoleh keselamatan. Keselamatam itu hanya diperoleh melalui anugrah Allah dalam iman kepada Yesus Kristus.
Ajaran Luther itu didasarkan pada konsep pemahaman iman sola fide – hanya karena imanlah manusia diselamatkan. Iman kepada Yesus Kristuslah yang membenarkan kita di hadapan Allah – justification by faith. Oleh karena itu perbuatan manusia tidak akan dipertimbangkan untuk memperoleh keselamatannya. Perbuatan baik manusia bukanlah untuk memperoleh keselamatan, tetapi buah iman. Iman itu sendiri bukan merupakan usaha manusia tetapi adalah karya Roh Kudus yang bertumbuh di dalam diri manusia. Dengan demikian beriman kepada Yesus Kristus adalah juga anugrah Allah. Allah sendiri melalui Roh Kudus yang menanamkan dan bertumbuh dengan anugrah Allah, sola gratia – hanya oleh anugrah Allah. Berdasarkan pemahaman ini, maka akhirnya pembenaran oleh iman adalah anugrah Allah yang kita terima di dalam dan oleh Yesus Kristus.

Relevansi pembenaran karena iman
Pembenaran karena iman merupakan tindakan terobosan yang dilakukan Allah di dalam dan oleh Yesus Kristus untuk menyelamatkan manusia dari hukuman atas keberdosaannya. Akan tetapi beriman dan berbuat baik bukanlah dua hal yang harus dipertentangkan. Ketika Paulus menekankan pembenaran oleh iman, dan bukan oleh perbuatan, maka itu dimaksudkan bahwa dasar hubungan manusia dengan Allah adalah di dalam iman kepada Yesus Kristus. Namun demikian orang beriman harus menghasilkan buah yang baik. Sebab tanpa buah yang baik, sebagaimana dikatakan rsul Yakobus, adalah iman yang mati (Yak. 2:17). Dengan demikian orang yang beriman harus memperlihatkan kelakuan dan perbuatan yang baik. Sementara orang yang dapat melakukan yang baik hanya dimungkinkan atas dasar iman kepada Yesus Kristus.
Kedua pemahaman ini, beriman dan berbuat baik, adalah sejalan dan mempunyai hubungan langsung. Oleh karena itu tidak perlu orang yang berbuat baik merasa bangga atas perbuatan baik yang dilakukannya. Sebab dengan melakukan hal-hal yang baik, itulah yang semestinya dilakukan oleh orang yang beriman. Sebaliknya, orang beriman tidak perlu merasa berbangga diri karena iman yang dimilikinya. Iman adalah anugrah, pemberian Allah, sehingga harus dapat diberlakukan di dalam tindak dan perbuatan yang konkrit. Ketika seseorang menyatakan dirinya sebagai orang Kristen, yang percaya kepada Yesus Kristus, maka ucapan dan perbuatannya harus sesuai dengan sejajar dengan pengakuannya. Ketika orang berbuat baik, misalnya mengasihi sesamanya, maka itupun harus disyukuri sebagai pemberian Allah. “Kita mengasihi karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” (1 Yoh. 4:19). Marilahkita hayati dan memberlakukan dalam kehidupan kita sehari-hari, bahwa kita dibenarkan karena iman kepada Ysus Kristus.




Pdt. Dr. Darwin Lumbantobing
Ketua STT HKBP Pematangsiantar