Minggu, 17 Agustus 2014

Jamita Minggu, 17 Agustus 2014

widgeo.net

HATORANGAN NI JAMITA dohot SIBASAON


Hatorangan ni Jamita
Minggu 12 Dung Trinitatis
Minggu, 17 Agustus 2014
Jamita: Mazmur 67:2-8
Sibasaon: Mateus 16:13-20

TUHAN MEMERINTAH DENGAN ADIL
Mazmur 67:2-8

1.      Tepat hari ini kita merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonsia yang ke enam puluh Sembilan. Tentunya kita bisa membayangkan bagaimana bersukacitanya rakyat ketika mereka telah terlepas dari berbagai macam perbudakan dan dapat bernafas lega karena dapat menghirup udara kebebasan. Mencapai suatu kemerdekaan bukanlah persoalan yang mudah seperti membalikkan tangan, karena dibutuhkan usaha dan kerja keras bahkan perjuangan. Kemerdekaan itu sendiri sesuai dengan istilah kamus bahasa Indonesia menunjukkan keadaan berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi), atau dengan pengertian lain tidak lagi adanya intervensi (campur tangan) dari bangsa atau pihak lain yang dapat merampas hak seseorang untuk bebas.
2.      Sehubungan dengan Hari Kemerdekaan RI ini, seharusnya tema minggu ini berbicara tentang “Ucapan Syukur” atas pertolongan TUHAN dalam rangka pembebasan bangsa Indonesia dari para penjajah dahulu. Namun tema yang akan kita bahas dalam minggu ini adalah “TUHAN MEMERINTAH DENGAN ADIL”. Setelah membaca teks khotbah ini, saya sendiri lebih condong melihat tema ucapan syukur yang menjadi penekanan teks ini. Lembaga Alkitab sendiri membuat tema perikop ini dengan “Nyanyian syukur karena segala berkat ALLAH”. Walaupun demikian, marilah kita melihat sejenak apa yang menjadi ulasan tema khotbah hari ini.
3.      Berbicara mengenai pemerintahan yang adil, maka kita akan pernyataan Daud dalam 2Samuel 23:3b–4a, “Apabila seseorang memerintah manusia dengan adil, memerintah dengan takut akan Tuhan, ia bersinar seperti fajar di waktu pagi, pagi yang tidak berawan.” Sebagai raja, tentu berpengalaman memerintah manusia. Ia sudah berbahagia karena penyertaan Tuhan, serta bersusah karena hukuman akibat dosa-dosanya. Ia sadar keberhasilannya bukan karena kemampuannya, tapi karena bimbingan dan bertumbuh dalam Tuhan. Dari pengalaman hidupnya itu, ia berpesan agar apapun pekerjaan kita, kita harus menegakkan keadilan.
4.      Adil berarti memberi atau menerima sesuai haknya. Bendaharawan membayar gaji, harus sesuai hak penerimanya. Dosen memberi nilai sesuai norma yang telah disepakati dengan mahasiswa sejak awal perkuliahan. Pegawai memberi layanan sesuai tugas yang dibebankan kepadanya. Bukan terpaksa, atas dasar suka atau tidak suka, atau alasan lain. Memerintah dengan adil hanya terjadi dengan berlaku jujur. Jujur artinya “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya; jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak” (Mat. 5:37). Adanya satu kata dan perbuatan: menyatakan kebenaran yang dialami, mengakui yang dilakukan, dan melaksanakan yang dijanjikan. Memerintah dengan adil dan jujur seperti sinar pagi yang cerah. Memberi terang, kehangatan, kesegaran, dan ketenteraman. Dasar memerintah dengan adil adalah takut akan Tuhan. Kata “takut” dalam bahasa Jawa berarti “wedi asih”. Maknanya adalah takut bukan karena ketakutan, tetapi karena mengasihi. Seorang anak yang dikasihi dan mengasihi orang-tuanya, patuh kepada orang-tuanya bukan karena ketakutan, tetapi karena tidak ingin mengecewakan hati orang-tuanya. Jadi memerintah dengan adil bukanlah manifestasi ketakutan kita pada Tuhan, tetapi karena kita mengasihi dan tidak ingin mengecewakan Tuhan.
5.      Jika kita membaca teks ini, maka akan ada beberapa pelajaran penting yang mau kita renungkan berkaitan dengan KEADILAN TUHAN dalam memerintah umat-Nya.
Pertama, MENGUCAP SYUKUR (ay.4, 6). Kehidupan orang percaya tidak terlepas dengan perbuatan/tindakan ataupun kebiasaan “mengucap syukur”. Ada banyak alasan mengucap syukur. Yang pasti semakin seseorang beriman kepada Tuhan akan semakin mengucap syukur. Ia tidak hanya mengucap syukur dikarenakan hal-hal besar, atau mengucap syukur karena mengalami hal-hal seperti yang di harapkan/diingini, tetapi juga mengucap syukur ketika mengalami sesuatu yang tidak seperti yang diharapkan. Pemazmur sangat menekankan untuk mengucap syukur. Ada sebanyak empat kali disebutkan agar mengucap syukur. Rupanya pemazmur sangat mengenal Allah. Bahwa Tuhan itu sangat baik. Ia mengasihi dan memberkati umat-Nya. Dalam ayat 7 pemasmur mengatakan "Tanah telah memberi hasilnya, Allah, Allah kita, memberkati kita." Karena itu sangat keterlaluanlah jika umat-Nya tidak mengucap syukur. Kita patut mengucap syukur karena bangsa kita telah diberkati-Nya selama enam puluh sembilan tahun bebas dari kuasa penjajahan Belanda dan Jepang. Hasil dari para pejuang kemerdekaan bisa kita nikmati sekarang dengan berbagai hasil dan perkembangan pembangunan ekonomi, sosial dan politik.

Kedua, BERKAT ALLAH YANG PASTI (ay.2, 7-8). Dalam seluruh perjalanan hidup kita ternyata Tuhan memberikan keadilan-Nya, yakni terus memberkati hidup kita. Walau kita sering meninggalkan DIA dan melakukan yang bertentangan dengan Firman-Nya, ternyata kasih-Nya tidak henti-hentinya mengalir dalam hidup kita. Dalam kehidupan kita, Tuhan tidak pernah berhenti memberkati kita. ‘Berkat’ selalu menjadi menu perbincangan yang menarik bagi anak-anak Tuhan. Siapa yang tidak mau menerima berkat? Setiap orang pasti tidak mau ketinggalan bila ada berkat. Berkat merupakan simbol betapa Tuhan mengasihi kita. Banyak pula di antara orang Kristen sering berkata, “Sudah lama aku mengikut Tuhan mengapa masih belum diberkati?” Perkataan itu sebenarnya salah, orang yang berkata demikian berarti orang itu belum menyadari betul arti dari berkat itu. Tuhan tidak pernah berhenti memberkati kita. Yang benar adalah bahwa TUHAN memberikan berkat yang pasti bagi kita.

Ada 4 hal yang penting tentang berkat Allah yang pasti:
1)      Berkat Allah bagi kita pasti jika kita sadar bahwa wajah Allah senantiasa memandang kita (ayat 2). Mungkin timbul pemikiran dalam benak kita, jika berkat Tuhan bagi saya pasti mengapa banyak permasalahan saya yang belum selesai dan saya menghadapi banyak persoalan dan kegagalan? Ingat, wajah Allah senantiasa memandang kita. Kita punya Allah yang hidup. Allah kita bukan hanya Allah yang bertahta di surga tetapi Allah kita adalah Allah yang memandang wajah kita dan menyinari wajah kita. Kalau kita menyadari Allah memandang wajah kita, maka:
a.       Kita tidak perlu takut dan khawatir. Dia tahu persis ketika air mata mengalir di pipi kita; ketika kita berada di tengah masalah. Seorang ibu dapat mengetahui anaknya sedang bersukacita atau menghadapi masalah hanya dengan menatap wajah anaknya. Demikian juga Allah kita, kalau Dia memandang wajah kita maka kita tidak perlu khawatir karena Dia mengerti segala perkara yang terjadi dalam hidup kita. Dia adalah Allah yang bertindak dan membela anak-anak-Nya.
b.      Kita tidak bisa hidup munafik. Ada banyak berkat yang seharusnya kita terima tetapi kita belum  menerimanya, karena hidup kita yang munafik. Banyak rumah tangga tidak bisa bahagia karena suami berlaku munafik terhadap isteri, demikian pula sebaliknya. Ada banyak orang Kristen tidak bisa meraih berkat dan mujizatNya serta tidak dapat mengalami kemenangan yang Tuhan janjikan karena mereka telah berlaku munafik.Yang paling dibenci oleh Kristus ketika hidup di dunia adalah orang-orang yang munafik, bukan orang yang berdosa, karena Kristus mengasihi orang-orang yang berdosa. Berkali-kali Yesus berkata kepada orang-orang munafik: “Celakalah kamu, hai kamu yang munafik”; “kamu hanya seperti kuburan, luarmu terlabur putih bersih dalammu penuh dengan tulang belulang yang busuk”;
“hai kamu keturunan ular beludak”.
Berarti waktu kita menyadari bahwa Allah memandang wajah kita, tidak perlu kita mengenakan topeng-topeng lagi, tidak ada yang bisa kita sembunyikan dihadapanNya. Kemunafikan telah menghambat berkat kita, mengganjal banyak persoalan dalam hidup kita, membuat kita gagal dalam banyak hal. Tetapi jika kita mau membereskan hidup kita dan berani berkata “Tuhan, aku mau hidup bersih di hadapan-Mu, aku mau terbuka dan jujur dihadapan-Mu” maka sebagai hamba Allah, saya yakinkan bahwa Saudara akan mengalami berkat Allah di tahun ini.
c.       Kita harus hidup di jalan kebenaran. Banyak orang berjalan di jalan kesenangan tetapi yang Tuhan inginkan kita harus berjalan di jalan kebenaran. Jalan kesenangan belum tentu benar, apa yang kita anggap menyenangkan belum tentu benar, tetapi sebaliknya apa yang kita anggap jalan kebenaran itu juga belum tentu menyenangkan. Kadangkala berjalan di jalan kebenaran harus menghadapi tantangan yang besar. Kalau kita pelajari tokoh Alkitab, Saulus, seorang yang berjalan di jalan kesenangan karena dia menyakiti dan membunuh orang-orang yang percaya kepada Kristus. Dan justru di jalan itu dia didukung penuh oleh pemerintah dan penguasa pada waktu itu. Tetapi ketika dia pindah dari jalan kesenangan ke jalan kebenaran justru dia harus menghadapi lebih banyak tantangan. Dia mengalami karam kapal, dicambuk, menghadapi situasi yang sukar, menghadapi bayang maut sepanjang hari, dipenjara tetapi dia berani berkata aku kenal kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan segala sesuatunya yang sudah dipercayakan kepadaku. Jalan kebenaran tidak selalu menyenangkan tetapi di jalan kebenaran kita dapat bersyukur kepada Allah karena kegirangan kita adalah berdiri dalam kebenaran Allah dan kebenaran itulah yang akan memerdekakan hidup kita.

2)      Berkat Allah bagi kita pasti jika kita punya kerinduan berbuat sesuatu untuk Tuhan  (ay. 3). Alasan Allah memberkati kita bukan supaya kita menjadi sombong, tetapi supaya jalan-Nya dikenal di bumi.  Mencintai Tuhan belum cukup sebagai alasan agar Tuhan memberkati kita, karena dengan hanya mencintai Tuhan saja belum berarti kita telah berbuat sesuatu untuk Tuhan. Contoh: suami yang mencintai isterinya bukan berarti bahwa dia cukup mengatakan I love you setiap hari tanpa harus bekerja untuk menghidupi keluarganya. Kadangkala kita berkata I love You, Lord tetapi kita tidak pernah berbuat sesuatu untuk Tuhan. Ini yang saya sebut tidak seimbang. Ingat, kalau Tuhan berkati kita tetapi kita tidak berbuat sesuatu untuk Tuhan berarti Tuhan sedang mendidik kita menjadi pemalas. Allah baru bisa memberkati kita ketika kita bekerja keras buat Tuhan. Berkat Tuhan adalah bonus yang Allah sediakan karena kita bekerja keras untuk-Nya. Seorang pekerja akan memperoleh bonus jika dia telah bekerja dengan keras dan memperoleh nilai yang bagus dari atasannya. Itulah Allah kita, semakin kita bekerja keras semakin luar biasa berkat-Nya. Allah tidak pernah berhutang kepada anak-anak-Nya. Bekerja keraslah untuk Tuhan dengan lebih sungguh-sungguh dan bersaksilah tentang kasih Tuhan kepada banyak orang. Jangan takut berkeringat atau malu untuk Tuhan, asalkan hati kita tulus dan benar, kerjakan sesuatu untuk Tuhan dan kita akan menerima segala kebaikan yang Tuhan sediakan bagi kita

3)      Berkat Allah bagi kita pasti jika kita berjalan dalam tuntunan Allah (ay. 4 & 5). Di taman Getsemani, Yesus mengajarkan pelajaran yang sangat luar biasa, Yesus berdoa dan berkata “Bapa biar bukan kehendak-Ku yang jadi melainkan kehendak-Mu-lah yang terjadi”. Di sini Yesus mengajarkan agar kita berjalan dalam tuntunan Allah. Orang-orang yang berjalan dalam tuntunan Allah pasti akan melihat Firman Allah digenapi dalam hidupnya.  Jika kita belum melihat dan mengalami berkat dan mujizat Allah, periksalah jalanmu, jangan-jangan engkau sedang tidak berjalan dalam tuntunan Allah. Sebab saya percaya janji Allah itu “Ya” dan “Amin”. Jangan marah kepada Tuhan karena Tuhan tidak pernah berbuat salah, tetapi kalau kita berjalan dalam tuntunan Tuhan, maka kita akan melihat pertolongan-Nya. Berjalan dalam tuntunan Tuhan berarti:
a.       Kita berani menundukkan diri. Persoalan banyak orang bukannya menundukkan diri tetapi “menandukkan” diri! Dunia ini penuh dengan orang-orang yang egois dan emosional, yang mau menang sendiri dan keras kepala. Banyak rumah tangga yang sudah tidak bisa bicara manis lagi, penuh dengan kata-kata keras dan emosional. Dunia ini membutuhkan orang-orang Kristen yang mau belajar menundukkan diri, yang mau belajar maksud Tuhan sekalipun dalam masa sukar dan tidak bersungut-sungut.  Kalau kita mau menundukkan diri dalam segala perkara maka Allah-lah yang akan mengangkat kita dan memuliakan namaNya dalam hidup kita.
b.      Hati kita senantiasa bersyukur dan bersukacita (ayat 5). Orang yang belajar menundukkan diri hatinya tidak mudah panas, tidak mudah kecewa dan tidak mudah memberontak. Kalau kita pelajari tentang Musa, Alkitab mengatakan tidak ada seorangpun di muka bumi yang hatinya lembut seperti Musa. Ketika Allah menghukum saudaranya, Harun dan Miriam, dialah yang datang dan berdoa kepada Allah memohon pengampunan untuk mereka dan Alkitab berkata maka kemudian Allah memberkati Musa. Ini mengajarkan kepada kita, bahwa orang-orang yang berjalan dalam tuntunan Allah hatinya selalu dapat bersyukur dan bersukacita dalam segala perkara,  tidak perlu bersungut-sungut karena dia percaya Allah tidak akan memberikan batu kepada anak-anakNya yang meminta roti, bahkan seutas rambutpun tidak akan jatuh tanpa seijin Allah

4)      Berkat Allah bagi kita pasti tanpa terpengaruh kondisi (ay. 7-8). Berkat Allah untuk kita tidak tergantung pada situasi dan kondisi yang ada, dan itu juga bukan berarti kalau situasi ekonomi memburuk maka Tuhan tidak bisa memberkati kita. Contoh: Di saat situasi perekonomian Indonesia tidak stabil seperti sekarang ini, maka Duta Besar Amerika, misalnya, tidak ikut terkena krisis seperti rakyat Indonesia umumnya, karena gajinya di-supply dari negaranya.  Begitulah halnya dengan orang percaya, dia memang hidup di bumi yang bergoncang tetapi kita tidak perlu terkena goncangannya karena segala kebutuhan kita di-supply dan datangnya dari Allah Bapa kita yang di surga. Kalau kita mengharapkan dari negeri ini, di tengah ketidak pastian situasi politik, ekonomi dan keamanan, apa yang bisa kita harapkan dan andalkan? Bodohlah kalau kita masih mengandalkan kekayaan dan kekuatan kita sendiri!  Banyak peristiwa yang sudah kita alami, sebagai orang percaya, di tahun-tahun yang lalu, gejolak muncul dimana-mana, tetapi ingatlah janji Allah tidak tergantung pada situasi dan kondisi. Kita memang hidup dan berjalan di dunia ini tetapi Allah sendiri yang akan mencukupkan segala kebutuhan kita.

6.      Jika Tuhan memerintah dengan ADIL kepada kita, maka kita pun harus bisa memerintah dengan adil dan bijaksana kepada sesama kita. Sebagai warga Negara yang sudah merdeka kita juga harus menjaga kemerdekaan serta mengisi kemerdekaan ini dengan baik, adil dan makmur. Untuk mencapai pemerintahan yang adil dan baik, maka sebagai anak-anak TUHAN kita harus menghidari beberapa sikap yang tidak baik, seperti:
1)      Jauhi sikap yang menginginkan negara kita menjadi negara yang paling dominan dan berkuasa. Jangan salah paham; walaupun kewarganegaraan kita adalah di Sorga (Flp. 3:20), tentu kita juga ingin negara di mana Tuhan menempatkan kita ini terus maju, tetapi bukan untuk mengalahkan atau mengerdilkan bangsa/negara lain. Keinginan kita untuk melihat dan memajukan negara kita adalah agar Indonesia menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Keinginan hati yang besar adalah melihat bahwa negara ini berjalan dalam kebenaran dan berkat Tuhan. “Kebenaran meninggikan derajat bangsa, tetapi dosa adalah noda bangsa” (Ams. 14:34).
2)      Jauhi sikap yang mengatakan "right or wrong, it’s my country.” Seorang Kristen adalah seseorang yang berani mengatakan apa yang benar dan berani untuk menyatakan apa yang salah, termasuk bila dilakukan oleh negaranya. Sikap yang mengatakan “pokoknya negaraku biarpun salah” bukanlah semangat kebangsaan yang benar; sama sekali tidak patriotik. Sebagai anak Tuhan kita dipanggil oleh Tuhan untuk menegakkan kebenaran, menyatakan keadilan dan menjadi terang di mana Tuhan menempatkan kita.
3)      Jauhi sikap yang merendahkan/memusuhi negara-negara tetangga. Salah satu kecenderungan dari semangat kebangsaan yang “kebablasan” adalah memandang rendah/memusuhi bangsa-bangsa lain, khususnya tetangga kita. Sebagai orang Kristen, kita harus sadar dan memandang bahwa kita memiliki saudara-saudari dalam Kristus yang berasal dari berbagai macam bahasa, ras, bangsa dan negara lain. Sebagai orang Kristen kita juga harus sadar bahwa masih banyak orang-orang yang belum mengenal Tuhan Yesus, termasuk di negara lain, yang membutuhkan Injil dan keteladanan/kesaksian hidup Kristen kita.
4)      Kalimat-kalimat dan sikap-sikap negatif yang kita munculkan (hari-hari ini paling banyak melalui social network) kepada negara-negara tetangga tidak akan mendekatkan mereka kepada kasih Tuhan. Ingatlah, sekali lagi, sebagai anak-anak Tuhan di Indonesia, kita ditentukan untuk menjadi berkat bagi banyak orang/bangsa, sehingga bukan hanya nama Tuhan dipermuliakan tetapi pernyataan “Indonesia menjadi berkat bagi bangsa-bangsa” benar-benar menjadi kenyataan, setidaknya melalui sikap dan perkataan kita. “Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa” (Mzm. 67:2-3).

7.      Wage Rudolf Supratman, pengarang lagu kebangsaan “Indonesia Raya” menulis sebuah kalimat “Di sanalah aku berdiri jadi Pandu ibuku” (There I will stand as a Guardian of my motherland) dalam lagu kebangsaan tersebut. Anak-anak Tuhan dipanggil oleh-Nya untuk menjadi penjaga atas bangsanya, sebagaimana Tuhan tegaskan dalam Yehezkiel 3:17. Tuhan memanggil kita untuk menjadi patriot-Nya, yaitu memperingati, memperbaiki dan menjaga bangsa-negara kita, Indonesia (Yehz. 3:17-21). Kita anak-anak Tuhan dipanggil oleh-Nya untuk berdiri bagi bangsa ini di hadapan-Nya dan memohonkan berkat/perkenanan Tuhan atas Indonesia. Kitalah penjaga-penjaga atas Indonesia. Hiduplah Indonesia Raya!

Yogyakarta, 26 Juni 2014
           
Ramli SN Harahap
Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW)
Yogyakarta