Rabu, 23 Juli 2008

RENUNGAN: ORANG TUA YANG BERTANGGUNG JAWAB!

ORANG TUA YANG BERTANGGUNG JAWAB!

" Bawa anakmu itu kemari!" (ay.41)

Dalam kenyataan hidup ini banyak kita temui orang tua yang menelantarkan hidup anak-anak mereka. Mereka hanya bertindak sebagai bapa jasmani saja tanpa peduli terhadap kehidupan rohani mereka. Banyak anak-anak Kristen yang tidak memiliki kehidupan rohani yang sehat. Mereka mencari sendiri bapa rohani mereka, sebab orang tua mereka tidak bisa menjadi bapa rohani mereka. Ironisnya yang mereka temukan bukannya bapa rohani melainkan ‘roh jaman’ yang menawarkan kebahagiaan ‘semu’. Mereka terjerat dalam roh perusak mental dan spiritual mereka. Akhirnya mereka diperdaya ‘iblis’ melawan kehendak orang tua dan kehendak Allah. Iman mereka telah rapuh dan diobrak-abrik setan dunia. Roh itu terus saja menyiksa dia dan hampir-hampir tidak mau meninggalkan mereka.

Dalam situasi seperti ini, wajarlah jika orang tua mencari kesembuhan bagi anak-anak mereka yang terjerat iblis yang hampir mematikan anak-anak mereka. Mungkin sudah banyak para orang tua membawa mereka kepada para hamba-hamba Tuhan, namun hasil toh tidak ada perubahan. Bahkan semakin menggila-gila kejahatan mereka. Atau ada orang tua yang sudah ‘hampir putus asa’. Atau bahkan mungkin ada yang pergi mencari jalan keluarnya kepada ‘para normal’ (dukun) agar anak-anak mereka bisa lepas dari jeratan iblis perusak mental anak-anak mereka.

Lukas memberi solusi dalam Injilnya. Solus terbaik mengatasi persoalan anak adalah membawa anak tersebut kepada Sang Penyembuh Agung. Yesus berkata, "Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu dan sabar terhadap kamu? Bawa anakmu itu kemari!". Yesus setiap saat siap menerima kehadiran anak-anak kita yang sedang diganggu iblis atau roh jaman yang merusak mental dan spiritual mereka. Kita hanya diminta Yesus membawa anak-anak kita kepada-Nya agar Yesus melepaskan mereka dari penyakit yang mematikan mereka itu. Orang tua yang bertanggung jawab akan senantiasa memberikan yang terbaik bagi mereka dengan membawa mereka kepada sumber kehidupan itu yaitu Yesus Sang Tabib Agung itu.

RENUNGAN: BELAJAR DALAM PENDERITAAN!

BELAJAR DALAM PENDERITAAN!

"Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar
menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya"(ay.8)

Ibrani 5:8 menegaskan bahwa sekalipun Yesus adalah Anak Allah, namun Ia belajar menjadi taat melalui penderitaan. Yesus memang adalah Allah, namun Ia juga adalah manusia, atau ungkapan yang tepat adalah Firman menjadi manusia. Sebagai manusia, Yesus juga bertumbuh dalam segala sesuatunya, seperti tertulis dalam Lukas 2:52, “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia”. Salah satu aspek pertumbuhanNya adalah dalam hal ketaatanNya kepada Bapa di Sorga, dan semua ini dipelajariNya melalui penderitaan.

Kalau di dalam Keluarga Sejati di Sorga, seorang Bapa mendidik AnakNya agar belajar taat melalui penderitaan, maka seharusnyalah seorang bapa di dalam
keluarga Kristen mendidik dan mendisiplin anak-anaknya agar belajar taat melalui penderitaan. Amsal 13:24 berkata, “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya…”. Tongkat disiplin yang dikenakan pada seorang anak tentu mendatangkan penderitaan baginya, tetapi melalui penderitaan seperti inilah ia belajar taat. Karena tongkat melambangkan otoritas, maka seorang anak akan belajar mengenal otoritas melalui tongkat disiplin yang dikenakan padanya. Anak yang mengenal tongkat disiplin, akan bertumbuh menjadi seorang yang menghargai dan mengakui otoritas orang tua dirumah, otoritas seorang guru di sekolah, otoritas seorang pemimpin rohani di gereja, otoritas seorang majikan terhadap karyawannya di kantor, otoritas pemerintah terhadap rakyatnya, bahkan mengakui otoritas seorang polisi di jalan raya.

Anak yang tidak mengenal tongkat disiplin, tidak dapat melayani Tuhan dengan cara yang berkenan kepadaNya. Karena Matius 7:21-23 menegaskan bahwa sekalipun
seseorang telah bernubuat demi nama Tuhan, mengusir setan demi nama Tuhan, dan mengadakan banyak mujizat demi nama Tuhan, tetapi tidak mengenal aturan main dan hukum yang berlaku ( Lawlessness = ketiadaan hukum, yaitu tidak melihat otoritas yang ada, ayat 23) maka apa yang dipandang sebagai pelayanannya tidak diterima
Tuhan. Inilah akibat terburuk bagi seorang anak yang tidak mengenal tongkat disiplin.

Tongkat disiplin hanya dapat dialami dan dikenal dengan baik oleh seorang anak, pada waktu ia masih kecil di dalam keluarganya. Sungguh sulit, atau
barangkali tidak mungkin bagi seorang anak untuk mengenal tongkat disiplin, jika ia telah menjadi besar dan berada di sekolah, atau di gereja, atau di kantor.
Jadi, betapa penting bagi seorang bapa untuk menerapkan tongkat disiplin bagi anak-anaknya ketika mereka masih kecil.

RENUNGAN: MELAYANI TUHAN!

MELAYANI TUHAN!

" Karena mereka yang melayani dengan baik beroleh kedudukan yang baik sehingga dalam iman kepada Kristus Yesus mereka dapat bersaksi dengan leluasa"(ay.13)

Apabila kita bicara melayani Tuhan, maka yang paling utama adalah hidup kita itu sendiri harus mencerminkan terang Tuhan. Melayani Tuhan bukanlah sesuatu yang mudah karena dari kita dituntut banyak. Pertanyaan bagi kita adalah bagaimana syarat-syarat melayani Tuhan? Pertama, melayani Tuhan dimulai dari hati bukan dari pangkat dan kedudukan. Melayani Tuhan bukan dimulai dari kemampuan, tetapi dimulai dari hati yang menyadari bahwa kita berdosa, yang menyadari kita sudah ditebus oleh darah Yesus, hati yang menyadari bagaimana kita membalas kebaikan Tuhan, menyadari kebaikan Tuhan sehingga kita membalas kebaikannya dengan mempersembahkan segenap hidupku. Kedua, harus memiliki kualitas rohani yang baik. Hidupnya harus berkenan kepada Allah. Kualitas rohani kita harus bisa diteladani orang lain. Ketiga, harus terpancar dari kehidupan keluarga. Keluarga harus menjadi teladan bagi orang lain. Keempat, harus teruji dengan waktu. Artinya melayani Tuhan jangan cepat putus asa dan menyerah tetapi kita harus bertahan hingga kesudahan hidup kita.

RENUNGAN: DULU DAN SEKARANG!

DULU DAN SEKARANG!

" Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan" (ay.17)

Apa yang harus kita pelajari dari firman ini? Pertama, dulu dan sekarang kita harus berbeda dan harus menjadi makin baik. Berarti selalu harus ada peningkatan. "Christian life is a progressive life“ – hidup Kristen itu adalah hidup yang lebih baik. Jika dulu hidup kita lebih baik dari hari ini, itu berarti ada sesuatu yang tidak beres di dalamnya. Kedua, dulu dan sekarang dapat berubah hanya oleh karena anugerah Tuhan dan kesiapan tekad kita. Tidak ada seorang pun dapat berubah karena dengan kekuatannya sendiri. Namun perubahan itu terjadi melalui anugerah Tuhan dan karena perubahan itu seseorang itu memiliki kebulatan tekad untuk berubah melalui Roh Kudus. Ketiga, dulu dan sekarang kita harus menciptakan kesadaran akan kasih dan anugerah Allah. Perubahan hidup kita semakin meningkatkan pelayanan kita bukan semakin menyombongkan diri. Dengan adanya kesadaran akan anugerah Allah ini maka kita akan semakin meningkatkan ucapan syukur, memiliki semangat untuk melayani, memiliki hati yang siap berkorban dan adanya kesetian berjalan dalam terang Tuhan. Kita semakin berusaha hidup untuk mengerti kehendak Tuhan bukan lagi mementingkan kehendak hati.

RENUNGAN: DOMBA DAN KAMBING!

DOMBA DAN KAMBING!

"Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya"(ay.33)

Siapakah domba dan siapakah kambing? Berdasarkan ayat 35, “Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan”, Yesus membedakan domba dan kambing. Pertama, domba peduli dengan orang yang berkekurangan, kambing acuh kepada orang yang kekurangan. Domba-domba selalu peduli kepada setiap orang yang mengalami kekurangan seperti orang yang lapar, yang haus, memberi tumpangan tanpa memandang buluh. Domba punya hati yang berbelas kasih, punya hati yang hancur bagi mereka yang membutuhkan pertolongan. Sementara kambing tidak merasa bertanggungjawab dan peduli dengan mereka-mereka yang terlantar dan kekurangan ini. Kedua, domba melakukan segala sesuatu dengan ketulusan, tetapi kambing mencari pujian. Ketika Yesus mengatakan bahwa domba telah melakukan segala sesuatu bagi-Nya, tetapi domba tidak mengingat kapan mereka melakukan hal-hal baik itu, karena mereka melakukan segala sesuatu itu dengan ketulusan. Ketiga, domba diselamatkan, tetapi kambing dihukum. Oleh karena itu, biarlah kita tangan tangan kita tetap terulur untuk menolong orang-orang yang membutuhkan kita. Biarlah kita peduli kepada orang yang memerlukan pertolongan, biarlah hati penuh dengan kasih dan ketulusan di dalam menolong orang.

RENUNGAN: HIDUP SETELAH MATI!

HIDUP SETELAH MATI!

" Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati." (ay.31)

Ada beberapa hal yang penting dari hidup setelah mati. Pertama, ada kehidupan dibalik kematian. Dan kehidupan ini begitu ril, sehingga seorang kaya itu bisa merasakan penderitaannya, bisa mengingat saudara-saudaranya, dan bisa melihat Lazarus dan memohon kepada Lazarus agar Lazarus mencelupkan ujung jarinya ke dalam air supaya menyejukkan lidah orang kaya itu. Oleh karena itu jika kita miskin jangan berbohong, menipu, mencuri, berzinah sebab dibalik kehidupan sekarang masih ada kehidupan lain yang harus kita peroleh. Dan kita harus mendahulukan Yesus di atas segalanya karena ada kehidupan dibalik kematian. Kedua, kehidupan dibalik kematian ditentukan oleh hidup kita sementara di muka bumi. Kehidupan dibalik kematian bukan ditentukan oleh Tuhan, sebab Tuhan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan mati. Karena itu, biarlah hidup kita di muka bumi ini diisi dengan iman, firman, dan kasih. Ketiga, tidak ada pertobatan setelah kematian. Orang kaya ini sebenarnya mau bertobat, tapi sudah terlambat. Pertobatan itu adalah sekarang ketika masih di muka bumi ini. Karena itu jangan doakan keluargamu setelah dia mati, tetapi doakanlah mereka saat mereka masih hidup di dunia ini.

PASTOR DAN PENDETA

PASTOR DAN PENDETA

Ramli SN Harahap

Kedua kata ini tidak asing lagi bagi kita. Mendengar kata “Pastor” maka dalam benak kita pasti berasumsi bahwa dia adalah rohaniwan atau pemimpin umat Katolik. Demikian juga sebaliknya, jika kita mendengar kata “Pendeta” kita selalu beranggapan bahwa mereka ada rohaniwan atau pemimpin umat Protestan. Anggapan ini belum tentu benar sepenuhnya. Misalnya kata “Pastor” di Indonesia, sebutan ini biasanya digunakan untuk imam di lingkungan Gereja Katolik Roma (GKR), sementara di negara-negara berbahasa Inggris, biasanya kata “Pastor” dipakai di lingkungan Gereja Protestan. Istilah pastor dipakai sebagai gelar (mis., Pastor Ramli Harahap) atau sebagai sebutan pekerjaan (misalnya Pastor Senior atau Pastor Peribadatan). Bagi GKR, Pastor dipahami sebagai “imam” yang dikhususkan untuk mempersembahkan persembahan kepada Allah, pengantara umat dengan Allah di dalam ibadah di Bait Allah. Perannya dalam kehidupan spiritualitas umat menjadi begitu penting karena imam mewakili umat untuk masuk ke ruang Maha Kudus. Di sana, imam tidak saja mempersembahkan kurban tetapi serentak juga berdoa memohon pengampunan dari Allah atas dosa dan kesalahan umat. Imam selalu dikaitkan dengan tugas-tugas ritual di dalam bait Allah.

Bagi gereja Protestan sebutan imam untuk merujuk kepada pendeta yang ditahbiskan bertentangan dengan doktrin Protestan tentang imamat am orang percaya. Karena itu, gereja Protestan menolak penggunaan istilah imam untuk para pemimpin gereja (pendeta). Denominasi-denominasi tersebut mencakup Lutheran, Mennonit, Methodist, Presbyterian, gereja-gereja dari tradisi Reformasi, Gereja-gereja Kristus Amerika, Sidang Jemaat Allah dan Baptis.

Di Indonesia, sebutan "pendeta" (Gembala Sidang/Jemaat) digunakan sebagai ganti istilah kata "pastor". Kata pastor sendiri berasal dari bahasa Latin pastōr yang berarti gembala. Dengan demikian pendeta adalah gembala yang menggembalakan umat. Menggembalakan umat berarti dia harus memperhatikan kehidupan mereka setiap hari. Kendatipun pendeta bisa berfungsi sebagai imam di dalam ibadah Kristen.

Penggunaan istilah pastor untuk merujuk pada jabatan pemimpin di lingkungan Protestan di masa modern berasal dari masa Yohanes Calvin dan Ulrich Zwingli. Keduanya, dan juga para Reformator tampaknya telah menghidupkan kembali istilah ini untuk menggantikan istilah imam dari kalangan Katolik dalam benak pikiran para pengikut mereka, meskipun Pastor masih dianggap terpisah dari sidang penatua atau presbiter.

Penggunaan kata pastor berasal dari Alkitab. Dalam Kitab Suci Ibrani (atau Perjanjian Lama), digunakan kata הער (ra'ah) dari bahasa Ibrani. Kata ini digunakan 173 kali untuk menggambarkan tindakan memberi makan kepada domba-domba seperti dalam Kitab Kejadian 29:7 dan juga sehubungan dengan manusia seperti dalam Yeremia 3:15, "Aku akan mengangkat bagimu gembala-gembala yang sesuai dengan hati-Ku; mereka akan menggembalakan kamu dengan pengetahuan dan pengertian." (LAI).

Dalam Perjanjian Baru, kata dalam bahasa Yunani, ποιμην (poimēn) digunakan dan biasanya diterjemahkan sebagai gembala. Kata ini digunakan 18 kali dalam Perjanjian Baru. Misalnya, Surat Efesus 4:11, "Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar" (LAI). Yesus juga menyebut dirinya sebagai "Gembala yang Baik" dalam Yohanes 10:11.

Para penulis Perjanjian Baru menggunakan kata pastor atau gembala sebagai sinonim untuk jabatan gereja penatua (presbuteros) atau penilik jemaat atau uskup (episkopos). Misalnya, dalam Kisah 20:17, Rasul Paulus mengimbau para penatua gereja di Efesus untuk menyampaikan pesan terakhir kepada mereka. Dalam prosesnya, dalam Kisah 20:28, ia mengatakan kepada mereka bahwa Roh Kudus telah membuat mereka penilik, dan bahwa tugas mereka adalah menggembalakan gereja mereka. Petrus menggunakan bahasa yang sama dalam 1 Petrus 5:1-2, dan mengatakan bahwa para penatua di antara para pembacanya bahwa mereka pun harus menggembalakan kawanan domba yang dipercayakan kepada mereka, dan bertindak sebagai penilik jemaat.

Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas Pendeta adalah: memberitakan Firman Allah dan melaksanakan kegiatan Pekabaran Injil, melaksanakan Penggembalaan, dan pelayanan Diakoni Sosial sesuai dengan teladan Yesus Kristus, melaksanakan katekisasi dan pengajaran Iman Kristiani, melayani Jemaat baik dalam Kebaktian-kebaktian/Upacara-upacara Gerejawi menurut Tata Ibadah yang berlaku, maupun dalam hidup sehari-hari, memperlengkapi anggota untuk bersaksi, melayani dan untuk mampu menghadapi ajaran yang tidak sesuai dengan Iman Kristiani, menciptakan dan memupuk kerukunan dan kesatuan dalam Kristus dilingkungan Jemaat, membina anggota-anggota Jemaat menjadi manusia yang bertanggung jawab secara rohani, membimbing dan membina anggota Jemaat menjadi warga Gereja yang baik dan bertanggung jawab.

Pendeta sebagai gembala harus meneladani kisah yang terdapat dalam Alkitab. Hal ini tidak heran karena sejarah nenek-moyang bangsa Israel sangat dikenal sebagai kisah para gembala. Kita bisa lihat bagaimana Abraham, Ishak, dan Yakub hidup. Begitu juga dengan Daud dalam petualangan masa mudanya sebelum menjadi raja Israel. Yesus dalam Injil Yohanes pun (Yoh 10:1-12) memberikan gambaran yang akurat dan lengkap mengenai kehidupan seorang gembala. Pendeta sebagai gembala berarti dia harus menjadi teladan bagi jemaat.

Pendeta sebagai gembala berarti orang yang hidup dekat dengan umat/jemaat. Ia adalah seorang pemelihara dan penjaga warga jemaat. Ia mencurahkan seluruh diri dan hidup untuk mereka. Melindungi mereka dari serangan penyesat. Membimbing mereka menuju sumber air ketika haus dan menuntun menuju hijaunya padang rumput waktu mereka lapar akan kebenaran Firman Tuhan. Dengan demikian, seorang gembala adalah orang yang tidak pernah takut dan gentar terhadap resiko apapun atas jalan yang telah dipilih untuk jemaatnya. Sekalipun hujan guntur angin badai membayangi dan menghadang perjalanannya, ia tidak akan pernah meninggalkan jemaatnya. Ia melakukan semuanya itu sedemikian rupa, bukan hanya karena ia mengenal dan memahami mereka menurut namanya masing-masing, tetapi karena ia sungguh mencintai mereka. Di mata seorang gembala, prinsip kehidupannya adalah kedamaian, kegembiraan dan kebahagiaan jemaatnya. Lantas, keselamatan kawanan gembalaan (jemaat) adalah di atas segalanya dalam hidupnya.

Dari paparan di atas haruslah kita pahami bahwa tugas kependetaan itu lebih mengena pada kepedulian dan keterlibatan sosial untuk hidup umat (kawanan gembalaan). Sejauh mana kehadirannya menjawab kebutuhan dan masalah umat. Ini mengatakan soal aksi, tindakan praktis dalam pelayanan pastoral. Karenanya tugas pendeta bukan dititikberaratkan hanya pada pemberitaan Firman Tuhan di atas mimbar dan pemimpin ibadah dan upacara keagamaan saja. Pendeta bukan seorang imam, karena imam lebih menyentuh pada ibadah dan persembahan dalam kurban altar. Walaupun seorang pendeta bisa memimpin ibadah dan upacara keagamaan. Namun pendeta bisa menjadi pengantara umat yang membawa hidup umat di hadapan Allah. Ini mengatakan soal kontemplasi, penghayatan ke-pengantara-annya dalam doa. Pendeta sebagai pengantara umat berarti keutuhan hidup Kristus sebagai Gembala dan Imam Agung yang diikutinya diwujudkan dalam hidup, diaktualkan dalam kata serentak perbuatan. Bukankah Yesus sendiri sudah mengingatkan kita bersama bahwa seringkali khotbah di mimbar lebih mudah daripada kesaksian hidup di tengah masyarakat dalam kisahNya tentang “Orang Samaria yang Baik Hati”.

Pertanyaan kita adalah apakah pendeta yang menjadi pemimpin umat Protestan di Indonesia atau di gereja kita masing-masing masih setia kepada tugas panggilannya sebagai gembala? Ataukah sudah terjadi perubahan? Pendeta menjadi imam yang hanya mau berkhotbah di mimbar saja tanpa pernah turun ke bawah (turba) melihat langsung penderitaan jemaat. Ataukah para pendeta sekarang sudah sibuk untuk menggembalakan dirinya sendiri? Artinya hanya memikirkan keuntungan yang akan diraup dari penggembalaan yang dilakukannya untuk dirinya sendiri sehingga dirinya semakin "gemuk" sementara jemaat gembalaannya semakin ”kurus“. Jangan-jangan apa yang tertulis dalam Yehezkiel 34:3 sudah benar-benar terjadi saat ini, "Kamu menikmati susunya, dari bulunya kamu buat pakaian, yang gemuk kamu sembelih, tetapi domba-domba itu sendiri tidak kamu gembalakan". Jika hal ini memang menjadi kenyataan sekarang maka nasihat ini berlaku untuk mereka: "Celakalah gembala-gembala Israel, yang menggembalakan dirinya sendiri! Bukankah domba-domba yang seharusnya digembalakan oleh gembala-gembala itu?“ (Yehz.34:2).

Di sisi lain, terkadang betapa sulit para pendeta ditemui oleh umatnya. Mengapa ini terjadi ? Berbagai alasan sering muncul : sibuk dalam tugas (kalau benar, terima kasih) – tetapi juga ada tugas-tugas burem yang tampaknya sengaja dibuat untuk alasan-alasan tertentu supaya ia tampak sebagai seorang yang mahasibuk dan maha terkenal, sehingga amat sulit ditemui. Padahal, untuk kalangan tertentu, pendeta sangat mudah sekali mengadakan date sehingga mereka dapat berbincang-bincang santai sambil makan di restoran-restoran elit bahkan di hotel bintang lima sekedar untuk refreshing. Sedangkan, mungkin di gerejanya ada umat yang (maaf, kurang dapat perhatian dan tidak biasa memberi perhatian lebih bagi pendetanya) juga membutuhkan pelayanan seorang pendeta.

Banyak pula pendeta yang berlagak seperti eksekutif muda, padahal saat ini negara dan bangsa kita masih dalam keadaan sulit dan umat sering kali mendapat imbauan agar hidup sederhana seperti Injil. Tetapi bagaimana dengan gaya hidup para pendeta ? Tidak sedikit pendeta yang maunya selalu tampil dengan barang-barang bermerek seperti gaya hidup seorang pengusaha, dan bahkan memiliki gaya borjuis. Di kantong baju ada handphone seri terbaru sekaligus PDA. Dimanakah kesederhanaan itu ?

Tak bisa dipungkiri juga bila umat berdasi atau umat papan atas meninggal dunia, banyak sekali para pendeta yang datang melayat bahkan menawarkan diri untuk memimpin upacara. Tetapi coba kita lihat kalau umat yang meninggal adalah orang sederhana yang sungguh-sungguh sulit keadaannya, maka sang pendeta mencari segala macam dalih agar bisa menghindar tugas tersebut – paling-paling yang datang asistennya. Memang ironis, tetapi ini adalah kenyataan.

Hal ini terlihat sangat nyata di kita besar. Mungkin karena arus kota besar yang begitu kejam, sehingga banyak para pendeta yang lupa atau menjadi tidak jelas akan kekhasannya sebagai pendeta, sehingga gaya hidup mereka seperti layaknya seorang jejaka yang bebas keluar-masuk pertokoan bahkan gedung bioskop dengan umatnya yang katabelece wanita atau sekretaris pelayanannya. Bukankah pendeta sebenarnya adalah wakil Tuhan di dunia ini? Oleh sebab itu, marilah kita mulai dari nurani yang putih, jangan dinodai lagi dengan hal-hal yang tidak pantas. Sepantasnyalah para pendeta memakai waktu pelayanannya untuk menampung keluhan umat baik umat papan atas ataupun papan rendahan sekalipun.

Apa lagi sisi lain dari kehidupan pendeta sekarang? Jika diakhir tahun 80-an kita mendengar seorang dokter yang juga berprofesi sebagai dukun, sehingga keluarlah istilah “Terkun” (Dokter dukun). Sekarang, kita juga bisa menemukan “Pekun” (Pendeta dukun). Mengapa demikian? Karena pendeta zaman sekarang punya hobi meramal/kwamiah, yang dalam bahasa Alkitab disebut “bernubuat”. Dengan kemampuan ini otomatis si pendeta bisa menaikkan pamornya sebagai seorang Nabi, sebab inilah gelar tertinggi yang didambakan oleh kebanyakan hamba Tuhan, di samping itu akan diakui kesaktiannya. Bagi pendeta yang belum memiliki karunia bernubuat, berarti masih tergolong kelas bawah alias kelas kolong – belum elit. Coba bayangkan, bagaimana bahagianya seorang “Pertu” (perawan tua) bila pada suatu saat sang pendeta datang kepadanya dan bersabda,”Aku mendengar Roh Kudus/Tuhan berkata” bahwa doa kamu telah dikabulkan sehingga dalam waktu dekat ini kamu akan ketemu sang pangeran yang tidak kalah gantengnya dengan Tao Mingshe dari F4. Apakah hati sang gadis tidak akan berapi-api setelah mendengar sabda sang penjual serabi eh nabi itu? Apalagi kalimat tersebut diawali dengan kata-kata “Aku mendengar Tuhan berkata” atau diakhiri dengan “Demikianlah firman Tuhan”.

Banyak juga pendeta yang merasa dirinya seperti Mega Star. Tanpa aku, gereja ini akan kosong. Kalau aku khotbah, dijamin ribuan orang akan datang. Di samping itu, ini gereja kan punyanya owe juga. Apalagi para pemimpin agama ini sudah mempunyai ayat-ayat penyumpal mulut. “Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka” (Ibr.13:17) atau “tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya” (Rm.13:1-2) atau “tunduklah kepada orang-orang yang tua” (1Ptr.5:5). Dengan ketiga ayat ini saja sudah cukup dijadikan instrumen untuk memberangus mulut umatnya. Alasan yang paling penting dan paling utama kenapa umat harus bungkem kepada pendeta adalah karena ia seorang pendeta. Kalau kita berani mengkritik seorang pendeta, maka dosanya sama beratnya seperti kalau kita mengkritik Allah, sebab pendeta itu adalah orang yang telah diurapi Allah. Ajarana, kritikan dan kecaman hanya boleh one way direction. Jadi jurusannya hanya boleh dari atas mimbar ke bawah, bukan kebalikannya. Lebih baik bersikap manis dan selalu mengembik “amin”. Banyak anggota jemaat dari berbagai aliran gereja bukannya dibebaskan dari segala macam beban, malah sebaliknya diperberat dan ditambah dengan bermacam-macam doktrin yang bukan hanya memberatkan, tetapi juga sudah merupakan doktrin yang salah.

Para hamba Tuhan sekaranga sering menamakan dirinya dengan sebutan Gembala Sidang dan panggilan Gembala itu sebenarnya sangatlah mulia, sehingga Allah dalam PL berulang-ulang melukiskan diri-Nya sebagai Gembala Israel: “Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati” (Yes.40:11). Gembala dalam arti harfiah mengemban panggilan tugas yang banyak tuntutannya. Ia harus memcari rumput di daerah yang kering dan berbatu-batu, harus melindungi kawanan domba gembalaannya terhadap cuaca buruk dan binatang buas, dan harus bisa mencari dan membawa kembali domba yang sesat. Seperti yang ditulis dengan sangat indahnya dalam Mazmur 23. Gembala yang ideal haruslah kuat, rela berkorban dan tidak mementingkan diri sendiri. Seperti yang dinyatakan oleh Tuhan Yesus sendiri, “Akulah gembala yang baik” (Yoh.15:11-15). Kitab Suci menekankan betapa pentingnya tanggung jawab setiap pemimpin atas pengikutnya. Walaupun demikian, tidak perlu kita menghakimi mereka, sebab sejak zaman PL sudah banyak gembala serupa yang tidak setia, di mana mereka lebih mementingkan diri sendiri, dan bukan domba-dombanya; domba mereka dibunuh dan diserahkan demi kentungan mereka sendiri, mereka menghianati tugas mereka yang sesungguhnya. Walaupun demikian, saatnya akan tiba di mana Allah akan mengumpulkan kembali domba-domba itu dan menghakimi gembalanya (Yer.25:34). Kita pergi ke gereja untuk mencari Allah yang benar, bukannya untuk mencari hamba Tuhan yang benar, karena hamba Tuhan yang benar-benar sempurna tanpa cela dan dosa tidak akan ditemui di gereja mana pun juga di dunia ini, terkecuali Yesus.