BLOG INI BERSIFAT TERBUKA UNTUK DIKOMENTARI DAN DIKRITISI DEMI KEMAJUAN WAWASAN BERPIKIR, DAN BERTEOLOGI MASA KINI
Selasa, 02 Agustus 2011
Bacaan Minggu, 28 Agustus 2011: Rom 11: 25-32
Bacaan Minggu, 21 Agustus 2011: Mazmur 40:9-12
Minggu 9 Setelah Trinitatis, 21 Agustus 2011 Mazmur 40:9-12 SUKA MELAKUKAN KEHENDAK TUHAN
Syukur dan doa azmur 40 ini merupakan perpaduan antara Syukur dan Doa. Ini terekspressi dari pengalaman pemazmur, yang sangat menanti-nantikan TUHAN; dan di saat ia menanti-nantika Tuhan, ternyata “Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong.” Gayung bersambut antara Doa minta tolong dari si Pemazmur dengan lawatan pertolongan dari Tuhan digambarkan dengan dramatis “Ia mengangkat aku dari lobang kebinasaan, dari lumpur rawa; Ia menempatkan kakiku di atas bukit batu, menetapkan langkahku, Ia memberikan nyanyian baru dalam mulutku untuk memuji Allah kita. Banyak orang akan melihatnya dan menjadi takut, lalu percaya kepada TUHAN (40:3-4). Doa – Pertolongan – Pujian, merupakan rangkaian yang berkesinambungan di awal nas ini. Demikian hebat kasih dan perhatian Allah langsung mendengarkan doa orang yang percaya, maka sangatlah benar pernyataan ini: “Berbahagialah orang, yang menaruh kepercayaannya pada TUHAN, yang tidak berpaling kepada orang-orang yang angkuh, atau kepada orang-orang yang telah menyimpang kepada kebohongan!” (40:5) bahkan orang-orang yang berbahagia itu akan mengaku: “Banyaklah yang telah Kaulakukan, ya TUHAN, Allahku, perbuatan-Mu yang ajaib dan maksud-Mu untuk kami. Tidak ada yang dapat disejajarkan dengan Engkau! Aku mau memberitakan dan mengatakannya, tetapi terlalu besar jumlahnya untuk dihitung” (40:6). Pengucapan syukur dan doa mohon pertolongan merupakan dua hal yang silih berganti, di mana Tuhan Allah sendiri menjadi tujuannya. Bersyukur dan berdoa adalah aktivitas keberimanan yang tidak mudah kita bedakan. Memang di saat kita bersyukur tidak hanya “berdoa” yang boleh dan patut kita lakukan, melainan seluruh sikap, jiwa, keputusan dan tindakan kita harus sungguh “bersyukur”; dan tatkala kita berdoa maka kita melakukannya bukan hanya untuk “bersyukur” tetapi juga meneriakkan minta pertolongan segera, atau mencurahkan isi hati yang rindu maupun tertekan, atau mungkin berupa kegulauan hati, rengekan, atau pernyataan keputusasaan, atau penyampaikan kata-kata manja menunjukkan kedekatan kita kepada Tuhan. Ada pelajaran yang menarik dari dua doa yang diucapkan orang-orang ini. Pertama, nabi Yeremia mengatakan: “Engkau telah membujuk aku, ya TUHAN, dan aku telah membiarkan diriku dibujuk; Engkau terlalu kuat bagiku dan Engkau menundukkan aku. Aku telah menjadi tertawaan sepanjang hari, semuanya mereka mengolok-olokkan aku. Sebab setiap kali aku berbicara, terpaksa aku berteriak, terpaksa berseru: "Kelaliman! Aniaya!" Sebab firman TUHAN telah menjadi cela dan cemooh bagiku, sepanjang hari. Tetapi apabila aku berpikir: "Aku tidak mau mengingat Dia dan tidak mau mengucapkan firman lagi demi nama-Nya", maka dalam hatiku ada sesuatu yang seperti api yang menyala-nyala, terkurung dalam tulang-tulangku; aku berlelah-lelah untuk menahannya, tetapi aku tidak sanggup” (Yer. 20:7-9). Di sana ada ungkapan kekecewaan dan mengatakan "Aku tidak mau mengingat Dia dan tidak mau mengucapkan firman lagi demi nama-Nya". Kedua, seorang raja yang baik dan dikenal sebagai reformator sakit keras dan diperkirakan akan segera mati, lalu dia berdoa dengan sikap yang cengeng. Lalu Hizkia memalingkan mukanya ke arah dinding dan ia berdoa kepada TUHAN: "Ah TUHAN, ingatlah kiranya, bahwa aku telah hidup di hadapan-Mu dengan setia dan dengan tulus hati dan bahwa aku telah melakukan apa yang baik di mata-Mu." Kemudian menangislah Hizkia dengan sangat” (2Raja 20:2-3). Kegalauan hati raja Hizkia langsung dijawab Tuhan: “Tetapi Yesaya belum lagi keluar dari pelataran tengah, tiba-tiba datanglah firman TUHAN kepadanya: "Baliklah dan katakanlah kepada Hizkia, raja umat-Ku: Beginilah firman TUHAN, Allah Daud, bapa leluhurmu: Telah Kudengar doamu dan telah Kulihat air matamu; sesungguhnya Aku akan menyembuhkan engkau; pada hari yang ketiga engkau akan pergi ke rumah TUHAN. Aku akan memperpanjang hidupmu lima belas tahun lagi dan Aku akan melepaskan engkau dan kota ini dari tangan raja Asyur; Aku akan memagari kota ini oleh karena Aku dan oleh karena Daud, hamba-Ku (2Raja 20: 4-6). Suka melakukan kehendak Tuhan Sebenarnya ayat 9 adalah merupakan sambungan dari ayat 7 yang mengatakan “Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan dan korban sajian, tetapi Engkau telah membuka telingaku; korban bakaran dan korban penghapus dosa tidak Engkau tuntut. Lalu aku berkata: "Sungguh, aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang aku; aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku." Ada dua hal yang ditegaskan di ayat 9, yakni: Pertama, “Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku.” Ungkapan ini persis didapatkan dalam sikap Yesus yang taat kepada Bapa di surga. Dia taat sampai mati. Ibrani 10:9 menunjukkan keseluruhan sikap Tuhan Yesus “Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu." Yesus menjadi teladan bagi kita untuk melakukan kehendak Bapa di surga. Setiap orang percaya juga harus menguatkan kata-kata Kristus ini menjadin tekad dan janjindi dalam hidupnya sendiri. Kedua, “Taurat-Mu ada dalam dadaku.” Iman yang berketaatan adalah iman yang denghan penuh sukacita dan bergembira untuk mengikuti kehendak Allah dan menyimpan firman itu di dalam hatinya. Mazmur 119:11 mengatakan “Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau.” Bahkan Yesus sendiri mengatakan “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya” (Yoh. 15:7). Taurat tidak lagi sebagai tataran hukum formal, tetapi sudah menjadi identitas, sikap etis dan perilaku sehari-hari. Sikap, tekad dan perilaku yang suka melakukan kehendak Tuhan seiring dengan kesiapasediaan orang percaya untuk mengabarkan keadilan dan memperjuangkannya dalam komunitas dalam dalam perkara-perkara kehidupan. Tidak ada alasan untuk menundanya dan menutup mulut atas keadilan, sebab pemazmur yang mengaku miskin dan sengsara mendesak pertolongan Tuhan menyelamatkannya. Dikatakan, “Aku ini sengsara dan miskin, tetapi Tuhan memperhatikan aku. Engkaulah yang menolong aku dan meluputkan aku, ya Allahku, janganlah berlambat!” (40:18). Sekali lagi, tindakan dan keputusan kita untuk memperjuangkan keadilan adalah sesuatu yang sudah menyatu dalam kepribadian kita, dan tentu menjadi keharusan bagi seluruh umaty percaya. Pemazmur mengaku, “Keadilan tidaklah kusembunyikan dalam hatiku, kesetiaan-Mu dan keselamatan dari pada-Mu kubicarakan, kasih-Mu dan kebenaran-Mu tidak kudiamkan kepada jemaah yang besar. Engkau, TUHAN, janganlah menahan rahmat-Mu dari padaku, kasih-Mu dan kebenaran-Mu kiranya menjaga aku selalu!” (40:11-12). Lakukanlah kebaikan dan lebih baik lagi Pertama: Mari bersyukur dan berdoa. Syukur dan Doa adalah eksistensi hidup orang beriman. Setiap saat kita bersyukur, sebab setiap saat kita dimampukan, ditolong, diselamatkan dan diberkati. Orang yang tidak bersyukur, berarti dia adalah orang yang hidup dengan dirinya sendiri, tanpa orang lain sebagai penyokong dan pendukung, apalagi tanpa Tuhan sekali pun tidak diimaninya memberinya hidup. Orang seperti ini sombong dan meninggikan hati, temasuk terhadap Tuhan. Kedua: Mari sungguh-sungguh menyerah kepada pengasihan Tuhan. Sebab sesungguhnya malapetaka selalu mengepung kita, bahkan sampai tidak terbilang banyaknya. Kita telah terkejar oleh kesalahan kita, sehingga kita tidak sanggup melihat kesal;ahan-kesalahan kita itu. Tentu dalam kesadaran bahwa kita sudah sedemikian rapuh dan habis, hatiku ingin menyerah. Dan penyerahan kepada Tuhan ini adalah keputusan iman yang baik. Dan saat itu kita berteriak: Berkenanlah kiranya Engkau, ya TUHAN, untuk melepaskan aku; TUHAN, segeralah menolong aku! Biarlah mendapat malu dan tersipu-sipu mereka semua yang ingin mencabut nyawaku; biarlah mundur dan kena noda mereka yang mengingini kecelakaanku! Biarlah terdiam karena malu mereka yang mengatai aku: "Syukur, syukur!" Biarlah bergembira dan bersukacita karena Engkau semua orang yang mencari Engkau; biarlah mereka yang mencintai keselamatan dari pada-Mu tetap berkata: "TUHAN itu besar!" Ketiga: Mari melipatgandakan kesungguhan kita untuk melakukan kehendak Tuhan. Caranya, selalu lebih dahulu bertanya kepada Tuhan akan apa yang dikehendakinya. Di saat bertanya, kita akan diberi hikmat untuk mengoreksi diri kita, agar lebih bergiat melakukan apa yang sungguh dikehendaki Tuhan. Sebenarnya, kalau kita tidak lagi berniat, bertekad dan berusaha untuk memberikan hidup yang lebih baik – pelayanan yang lebih baik, kasih sayang yang lebih baik, dan segala realisasi diri kita yang lebih baik, sesungguhnya saat itu kita sudah tidak baik. Tuhan Yesus menginginkan kita lebih baik. Dia memerintahkan kita “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna" (Mat. 5:48). Amin. Pdt. Dr. M. Frans Ladestam Sinaga HKBP Tangerang Kota, Jakarta-3 *) Dr. Frans H.M. Silalahi, DMin. DTh. adalah Direktur of Back to the Bible Indonesia dan PUKET I di Harvest International Theological Seminary |
Langganan:
Postingan (Atom)