Minggu, 17 Agustus 2014
Minggu 12 Setelah Trinitatis
PERJANJIAN ALLAH DENGAN ABRAM
1.
Secara umum manusia memahami kata perjanjian sebagai
keterlibatan antara dua pihak yang mengadakan ikatan atau kontrak kerjasama
yang disertai dengan syarat-syarat atau sangsi yang harus dipenuhi oleh pihak-
pihak yang membuat perjanjian itu. Pada intinya perjanjian yang dibuat adalah
untuk kepentingan bersama dan menghasilkan keuntungan untuk kedua belah pihak.
Jika salah satu pihak merasa tidak puas atau melanggar syarat dalam kesepakatan
itu maka sangsi diberlakukan atau perjanjian dibatalkan. Tidaklah demikian
dengan perjanjian Allah. Dalam perjanjian
antara Allah dengan manusia, Allah-lah yang memanggil untuk mengadakan
perjanjian dan inti dari perjanjian itu adalah penyaluran kasih karunia dan
keselamatan yang akan diberikan Allah berdasarkan kedaulatan-Nya. Berbeda
dengan perjanjian yang dibuat oleh manusia yang berdasarkan kesepakatan
bersama, perjanjian Allah disusun dan ditetapkan oleh Allah sendiri, bersifat
umum dan juga khusus. Seperti contoh perjanjian pelangi antara Allah dengan Nuh
maupun perjanjian antara Allah dengan Abraham yang bersifat umum dan berlaku
kekal selamanya. Adapun perjanjian Sinai antara Tuhan Allah dengan bangsa
Israel bersifat khusus dan berlaku sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan.
2.
Perjanjian merupakan suatu kelaziman fundamental dalam
penataan kehidupan bersama antara dua pihak atau lebih. Perjanjian Allah dengan
Abram yang kemudian menjadi Abraham, sebelumnya juga ada semacam Perjanjian
yang disebut Proto Euanggelion, atau Pra-Injil,
dalam Kejadian 3:15. Abraham menjadi bapak banyak bangsa, ia akan sangat banyak
keturunannya. Allah membuat Perjanjian yang kekal dengan Abraham, dan keturunannya.
Seluruh Tanah Kanan akan diberikan Allah kepadanya dan keturunannya. Tanah itu
milik mereka. Setelah ALLAH menyatakan perjanjian-Nya kepada Abram, IA
mengganti nama Abram menjadi Abraham. Tidak seperti manusia yang hanya dapat
sekadar berharap, tujuan ALLAH mengganti nama Abram pasti akan membawa dampak
positif sesuai dengan arti nama baru tersebut. Sebelum nama Abraham diberikan,
ALLAH telah memberikan jaminan bahwa Abraham pasti menjadi pribadi
seperti arti nama yang diberikan-Nya itu. Arti nama Abraham bukanlah suatu
harapan kosong, melainkan kenyataan yang pasti terjadi. Hal ini terlihat jelas
dalam perkataan ALLAH kepada Abraham dalam teks ini. TUHAN telah menetapkan
jalan hidup kita. Atas dasar itulah TUHAN memberikan nama kepada kita.
Sedangkan nama yang diberikan oleh manusia tidak berpengaruh bagi nasib
seseorang. Contohnya, sekalipun seseorang diberi nama "Sehat", tetapi
jika suatu saat TUHAN menetapkan penyakit menimpanya maka dia tidak akan dapat
menolak datangnya penyakit itu. Sebaliknya, jika arti nama yang diberikan
orangtua kita kurang baik, jika TUHAN menetapkan segala sesuatu yang baik
terjadi dalam hidup kita, maka yang baik itu pasti terjadi. Oleh karena itu
jika ada di antara kita yang memiliki nama yang "tidak sesuai harapan",
jangan pernah merasa takut ataupun risau. Mungkin secara psikologis nama yang
disandang seseorang dapat berpengaruh. Misalnya saja seorang yang kaya raya dan
penampilannya selalu up to date, tetapi namanya berkesan kampungan sehingga
secara psikologis ia merasa malu. Jangan mengkait-kaitkan persoalan yang kita
hadapi dengan arti nama yang kita sandang. Sebab tidak ada hubungannya sama
sekali. Mungkin kita pernah mendengar istilah "keberatan nama".
Misalnya, orangtua memberi nama tertentu kepada anaknya dengan harapan arti
nama itu berpengaruh positif bagi masa depan anaknya itu. Tetapi kenyataannya
si anak seringkali sakit-sakitan, dan sepertinya selalu ada saja masalah yang
menimpa. Orangtua anak itu mulai beranggapan bahwa penyebabnya adalah nama anaknya
itu terlalu "berat", sehingga ada istilah "keberatan nama".
Atas dasar pemikiran itulah, orangtua mengganti nama anaknya dengan nama lain
yang dianggap dapat membawa berkah atau solusi dari segala persoalan yang
selalu menimpa anaknya itu.
3.
Sekitar empat ribu tahun yang lalu Allah mengadakan
perjanjian dengan Abraham. Apa saja isinya? Perjanjian itu, yang dibuat dalam
kitab Kejadian 12:1-4 dan diteguhkan dalam kitab Kejadian 13:14-17, 15:1-7, dan
17:1-8, berisikan tujuh bagian yang berbeda satu sama lain. Pertama, “Aku akan membuat engkau
menjadi bangsa yang besar.” Janji ini digenapi dalam tiga
cara: Dalam keturunan Abraham secara alamiah, yaitu bangsa Yahudi. “Aku akan
menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya …” Dalam keturunan Abraham secara rohaniah, yaitu
semua orang percaya, baik Yahudi maupun bukan-Yahudi. Digenapi juga melalui
Ismael. Kedua, “Aku akan memberkati
engkau.” Janji ini digenapi dalam dua cara: Secara sementara dan secara rohani.
Ketiga, “… serta membuat namamu
masyhur.” Nama Abraham terkenal ke seluruh dunia. Keempat, “Dan engkau akan menjadi berkat.” Lihat surat Galatia
3:13,14. Kelima, “Aku akan memberkati
orang-orang yang memberkati engkau.” Penggenapan janji ini berkaitan erat
dengan kalimat berikutnya. Keenam, “…
dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau.” Janji ini secara ajaib digenapi
dalam sejarah penyebaran bangsa Yahudi ke seluruh dunia.
Orang-orang atau bangsa yang menganiaya orang Yahudi mengalami berbagai musibah, sebaliknya mereka yang melindungi orang Yahudi mengalami berkat baik secara nasional maupun secara perorangan. Ke depan dan selanjutnya, kebenaran janji ini masih akan terus terbukti dengan lebih mengherankan. Ketujuh, “Olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.” Ini adalah janji agung tentang keselamatan yang digenapi di dalam keturunan Abraham, Kristus (Gal. 3:16, Yoh. 8:56-58). Janji ini lebih meneguhkan lagi janji Allah tentang keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala ular (Kej. 3:15).
4.
Pada pasal 17 ini isi Perjanjian Allah dengan Abraham
berkisar pada masalah “keturunan” (“zera”),
karena hanya dengan adanya “keturunan” tadi Abraham dapat berkembang menjadi “bapa
sejumlah besar bangsa. Itulah sebabnya namanya diubah dari
“Abram” (“Bapa Yang Tinggi”) menjadi “Abraham” (Ab = Abba= Bapa/ Raham =
Sejumlah Besar Orang). Disamping mengenai “keturunan” isi Perjanjian itu
menyangkut “negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yakni seluruh
tanah Kanaan” yaitu bumi Israel. Memang tempat tinggal
diperlukan kalau keturunan Abraham menjadi banyak. Dan kepada keturunan yang
akan tinggal di Tanah Perjanjian inilah, Allah mengatakan “Aku menjadi
Allahmu dan Allah keturunanmu.” atau “Aku akan menjadi Allah
mereka”, artinya keturunan Abraham akan memiliki ikatan Perjanjian yang
Khusus dengan Allah, yaitu menjadi bangsa pilihan, umat Allah milik Allah
sendiri, yaitu bangsa Israel sebagai anak-anak Abraham secara jasmani,
dalam Perjanjian Lama (Kel. 19:5-6), dan Gereja, yaitu “Israel milik
Allah” (Gal. 6:16) sebagai anak-anak Abraham secara rohani, dalam Perjanjian
Baru (I Ptr. 2:9). Lebih jauh dijelaskan bahwa keturunan yang menurut
Perjanjian Allah, itu harus yang berasal dari Ishak dikatakan demikian
oleh Kitab Suci: “Selanjutnya Allah berfirman kepada Abraham:
"Tentang isterimu Sarai, janganlah engkau menyebut dia lagi Sarai, tetapi
Sara, itulah namanya. Aku akan memberkatinya, dan dari padanya juga Aku akan
memberikan kepadamu seorang anak laki-laki, bahkan Aku akan memberkatinya,
sehingga ia menjadi ibu bangsa-bangsa; raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari
padanya." Lalu tertunduklah Abraham dan tertawa serta berkata dalam
hatinya: "Mungkinkah bagi seorang yang berumur seratus tahun dilahirkan
seorang anak dan mungkinkah Sara, yang telah berumur sembilan puluh tahun itu
melahirkan seorang anak?" Dan Abraham berkata kepada Allah: "Ah,
sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!" (Kej. 17: 15-18). Allah dalam PerjanjianNya tak pernah
membahas status Hagar kepada Abraham, karena Hagar bukanlah ibu dari anak
Perjanjian itu, dan Hagar bukanlah Permaisuri, bukan “Ratu”, bukan “Sarah”.
Tetapi dengan Sarah, Allah memberikan status yang sama dengan Abraham, dimana
kedua-duanya diberi nama baru, yang tadinya ibu anak Perjanjian itu bernama
“Sarai” (“Bersifat Ke-Putri-an”) sekarang menjadi “Sarah/Sara” (“Sang
Putri”/”Sang Ratu”) karena ia akan menjadi “ibu bangsa-bangsa; raja-raja
bangsa-bangsa akan lahir dari padanya” , dimulai dengan lahirnya Ishak
melaluinya, sebagaimana Abram juga menjadi “Abraham” (Bapa Sejumlah Besar Orang),
karena ia akan “menjadi bapa sejumlah besar bangsa” dan “engkau
akan Kubuat menjadi bangsa-bangsa, dan dari padamu akan berasal raja-raja”,
melalui Ishak anak Sarah itu. Penegasan bahwa anak Perjanjian itu
memang harus datang melalui melalui Ishak ini dilakukan Allah untuk yang
terakhir kalinya ketika Yahweh menampakkan diri bersama dengan dua orang
malaikatNya kepada Abraham demikian: ”Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada
Abraham dekat pohon tarbantin di Mamre, sedang ia duduk di pintu kemahnya waktu
hari panas terik. Ketika ia mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri
di depannya. Sesudah dilihatnya mereka, ia berlari dari pintu kemahnya
menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah,……. Dan firman-Nya:
"Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu
itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki." Dan Sara
mendengarkan pada pintu kemah yang di belakang-Nya. Adapun Abraham dan Sara
telah tua dan lanjut umurnya dan Sara telah mati haid. Jadi tertawalah Sara
dalam hatinya, katanya: "Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu,
sedangkan tuanku sudah tua?" Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Abraham:
"Mengapakah Sara tertawa dan berkata: Sungguhkah aku akan melahirkan anak,
sedangkan aku telah tua? Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk TUHAN? Pada
waktu yang telah ditetapkan itu, tahun depan, Aku akan kembali mendapatkan
engkau, pada waktu itulah Sara mempunyai seorang anak laki-laki." (Kej. 18: 1-2, 10-14).
5.
Dari semua data yang ada dalan Kitab Suci ini jelaslah
bahwa “keturunan” Abraham yang dimaksud itu memang lahir dari Sara, yaitu
Ishak, dan bukan dari Hagar, yaitu Ismael Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh
sabda Allah kepada Abraham, ketika Abraham memohon kepada Allah: ”Dan Abraham
berkata kepada Allah: "Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di
hadapan-Mu!" (Kej. 17:18).
Permohonan Abraham ini dilakukan setelah Allah memberitahu bahwa Sara akan
melahirkan anak dalam ayat-ayat sebelumnya yang telah kita kutip diatas. Dari
kacamata manusiawi dapat dimengerti bahwa Abraham menyayangi Ismael,
karena memang dia itu anaknya juga, meskipun lahir dari seorang budak. Namun
dari kacamata rencana Ilahi, dan Perjanjian Allah, pastilah tidak
demikian. Karena sebelum Ismael lahir, Perjanjian itu sudah ada dulu, dan waktu
Perjanjian dibuat Abraham memang dimaksudkan memiliki anak dengan Sarai. Hagar
tidak masuk hitungan dalam Perjanjian tadi, karena Hagar belum muncul dalam
skenario sejarah hidup Abraham. Berarti lahirnya Ismael memang bukan yang
dimaksudkan Allah dalam Perjanjian itu, meskipun ditoleransi. Allah tetap
bertahan pada PerjanjianNya, sebab Allah itu tak bersifat plin-plan, dan tidak
tunduk pada pikiran Abraham yang berubah-ubah itu. Oleh karenanya jawab
Allah atas permohonan Abraham itu tegas tanpa kompromi, yaitu: ”Tetapi Allah
berfirman: "Tidak, melainkan isterimu Saralah yang akan melahirkan anak
laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan
perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya.”
(Kej. 17:19). Dari ayat ini jelas bahwa
dengan Ishak, bukan dengan Ismael, yang lahir melalui Sara, bukan melalui
Hagar, itulah, Allah mengatakan “Aku akan mengadakan perjanjian-Ku
dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya”. Jadi anak Perjanjian
itu adalah Ishak, dan Perjanjian kekal itu adalah dengan Ishak, tetapi bukan
untuk dirinya sendiri melainkan “untuk keturunannya” (sekali lagi “zera”
= benih, dalam bentuk tunggal). Dan itulah sebabnya ditegaskan lagi oleh Allah
sendiri bahwa “yang akan disebut keturunan (“zera”) mu ialah yang berasal
dari Ishak.” (Kej.
21:12c). Penekanan kepada “keturunan” (“benih”) ini penting
sekali untuk dimengerti, karena ketika Allah menjanjikan kepada Abraham bahwa
“olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (Kejadian 12:3c),
maka dengan berkembangnya waktu makin dijelaskan bahwa berkat untuk “kaum
di muka bumi” yang akan terjadi “olehmu”
yaitu “oleh”, “melalui”, dan “didalam” Abraham itu, ternyata bukan oleh Abraham
secara pribadi, namun “Oleh keturunanmu (“zera”) lah semua bangsa di bumi akan
mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku." (Kej.
22:18). Ini dikatakan oleh Allah setelah Abraham taat perintah Yahweh
(Kej. 22:3-9) untuk mengorbankan anaknya yang tunggal (Kej. 22:1-2), karena
waktu terjadinya perintah pengorbanan ini Ismael sudah tidak bersama Ishak lagi
(Kej. 21: 14-21) dan juga bahwa hanya Ishaklah anak Perjanjian
satu-satunya. Dimana dikatakan: ”Sesudah itu Abraham mengulurkan
tangannya, lalu mengambil pisau untuk menyembelih anaknya. Tetapi berserulah
Malaikat TUHAN dari langit kepadanya: "Abraham, Abraham." Sahutnya:
"Ya, Tuhan." Lalu Ia berfirman: "Jangan bunuh anak itu dan
jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut
akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal
kepada-Ku." Lalu Abraham menoleh dan melihat seekor domba jantan di
belakangnya, yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Abraham mengambil domba
itu, lalu mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya.” (Kej. 22: 10-13). Peristiwa pengorbanan Ishak ini
adalah tipologi dari pengorbanan Kristus diatas Salib. Perjanijian berkat
Allah yang kekal bagi segenap umat di bumi itu adalah Perjanjian di dalam
Kristus, yaitu Perjanjian Keselamatan. Itulah sebabnya kita makin disadarkan
betapa agungnya misteri kedatangan Kristus yang akan kita rayakan dalam masa
Natal beberapa hari lagi ke depan ini. Kita telah persiapkan diri melalui
puasa “Milad Al-Masih” ini, sehingga waktu kita merayakan Milad/Kelahiran itu
nanti, bukan pesta-pestanya atau hura-huranya yang kita ingat namun penggenapan
Perjanjian yang mengikat kita dengan Perjanjian Allah yang kekal bagi
keselamatan kita, yang digenapi melalui kedatangan Kristus ke dunia ini yang
harus menjadi renungan kita yang mendalam.
Yogyakarta, 31 Agustus 2014
Ramli SN Harahap
Pendeta
GKPA
Pascasarja
S3 UKDW Yogyakarta
HP 0812 1998
0500
harahapramly@yahoo.com
fidei-gladys
|
BLOG INI BERSIFAT TERBUKA UNTUK DIKOMENTARI DAN DIKRITISI DEMI KEMAJUAN WAWASAN BERPIKIR, DAN BERTEOLOGI MASA KINI
Jumat, 23 Januari 2015
BAHAN BACAAN ALKITAB (EPISTEL) Minggu, 17 Agustus 2014 : Kejadian 17:1-7
KHOTBAH Minggu, 1 Maret 2015: Markus 8:31-38
Minggu, 1 Maret 2015
Minggu Passion III - Reminiscere
MENYANGKAL DIRI DAN MEMIKUL SALIB
1.
Untuk menjadi pengikut Yesus membutuhkan pengorbanan.
Ada beberapa tahapan yang harus dilalui dan dijalani. Tahapan itu adalah
menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Yesus. Ketiga tahapan ini merupakan
syarat mutlak bagi setiap orang yang telah memutuskan jalan hidupnya untuk
beriman kepada Yesus. Menerima Yesus adalah gampang dan mudah, tetapi
memeliharan dan mempertahankan menjadi mengikut Yesus adalah perkara yang
sulit. Menerima Yesus adalah murah sekali tetapi mengikut Yesus harus dibayar
mahal. Karena itu, dalam khotbah hari ini kita akan membahas secara mendalam
apa yang dimaksud dengan mengikut Yesus dan menjadi murid Yesus. Apa tanggung
jawab dan konsekuensi yang harus kita terima sebagai pengikut Yesus.
2.
Menjadi Murid Kristus artinya, mengikuti Dia. Ketika
Kristus memanggil para murid-Nya, Ia mengucapkan kata-kata perintah, "Ikutlah
Aku" (Matius 4:19 ; 8:22; 9:9; 19:21; Markus 1:17; 2:14; 10:21; Lukas
5:27; 9:59; 18:22; Yohanes 1:43; 21:19; 21:22). Murid Kristus yang sejati
adalah seorang yang mengikut Dia di dalam menjalankan tugas, dan akan terus mengikut
Dia sampai mencapai kemuliaan-Nya. Orang itu harus mengikut Dia, bukan
mengatur-atur Dia melakukan ini dan itu, seperti yang diperbuat Petrus yang
lupa daratan. Seorang murid Kristus akan mengikut Dia, seperti domba mengikut
gembalanya, seperti pelayan yang mengikut tuannya, prajurit yang mengikut
komandannya. Ia adalah orang yang menuju kepada tujuan akhir yang sama dengan
yang dituju Kristus, yaitu kemuliaan Allah dan kemuliaan sorga. Ia seorang yang
berjalan di jalan yang sama yang dilalui Kristus, dipimpin oleh Roh-Nya,
mengikuti Jejak langkah-Nya, tunduk kepada perintah-perintah-Nya. dan mengikuti
Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi (Why.
14:4).
3.
Menjadi murid
Yesus tentunya punya aturan dan persyaratan. Apakah syarat-syarat mengikut
Yesus?
Pertama, ia harus menyangkal dirinya. Sebelumnya
Petrus menasihati Kristus untuk menyayangkan diri-Nya sendiri (Mat. 16 :22),
dan dia mungkin akan memberi nasihat yang sama untuk kasus yang serupa. Namun,
Kristus memberi tahu mereka semua. bahwa mereka harus sangat jauh dari
menyayangkan diri mereka sendiri, dan malah sebaliknya, harus menyangkat diri
sendiri. Dalam hal ini mereka harus mengikut Kristus, karena kelahiran-Nya,
kehidupan-Nya, dan kematian-Nya, semua merupakan tindakan penyangkalan diri
yang tiada henti-hentinya. Penyangkalan diri memang merupakan pelajaran yang
sulit dan keras, dan bertentangan dengan watak daging dan darah. Namun,
tindakan ini tidak lebih dari apa yang telah dipelajari dan dikerjakan oleh
Guru kita di hadapan kita dan untuk kita, keduanya untuk penebusan kita dan
sebagai petunjuk bagi kita. Lagi pula seorang hamba tidak tebih dari tuannya.
Perhatikanlah, semua murid dan pengikut Yesus Kristus harus menyangkal diri
mereka sendiri. Menyangkal diri artinya mengalahkan keinginan kita sendiri.
Barangkali tidak semua orang tidak memiliki harta benda atau kekayaan.
Tetapi setiap orang pasti memiliki dirinya atau kehendak sendiri. Setiap orang
bebas untuk memilih cara hidupnya dan biasanya diri sendiri itulah yang
dijadikan pusat perhatian hidupnya (segala sesuatu untuk saya)! Menyangkal diri
berarti pusat perhatian itu harus berubah. Bukan diri sendiri lagi yang
menjadi satu-satunya pusat perhatian. Menyangkal diri berarti dengan sukarela
melepaskan milik peribadi yang paling berharga yaitu keinginan dan kehendak
pribadi dan menempat-kannya berada di bawah kehendak Allah. Jika kita memutuskan untuk mengikut Tuhan
Yesus dengan sungguh-sungguh maka bukan kehendak kita lagi yang
berkuasa atas diri kita melainkan kehendak Kristus. Hal ini juga sejajar dengan
apa yang dikatakan Rasul Paulus dalam Galatia 2:20, “Namun aku hidup, tetapi
bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam
aku...”
Kedua, ia harus memikul salibnya.
Yang dimaksudkan dengan salib di sini adalah seluruh penderitaan kita, baik
yang kita derita sebagai manusia maupun sebagai orang Kristen, meliputi segala
kemalangan karena ketentuan ilahi, penganiayaan oleh karena kebenaran, setiap
masalah yang menimpa kita, baik karena berbuat baik ataupun karena tidak
melakukan sesuatu yang jahat. Segala kesukaran yang kita derita sebagai orang
Kristen sangat cocok disebut salib-salib, karena mengingatkan kita akan
kematian di atas kayu salib, yang dialami Kristus karena ketaatan-Nya.
Salib-Nya itu seharusnya membuat kita bersedia menerima segala kesukaran kita
dan tidak usah takut kepadanya. Salib-Nya itu seharusnya membuat kita sadar
bahwa sama dengan Dia, kita juga harus menanggung kesukaran, karena Dia juga
telah menanggungnya sebelumnya bagi kita.
Salib siapa
yang harus kita pikul? Banyak orang mengira itu adalah salib Kristus.
Dikatakan, “Barangsiapa mau mengikut Aku,
ia harus memikul salibnya”. Salib yang perlu kita pikul bukanlah salib
Kristus, melainkan salib kita sendiri. Mengapa Tuhan Yesus menyuruh kita
memikul salib kita masing-masing? Apa maksudnya? Salib adalah lambang
penderitaan. Tidak sedikit orang Kristen berpendapat bahwa memikul salib
berarti menerima dengan ikhlas penderitaan yang menjadi nasib mereka dan tidak
berusaha atau berjuang untuk mengatasinya (nrimo).
Namun bukan ini yang dimaksud Tuhan Yesus dan penulis Injil Markus
mengenai hal memikul salib. Ketika Yesus berseru kepada para pendengarnya agar
mereka memikul salib,Tuhan Yesus sebenarnya berbicara mengenai komitmen memikul
salib yang berlangsung seumur hidup. Biarpun pilihan itu harus mereka
bayarkan dengan penderitaan, penghinaan, bahkan dengan kematian sekalipun.
Mereka siap menanggung segala resiko sebagai keputusan untuk mengikut
Tuhan Yesus. Orang yang telah memilih
untuk mengikut Yesus dengan sepenuh hati dalam hidupnya, sadar bahwa hidupnya
pasti akan menghadapi banyak penderitaan, seperti hidup Tuhan Yesus. Memang
tidak ada orang yang menghendaki penderitaan. Kita juga tidak perlu
mencari-cari penderitaan. Penderitaan itu ada sebagai bagian dari hidup
manusia. Tetapi sebagai pengikut Tuhan Yesus, bukan penderitaan itulah yang
harus diperhatikan dan menjadi fokus dalam hidup kita.
Saya ambil
contoh sederhana, misalnya orang yang sedang jatuh cinta. Orang itu rela
berkorban dan melakukan apapun demi sang kekasih. Biasanya, ketika masih
sedang pacaran, kalau kaki kekasih terantuk batu saja, wah repotnya bukan main
dan penuh perhatian, “Sakit nggak kakinya?” Barangkali kalau disuruh
ngurut atau memijat kaki sang kekasih pun mau. Tapi kalau sudah menikah, jadi
suami istri, maka biasanya bukan perhatian yang diberikan melainkan omelan.
“Eh, mata elu di mana sih? Jalan aja terantuk batu”. Biasanya, kalau sedang
pacaran, menunggu kekasih berjam-jam tidak apa-apa- tidak terasa karena kita
melakukan untuk orang yang kita kasihi. Tetapi kalau sudah menikah disuruh
nunggu 15 menit saja sudah ribut, “Lama amat sih?”Saudara-saudara, sebagai
pengikut Yesus memang kita harus menderita tetapi penderitaan itu menjadi tidak
terasa bagi kita karena yang menjadi pusat perhatian hidup kita satu
saja, yakni Tuhan Yesus yang kita kasihi. Kita rela menderita demi Kristus yang
kita kasihi. Penyakit, musibah, persoalan rumah tangga dan persoalan lain
memang kurang menyenangkan. Tetapi kita tidak dapat menghindar dari
bagian-bagian yang kurang menyenangkan itu. Kita tidak boleh hanya mau bagian
yang enaknya saja. Pokoknya saya ingin menjadi orang Kristen supaya semuanya
berjalan dengan mulus dan lancar.Saudara-saudara, bagian-bagian yang tidak
enak dalam kehidupan ini pun harus kita pikul. Itu adalah salib kita. Sebagai
orang Kristen kita tidak menerima penderitaan sebagai nasib atau takdir. Sekali
lagi bukan berarti kita harus hidup menderita terus, bukan! Tetapi kita
memanfaatkan penderitaan itu sebagai pelajaran untuk menumbuhkan dan
mendewasakan ketaatan, ketergantungan dan iman kita kepada Tuhan.
Penderitaan adalah obat mujarab agar dekat dengan Tuhan.
Ketiga,
ia harus mengikut Yesus. Syarat ketiga yang Yesus katakan, “Setiap orang yang mau mengikut Aku...Ia
harus mengikut Aku”. Seorang pengikut Yesus senantiasa sadar bahwa
tempatnya adalah di belakang Yesus. Dalam budaya Timur Tengah di jaman itu,
seorang murid secara hurfiah memang akan berada di belakang gurunya. Baik pada
saat berjalan kaki maupun pada saat menunggang keledai. Sungguh tidak sopan
bagi murid untuk berjalan di depan atau di samping gurunya. Tetapi ajakan Tuhan
Yesus untuk berjalan di belakangnya tentu bukan dalam arti hurufiah. Dalam
pemikiran umat Israel di jaman Perjanjian Lama, mengikuti seseorang atau
berjalan di belakang seseorang mengandung arti mengiringi, mentaati, mencintai,
menyerahkan diri dan mengabdikan diri. Namun pada kenyataannya, sebagai murid
Tuhan Yesus kita sering lupa akan hal ini. Karena kesuksesan dalam usaha atau
keberhasilan dalam karier, kita menjadi lupa diri akan keberadaan kita
sebagai pengikut Kristus dan menjadi sombong. Seolah-olah kita tidak lagi
membutuhkan Kristus dalam hidup kita. Kita yang punya kuasa ,bukan Tuhan. Kalau
perlu, Tuhan yang kita atur untuk mengikuti kehendak kita. Kita di depan dan
Tuhan di belakang.Saudara-saudara, mengikut Yesus di sini berarti Tuhan Yesus
mengajak kita untuk berjalan di belakang-Nya dan mengikuti Dia. Mengikut Yesus
berarti menyerahkan hidup kita kepada Dia dengan segala konsekuensinya. Oleh
sebab itu, diperlukan iman untuk mengikut Tuhan Yesus. Bukan sekedar percaya
(To Believe) tetapi mempercayakan diri (To Trust). Kita percaya bahwa Tuhan
Yesus dapat menolong tetapi belum tentu kita mau menyerahkan diri untuk
ditolong.
Ada kisah
tentang seorang atheis. Satu kali, ia pergi naik gunung. Namun di tengah
perjalanan, ia terperosok hanpir jatuh ke jurang. Untung, ia masih bisa
bergantung pada potongan dahan pohon. Tapi ia tidak berdaya dan tidak berbuat
apa-apa untuk menyelamatkan diri nya. Dalam ketidakberdayaannya, ia berseru,
“Tuhan kalau Engkau ada, tolong aku.” Tapi sunyi tidak ada jawaban apa-apa. Ia
ulangi lagi, “Tuhan kalau engkau ada, tolong aku. “kali ini aku sungguh
berjanji mau percaya pada-Mu”. Tiba-tiba ada jawaban, Apa benar-benar, engkau
percaya kepada-Ku? Benar Tuhan tapi tolong aku segera”. “Kalau engkau percaya
aku, lepaskan peganganmu.” “Ah Tuhan yang benar aja, masa aku mesti lepaskan
peganganku.” ” Engkau percaya padaKu tidak?, lepaskan peganganmu” Beriman
kepada Tuhan harus disertai dengan perbuatan.
Itulah
ketiga syarat yang diminta Tuhan Yesus kepada setiap orang yang mau mengikut
Dia. Bagaimanakah dengan kehidupan kita sebagai pengikut Kristus? Di tengah
arus jaman yang mengutamakan kepentingan pribadi dan kesuksesan dan
kemak-muran? Apakah kita masih setia menempuh jalan salib seperti yang
dilakukan Tuhan Yesus?Saudara-saudara , marilah kita merenung sejenak dan
bertanya kepada diri kita masing-masing. Apakah selama ini kita sungguh-sungguh
dan komitmen dalam hal pengikut Kristus? Memberi diri untuk
dipimpin oleh-Nya? Atau barangkali, kita mau berjalan sendiri di depan dan
berharap Tuhan mengikuti kita? Kiranya Firman Tuhan ini boleh menguatkan
dan menumbuhkan iman percaya kita kepada Tuhan Yesus. Tuhan Yesus memberkati
kita semua
4.
Pertanyaan selanjutnya yang timbul dalam benak kita
adalah mengapakah kita harus menyangkal diri dan memikul salib? Ada beberapa
alasan mengapa kita harus menyangkal diri dalam rangka mengikut Yesus. Pertama, karena menyangkal diri dan memikul salib, berarti kehilangan nyawa di
muka bumi ini, adalah layak dilakukan sebagai konsekuensi pengikut Kristus.
Inilah yang hendak Markus jelaskan melalui paradoks kalimat dalam ayat 35 yang
sebenarnya, sangat sulit untuk dipaparkan. Dalam ayat 35 Markus hendak
menjelaskan bahwa mereka yang mengaku hendak mengikut Yesus jelas akan menapak
jalan penderitaan-Nya. Ini adalah konsekuensi yang layak, karena sesungguhnya
hanya di dalam Dia terdapat hidup yang sebenarnya. Tetapi, bagi mereka yang
menolak untuk menderita, maka mereka bukanlah pengikut Yesus yang sejati. Siapa
yang menolak ajakan Yesus berarti “mau menyelamatkan nyawanya” dan
konsekuensinya adalah jelas, “kehilangan nyawanya”. Mereka yang enggan
menyangkal diri dan memikul salib, tidak benar-benar serius untuk menjadi murid
Kristus, dan demikian tidak turut bergabung dalam damai yang sejati dalam Dia.
Kepada mereka yang mungkin menolak ajakan-Nya, dalam ayat 36 Yesus berkata,
“Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya?
Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” Seolah-olah di
sini sedang ditunjukkan sebuah kontras, bahwa kenyamanan dan kemanan hidup di
dunia ini (yang diraih dengan menolak mengikut Kristus) tidaklah berarti! Dengan
demikian, pengikut Kristus tidak perlu takut menderita, menyangkal diri dan
memikul salib, karena kehilangan hidup di bumi ini adalah layak dialami.
Bukankah Ia juga tidak mendapatkan kenyamanan dan kehidupan semasa di muka bumi
ini? Kedua, Disini dapat kita lihat, menyangkal diri
dan memikul salib menyebabkan kita layak untuk bersama-sama dengan Dia di dalam
Kerajaan-Nya (meneruskan kontras dalam ayat 35 dengan ayat 38) Ingatlah
bahwa gambaran salib pada mulanya adalah tanda dari sesuatu yang memalukan,
gambaran dari penghinaan dan caci-maki. Maka dari itu, mereka yang enggan
memikul salib adalah mereka yang “malu
karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia
dan berdosa ini.” Mereka yang enggan menderita adalah mereka yang akan tidak
layak untuk bersama dengan Dia nanti, ketika “Ia datang kelak dalam kemuliaan
Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus.” Karena mereka yang menolak untuk
menderita dengan Dia itu berarti menolak untuk dipermalukan, dan dengan
demikian tidak layak untuk bersama-sama dengan Anak Manusia yang sudah
dipermalukan dan menapak jalan kehinaan. Maka dari itu, ingatlah, bahwa jika
kita sebagai pengikut Kristus menderita karena Dia di bumi, itu akan membuat
kita pantas untuk bersama-sama dengan Dia, ketika “langit dan bumi yang baru”
itu tiba!
5.
Akhirnya, dalam
usaha untuk mengerti makna salib yang sejati, kita dapat mengerti arti salib
yang adalah tanda itu. Salib, yang ada di mana-mana, adalah tanda pengikut
Kristus. Dan, makna salib yang sesungguhnya lebih dari sekedar untuk bergaya.
Pengikut Kristus diminta untuk memikulnya. Memikul salib berarti menyangkal
diri. Memikul salib berarti mengalami penderitaan. Memikul salib berarti
dipermalukan oleh dunia. Memikul salib berarti menapak jalan kematian ragawi.
Semuanya sama, dengan apa yang telah dijalani Yesus pada abad pertama. Lalu,
bagaimana pembaca masa kini mendengarkan ajakan Yesus, dan merelasikan
pengertian akan arti salib itu dalam kehidupan sehari-hari? Kepada mereka yang
memakai salib di hari-hari dan kehidupannya, Markus menyerukan suara yang sama,
suara yang lantang dan tegas, suara yang menantang kita untuk memikul salib,
menyangkal diri dan mengikut Dia! Bergabung dalam jalan penderitaan-Nya! Dengan
demikian, apakah penderitaan kita? Apakah salib kita? Apa yang membuat kita
malu? Segenap orang Kristen, para murid-murid Kristus dipanggil untuk mengikut
Dia. Ikut Yesus berarti mengambil jalan yang berbeda dengan dunia. Itu berarti,
ketika kita berada di pekerjaan, kita melaksanakannya dengan cara, tindakan,
tujuan dan motivasi sesuai dengan nilai-nilai etika kerajaan Allah, bukan nilai
kerajaan dunia. Itu berarti, ketika kita berada di lingkungan akademis –kampus
mau pun sekolah, PMK atau pun PSK- kita menjalaninya juga dengan jalan yang
sesuai dengan prinsip-prinsip pemuridan Kerajaan Allah. Nilai-nilai yang
bersendikan kejujuran, kasih, keadilan, kemanusiaan, egaliterian, dan
perdamaian. Kita berani memerjuangkan tindakan perlawanan terhadap sikap hidup
yang menghasilkan ketidakadilan, intoleransi, korupsi dan kebobrokan moral.
Kita berani menantang rezim-rezim korup yang tidak manusiawi, eksploitasi alam
demi kepentingan politik dan ekonomis. Inti dari jalan penderitaan di masa kini
adalah kita berani melangkah dalam jalan atau gaya hidup yang berbeda dengan
dunia. Dan jika bagi dunia, nilai-nilai kerajaan Allah yang kita junjung itu
adalah kebodohan, membuat kita terhina, menderita dan bahkan teraniaya secara
fisik, mental dan psikologis, itu adalah layak untuk kita pikul dan alami. Salib adalah tanda, identitas pengikut
Kristus yang mengambil bagian dalam jalan penderitaan-Nya, mengubahkan hidup
dan mendobrak konteks dunia. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab
kebenaran, karena merekalah yang empunya kerajaan Sorga. Berbahagialah
kamu, jika karena aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala
yang jahat. Bersukacitalah dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga,
sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu. (Mat.5:10-12).
Yogyakarta, 31 Agustus 2014
Ramli SN Harahap
Pendeta
GKPA
Pascasarja
S3 UKDW Yogyakarta
HP 0812 1998
0500
harahapramly@yahoo.com
fidei-gladys
|
TAHUN PEMUDA MEMBANGKITKAN PEMUDA GKPA MENGEMBANGKAN PELAYANAN
Ramli
SN Harahap *
1. Tahun ini merupakan Tahun Pemuda GKPA. Sebagai tahun pemuda
diharapkan para pemuda GKPA dapat memberikan sumbangsih pemikiran, karya,
tenaga untuk mengembangkan pelayanan di organisasi GKPA untuk menyikapi
perkembangan yang terjadi di tengah-tengah Gereja dan masyarakat.
2. Tantangan pemuda saat ini. Ditengah
arus kemajuan teknologi saat ini, tantangan pemuda GKPA adalah pertama, melawan “pengaruh sosial media” (sosmed) seperti: facebook, twitter, whats
app, line, dan lain-lain sebagainya. Pemuda bisa tahan dihadapan smart phone, note book, dan laptopnya
berjam-jam menikmati kebersamaannya dengan dunia maya. Pemuda sudah lebih
menghabiskan waktunya berhubungan dengan dunia maya dibandingkan dengan dunia
nyata. Kedua, menjadikan Facebook
sebagai “tuhan”. Saya takut pemuda sekarang sudah lebih menganggap face
book sebagai “tuhan” yang selalu setia menyertainya. Face book hadir di setiap
saat (maha hadir). Jika pemuda bermasalah, dia akan mencurahkan isi hatinya ke
face book. Jika sedang bête,
berkelahi dan galau, dia memberitahukannya ke face book. Bagi mereka face book
menjadi jawaban atas setiap persoalan hidupnya. Jika kita bandingkan intensitas
pemuda setiap hari, rata-rata pemuda menuliskan statusnya minimal 5 kali
sehari, 20 kali meng-like status
orang, 10 kali memberi komentar pada status orang, dan browsing status orang.
Artinya, waktunya habis dan disedot si face book itu. Padahal, untuk membaca
Firman Tuhan, dia hanya sekali sehari saja, itu pun kalau ingat. Yang sering
terjadi dia hanya mengisi Firman Tuhan dalam hidupnya hanya sekali seminggu
melalui khotbah di Gereja. Kondisi ini sangat mempengaruhi karakter dan sikap
serta perilaku pemuda. Ketiga, tidak
peduli kepada sesama dan lingkungan. Akibat keseriusannya berhubungan
dengan dunia maya, maka pemuda tidak memiliki rasa kepeduliannya lagi dengan
sesama manusia. Tubuh mereka bisa berdekatan, tetapi pikiran mereka saling
berjauhan. Di dalam satu rumah sudah jarang berbicara dan berkomunikasi dengan
baik, karena setiap orang sudah sibuk dengan smart phone-nya masing-masing. Mereka duduk bersama tetapi tidak
saling melihat dan memperhatikan lagi karena semua mata mereka tertuju kepada
si Hand Phone-nya. Orang yang terlalu asyik dengan dunia yang
diciptakannya sendiri sehingga tidak peduli dengan orang-orang disekitarnya.
Hal ini sering dilakukan orang yang kecanduan internet atau Facebook. Tidak
peduli dengan lingkungan sekitar, dunianya berubah menjadi dunia internet atau
facebook. Minimnya sosialisasi dengan lingkungan. Ini dampak dari terlalu sering dan terlalu lama bermain
internet atau facebook. Keempat, The Net Generation (Generasi Internet). Generasi internet telah memasuki budaya generasi
muda saat ini, dan membawa dampak positif dan negatif. Dampak
negatif dari adanya
Tekonologi Informasi adalah: (a) Derasnya arus informasi dan
telekomunikasi menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap
memudarnya nilai-nilai budaya asli bangsa kita. (b)
Mengurangi bahkan dapat menghilangkan ikatan batin dan moral yang biasanya
dekat dalam hubungan social antar masyarakat. Contoh: situs jejaring sosial
yang banyak bermunculan membuat orang tak memiliki kebutuhan untuk bertemu
langsung. (c) Semakin lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di
masyarakat, seperti lunturnya sikap ramah-tamah, gotong royong dan
sopan-santun yang dipengaruhi oleh budaya barat, seperti perubahan cara
berpakaian, pemakaian yang dicampur-campur bahasa asing (bahasa juga salah satu
budaya bangsa), serta pergaulan yang bebas. (d) Pola interaksi antar manusia
yang berubah. Kehadiran komputer pada kebanyakan rumah tangga golongan menengah
ke atas telah merubah pola interaksi keluarga. Komputer yang disambungkan
dengan telepon telah membuka peluang bagi siapa saja untuk berhubungan dengan dunia
luar. Program internet relay chatting (IRC), internet, dan e-mail telah membuat
orang asyik dengan kehidupannya sendiri. Selain itu tersedianya berbagai warung
internet (warnet) telah memberi peluang kepada banyak orang yang tidak memiliki
komputer dan saluran internet sendiri untuk berkomunikasi dengan orang lain
melalui internet. Kini semakin banyak orang yang menghabiskan waktunya
sendirian dengan komputer. Melalui program internet relay chatting (IRC)
anak-anak bisa asyik mengobrol dengan teman dan orang asing kapan saja. Kelima, budaya popular. Dengan
semaraknya sinetron, film, dan musik hiburan, maka pemuda saat ini telah
dicekoki dengan budah populer. Budaya populer (populer culture) atau yang umum disingkat sebagai budaya pop mulai
merebak di kalangan masyarakat modern pada abad ke 20. Pengaruh zaman yang
memang tak terelakkan telah begitu kuat melanda negara-negara Barat di mana
keterbukaan dan kebebasan menjadi ciri sekaligus aspirasi masyarakatnya.
Seiring dengan arus deras globalisasi teknologi yang menyeruak ke seluruh
permukaan planet ini, maka perkembangan budaya zaman itu terimbas ke mana mana
dengan dampak yang sangat dahsyat. Kalangan remaja atau anak baru gede (ABG),
boleh di kata merupakan generasi yang paling cepat menyerap dan menerapkan
segala jenis produk perubahan karena mereka adalah kelompok lapisan masyarakat
yang paling terpengaruh langsung oleh budaya populer. Kita tak dapat menutup
mata terhadap pergeseran nilai-nilai budaya yang terus menerus terjadi akibat
perubahan zaman. Pembangunan di satu sisi menjanjikan perbaikan kondisi hidup,
tapi di sisi lain ia juga meninggalkan bahkan meningkatkan berbagai
permasalahan negatif yang tidak kurang seriusnya. Bahkan tidak jarang dampak
destruktifnya lebih cepat menyebar, lebih kuat dan lebih gawat dibandingkan
daya konstruktifnya.. Contoh yang paling aktual adalah maraknya peredaran
pil-pil "XTC" (baca Ecstacy) di kota-kota besar tanah air. Hampir
setiap hari kita membaca atau mendengar terungkapnya kasus berkaitan dengan pil
setan itu. Itu baru yang terbongkar, belum terhitung berapa lagi kasus yang tak
sempat terungkap. Alam budaya populer pada zaman ini ditandai dengan sejumlah
faham atau trend gaya atau nilai falsafah hidup berbentuk "isme"
seperti yang berikut: (a) Materialisme:
yang paling penting dalam hidup ini adalah memiliki kekayaan bendawi, aset atau
harta yang bersifat material, uang dan alat tukar sejenis. Maka orientasi dan
sukses hidup semata-mata diukur dengan standar kekayaan materi. (b) Eksistensialisme: yang terutama
hidup hanyalah untuk momen saat ini. Itulah yang dimiliki pada hari ini,
sehingga tak perlu repot-repot memikirkan kenangan masa lain maupun
mengantisipasi perkembangan masa depan. (c)
Individualisme: pribadi yang paling penting dalam hidup adalah diri sendiri.
Tak perlu dicampuri oleh orang lain. Karena itu egoisme mutlak perlu dibangun
agar diri mampu menyelesaikan segala sesuatu untuk kebaikan diri. (d) Hedonisme: yang harus menjadi
obsesi seumur hidup adalah bersenang senang menikmati hidup. Tujuan hidup
semata-mata adalah membahagiakan diri. Puaskanlah segala keinginan hati dengan
melampiaskan hawa nafsu. (e) Sekularisme:
Allah itu tidak penting karena hal agama sudah tidak relevan dalam menjawab
kebutuhan manusia pada hari ini. Yang terbaik adalah mengandalkan potensi diri
yang dianggap sudah dewasa dalam dunia ini. (f) Pragmatisme: Apa yang bisa diharapkan dan diterima adalah yang
bisa jalan; artinya manusia harus bisa memutuskan pilihannya atas
perkara-perkara atau metoda metoda hidup berfungsi. Semua kebajikan diukur dari
hasil akhirnya. (g) Moral relativisme:
Di dunia ini tidak ada hal yang absolut. Segala sesuatu itu tidak mutlak benar
maupun tidak mutlak salah. Karena itu hiduplah dengan sewajarnya, tak perlu
memperjuangkan apa yang dianggap paling benar. (h) Utopianisme: Pada dasarnya semua manusia itu baik. Dunia akan
menuju kepada keadaan yang semakin membaik. Hanya ciptakanlah lingkungan hidup
yang baik maka segala kejahatan akan pudar dan lenyap dengan sendirinya. (j) Fatalisme: Nasib hidup adalah
suratan takdir. Manusia tak akan bisa menghindar dari gilasan zaman. Diri
menjadi seperti apa adanya tidaklah terlepas dari perlakuan orang lain dalam
sistem masyarakat yang dominan membentuk hidup.
3.
Di situasi dan kondisi seperti ini, Pemuda
GKPA hendak bangkit dan bangun serta keluar dari persoalan itu. Aapakah yang
bisa dilakukan pemuda dalam menghadapi tantangan di atas? Pertama, Gerakan SMS Firman Tuhan. Setiap hari kita merenungkan dan
kirimkan Firman setiap hari kepada teman-teman. Mengimbangi kemahahadiran
facebook di kalangan pemuda, kita harus mengisi kegiatan yang lebih positif.
Pemuda mencoba merenungkan Firman Tuhan yang telah ditetapkan di Almanak GKPA,
lalu di membagikan Firman itu kepada rekan-rekan pemuda GKPA lainnya. Dengan
saling mengirimkan Firman Tuhan, maka pemuda GKPA bisa bangkit dan membantu
pelayanan di tengah-tengah Gereja. Kita percaya dengan memberitakan Firman
Tuhan melalui SMS maka pemuda GKPA telah ikut serta mengembangkan Kerajaan
Tuhan di dunia ini. Seorang pemuda GKPA minimal mengirimkan 10 sms kepada nomor
kontak sahabatnya. Gerakan sms ini akan memberikan manfaat bagi semua pemuda
GKPA untuk bertumbuh di dalam iman. Kedua,
Gerakan Peduli Sesama. Pemuda GKPA memelopori untuk saling peduli dengan
sesama teman. Daripada kita menghabiskan waktu memperhatikan si maya, lebih baik kita memperhatikan
teman-teman kita. Misalnya, pemuda GKPA setiap bulan membuat Gerakan Rp.
10.000,- untuk mengumpulkan dana beasiswa bagi pemuda GKPA yang membutuhkan
biaya sekolah dan studinya. Uang yang terkumpul ini akan diberikan kepada
anak-anak muda yang tidak memiliki dana untuk sekolah. Dengan kegiatan ini,
pemuda GKPA membangkitkan semangat belajar, dan membangkitkan rasa persaudaraan
yang kuat untuk memajukan dan mencerdaskan warga jemaat GKPA. Ketiga, Persekutuan Doa. Pemuda GKPA
membuat tim-tim doa. Setiap pemuda memiliki jam-jam doa baik di rumah maupun di
dalam persekutuan di Gereja. Pemuda memiliki teman doa yang saling mendoakan.
Doa sangat membantu menguatkan hati orang percaya. Keempat, Pendalaman Alkitab. Pendalaman Alkitab merupakan sarana
yang paling kuat untuk menghadapi tantangan zaman. Pemuda yang memiliki
pengetahuan Firman Tuhan yang baik dan benar akan bisa memilah mana yang baik
dan dan mana yang jahat. Pendalaman Alkitab ini bisa dilakukan dengan berbagai
metode seperti: ceramah, diskusi, seminar, dialog, dll. Kelima, mempertahankan budaya. Walau dunia sekarang menawarkan
budaya populer, tetapi pemuda GKPA harus memiliki prinsip hidup bahwa pemuda
GKPA harus tetap mempertahankan budaya Batak dan budaya kekristenan dalam
menghadapi kemajuan zaman. Budaya populer bisa saja ada di tengah-tengah kita,
tetapi kita tidak mau digoda dan jatuh dalam jeratnya. Kita perkuat budaya kita
dengan berbagai cara, seperti: melatih pemuda memakai bahasa daerah, memakai
pakaian daerah, mengkonsumsi makanan daerah, dan lain sebagainya. Kita harus
mencintai budaya kita daripada budaya luar.
4.
Tahun
Pemuda GKPA tidak hanya sebuah pesta dan perayaan yang hanya dilaksanakan
sekali dan tidak bekelanjutan. Usai pesta maka usailah semua kegiatan. Tahun
Pemuda bukan berarti hanya tahun ini saja pemuda mau berkarya tetapi pemuda
harus berkarya sepanjang hidup. Hindari pemuda yang berkarya seperti pisang,
yang setelah berbuah maka dia ditebang dan mati. Kongres bisa saja usai, namun
pemuda tidak akan berhenti berkarya walau kongres sudah usai dilaksanakan.
Pemuda GKPA harus bangkit menghadapi tantangan zaman ini. Bangkit berarti dia
berdiri dan berjalan melawan dengan karya nyata. Pemuda ikut aktif dalam menumbuhkan
dan mengembangkan Gereja dan pelayanan. GKPA bisa bertumbuh hingga saat ini
sangat besar ditopang oleh pemuda GKPA di berbagai tempat. Karena itu, marilah
pemuda GKPA tunjukkan kemampuanmu untuk membangun Tubuh Kristus di dunia ini
melalui GKPA.
* Penulis adalah pendeta GKPA yang sedang menjalani studi lanjutan
Program Pascasarjana Doktoral Teologi di UKDW Yogyakarta.
|
Langganan:
Postingan (Atom)