MAKNA PENELITIAN YESUS SEJARAH
DALAM IMAN KRISTEN
Dalam perjalanan penelitian Yesus sejarah ternyata tidak semulus yang kita bayangkan. Perdebatan silih berganti terjadi. Keilahian sekaligus kemanusiaan Yesus kembali dipertanyakan. Iman Kristen sedang ditantang oleh produk budaya paling berpengaruh saat ini: media! Media sangat antusias mengeksploitasi Yesus. Entah dengan motif religius atau untuk mengeruk keuntungan semata. Beragam buku, novel, atau film menyangkut kehidupan Yesus atau interpretasi tentang Injil – berserta polemik yang menyertainya – sedang menggempur iman Kristen seperti: The Da Vinci Code, The Lord of The Rings, The Passion of The Christ, Injil Thomas, Injil Maria, Injil Filipus, The
Dalam laporan penelitian dikatakan, kuburan yang ditemukan tersebut berada di Talpiot, yang masih dalam wilayah Yerusalem. Didalam gua kecil yang dipercaya sebagai kuburan tersebut, team peneliti menemukan 10 sisa - sisa dari peti mati. Dimana tertulis nama-nama diatas sisa-sisa peti tersebut. Nama-nama yang ditemukan, diantaranya: Yesus, anak Yosef, anak Yesus dan dua kali nama Maria, yang dimaksud adalah Maria Magdalena, dan Maria ibu Yesus. Tak heran, penemuan menghebohkan ini segera menjadi headline harian nasional
Dalam refleksi kali ini akan mencoba mengetengahkan pendapat dua ahli yang satu sama lain sangat berbeda melihat Yesus sejarah.
Tom Wright
Nicholas Thomas "Tom" Wright yang lahir 1 December 1948 di Morpeth, Northumberland, Inggris adalah Bishop Durham Gereja Inggris (Bishop of Durham for the Church of England) dan seorang pemimpin sarjana Perjanjian Baru Inggris (British). Karya akademisnya selalu dipublikasikan di bawah nama N.T. Wright. Dia secara umum dikenal sebagai orang yang berpandangan Injili moderat. Dia bergabung dengan Third Quest for the Historical Jesus dan New Perspective on Paul. Dia mengatakan bahwa untuk mengerti Yesus saat ini harus dihubungkan dengan apa yang dikenal sebagai kebenaran tentang diriNya dari perspektif sejarah abad pertama Yudaisme dan Kekristenan.
Karyanya sangat diagungkan banyak sarjana dengan berbagai pandangan mereka termasuk Professor James D.G.Dunn, Richard B.Hays dan Rowan Williams, Archbishop Canterbury. Kritik terhadap karyanya juga disampaikan oleh para teolog dari kalangan konservatif seperti Ligon Duncan; dari kalangan liberal seperti Robert J. Miller dan John Shelby Spong. Juga dia menerima kritik tajam dari kalangan yang lebih radikal seperti Marcus J.Borg, dari kelompok Jesus Seminar.
Dalam pandangan Wright, cara mendapatkan Yesus sejarah adalah dari gambaran Yudaisme mula-mula dan dari gambaran di dalam Injil. Wright menggambarkan secara khusus pada sisi sosial, pilitik dan lingkungan keagamaan Galilea yang telah bertumbuh dengan penelitian saat ini yang disebut dengan Third Quest of the historical Jesus. Tetapi Wright tidak berkesempatan menganalisis penurunan sosial yang mengabaikan faktor keagamaan dan teologi yang membantu etika sosial Yesus pada waktu itu. Secara singkat, Wright melakukan pekerjaannya sebagai seorang sejarawan dan teolog, bukan terutama sebagai seorang arkeolog atau seorang ilmuwan sosial.
Bagi Wright, tekanan utama penelitiannya adalah ke-Yahudian Yesus dan pengikutNya. Hal inilah yang membedakan Wright dengan anggota Jesus Seminar --- khususnya Crossan dan Robert Funk. Funk menggambarkan Yesus sebagai seorang sosial radikal, dan orang yang menyimpang. Crossan mengatakan Yesus seorang egalitarian radikal di Galilea dengan memberi kesembuhan dan perjamuan makanan terbuka bagi setiap orang yang datang. Wright mencoba mengerti Yesus dalam terang simbol-simbol umum dan nilai-nilai Kekristenan mula-mula seperti: Hukum Taurat, Bait Allah, kosmos, perumpaan-perumpamaan, dan kemanusiaan Yesus.
Pemikiran Wright sama dengan Schweitzer yang mempercayai bahwa Yesus diutus untuk mendirikan Kerajaan Allah di dunia dan mengutamakan pemberitaanNya pada akhir zaman. Yesus yakin bahwa orang pada abad pertama mempercayai Kerajaan Allah sudah datang di dalam dan melalui pelayananNya.
Dalam bukunya, The Original Jesus: The Life and Vision of a Revolutionary, Wright mencoba mengerti seluruh cerita perumpamaan dan pengajaran Yesus dari pemahaman masyarakat pada zaman Yesus dan memahaminya pada saat sekarang ini. Bahkan Wright berpendapat bahwa dengan menceritakan cerita perumpamaan dan pengajaran Yesus dengan cara yang berbeda akan mengubah dunia saat ini. Dalam bagian dua bukunya (Membaca Injil dengan kedua mata terbuka), Wright menjelaskan lebih dalam bahwa cerita-cerita bukanlah hanya bahan cerita anak-anak, pengikat yang indah di sekitar sisi pemikiran serius yang abstrak. Melainkan cerita-cerita itu merupakan dinamit dan eksplosif yang melakukan segala sesuatu; yang merubah segala sesuatu dan membuat segala sesuatu.
Lebih jauh Wright dalam uraiannya mencoba memahami dunia Yesus dengan pendekatan pastoral artinya dengan melihat peristiwa yang terjadi pada zaman Yesus dua ribu tahun yang silam dimaknai ulang pada saat ini. Pendekatan ini akhirnya mengabaikan penelitian Yesus sejarah secara obyektif. Sehingga pendekatan Wright ini sangat sederhana, sebab dia tidak memakai disiplin ilmu lain dalam memahami keberadaan Yesus sejarah tersebut.
John Dominic Crossan yang lahir di Nenagh, Co. Tipperary, Ireland, 1934 adalah seorang sarjana Kitab Suci Irish Amerika yang dikenal sebagai pendiri kelompok Jesus Seminar. Menerima pendidikan di Ireland pada Maynooth College, di Roma pada Pontifical Biblical Institute, dan di Yerusalem pada Ecole Biblique. Sebagai seorang figur yang terkenal dalam bidang Arkeologi Alkitab, dan ahli Kritik Teks Perjanjian Baru, maka dia menjadi seorang dosen yang terkenal. Dia banyak kelihatan dalam banyak film dokumenter tentang Yesus dan Alkitab. Sejak tahun 1992-1998 dia menjadi ketua Seksi Yesus Sejarah pada Society of Biblical Literature. Sekarang dia adalah Profesor emiritus pada De Paul University. Dia tinggal bersama isterinya Sarah dekat
Dia telah memberikan banyak artikel dan pandangan dalam jurnal-jurnal dan telah menulis lebih dari 18 buku selama 30 tahun. Buku best sellernya adalah The Birth of Christianity yang diterbitkan tahun 1998. Dan empat judul bukunya menjadi best seller nasional yaitu: The Historical Jesus, Jesus: A Revolutionary Biography, Who Killed Jesus dan The Birth of Christianity. Crossan bergabung dengan arkeologist brilian untuk menjelaskan hidup dan pengajaran Yesus.
Crossan menduga Yesus mungkin adalah seorang petani buta huruf, tetapi juga seorang manusia yang penuh hikmat dan yang mendorong orang untuk berpikir inklusif, toleransi dan memiliki kebebasan. Crossan menanyakan kesejarahan cerita-cerita Injil tentang Yesus termasuk “tanda mujizatNya”, kelahiran dan kebangkitan Lazarus. Bahkan Crossan berpendapat bahwa tubuh Yesus mungkin telah dicuri dari kuburanNya, dikuburkan dalam kuburan yang dangkal sehingga dimakan oleh binatang atau burung pemakan bangkai seperti anjing pemakan bangkai. Pendapat ini amat mengejutkan sekali bagi saya.
Berdasarkan pembahasannya yang menggunakan berbagai inter disipliner (cross-cultural anthropology, Greco-Roman and Jewish history, dan literary and textual evidence), maka Crossan menyimpulkan bahwa cerita-cerita kelahiran, paskah, kebangkitan Yesus bukanlah sebuah peristiwa sejarah. Dari paparannya juga kita mendapatkan garis sejarah politik Yesus yang benar dari seluruh ilmu mitologi, seorang pemimpin revolusionaris sosial yang berpikir “egalitarianisme radikal” tetapi tanpa mujizat, kecuali kebangkitan kesadaran sosial. Bahkan analisa Crossan mengatakan bahwa: “Yesus tidak melakukan dan tidak dapat menyembuhkan … penyakit (disease)”; Yesus tidak pernah bertemu dengan
Bahasan Crossan tentang Yesus dalam bukunya ini semakin membuka mata untuk mengerti kehidupan Yesus yang sejarah. Crossan menggambarkan Yesus dengan kehangatan dan kuasa. Dia membuat sebuah potret yang dibuat dalam latarbelakang yang sezaman dengan Yesus. Yesus adalah petani Yahudi, dengan perasaan kesegeraan kehadiran Allah, yang menghancurkan pengendalian sosial. Crossan melihat karya penyelamatan Yesus adalah bersifat sapiental (ethical eschatology), artinya kehadiran kerajaan Allah bukanlah pada hari yang akan datang melainkan kini dan di sini.
Pendekatan Crossan ini sangat berbeda dengan pendekatan NT.Wright. Jika Wright memakai pendekatannya dengan metode pastoral, maka Crossan memakai pendekatan interdisipliner dalam merekonstruksi Yesus sejarah. Pendekatan ini mencakup tiga langkah analitis yang semuanya bekerjasama sepenuhnya, seimbang dan saling terkait, untuk menghasilkan suatu sintesis yang kokoh dan efektif. Langkah pertama adalah melakukan suatu analisis antropologis lintas-budaya dan lintas-zaman, dengan menerapkan beberapa model dan tipologi antropologis. Langkah kedua, melakukan suatu analisis sejarah zaman Hellenistik dan Yunani-Romawi, dengan memakai kajian-kajian sinkronik dan diakronik atas bahan-bahan yang relevan. Kedua langkah ini dimaksudkan untuk mendapatkan konteks historis dan kontemporer dan sesudahnya (sampai tahun 70) yang di dalamnya Yesus dapat dengan mantap ditempatkan. Langkah ketiga, melakukan suatu analisis tekstual dan literer atas bahan-bahan tentang Yesus; langkah ini paling mendasar sebab "setiap kajian tentang Yesus sejarah akan bertahan atau gugur tergantung pada bagaimana si peneliti menangani langkah analisi literer atas teks yang ada.“
Dalam merekontruksi Yesus sejarah, akan selalu ada interaksi antara data-data tekstual yang sedang ditafsir dan teologi si perekonstruksi. Dengan demikian, setiap pengkajian Yesus sejarah adalah sebuah usaha hermeneutik, untuk menemukan Yesus di masa lalu yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan teologis yang diajukan si peneliti terhadap teks-teks yang tersedia, pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari lokasi sosial si peneliti di masa kini. Inilah yang dilakukan oleh Crossan dalam bagian ini. Crossan mencoba menjawab pertanyaan sosial mengenai apakah Yesus anak manusia, apakah Yesus adalah hakim atas dunia ini? Ternyata dalam penelitiannya atas berbagai teks-teks yang ada maka Crossan berkesimpulan bahwa Yesus tidak pernah menjadi hakim, Yesus tidak pernah menyebut diriNya sebagai Anak Manusia. Dalam bagian lain, Crossan juga menegaskan bahwa Yesus bukanlah nabi apokaliptis. Sebab Yesus menekankan "pesta" di dalam pengajarannya, karena Yesus memahami bahwa Kerajaan Allah itu sudah ada di bumi ini bukan lagi sesuatu yang harus ditunggu-tunggu lagi. Dengan demikian visi eskatologis apokaliptis tentang masuknya manusia ke "sorga" sebagai suatu ”dunia lain“ di masa depan di akhir sejarah dunia, bukanlah visi Yesus sejarah.
Metode penelitian seperti ini menurut saya lebih baik daripada pendekatan Wright sebab kebenaran Yesus sejarah itu digali dari berbagai sumber-sumber yang mengacu kepada kebenaran sejarah. Kehidupan Yesus yang hidup dulu dapat kita rekonstruksi ulang dari penelitian interdisipliner ini. Sebab Yesus yang diberitakan sekarang adalah Yesus kepercayaan dari pada penulis Injil pada abad pertama. Dengan adanya penelitian interdisipliner ini akan memperkaya pemahaman kita akan karya dan hidup Yesus lebih nyata dan otentik.
Perenungan
Dalam penelitiannya, Crossan memakai sumber-sumber non-Alkitab yang membuktikan fakta bahwa Yesus sosok sejarah yang asli. Tulisan Flavius Josephus, ahli sejarah Yahudi abad pertama terkenal menegaskan bahwa Yesus memang benar-benar ada. Dan menggambarkan bagaimana Yesus dirajam oleh dewan Yahudi, Sanhedrin. Ada juga rujukan singkat Yesus lainnya dalam ahli sejarah non-Kristen pada penulis Romawi seperti Thallus, Seutoneous, dan Asotis. Dan ahli sejarah Yunani seperti Lucien. Juga dokumen Yahudi yang membuat Talmut, terdapat rujukan soal Yesus. Meliputi mukjizat dan pengusiran setan olehNya.
Cornelius Tacitus ahli sejarah Romawi menegaskan bahwa Yesus disalibkan layaknya penjahat dalam pemerintahan Pontius Pilatus. Ia juga menceritakan Kekristenan berasal dari Yudea kuno. Umat Kristen berkembang di Roma. Walau ada fakta pendiri Kekristenan itu dihukum mati sebagai penjahat. Certonias adalah ahli sejarah resmi Romawi di zaman Kaisar Trajan. Tulisannya menegaskan pernyataan Lukas dalam Kis. 18:2 tentang pengusiran orang Yahudi dari Roma oleh Kaisar Klaudius. Ia juga menjelaskan ada sejumlah orang Kristen yang tinggal di Roma sebelum pertengahan tahun 60-an M. Tulisan Gubernur Romawi Pliny Muda khususnya menarik mengenai ajaran dalam Perjanjian Baru. Menurut Pliny, umat Kristen sangat mencintai kebenaran. Ia menulis bahwa mereka berkumpul di hari tertentu sebelum fajar, menyanyikan hymne bagi Kristus. Dan bersumpah tak berbuat dosa lagi.
Tapi apakah hanya ahli sejarah kuno yang mendukung catatan Alkitab? Sain modern juga memiliki andil dalam menegaskan Injil. Bahkan saat sumbernya sangat sekuler dan sering tak simpatik pada Kekristenan. Misalnya salah satu aspek dari mukjizat penyaliban yaitu kegelapan meliputi negeri dari jam ke-6 hingga jam ke-9. Matius, Markus, dan Lukas mencatat peristiwa itu. Begitu juga para ahli sekuler. Di antaranya seorang pria bernama Thallus yang hidup di tahun 52 M dari Siria menegaskan bahwa peristiwa itu benar-benar terjadi.
Bisakah sain modern kita memperkokoh argumen ini? Adakah temuan ilmiah lainnya yang cenderung mendukung atau menentang bahwa Kristus pernah hidup? Kolam Siloam dan Betesda yang ada di Injil Yohanes digali tahun 1890-an. Dan ditemukan persis seperti gambaran di Alkitab. Prasasti yang merujuk Pilatus bagian dari Yudea ditemukan tahun 1963. Di pertengahan tahun 1980-an, perahu nelayan yang dibentuk dan gayanya agak mirip dengan cerita Injil, ditemukan abad pertama di dasar Laut Galilea. Dan di tahun 1990-an, makam Kayafas imam besar di saat Yesus mati juga ditemukan.
Jelaslah bahwa Yesus memang ada dalam sejarah. Sumber Alkitab dan non-Alkitab membuktikan karyaNya, pengadilan dan penyalibanNya. Dan masih ada pertanyaan lain-lainnya yang jawabannya masih dicari oleh ilmuwan dan cendikiawan. Tapi janganlah diabaikan pencarian kebenaran ini. Sejauh ini belum ada temuan yang menentang catatan Alkitab. Namun penemuan-penemuan tersebut merupakan pembuktian bahwa di luar sumber Kristen tenyata ada laporan yang melaporkan kisah-kisah Yesus dalam sejarah.
Kisah sejati tentang Yesus sejarah sangat menarik dan memberi ilham. Kisah ini mungkin merupakan cerita lama, tetapi jauh lebih memukau daripada versi cerita Yesus yang lebih baru, radikal, minimalis, dan revisionis. Arkeologi yang terus-menerus dilakukan, penemuan yang terus-menerus berlangsung dan riset tentang dokumen kuno akan terus memancarkan terangnya pada kisah tua ini. Penemuan tersebut mungkin memerlukan penyesuaian di sana sini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penemuan-penemuan arkeologi dan ilmu-ilmu di luar Kekristenan harus kita pahami sebagai penemuan yang meneguhkan iman percaya kita.