Jumat, 19 Februari 2010

KUNJUNGAN KADEP DIAKONIA HKBP KE KANTOR PUSAT GKPA


KUNJUNGAN KADEP DIAKONIA HKBP KE
KANTOR PUSAT GKPA
Ka.Biro I GKPA



Ephorus GKPA menerima kunjungan Kadep Diakonia HKBP Pdt.Nelson Siregar,STh yang didampingi Praeses HKBP Distrik I Tapsel-Sumbar, Pdt.Marolop MP.Sinaga,M.Th.

Pucuk Pimpinan GKPA, Pdt.Abraham L.Hutasoit,MA menerima kunjungan Kepala Departemen (Kadep) Diakonia HKBP Pdt.Nelson Siregar,STh dan Praeses HKBP Distrik I Tapsel-Sumbar Pdt.Marolop MP.Sinaga,MTh di ruangan Ephorus GKPA pada Selasa, 16 Pebruari 2010. Kunjungan Kadep Diakonia HKBP ini membicarakan masalah diakonia gereja HKBP dan GKPA. Disamping itu, Pucuk Pimpinan GKPA dan Kadep Diakonia HKBP juga membicarakan permasalahan pembakaran Gereja HKBP dan Pentakosta di daerah Sibuhuan, Barumun, Palas. GKPA turut prihatin atas kejadian dimaksud dan mendukung langkah-langkah yang dilakukan berbagai pihak demi tercapainya kerukuna umat beragama di daerah Sibuhuan. Seusai bertemu dengan Pucuk Pimpinan GKPA, Kadep Diakonia HKBP berencana akan mengunjungi HKBP Sibuhuan bersama Praeses HKBP Distrik I Tapsel-Sumbar dan didampingi Ka.Diakonia HKBP Distrik I, Sahat Tua Sinaga.

Kamis, 18 Februari 2010

PEMBINAAN PEMUDA GKPA: ”BERTUMBUH DI DALAM KASIH”


”BERTUMBUH DI DALAM KASIH”
( Filipi 1 : 9 - 10 )

Berbicara tentang pertumbuhan akan selalu dikaitkan dengan pertambahan atau perkembangan menuju ke arah sesuatu entah itu ke arah baik (sempurna) atau bahkan ke arah buruk. Teks yang akan menjadi bahan penelaahan kita malam ini akan mengulas petumbuhan kasih seseorang ke arah yang lebih baik. Setelah Paulus meyakinkan anggota-aggota jemaat di Filipi akan kasihnya kepada mereka dan akan persekutuan mereka dalam kasih-karunia Allah (ay.7-8), Paulus sekarang melanjutkan ucapan-syukurnya (ay.3-6) dengan suatu syafaat. “Inilah doaku” (τούτο προσεύχομαι = untuk ini aku berdoa). Apakah isi doa Paulus itu? Isi doanya adalah “semoga kasihmu makin melimpah” (Їνα ή άγάπη ύμών έτι μάλλον καϊ μάλλον περισσεύη = yaitu kasihmu terus-menerus bertambah). Paulus tahu dan akui bahwa mereka mempunyai kasih yang melimpah. Hal itu telah berulang-ulang ia alami. Tetapi kasih itu – terutama satu sama lain – belum sempurna, masih kurang (bd.1:27-30; 2:1-5; 4:2). Mereka masih ada di dunia, di dalam daging, belum mencapai tujuan perjalanan (=tanah air di sorga, 3:20) dan masih di tengah jalan. Karena itu Paulus berdoa, semoga kasih mereka semakin bertambah, makin melimpah secara kwalitatif. Ungkapan Yunani “eti mallon kai mallon perisseuei” lebih menekankan pada “bertambah baik” dalam pengetahuan dan pengertian di segala bidang.
Pertumbuhan yang Paulus minta ialah supaya mereka beroleh pengetahuan yang dalam, penuh dan benar, agar mereka – dengan perasaan dan intuisi yang murni – dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang wajib dilakukan dan mana yang harus ditolak sehingga sikap mereka dalam segala sesuatu sesuai dengan kehendak Allah. Dan karena itu, menurut Paulus, pertumbuhan itu hanya mungkin oleh kasih – kasih yang mempertajam penglihatan, yang memperterang pengertian, yang memperhalus perasaan – dan kasih mereka itu makin melimpah.
Bertumbuh di dalam kasih akan membuka pengenalan yang lebih mendalam. Apabila kita mengasihi sesuatu, kita ingin semakin banyak belajar mengenalnya; apabila kita mengasihi seseorang, kita ingin semakin banyak mengenalnya; apabila kita mengasihi Yesus, kita ingin belajar mengenal Dia dan kebenaranNya. Kasih selalu peka terhadap pikiran dan hati orang yang dikasihi itu. Apabila kasih secara buta dan serampangan melukai perasaan orang yang dikasihi, itu sama sekali bukan kasih. Apabila kita sungguh-sungguh mengasihi Yesus, maka kita ingin menjadi peka terhadap kehendakNya. Demikian juga apabila kita semakin bertumbuh di dalam kasih kepada Kristus, maka kita juga akan mencintai Gereja (baca: PNGKPA) dan semakin peka terhadap kebutuhan dan kehendak Gereja kita. PNGKPA akan semakin bergiat ambil bagian dalam pelayanan GKPA. Kalau kita mau bertanya mengapa PNGKPA masih kurang memberikan perhatian kepada Gereja? Maka jawabnya sudah jelas karena pertumbuhan kasih Kristus itu belum nyata dan terasa di hati kita masing-masing.
Pertumbuhan kasih ini Paulus makin jelas pada ayat berikutnya yaitu supaya mereka dapat memilih apa yang baik (=yang utama, yang agung), supaya mereka suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus. Hidup yang demikian tidak dapat dihasilkan oleh manusia sendiri. Itu adalah pekerjaan Allah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan yang diharapkan Paulus adalah pertumbuhan ke arah yang lebih baik. Artinya PNGKPA yang bertumbuh itu mampu memilih apa yang baik dan menjadikan dirinya suci dan tidak ingin menyebabkan orang lain tersandung. Kata yang dipakai untuk “suci” cukup menarik yaitu ϊλικρινείς – eilikrineis (=yang murni). Kata ini berasal dari kata eile, ‘sinar matahari’ dan krinein, ’menghakimi’ yang menggambarkan sesuatu yang mampu bertahan di bawah ujian matahari. Artinya petumbuhan kasih itu memampukan karakter kita bertahan terhadap setiap cahaya yang jatuh di atas kehidupan kita. Jika ada banyak cahaya kehidupan yang menimpa kita, maka kita mampu menghadapinya dan memilih yang terbaik dari cahaya yang kita terima itu.
Pertumbuhan kasih adalah hasil dari kepercayaan kita kepada Yesus Kristus. "Orang yang benar akan hidup dengan iman" (Galatia 3:11). Hidup yang berdasarkan iman akan membolehkan kita semakin mempercayai Tuhan dalam segala hal dan mempraktikkan hal-hal berikut:
T -- Tiap-tiap hari, datang ke hadirat Tuhan melalui doa (Yohanes 15:7).
U -- Usaha dalam membaca Alkitab setiap hari (Kisah 17:11).
M -- Mentaati Tuhan dari waktu ke waktu (Yohanes 14:21).
B -- Bersaksi tentang Kristus melalui percakapan dan cara hidup anda (Matius 4:19, Yohanes 15:8).
U -- Usaha dalam mempercayai Tuhan dalam segala hal kehidupan anda (1 Petrus 5:7).
H -- Hendaklah anda membiarkan Roh Kudus menguasai dan memberi kuasa kepada anda dalam kehidupan seharian dan kesaksian anda (Galatia 5:16, 17; Kisah 1:8).

Alkitab dipenuhi dengan ayat-ayat tentang pertumbuhan dan tentang bertambah besar. Lukas, misalnya, melukiskan keadaan Yesus dan Yohanes sebagai bertambah besar. Yohanes "bertambah besar dan makin kuat di dalam rohnya" (1:80), demikian pula Yesus "makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia" (2:25). "Bertambah besar" merupakan kata terakhir mengenai Yesus maupun Yohanes sebelum pelayanan mereka di muka umum diceritakan. Keduanya bertambah besar dan menjadi sempurna pula dalam pelayanan mereka.
Petrus juga menekankan kepada orang percaya, "bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juru Selamat kita Yesus Kristus" (2 Petrus 3:18). Petrus membandingkan mereka dengan bayi- bayi yang baru lahir, ia menyuruh mereka agar "selalu ingin akan air susu yang murni dan rohani, supaya oleh-Nya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan" (1 Petrus 2:2).
Pertumbuhan merupakan kiasan pokok dalam beberapa perumpamaan yang melibatkan kita untuk berpartisipasi dalam kerajaan Allah. Gambaran pertumbuhan yang dinyatakan secara paling dramatis terdapat dalam Injil Yohanes (12:24). Yesus mengatakan bahwa jikalau biji itu tidak jatuh ke tanah dan mati, benih itu tidak akan bertumbuh. Pertumbuhan merupakan perhatian utama Injil Yohanes-- menjadi dewasa dalam segala sesuatu yang Allah lakukan di dalam Kristus, mengumpulkan semua bagian hidup kita dan semua seluk-beluk kehidupan Yesus menjadi satu keutuhan.
Jikalau kita menjalani kehidupan beriman secara alkitabiah, pertumbuhan merupakan sesuatu yang paling wajar di dunia ini. Jikalau Allah bekerja di dalam kita, dengan sendirinya kita akan bertumbuh. Sebagian besar pertumbuhan itu terjadi secara tidak disadari. Terjadinya pertumbuhan kasih itu tidak bisa kita lihat, pertumbuhan itu hanya kita lihat setelah pertumbuhan itu sudah terjadi--dan mereka yang paling dekat dengannya sering kali menjadi orang yang paling tidak menyadari.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk memajukan dan menolong pertumbuhan di dalam diri kita dan diri orang lain. Tetapi pertumbuhan yang sebenarnya berlangsung dengan cara yang misterius, jauh melampaui kemampuan kita untuk menyelidiki dan mengawasinya. Satu hal yang perlu disadari ialah pertumbuhan orang Kristen merupakan pekerjaan Roh; Ia yang memberikan arah dan bentuknya. Kita hanya bisa melihat secara heran pada apa yang telah terjadi. Pertumbuhan kasih yang sehat membutuhkan kehadiran orang lain--saudara seiman, pendeta, dan guru jemaat serta penatua. Dengan hidup secara terpencil dan menyendiri, kita tidak bisa bertumbuh.
Melalui apakah pertumbuhan kasih itu kita lakukan? Tuhan memberikan kita bermacam-macam sarana untuk bertumbuh misalnya: doa dan Alkitab, ibadah, pendalaman Alkitab (Bible Study), latihan kor, aktif dalam kepengurusan PNGKPA, dan atau pelayanan lainnya. Pertumbuhan rohani tidak bisa terjadi dalam keterpencilan. Pertumbuhan kasih bukanlah hal pribadi antara orang Kristen dengan Allah. Misalnya dalam ibadah, kita datang di hadapan Allah yang mengasihi kita di tengah- tengah orang lain yang juga Ia cintai. Dalam ibadah, kita dengan sengaja membuka diri untuk pekerjaan Allah dan untuk kebutuhan sesama kita, kedua-duanya mengharuskan kita untuk tumbuh menjadi sempurna menurut gambar Allah. Ibadah secara teratur dan setia sangat penting bagi pertumbuhan kasih, sama halnya dengan makanan dan tempat bernaung bagi anak yang sedang tumbuh. Ibadah merupakan terang dan udara, yang di dalamnya pertumbuhan kasih berlangsung. Dengan pertumbuhan kasih ini akan memampukan kita berkomunikasi dengan Tuhan, berkomunikasi dengan sesama PNGKPA, berkomunikasi dengan jemaat, berkomunikasi dengan sekitar kita. Semoga kita semakin bertumbuh dalam kasih!!!



Ramli SN Harahap fidei/gladys’07 241107

Selasa, 16 Februari 2010

Bacaan Minggu Okuli, 7 Maret 2010 : 2Korintus 1:3-7


Minggu Okuli, 7 Maret 2010 2Korintus 1:3-7


MENGUCAP SYUKUR WALAU DALAM PENDERITAAN



Pendahuluan

K
alu mau jujur, tidaklah mudah mengucap syukur dengan tulus, karena substansi pengucapan syukur sebenarnya adalah pengorbanan, bukan hanya sekedar basa-basi. Memang dalam keadaan baik, mudah sekali orang mengucap syukur. Namun, pada saat keadaan yang buruk, waktu kita cemas, sedih, datang kepahitan, resesi ekonomi, devaluasi, likuidasi bank dan sebagainya, dapatkah kita mengucapkan syukur? Acap kali terjadi dalam hidup ini, seseorang begitu gembira dan mengucapkan syukur, jika dia berhasil dalam hidup sehari-hari. Mungkin karena dia memperoleh keuntungan yang tidak disangka-sangka atau keuntungan yang diperjuangkan, hingga berhasil. Mungkin juga karena anaknya berhasil menyelesaikan studinya dan mungkin oleh hal-hal lain. Hal itu lumrah terjadi dalam hidup ini. Sebaliknya ada sementara orang bila menghadapi dan mengalami penderitaan dia tidak mampu mensyukuri penderitaan yang menimpa hidupnya. Mungkin dia bersungut-sungut dan frustrasi bahkan hingga putus asa atas penderitaan yang dialaminya. Lalu bagaimana dengan kita? Tetapi Tuhan menghendaki dan menuntut kepada kita anak-anak-Nya agar kita “mengucap syukur dalam segala hal”. Harap dicatat, bukan untuk segala hal, tetapi dalam segala hal.
Kita tidak disuruh mengucap syukur karena kita jatuh sakit. Tetapi walaupun kita sakit, kita hendaknya masih dapat melihat tangan Tuhan yang mahakasih memegang tangan kita, lalu kita mengucap syukur. Sebagai orang yang beriman kepada Kristus kita terpanggil untuk meneladani hidup Paulus seperti tertulis pada 2 Korintus 1:3-9 ini. Kita dapat membaca bahwa Paulus memuji Allah atas belas kasihan-Nya yang besar. Paulus merasakan bahwa dia harus melalui keadaan yang mencemaskan yang disebutnya dalam ayat 8 dan ayat 9 yang menurut imannya sudah sangat memperkaya dia terhadap sifat Allah. Karena dikatakan: “Sebab kami mau, saudara-saudara supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. Bahkan kami merasa, seolah-olah kami dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati”. Dengan perkataan itu Paulus menjelaskan bahwa walau menderita, tetapi akhirnya tetap bersyukur. Paulus menerangkan sebabnya ia merasa begitu terharu oleh penghiburan ilahi. Di Asia kecil ia mendapat kesukaran yang begitu menjadikannya putus asa, sehingga ia menjadi yakin bahwa akhir hidupnya sudah tiba, tetapi pertolongan yang tak diduga-duga seolah-olah bangkit.


1. Allah sumber segala penghiburan

Atas keadaan itu Paulus mengaku dan percaya bahwa Allah adalah Bapa yang penuh belas kasihan, Bapa sumber segala penghiburan. Pengakuan itu muncul karena Paulus merasakan pertolongan Tuhan di saat menghadapi penderitaan, di mana penderitaan itu memberi pengertian bagi dia akan pengenalan yang benar terhadap Tuhan. Artinya di balik kejadian penderitaan itu, dia melihat sesuatu yang memperkaya dia semakin mengenal Allah. Atau dengan perkataan lain di balik penderitaan itu, Tuhan mau mengatakan sesuatu yang lebih baik dalam hidup kita. Oleh sebab itu sebagai orang yang beriman kepada Allah, apapun yang terjadi, sukacita atau penderitaan kita senantiasa mengucap syukur kepada Dia.
Tentu Paulus tidak mengatakan agar seseorang bersyukur jika mengalami penderitaan, oleh karena kejahatan atau karena kesalahannya (bnd.1 Pet.3:13-22). Bagi orang yang demikian baiklah dia bertobat dalam hidupnya dan serta merta meninggalkan kejahatannya dan berpaling kepada Tuhan. Penderitaan yang dialami Paulus yang kita contoh dan teladani ialah: menderita karena mengikut Kristus, karena percaya kepada Kristus, karena memberitakan Firman dan kerajaan Allah. Hal itu dapat kita baca pada 2 Korintus 11: 23-28, “dia lebih banyak berjerit lelah’ sering di dalam penjara;didera di luar batas, kerap kali dalam bahaya maut; lima kali disesah orang yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali didera, satu kali dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam terkatung-katung di tengah laut, sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak-pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahay di tengah laut dan bahay dari pihak saudara-saudara palsu. Dia menjerit lelah dan bekerja berat, kerap kaqli tidak tidur, lapar dan dahaga, kerap kali berpuasa kedinginan dan tanpa pakain namun urusannya sehari-hari untuk memelihara semua jemaat”.
Kebutuhan akan penghiburan itu disoroti dengan dengan acuan-acuan kepada kesusahan, penderitaan, kehancuran, rasa putus asa dalam hidup, rasa dijatuhi hukuman mati dan menghadapi bahaya maut. Kepastian akan pertolongan Ilahi digarisbawahi oleh pengulangan dua kali “menyelamatkan” dalam ayat 10. ”Dari kematian yang begitu ngeri Ia telah dan akan menyelamatkan kami lagi”. Allah telah menyelamatkan hamba-Nya dalam situasi yang sangat berbahaya. Hal itu meneguhkan pernyataan Paulus sebagai rasul. Juga mengilhaminya untuk tugasnya saat ini:memberikan penghiburan bagi orang lain. Yang lebih penting daripada mengidentifikasikan secara tepat krisis yang diacunya adalah taktik penggembalaan Paulus; ia ingin mengikatkan dirinya dengan para pembacanya sebagai orang yang selalu yakin akan belas kasih Allah.

2. Oleh Kristus kami menerima penghiburan berlimpah-limpah

Karena kesukaran-kesukaran yang luar biasa, Paulus mendapat pengalaman yang dalam dan berharga akan penghiburan Allah. Ia menguraikan penderitaannya bagaikan ikut mendapat bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus. Penderitaan dan penghiburan sang Rasul tentu banyak menguntungkan orang Korintus, sekaligus menguntungkan orang-orang percaya pada masa sekarang ini.
Pertama, Paulus sendiri sekarang menjadi lebih lengkap melayani mereka, karena pengalaman-pengalaman yang dialami seorang Kristen bukan dimaksudkan untuk dirinya sendiri saja, melainkan juga untuk kepentingan orang lain, supaya orang lain sama seperti Paulus kokoh di dalam iman jika mengalami penderitaan bahkan mampu bersyukur jika mengalami penderitaan.
Kedua, orang Korintus dan pengikut Kristus pada zaman ini dapat belajar dan menimba dari sumber penghiburan yang sama, yaitu Bapa dalam Kristus Yesus Tuhan kita. Jika mengalami penderitaan; janganlah pergi kepada kekuatan lain, tetapi datanglah dan berserah hanya kepada Dia sumber dari segala penghiburan. Yesus berkata: ”Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur” (Mat.5:4).. Hiburan ini adalah hiburan dari Mesias. Yaitu bagi mereka yang mengalami penderitaan dan yang datang berserah mohon bantuan pertolongan atau penghiburan dari Kristus Tuhan, mereka tidak pergi dan minta tolong kepada kuasa lain di dunia ini. Kemudian juga dapat kita lihat bahwa orang-orang yang mengalami penderitaan adalah orang yang berbahagia di hadapan Allah. Karena Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat” (Mat. 5:10-11).
Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa orang yang mengalami penderitaan bahkan dianiaya karena kebenaran karena Kristus dan difitnahkan segala yang jahat, orang itu adalah orang yang berbahagia, kebahagiaan hingga mewarisi Kerajaan Sorga. Jika demikian kita terpanggil untuk senantiasa bersyukur dan memuji serta memuliakan Tuhan walau kita mengalami penderitaan.
Penderitaan Kristus juga memiliki kemuliaan, penghiburan yang melimpah. Berarti ada dua hal. Yang percaya pada salib dan yakin kelak memiliki pengharapan kemuliaan (lih.Flp. 3:10-11; Rm. 8:17; 1Ptr. 4:13; 5:1). Selanjutnya, di dalam Kristus berkat Allah hadir untuk melingkupi hidup setiap orang, sehingga orang yang menderita memperoleh penghiburan.


3. Renungan:

Ada sebuah ilustrasi: Seorang raja yang gemar berburu berangkat dengan pasukannya ke hutan. Entah kenapa jari kelingkingnya terputus oleh pisau yang tajam. Penasehatnya mencoba menghibur baginda tetapi baginda tetap merasa sedih. Kemudian penasihat berkata: baiklah baginda bersyukur atas kejadian ini. Raja itu marah, sudah jari terpotong dan sakit lagi, kok disuruh bersyukur, ”penasihat apa kamu!” lalu menyuruh pasukannya untuk menangkap dan memenjarakan dia selama tiga tahun. Satu bulan kemudian, oleh karena kegemaran baginda tetap berburu, baginda mengajak rombongan dan penasihat barunya. Rombongan dibagi dan baginda bersama dengan penasihat barunya. Entah kenapa mereka tersesat tidak mengetahui medan hutan tempat di mana mereka berburu. Tiba-tiba datang segerombolon orang primitif yang juga berburu. Lalu menangkap baginda dan penasihatnya untuk diajadikan persembahan kepada dewa yang disembah orang primitif itu. Mereka dimandikan sebelum dipersembahkan kepada dewa. Tiba giliran kedua kepada baginda dan pada waktu memandikannya kelihatan jarinya terpotong alias cacat. Akhirnya dia dilepaskan karena tidak cocok yang cacat untuk dipersembahkan kepada dewa. Dengan susah payah baginda kembali dan tiba di istana. Begitu tiba di istana baginda memerintahkan agar penasihatnya dilepaskan/dikeluarkan dari penjara. Kemudian baginda minta maaf kepada penasihat itu, lalu berkata, ”kamu adalah penasihat yang benar dan kebijaksana. Karena apa yang kamu katakana adalah benar, agar kita selalu bersyukur.” Saya harus bersyukur, karena jari kelingkingku ini terputus, sehingga saya boleh selamat dari tangan orang-orang primitip itu, kata baginda dengan terharu.
Raja itu menceritakan semua kejadian yang mereka alami di tempat berburu dan bagaiamana ia dapat kembali dengan selamat pulang ke istana. Setelah baginda selesai menceritakan semua, kemudian penasihat itu juga serta merta mengatakan kepada baginda syukurlah baginda memenjarakan saya, karena bila tidak, mungkin saya sudah dipersembahkan orang-orang primitip itu kepada dewa mereka. Saya mungkin sudah dibunuh oleh orang-orang primitif itu, menjadi persembahan bagi dewa mereka.”
Karena kasih Allah yang begitu besar inilah kita seharusnya mampu mengucap syukur dalam segala hal. Dengan menydari siapa kita dan siapa Allah bagi kita, maka sama seperti Paulus, kita akan mampu berkata-kata: ”Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp.1:21). Jadi, kendati kita merasa sakit, gagal, banyak masalah, namun kita bersyukur karena kita memiliki Kristus yang menjadi Juruselamat kita dari segala kesulitan kita. Marilah kita bersyukur dan bernyanyi seperti Maria: ”Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hati bergembira karena Allah Juruselamatku”(Luk.1:46-47).






Pdt.Dr.Luhut P. Hutajulu,M.Th.
HKBP Kebayoran Baru

Bacaan Minggu Reminiscere, 28 Pebruari 20 : Lukas 7:36-50


Minggu Reminiscere, 28 Pebruari 2010 Lukas 7:36-50


IMANMU TELAH MENYELAMATKAN ENGKAU


D
alam nas ini seorang Farisi di kota Nain mengundang Yesus untuk makan di rumahnya, dan undangan itu dipenuhi oleh Yesus dengan tulus. Sebenarnya kita dapat menduga apa yang tersirat dalam hati orang Farisi itu, karena Farisi adalah suatu golongan dari kalangan rabi-rabi dan ahli Taurat yang sangat perpengaruh. Golongan tersebut berpegang pada Taurat Musa dan adat istiadat nenek moyang Yahudi, dengan demikian mereka menaati seluruh hukum dan peraturan secara mutlak. Jadi maksud Farisi yang mengundang Yesus itu bukanlah untuk menghormati serta belajar tentang kerohanian dari Yesus, melainkan sebagai cara bagaimana ia mengetahui lebih mendalam tentang gerak-gerik Yesus dan akhirnya mudah menjebak serta menangkap Dia. Dengan perkataan lain, undangan ini bermuara pada kemunafikan, karena dilakukan pengundang sebagai cara untuk menemukan kesalahan orang lain.
Kemunafikan sedemikian hendaknya dapat kita hindarkan dalam hidup kita, berpura-pura ramah mengundang orang makan, pada hal maksudnya untuk menjebak orang itu serta untuk mencari bahan-bahan untuk megadukakan dia. Pura-pura memberikan sesuatu kepada kita padahal hendak menjebak kita agar terbukti telah melakukan kesalahan. Pancingan dan jebakan berpakaian undangan makan merupakan bahaya dalam kehidupan masyarakat modern sekarang ini. Di kota-kota besar sudah musim sekarang ini tradisi mengundang makan. Baik cofee morning, dinner party, dan jamuan kasih lainnya. Ada yang positif dan ada yang negatif maksudnya. Yang bermaksud negatif biasanya memanfaatkan acara makan itu untuk mempengaruhi yang diundang untuk menyetujui maksud-maksud jahatnya. Dengan memberi makan ada sesuatu perminataan yang hendak disampaikan kepada kita agar kita tidak bisa mengelak dan harus menyetujui kehendak dan keinginannya. Pembicaraan-pembicaraan yang bernuansa kolusi, korupsi dan nepotisme tidak jarang terjadi dalam acara-acara undangan makan siang atau makan malam di restoran anu atau di cafe anu yang full AC, full musik dan full-full lainnya. Yesus sering menghujat orang-orang Farisi yang munafik. Yang kelihatan seoalah-olah malaikat tetapi sebenarnya serigala yang siap menerkam mangsanya. Marilah kita mengisi kerohanian kita dengan firman Tuhan agar kita terhindar dari kemunafikan. Kemunafikan bisa hengkang dari kehidupan kita jika kerohanian kita kita tingkatkan kualitasnya. Tapi jangan salah banyak juga orang yang munafik terlihat seperti orang yang lebih rohani padahal sebenarnya rohana.
Setelah mendengar kabar bahwa Yesus makan di rumah orang Farisi itu, seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa datang menjumpai Dia sambil membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi (an alabaster jar of perfume). Buli-buli pualam adalah botol berbentuk dua globe yang berbeda besarnya yang dihubungkan dengan leher. Biasanya parfum atau minyak wangi yang dituangkan ke buli-buli pualam adalah parfum yang mahal dan berkualitas baik. Karena sudah mengenal dirinya penuh dosa, perempuan itu ingin bertobat. Ia sudah pasti pernah mendengar khotbah-khotbah Yesus sebelumnya. Ia memutuskan sendiri bahwa dirinya akan memasuki suatu kehidupan baru di dalam Tuhan. Kedatangannya itu didorong oleh keyakinan bahwa kasih Yesus begitu besar sehingga ia dapat memperoleh keampunan dosa.
Sambil menangis perempuan itu menjumpai Yesus dan berdiri di belakang kaki-Nya. Yesus duduk di kursi tetapi kaki-Nya tidak dijulurkan ke bawah meja makan, melainkan menjauh dari meja makan itu. Di posisi kaki sedemikianlah perempuan berdiri di belakangnya. Yesus tentu tahu apa maksud perempuan itu sehingga memposisikan kakinya lebih bebas dari meja itu. Posisi kaki itu memungkinkan perempuan tersebut dapat membasahi kaki Yesus dengan air matanya serta menyekanya dengan rambutnya sendiri. Kemudian diciumnya kaki Yesus serta diminyakinya dengan parfum yang berkualitas sangat tinggi yang dituangkan dari dalam buli-buli pualam. Seyogianya minyak wangi itu dipergunakan meminyaki bagian kepala Yesus, namun akhirnya dibuat meminyaki kaki-Nya. Hal yang mirip dilakukan Maria dari Betania ketika ia “mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau wangi semerbak di seluruh rumah itu” (Yoh. 12:3). Maria dari Betania melakukan itu menjelang hari-hari penyaliban Yesus, sehingga Yesus menyebutnya “hal ini mengingat hari penguburan-Ku” keampunan dosanya (ay. 7). Namun perempuan berdosa yang dalam nas ini melakukannya murni karena haus akan keampuan dosa.
Pelajaran dari nas ini cukup penting bagi kita di mana sadar atau tidak sadar kita adalah orang berdosa di mata Tuhan. Kita sering melanggar hukum dan kehendak Allah. Namun Allah Mahakuasa dan Mahapengasih. Ia senantiasa rela menantikan kedatangan kita untuk mengakui dosa kita. Bahkan Ia telah rela berkorban di kayu salib untuk memberikan keampunan dosa dan keselamatan bagi kita. Kerendahan hati dan rasa haus akan penebusan dosa kita oleh Yesus menjadi renungan yang dapat kita petik dari nas ini. Seharusnya kita yang merasa berdosa ini harus datang bersembah sujud di bawah kaki Yesus sembari mengaku segala dosa yang telah kita perbuat agar Dia mau mengampuni kita. Persoalannya, seringka kali kita tidak merasa berdosa dan bersalah di hadapan Tuhan sehingga Tuhan tidak mau mengampuni kita. Sering kali kita merasa orang kudus, padahal bukan orang kudus. Merasa kudus belum tentu orang kudus. Tetapi merasa berdosa dan datang meminta pengampunan kepada Yesus, merekalah yang disebut orang kudus. Karena Yesus telah mengampuni dosa-dosa orang yang merasa berdosa dan datang meminta pengampunan kepada-Nya.
Ternyata niat baik dan murni untuk memperoleh pengampunan dosa dari perempuan itu tidak masuk akal orang Farisi yang menjadi tuan rumah dalam jamuan makan dalam nas ini. Ia langsung spontan mengatakan dalam hatinya bawa seharusnya Yesus tahu siapa diri-Nya dan siapa perempuan itu. Menurut Farisi itu, tidak pantas Yesus yang adalah Nabi dan suci itu dijamah oleh seorang perempuan berdosa. Ia langsung membuat pemisahan antara Yesus yang adalah Nabi dan kudus dengan seorang perempuan yang berlumur dosa. Pandangan Farisi tersebut adalah sebuah sikap ‘kesombongan rohani’(hibris rohani) yang membanding-bandingkan tingkat hidup kerohanian yag satu kudus yang satu lagi berdosa dan yang berpendapat bahwa yang kudus tidak pantas berkomunikasi dengan yang berdosa. Sikap kesombongan rohani ternyata dihindarkan oleh Yesus. Sang Juruselamat justru merasa bahwa Ia datang dari surga ke dunia ini adalah untuk menyelamatkan orang-orang berdosa.
Yesus membuat sebuah perumpamaan tentang dua orang yang berhutang kepada seorang pelepas uang. Hutang yang seorang 500 dinar dan yang seorang lainnya 50 dinar. Pelepas uang tersebut memutihkan utang kedua orang itu karena keduanya tidak sanggup membayarnya. Yesus bertanya kepada Simon siapa di antara dua orang itu lebih banyak mengasihi pelepas uang itu. Jawaban Simon tepat: yang berhutang 500 dinar itu. Yesus menjelaskan kepada Simon bahwa perbuatan perempuan berdosa itu, yang meminyaki dan mencium kaki Yesus, yang notabene tidak dilakukan Simon, menunjukkan betapa dalamnya rasa kerinduan perempuan berdosa itu untuk memperoleh kempunan dosanya. Dengan demikian dosanya yang banyak itu telah diampuni. Seperti diketahui dalam tradisi Yahudi, tindakan membasahi kaki sesama dengan air mata dan menyekanya dengan rambut merupakan perbuatan yang paling tinggi dalam rangka menunjukkan keramahan. Tidak ada lagi perbuatan yang ramah selain meminyaki kaki orang lain. Dosa perempuan berdosa itu telah diampuni sehingga dia menjadi orang kudus. Tetapi dosa orang yang merasa tidak berdosa itu tidak diampuni sehingga mereka tetap berdosa. Apakah kita golongan orang Farisi yang merasa tidak berdosa atau golongan perempuan berdosa yang merasa berdosa?
Kasih yang besar yang ditunjukkan perempuan berdosa itu kepada Yesus menjadi bukti dari penyesalan dirinya akan dosa-dosanya, tetapi bukanlah dasar untuk penebusan dosa. Dalam nas ini jelas dikatakan bahwa perempuan itu diselamatkan oleh iman (bnd. Ef. 1:7). Ucapan Yesus kepada perempuan itu yang berbunyi “imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!” (ay. 50) menegaskan bahwa dosa-dosanya sudah diampuni dan ia dapat mengalami damai sejahtera Allah. Kepada kita umat yang berdosa ini juga diserukan bahwa iman kita telah menyelamatkan kita firman Tuhan senantiasa menyinari kita yang “diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera” (1:79). Denngan demikian dapat kita tegaskan bahwa perempuan berdosa itu adalah orang yang memiliki iman akan pengampunan dosanya. Sehingga dengan iman yang kuat itulah dia memperoleh keselamatan. Dengan beriman kita beroleh keselamatan. Dengan iman perempuan berdosa itu maka dia memperoleh keselamatan. Bukan dengan minyak yang diberikannya maka dia selamat, tetapi dengan imannya dia selamat. Dan orang yang beriman pasti memberikan sesuatu bagi Tuhan sebagai tanda bahwa dia telah menerima pengampunan dosa. Marilah kita yakin akan jaminan dari Tuhan Yesus bahwa iman kita telah menyelamatkan kita, dan kita membuahkan iman itu dalam kehidupan keseharian kita. Amin.




Pdt. Dr. Binsar Nainggolan
Kadep Marturia HKBP

Bacaan Minggu Invokavit, 21 Pebruari 2010 : Yeremia 10 : 6 - 10


Minggu Invokavit, 21 Pebruari 2010 Yeremia 10 : 6 - 10


TINGGALKANLAH PENYEMBAHAN BERHALA-BERHALA



K
itab Nabi Yeremia adalah kitab yang terpanjang di Alkitab, kalau dihitung dari jumlah kata. Isinya berupa pengakuan kepada kemahakuasaan Allah serta nasihat kepada umat-Nya bangsa Israel. Bagi Yeremia, Allah adalah Yang Mahakuasa, yang menciptakan bumi dengan segala kekuatan-Nya. Allah adalah juga mahahadir di mana-mana. Allah adalah Allah, bukan hanya bagi orang Yehuda, melainkan juga bagi segenap bangsa.
Yeremia terpangil untuk menyampaikan pesan-pesan Allah berupa teguran Allah kepada bangsa Yehuda yang hidup dalam kebebalan dan sebagian jatuh ke dalam penyembahan berhala. Karena keberanian Nabi Yeremia menegur bangsa itu, maka ia sering mengalami kesulitan dan dikejar-kejar penguasa yang lalim dan kejam. Namun ia tetap tegar dalam menghadapi situasi yang terkadang mengancam nyawanya. Puncak ketegarannya tampak pada kenyataan di mana ia tidak takut-takut untuk menyuarakan nubuatan tentang destruksi kerajaan Yehuda (yang secara lalim diperintah antara lain oleh Raja Manasye) sebagai hukuman atas kejahatan bangsa itu.
Tetapi penghakiman Allah terhadap umat-Nya, walaupun dahsyat, bukanlah kata yang terakhir yang menjadi karya terakhir Allah dalam sejarah. Anugerah dan pemenuhan atas janji Allah akan menang. Setelah penghakiman Allah, akan datang pemulihan dan pembaharuan. Israel akan dipulihkan kembali, perjanjian Allah dengan Israel, Daud dan orang-orang Lewi akan diwujudkan. Bahkan Allah akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, yakni akan menaruh Taurat-Nya dalam batin mereka dan menuliskan-Nya dalam batin mereka (31:31-34).

Sebagai pengajaran dan nasihat kepada orang Israel, Yeremia menekankan bahwa yang pertama, tidak ada yang sama seperti Tuhan Allah. Tak seorangpun manusia di dunia ini yang mampu menyamai Dia, sekalipun dari antara raja-raja, kaum penguasa dan kaum pengusaha. Ini ditekankan untuk menjawab sikap sebagian orang waktu itu yang merasa dirinya perkasa dan besar. Keperkasaan manusia terbatas, namun keperkasaan Allah tak terbatas. Hanya Tuhan Allah sendirilah yang bersifat ‘super natural’ yang keberadaannya jauh di atas pengetahuan dan kekuatan manusia. Ia adalah Pencipta dan sekaligus Pemelihara kita makhluk ciptaan-Nya. Allah sendiri mengemukakan siapa diri-Nya: “Aku akan memberitahukan kepada mereka kekuasaan-Ku dan keperkasaan-Ku, supaya mereka tahu, bahwa nama-Ku Tuhan” (16:21).
Hal yang kedua yang tidak dapat disamai manusia dalam kebesaran Allah adalah kebijaksanaan-Nya. Banyak orang bijaksana di zaman nabi Yeremia yang dapat mengajarkan hikmat dan pengetahuan kepada masyarakat luas, tetapi ajaran mereka tidak mampu menjawab persoalan-persoalan kehidupan secara menyeluruh. Kebijaksanaan mereka hanya berlaku sesaat. Tetapi kebijaksanaan Allah tidak ada bandingannya, karena tidak saja menjawab persoalan manusia kini dan di sini, tetapi juga memberikan keselamatan, keampunan dosa, dan hidup yang kekal kepada umat-Nya. Inilah yang seyogianya membuat raja-raja di dunia takut kepada Allah. Allah sendirilah Raja bangsa-bangsa yang patut ditakuti oleh semua orang karena kebijaksanaan-Nya. Kebijaksanaan Allah berupa anugerah keselamatan itu direalisir melalui karya keselamatan oleh Yesus Kristus. Kristus adalah penggenapan nubuatan nabi Yeremia tentang kebijaksanaan Allah yang tidak terselami manusia. Rasul Paulus juga di Perjanjian Baru mengingatkan kebesaran kebijaksanaan Allah melalui seruan: “Di manakah orang yang berhikmat? Di manakah ahli Taurat? Di manakah pembantah dari dunia ini? Bukankah Allah telah membuat hikmat dunia ini menjadi kebodohan? ... Allah berkenan menyelamatkan mereka yang percaya oleh kebodohan pemberitaan Injil” (Rm. 1:20-21).
Teguran Allah melalui Yeremia kepada bangsa Israel yang sebagian mempraktikkan penyembahan berhala diperinci dengan mengatakan “berhala itu semuanya bodoh dan dungu; petunjuk dewa itu sia-sia”. Istilah ‘sisa-sia’ sering dipergunakan Yeremia untuk berhala dan dewa-dewa (8:19, 14:22). Kenapa disebut bodoh, dungu dan sia-sia? Pertama, karena dewa dan berhala itu disembah buat sesuatu suku tertentu, sedangkan Allah Yahwe yang kita sembah adalah Raja bangsa-bangsa di seluruh dunia. Kedua, karena berhala itu hanya terbuat kayu belaka, perak kepingan dan emas. Semua berhala sedemikian hanyalah buatan tangan manusia, yakni tukang-tukang dan ahli-ahli. Perak kepingan di sini dibawa dari Tarsia, suatu tempat yang merujuk Tartessus di Spanyol atau mungkin juga sebuah pulau di Laut Tengah, atau mungkin pula sebuah daerah di pantai Afrika Utara. Sedangkan Ufas selaku asal emas di sini adalah sebuah tempat yang hanya disebut dalam ayat ini tanpa penjelasan di kawasan mana itu. Yeremia menyerukan umat Israel supaya jangan terperdaya dan tertipu untuk menyembah berhala seperti itu. Umat itu diserukan meninggalkan penyembahan kepada berhala buatan tangan manusia, sebaliknya agar umat itu menyembah Allah yang menciptakan alam semesta. Mereka diserukan untuk tidak mendengar petunjuk dewa, dan sebaliknya mendengar petunjuk Allah. Petunjuk Allah membawa umat manusia menuju kehidupan, sedangkan petunjuk dewa-dewa dan berhala-berhala membawa manusia ke jurang penderitaan.

Sekarang ini sungguh banyak dewa dan berhala yang disembah oleh masyarakat modern. Berhala adalah sesuatu benda atau seseorang yang kita cintai dan sayangi melebihi cinta dan sayang kita kepada Tuhan. Jika kita mencintai harta kita lebih tinggi daripada kepada Tuhan, maka harta sudah menjadi berhala bagi kita. Jika kita mencintai suami atau isteri atau anak kita lebih tinggi daripada cinta kita kepada Tuhan, maka hati-hati kita telah memberhalakan suami, isteri dan anak-anak kita. Ringkasnya, jika kita mencintai atau menghargai sesuatu atau seseorang lebih daripada Tuhan, maka itu semuanya sudah menjadi berhala bagi kita.
Ada sebagian orang, walaupun sudah tedaftar sebagai warga gereja, tetapi secara diam-diam masih menyembah dewa-dewa dan berhala-berhala. Ada yang menyembah “na martua gunung pusuk buhit”, atau “na martua tuktuk tarabunga”, atau “sumangot ni ompu”, dewa di gunung kidul, dan sebagainya. Hal ini dapat disebut roh-roh sinkretistis, yang mencampurkan dua atau lebih kepercayaan dalam diri satu orang. Semuanya perlu ditinggalkan karena Tuhan Allah tidak senang melihat umat-Nya menjadi penganut sinkretisme. Bahkan sekarang tidak sedikit orang yang jatuh menjadi penyembah berhala mammon, di mana bagi mereka ini uang adalah ukuran tertinggi dalam hidupnya. Apapun dihalalkan demi memperoleh uang. Di media massa sehari-hari kita baca berita tentang betapa banyak orang yang dihinggapi roh mammonisme yang berwujud pada tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme. Para pelakunya tidak mengenal tingkat sosial, jabatan dan tingkap pendidikan formal. Pembunuhan, perampokan dan penjerumusan terhadap sesama terjadi demi mewujudkan niat untuk menyembah dewa mammon. Banyak sekali orang-orang modern yang jatuh kepada hedonisme dan konsumerisme sebagai hasil dan pengaruh pendewaan uang.
Nas ini ternyata sungguh relevan untuk menyerukan agar penyembah berhala dan dewa-dewa sekarang ini kembali ke jalan Allah. Ia sajalah Allah yang benar (1 Tes. 1:9). Kebenaran-Nya diwujudkan dalam karya penyelamatan oleh Dia melalui Anak-Nya Yesus Kristus yang telah membenarkan kita orang-orang berdosa. Ia juga adalah Allah yang hidup (Ul. 5:26) dan Raja yang kekal (Kel. 15:18 dan Mzm. 10:16). Keberadaan Allah yang Maha Kuasa membuat bumi goncang karena murka-Nya dan bangsa-bangsa tdak tahan akan geram-Nya. Murka dan kegeraman Allah tidak sama dengan murka dan kegeraman manusia, karena murka Tuhan adalah bahagian dari kasih-Nya yang mendidik umat-Nya. Karenanya, sejak sekarangn mulailah mencintai Tuhan lebih dari pada apa yang kita miliki dan apa yang bersama dengan kita sekarang. Utamakan mencitai Tuhan daripa cinta akan harta, uang, keluarga, hobi dan kesenangan lainnya. Jangan jadikan berhala-berhala modern hidup di sekitar pribadi, rumah tangga, kantor, usaha kita. Singkirkan segera jika berhala itu mulai menyusup ke dalam kehidupan kita. Jika kita sudah mulai menghargai suami lebih daripada Tuhan, berhentilah dan sadarlah bahwa suami itu ciptaan Tuhan, bukan Tuhan yang harus dihargai lebih daripada Tuhan. Kendati sulit untuk meninggalkan berhala-berhala modern jaman sekarang tetapi mulailah sejak dini. Yang paling berbahaya sekarang adalah, jika Hand Phone kita tinggal di rumah, kita mau kembali ke rumah untuk mengambil HP tersebut, tetapi jika Alkitab tinggal di rumah ketika mau beribadah ke Gereja, kita tidak mau kembali lagi ke rumah mengambil Alkitab tersebut. Bahkan ketika kita bangun tidur, hal yang pertama kita cari adalah HP bukan Alkitab atau Buku Ende. Hati-hati, jangan-jangan HP juga sudah termasuk berhala yang kita butuhkan dan hormati lebih dariupada Tuhan. Karena itu, hiduplah dalam kehendak Allah. Amin.



Pdt. Dr. Binsar Nainggolan
Kadep Marturia HKBP

Bacaan Minggu Estomihi, 14 Pebruari 2010 : Keluaran 18:17-23


Minggu Estomihi, 14 Pebruari 2010 Keluaran 18:17-23


PELAYANAN YANG MEMUASKAN



Pengantar

I
ni adalah kisah nyata. Seorang pelayan (baca, pendeta) memberitahukan kesibukannya yang sedemikian rupa dari mimbar. “Saya bersyukur dapat berdiri di hadapan Saudara pada hari ini. Sejak beberapa hari ini, saya luar biasa capek. Kemarin, penuh dengan kesibukan. Pagi hari, saya harus melakukan beberapa hal penting. Siang hari, ada rapat, sore hari ada latihan terakhir paduan suara, di mana saya sendiri yang langsung memimpin, malam hari saya melayani ibadah KKR dan tadi malam, sampai larut malam saya masih berada Gereja ini. Satu demi satu, saya memeriksa berbagai peralatan yang kita gunakan. Tadi pagi, sekitar jam 5.00 pagi, saya kembali berada di Gereja ini untuk memeriksa kursi demi kursi. Saya sendiri membersihkannya. Semua itu saya lakukan agar peresmian Gereja kita pada hari ini berjalan lancar dan sukses”.
Saya tidak tahu bagaimana reaksi bapak/ibu semua mendengar kalimat tersebut di atas. Tapi saya sendiri bertanya dalam hati, “Mengapa bapak harus melakukan semua itu? Apakah tugas-tugas tertentu tidak bisa didelegasikan kepada orang lain? Apakah harus bapak yang harus memimpin koor? Apakah harus bapak yang mengatur dan membersihkan kursi-kursi?...”
Sesungguhnya, berbicara tentang pelayanan, kita tidak cukup hanya melayani, tanpa memikirkan cara dan strategi yang tepat. Jika demikian, pelayanan belum tentu effektif dan memuaskan. Hal yang sama berlaku untuk pekerjaan. Jika kita ingin mencapai hasil pelayanan dan pekerjaan yang maksimal, maka berbagai metode dan strategi yang baik harus diuji dan diterapkan. Hal itulah yang kita lihat dalam bacaan epistel hari ini.


Pembahasan

Kita akan membagi bacaan kita menjadi tiga bagian. 1. Musa dan berbagai permasalahan umat. 2. Nasehat bijak Sang Mertua. 3. Berbagi tugas untuk mencapai hasil memuaskan. Marilah kita ulas satu persatu.

1. Musa dan berbagai permasalahan umat

Pada ayat sebelumnya kita membaca berbagai permasalahan yang terjadi di antara bangsa Israel, baik hal kecil sampai hal besar, dihadapi dan diatasi sendiri oleh Musa. Alkitab menjelaskan bahwa umat datang dengan mengantri sambil berdiri, mulai dari pagi sampai petang (13-14). Dapat dibayangkan, betapa lelahnya Musa mendengar masalah umat tersebut, di mana mereka datang kepada Musa, satu demi satu. Bukan hanya lelah mendengar, tetapi Musa juga akan sangat rumit memberikan jawaban atas semua masalah yang dihadapi oleh umat. Lebih dari situ, apa yang terjadi dengan umat yang harus mengantri berjam-jam, mulai dari pagi sampai petang, apalagi hal itu dilakukan sambil berdiri? Pelayanan seperti apakah yang sedang didemonstrasikan dalam bacaan kita kali ini? Apakah pelayanan yang bersifat single fighter (berjuang sendirian) seperti itu dapat disebut dengan pelayanan yang effektif? Apakah pelayanan seperti itu sungguh-sungguh memuaskan jemaat?

2. Nasehat bijak Sang Mertua

Jawaban terhadap pertanyaan tersebut di atas diberikan oleh sang mertua Musa, Yitro, yang dapat dibaca pada ayat 17: "Tidak baik seperti yang kaulakukan itu”. Jadi, bagi sang mertua, apa yang dilakukan oleh menantunya, Musa, bukan sesuatu yang baik. Alasan Yitro mengatakan hal itu tidak baik, bukan sekadar ngomong, bukan juga sedang menyalahgunakan otoritasnya sebagai mertua yang seolah-olah mengetahui semuanya. Pada ayat berikutnya kita membaca: “Engkau akan menjadi sangat lelah, baik engkau baik bangsa yang beserta engkau ini; sebab pekerjaan ini terlalu berat bagimu, takkan sanggup engkau melakukannya seorang diri saja”. (18). Jadi, masalah yang diutarakan oleh sang mertua sangat jelas. Metode yang digunakan oleh Musa untuk menyelesaikan berbagai permasalahan umat, akan merugikan semuanya. Hal itu bukan saja sangat melelahkan dirinya sendiri, tetapi juga melelahkan seluruh umat. Dengan perkataan lain, pelayanan seperti itu, tidak akan effektif dan juga tidak akan memuaskan umat.
Itulah sebabnya, sang mertua menasehatkan agar segera mengubah cara pelayanan Musa. Di sini kita melihat sebuah perubahan besar, dari pelayanan yang berpusat kepada dirinya sendiri, atau sebutlah pendeta sentries, menjadi pelayanan yang melibatkan seluruh umat (jemaat yang misioner). Mertua Musa memperkenalkan prinsip pendelegasian tugas. Inti dari metode tersebut adalah membagi tugas, di mana berbagai permasalahan diatasi secara bersama-sama. Tetapi, tidak asal berbagi tugas, tetapi melakukannya dengan benar. Segala perkara dan masalah besar akan dihadapkan kepada Musa, sedangkan perkara kecil akan dibagikan untuk diatasi oleh yang lain, yang dibagikan kepada pemimpin-pemimpin kelompok. Hal itulah yang akan kita lihat selanjutnya.

3. Berbagi tugas untuk mencapai hasil memuaskan

Perlu ditegaskan di sini bahwa metode pendelegasian atau membagi tugas tidaklah menjamin keberhasilan pekerjaan atau pelayanan. Jika hal itu tidak dilakukan dengan benar, maka permasalahan baru dapat timbul dari orang-orang yang menerima tugas tersebut. Itulah sebabnya, dalam rangka melakukan pembagian tugas yang baik, kita dapat menyimak nasehat bijak Yitro.
Pertama, Musa harus mencari dan memilih orang-orang yang tepat. Ada empat kriteria yang diberikan oleh Yitro: a. Harus cakap; b. Takut akan Allah; c. Dapat dipecaya; dan d. Benci kepada pengejaran suap (ayat 21). Jika mengamati keempat hal itu, maka tentu saja, orang seperti itu bukanlah orang yang sembarangan. Kriteria itu menunjukkan bahwa Musa bukan hanya mencari orang yang pintar secara akal, tetapi juga orang beriman kepada Allah dan memiliki moral yang baik.
Hal kedua yang harus dilakukan Musa adalah mengangkat dan menempatkan orang-orang tersebut menjadi pemimpin kelompok seribu orang, seratus orang, lima puluh orang dan sepuluh orang (21b). Apa yang kita lihat dalam pembagian kelompok tersebut di atas? Permasalahan akan dapat dilihat mulai dari masalah yang sangat umum di dalam kelompok seribu orang, diteruskan kepada kepada masalah yang semakin detail, di dalam kelompok seratus, kelompok lima puluh, hingga di dalam kelompok sepuluh orang.
Ketiga, pemimpin kelompok tersebut harus dibekali dan dibina secara khusus. Itulah sebabnya, mereka harus diberi pengajaran tentang berbagai ketetapan dan keputusan, diberitahukan jalan yang harus dijalani serta dibagikan tugas kepada mereka masing-masing (20).
Apakah cara atau metode yang dianjurkan oleh Yitro tersebut dapat diterapkan? Adakah bedanya hasil yang akan dicapai oleh Musa sebelum dan sesudah Musa melakukan nasehat Yitro? Jawabnya dijelaskan pada ayat berikutnya. Setelah memberikan nasehat tersebut di atas, Yitro memberikan jaminan kepada Musa bahwa jika Musa menurutinya, maka dia akan sanggup bertahan dan seluruh bangsa akan puas (23).


Aplikasi dan Kesimpulan

Pelayan-pelayan Tuhan di segala abad dan tempat, baik pendeta maupun majelis, selalu diperhadapkan kepada berbagai tugas dan permasalahan. Cara atau metode yang diterapkan oleh pelayan akan mempengaruhi efektivitas dan keberhasilan pelayanan tersebut. Itulah sebabnya, metode yang diterapkan oleh para pelayan, baik pendeta atau majelis di dalam Gereja akan mempengaruhi kepuasan jemaat. Ini adalah fakta realita yang tidak dapat disangkali.
Ada sebuah buku yang cukup menarik. Salah satu bab dari buku itu diberi judul yang menggelitik dan sekaligus menantang: “Haruskah Pendeta seorang Superman?” Tampaknya, topik itu menggambarkan banyak peristiwa di dalam Gereja Tuhan. Hal itulah yang kita lihat dalam bagian pengantar, di mana seorang pendeta melakukan berbagai tugas bagaikan seorang superman, sedangkan jemaat lainnya, hanya sekadar penonton. Barangkali, disadari atau tidak, ada pendeta atau pelayan yang menikmati pelayanan di mana dirinya menjadi pusat perhatian seluruh umat. Dia menjadikan dirinya menjadi satu pribadi yang sangat diperlukan. Itulah sebabnya, dia sangat senang ketika melihat anggota jemaat, termasuk majelis bergantung penuh kepadanya. Dia sangat senang mendengar atau melihat bahwa jemaat akan mengalami kekacauan, menurun drastis tanpa kehadirannya.
Bacaan hari ini dengan jelas mengajarkan bahwa cara-cara seperti itu tidak baik dan harus diubah segera. Pendeta dan pelayan tidak boleh dibiarkan merusak pelayanan, dengan membuatnya tidak berjalan maksimal, karena semua masalah dipusatkan kepadanya. Pendeta dan pelayan tidak boleh dibiarkan sibuk dengan hal-hal kecil sehingga tidak fokus dengan hal-hal besar, seperti berdoa dan memberitakan Firman Allah (Kis.6:2b). Bacaan hari ini mengingatkan kita semua akan pentingnya pendelegasian, berbagi tugas. Untuk itu, perlu dicari dan dipilih orang-orang yang tepat, ditempatkan dalam berbagai posisi, serta dididik untuk posisi tersebut. Singkat kata, semua permasalahan jemaat diatasi bersama oleh jemaat bagi pertumbuhan jemaat, untuk kemuliaan nama Tuhan. Soli Deo gloria.-



Pdt.Dr.Mangapul Sagala
Jakarta

Bacaan Minggu Sexagesima, 7 Pebruari 2010 : Samuel 8:1-9






Minggu Sexagesima, 7 Pebruari 1 Samuel 8:1-9


UMAT YANG MEMBERONTAK


Pengantar


Apakah hal yang sangat penting di dalam kehidupan Kristen? Apakah rajin ke Gereja? Giat di dalam berbagai aktivitas, seperti paduan suara, mengajar Sekolah Minggu, dan lain-lain? Jawabnya, adalah ketaatan. Ketaatan merupakan unsur yang sangat penting dan sangat didambakan terjadi di dalam kehidupan Kristen. Ketaatan, merupakan hal yang sangat memperkenankan hati Allah. Semua kegiatan tersebut di atas, adalah baik. Tetapi tanpa ketaatan kepada Allah, kegiatan tersebut tidak banyak gunanya. Bahkan tanpa ketaatan, kegiatan seperti itu, dapat dijadikan tameng untuk menutupi segala kelamahan dan dosa serta hidup munafik. Itulah sebabnya, seruan untuk hidup taat, terus menerus diserukan oleh Allah kepada umat-Nya, baik melalui nabi-nabi Perjanjian Lama, mau pun oleh Tuhan Yesus sendiri dan rasul-rasul-Nya di dalam Perjanjian Baru.
Meskipun demikian, hasilnya tidaklah selalu seperti yang diharapkan. Cukup sering hal yang sebaliknya yang terjadi, yaitu umat yang memberontak kepada Allah. Tentu saja, pemberontakan merupakan sesuatu yang tidak diperkenankan Allah. Hal itu, bukan hanya membuat Allah sedih, tapi dapat juga membangkitkan amarah-Nya. Itulah yang dapat kita pelajari dari bacaan epistel hari ini.


Pembahasan

Sembilan ayat pada kitab 1 Samuel pasal delapan, dapat kita baca menjadi tiga bagian. Pertama, tindakan Samuel mengangkat kedua anaknya menjadi hakim (1-3). Kedua, penolakan tua-tua Israel atas pengangkatan anak-anak Samuel tersebut (4-6). Ketiga, respons Allah atas penolakan tua-tua Israel (7-9). Untuk lebih jelasnya, kita akan membahasnya satu demi satu.

1. Samuel mengangkat kedua anaknya (1-3).

Alkitab menegaskan bahwa Samuel memerintah sebagai hakim atas orang Israel seumur hidupnya (1Sam.7:15). Dan dalam kitab 1 Samuel pasal 7 kita dapat membaca kemenangan besar bangsa Israel atas Filistin. Hal itu terjadi di bawah kepemimpinan Samuel, hakim terakhir bangsa Israel. Dengan jelas kita dapat membaca bagaimana Alkitab menggambarkan kemengangan tersebut. “Demikianlah orang Filistin itu ditundukkan dan tidak lagi memasuki daerah Israel. Tangan TUHAN melawan orang Filistin seumur hidup Samuel” (13). Lalu selanjutnya, kita dapat membaca bagaimana Israel kembali merebut kota-kota yang sebelumnya telah diambil alih bangsa Filistin “… kota-kota yang diambil orang Filistin dari pada Israel, kembali pula kepada Israel, mulai dari Ekron sampai Gat; dan orang Israel merebut daerah sekitarnya dari tangan orang Filistin” (14). Tentu saja, kemenangan yang gemilang tersebut perlu dipertahankan.
Bagaimana caranya? Mungkin untuk itulah Samuel, ketika dia sudah menjadi tua memilih orang-orang kepercayaannya, yaitu anak-anaknya sendiri, yaitu Yoel dan Abia menjadi hakim atas orang Israel (8:1). Mereka berdua ditempatkan di wilayah paling Selatan Israel, yaitu di Bersyeba. Namun sangat disayangkan, Alkitab menyatakan bahwa kedua anak Samuel tersebut tidak hidup mengikuti teladan ayahnya. Ada tiga kejahatan yang secara khusus disebutkan yang dilakukan oleh Yoel dan Abia: mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan. Dengan perkataan lain, kedua anak Samuel, hidup sedemikian materialistis. Untuk itu, mereka tidak dapat bertindak lurus sesuai dengan kebenaran firman Tuhan sebagaimana diserukan oleh ayahnya.

2. Penolakan tua-tua Israel (4-6).

Kita tidak mengetahui secara jelas apa yang menjadi alasan dan motivasi Samuel untuk mengangkat kedua anaknya menjadi hakim. Namun satu hal sangat jelas: ternyata tindakan tersebut tidaklah diterima umat dengan mulus. Sebaliknya, terjadi penolakan yang sangat keras dari umat. Itulah sebabnya, semua tua-tua Israel berkumpul dan menyatakan keberatannya. Alasan penolakan dinyatakan dengan jelas dan tegas, karena anak-anaknya tidak hidup seperti Samuel (5). Selanjutnya, mereka menyampaikan permintaan mereka untuk memiliki seorang raja yang akan memerintah mereka (6).

Dapat dipahami bahwa penolakan tersebut menyedihkan hati Samuel. Atau lebih tepatnya, membuat hati Samuel kesal (6). Namun dalam kekesalan tersebut, ada hal yang sangat menarik. Ternyata Samuel tidak terbawa emosi dan berespons balik secara negatif kepada para tua-tua serta bangsa Israel. Samuel melakukan sesuatu yang sangat baik untuk diteladani, yaitu berdoa kepada Tuhan (6).

3. Respons Allah (7-9).

Mengapa bangsa Israel meminta seorang raja? Ada beberapa kemungkinan. Pertama, sebagaimana disebutkan di atas, karena mereka tidak mau menerima kedua anak Samuel untuk memerintah mereka. Hal itu telah dinyatakan kepada Samuel secara tegas. Kedua, karena sesungguhnya, kedua belas suku Israel, terus mengalami masalah di antara mereka. Tiap-tiap suku yang tinggal di wilayah masing-masing serta dipimpin oleh pemimpin masing-masing, seringkali mengalami konflik. Dengan demikian, mereka mengharapkan adanya seorang raja yang dapat menyatukan mereka. Ketiga, bangsa Israel ingin hidup seperti bangsa-bangsa di sekitarnya, yang tidak percaya dan taat kepada Allah. Mereka ingin mengatur diri mereka sendiri.
Dengan demikian, sikap bangsa Israel tersebut di atas, yang menolak kedua anak Samuel dan memnta seorang raja, sesungguhnya bukan hanya menunjukkan penolakan kepada Samuel, tetapi terutama kepada Allah sendiri. Itulah kemudian yang ditegaskan oleh Allah: “… sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Akulah yang mereka tolak, SUPAYA JANGAN AKU MENJADI RAJA ATAS MEREKA (7).

Sesungguhnya, pemberontakan umat tersebut di atas, yang menolak Allah sebagai Raja dan Pemimpin mereka, tidak hanya terjadi pada masa Samuel. Sebelumnya, bangsa Israel juga pernah meminta agar Gideon memerintah mereka (Hak.8:22).
Namun, Gideon dengan tegas menolak permintaan itu. Jawab Gideon kepada mereka: "Aku tidak akan memerintah kamu dan juga anakku tidak akan memerintah kamu tetapi TUHAN yang memerintah kamu." (Hak.8:23). Artinya, Gideon menyadari sepenuhnya bahwa dia hanyalah alat di tangan Tuhan. Dia tidak mau mengambil alih kepemimpinan Tuhan atas umatNya. Selain di masa Gideon, jauh sebelum itu, bahkan pada hari Allah menuntun mereka keluar dari perbudakan dan penganiayaan di Mesir, mereka juga melakukan berbagai kejahatan di hadapan Tuhan.. Itulah sebabnya, pada ayat selanjutnya dari bacaan epistle hari ini, kita membaca kekecewaan Allah atas kejahatan dan pemberontakan umat-Nya. “Tepat seperti yang dilakukan mereka kepada-Ku sejak hari Aku menuntun mereka keluar dari Mesir sampai hari ini, yakni meninggalkan Daku dan beribadah kepada allah lain, demikianlah juga dilakukan mereka kepadamu” (8). Dengan demikian, ketika Allah memerintahkan Samuel untuk mendengarkan permintaan tua-tua tersebut (9), itu tidak berarti Allah berkenan kepada mereka. Dalam kenyataannya, setelah Saul diurapi menjadi raja pertama untuk memimpin Israel, berbagai masalah dan pemberontakan muncul. Bahkan, Saul sendiri memberontak dan melakukan berbagai hal yang mengecewakan dan menyakiti hati Allah (1 Sam.13) dan akhirnya, Saul ditolak sebagai raja (1 Sam.15).


Aplikasi dan refleksi

Pembacaan epistel hari ini menggambarkan satu sikap yang bertentangan dengan apa yang diajarkan Alkitab, yaitu pemberontakan. Kita dengan jelas membaca tentang pemberontakan bangsa Israel, yang meminta raja dan menolak Allah. Padahal, sebagaimana Allah firmankan, Dialah yang telah melepaskan umat itu keluar dari perbudakan dan penindasan Firaun ketika masih di Mesir. Dia juga yang telah menuntun umat itu melalui padang gurun yang penuh tantangan. Allah yang telah menghalau semua musuh-musuh mereka. Allah juga yang mengaruniakan manna, daging dan roti, sumber mata air bahkan dari batu, tiang api di waktu malam yang sangat dingin dan tiang awan di waktu panas terik. Benarlah ucapan yang mengatakan, “Lupa kacang akan kulitnya”. Sungguh merupakan sikap dan perbuatan yang tidak pantas untuk ditiru. Sebaliknya, umat perlu terus menerus melekat kepada Tuhan dan firman-Nya, mengenal anugerah Tuhan dalam hidupnya serta bersyukur dengan segenap hati (Mzm.103:1-3).

Selain menyaksikan kejahatan dan pemberontakan umat tersebut di atas, barangkali ada yang lebih bingung ketika mempelajari kehidupan anak-anak Samuel tersebut. Mungkin ada yang bertanya: “Mengapa kedua anak Samuel bersikap jahat seperti itu?” Peristiwa ini mengingatkan kita kepada hal yang sama, yaitu kejahatan kedua anak Imam Eli (2:11-26). Imam Eli merupakan ‘pembina’ atau bapak rohani bagi Samuel, di mana Samuel diserahkan ibunya kepada pengawasan Imam Eli ketika dia masih sangat kecil (1Sam.1:24-25). Kedua contoh itu secara gamblang mengajarkan kepada kita semua bahwa tidak ada jaminan bahwa anak-anak rohaniwan, seperti pendeta, majelis, pasti hidup benar dan memperkenankan hati Allah. Hati yang benar dan lurus, memang merupakan anugerah Tuhan semata, bukan atas kemampuan dan kekuatan manusia semata. Itulah sebabnya, dalam segala upaya yang kita lakukan untuk membina anak-anak yang berkenan kepada Allah, kita perlu terus menerus memohonkan anugerahNya agar anak-anak yang dipercayakan-Nya menjadi anak yang berkenan kepada-Nya. Hal itulah yang dilakukan oleh ibu Monica. Ketika segala usaha dilakukan untuk membina anaknya, namun tetap hidup dalam kejahatan, maka dia mencurahkan isi hatinya kepada pelayan Tuhan untuk memohon bantuan. Maka pelayan Tuhan tersebut menjawab dengan sangat bijak: “Teruslah berdoa, ibu. Karena anak yang sudah didoakan terus menerus oleh seorang ibu yang melahirkan dan membesarkannya, akhirnya tidak akan jatuh ke pelukan setan, tapi pasti ke pelukan Tuhan”. Benar, anak ibu Monica, yang bernama Augustinus, ternyata menjadi salah seorang bapak Gereja yang berkenan bagi Allah dan berguna bagi Gereja-Nya.- Karenanya, janganlah memberontak kepada Allah, namun biarlah kita terus rajin berdoa menyampaikan segala pergumulan kita maka Dia akan memulihkan dan memberkati kita. Amin.





Pdt.Dr.Mangapul Sagala
Jakarta