AKU MEMUJI TUHAN
Kidung Jemaat, No. 64:1-2.
Segala makhluk memuji kemuliaan dan kebesaran Allah. Tumbuh-tumbuhan, dari semak-semak belukar sampai pohon besar, dari hewan melata sampai binatang buas, turut serta memuji Tuhan. Segala yang hidup yang ada di darat, di laut dan di udara selalu bersorak-sorai memuliakan kebesaran Allah. Semua ciptaan Allah, makhluk hidup atau benda mati, yang kecil dan yang besar, yang kelihatan dan tidak kelihatan turut serta memuji Tuhan.
Manusia tentu tidak ketinggalan. Manusia sebagai makhota ciptaan Tuhan, yang paling berharga dan paling mulia dari segala ciptaan, mengambil prakarsa terdepan bagaimana cara memuji Tuhan. Untuk itu manusia membentuk ritus, tatacara memuji dan memuliakan Tuhan. Untuk itu manusia memnyusun acara ibadah, sebagaimana dimiliki semua agama, sebagai cara menyembah dan memuliakan Tuhan.
Bagaimana tumbuh-tumbahn memuji dan memulikan Tuhan? Bagaimana binatang-binatang memuji dan memulikan kebesaran Tuhan? Mungkin karena kita kurang familier, kurang dekat dan kurang bersahabat dengan alam, dengan tumbuh-tumbuhan dan binatang, maka kita kurang paham bagaimana mereka memuji Tuhan. Mungkin kita kurang menyadari bahwa cara manusia manusia memuji dan memuliakan Tuhan berbeda dengan cara hewan dan tumbuhan-tumbuhan. Mungkin kita memang tidak tahu bagaimana cara tumbuh-tumbuhan memuji Tuhan. Kita memang tidak tahu sama sekali bagaimana cara hewan memuji dan memuliakan Tuhan. Akan tetapi bukan karena kita tahu lantas kita boleh katakan bahwa hewan dan tumbuh-tumbuhan sama sekalai tiak memuji dan memuliakan Tuhan. Firman Tuhan yang kita renungkan sekarang ini merupakan bukti bahwa segala hewan dan tumbuh-tumuhan turut serta, ambil bagian dan berprakarsa memuji dan memuliakan Tuhan. Tentunya dengan caranya masing-masing.
Akan tetapi daripada mempersoalkan bagaimana hewan dan tumbuh-tumbuhan memuji dan memuliakan Tuhan, lebih baik kita renungkan kita manusia, diri kita sendiri. Sudah bagaimana manusia sekarang ini memuji dan memuliakan Tuhan. Apakah cara kita sudah tepat memuji dan memuliakan Tuhan? Apakah ibadah kita, sebagaimana selama ini kita lasakanakan, sudah benar di hadapan Tuhan? Pernahkan kita bertanya, kepada sesama terlebih kepada Tuhan sendiri, apakah ibadah kita berkenan di hadapan Tuhan?
Kita sebagai manusia, makhkota ciptaan Tuhan, tentu tidak mau kalah dengan hewan, binatang dan ciptaan lainnya dalam memuji Tuhan. Sebagai manusia, yang adalah gambar dan memiliki citra Allah, manusia seharus memegang kendali dalam mengarahkan semua ciptaan Allah untuk memuji dan memuliakan nama-Nya. Raja-raja dan manusia biasa, pembesar-pembesar pemerintah dunia dan rakyat jelata, yang sudah tua bangka dan masih muda belia, teruna maupun anak dara, anak kecil, orok yang masih dipangkuan, bahkan bayi di dalam kandungan, semuanya turut serta memuji dan memuliakan Tuhan. Biarlah semuanya memuji-muji Tuhan, sebab nama-Nya saja yang luhur, keagungan-Nya mengatasi semua yang ada di langit, di bumi maupun yang ada di bawahnya.
Lalu bagaimana kita memuji Tuhan? Bagaimana kita memuliakan nama-Nya? Tuhan menciptakan mulut bagi kita untuk kita pakai memuji nama-Nya. Dengan mulut kita dapat memuliakan Tuhan dengan kidung nyanyian, mengucapkan kata dengan pujian. Tuhan mencipatakan tangan bagi kita. Dengan tangan, kita dapat melayani Tuhan melalui perbuatan. Tuhan juga menciptakan kaki bagi kita. Dengan kaki kita dapat berjalan dan pergi ke suatu tujuan dalam melakukan Firman Tuhan. Terlebih, Tuhan menciptakan pikiran dan hati bagi kita. Dengan hati dan pikiran, kita dapat menimbang-nimbang mana yang berkenan di hati Tuhan dan yang tidak berkenan kepada-Nya, mana yang disukai Tuhan dan mana yang tidak disukai-Nya. Apabila semua pemberian Tuhan itu kita pakai untuk memuliakan Dia, maka hati dan pikiran kita akan menjadi tempat Tuhan tinggal dan bersemayam. Tuhan akan selalu hidup bersama kita. Dengan demikian, semua keberadaan kita, hati, pikiran dan kekuatan yang ada pada kita menjadi alat dan tempat memuji dan memuliakan Tuhan.
Oleh karena itu, sebenarnya Tuhan sendiri telah menciptakan kita dan menciptakan segala yang ada pada kita, tubuh kita, tangan, kaki, hati dan pikiran kita untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Itu berarti tidak ada lagi pertanyaan sebenarnya, bagaimana memuji Tuhan? Tidak perlu ada pertanyaan, dengan apa aku memuji Dia? Sebab hidup kita, segala sesuatu yang kita miliki secara total adalah untuk Dia dan untuk kemuliaan nama-Nya.
BLOG INI BERSIFAT TERBUKA UNTUK DIKOMENTARI DAN DIKRITISI DEMI KEMAJUAN WAWASAN BERPIKIR, DAN BERTEOLOGI MASA KINI
Rabu, 01 Juli 2009
Bacaan Alkitab Minggu 5 Juli 2009: Mazmur 104 : 14 - 24
GEREJA & LINGKUNGAN HIDUP
Sadarkah kita bahwa alam tempat tinggal kita ini makin rusak? Dalam peringatan hari lingkungan hidup tanggal 5 Juni yang lalu, banyak orang menyoroti kerusakan lingkungan hidup. Kita merasakan bumi yang makin panas, banjir, juga pencemaran udara, air dan tanah, adalah masalah yang menimbulkan banyak dampak negatif bagi manusia. Gaya hidup manusia yang tidak ramah lingkungan dan eksploitasi alam yang berlebihan telah membuat alam ini berduka. Lingkungan hidup menjadi rusak dan terjadilah ketidakadilan ekolog.
Mengapa lingkungan hidup kita menjadi rusak? Adakah cara pandang dan sikap manusia yang salah terhadap alam? Tentu saja. Pemahaman dan cara pandang orang terhadap lingkungan hidup mempengaruhi sikap mereka dalam memperlakukan alam. Misalnya ada pandangan bahwa manusia adalah pusat alam semesta (anthroposentris). Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem. Alam dilihat hanya sebagai obyek, alat, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya bernilai sejauh menunjang kepentingan manusia. Tentu pandangan seperti itu menghasilkan sikap yang tidak bersahabat dengan alam, misalnya eksploitasi alam yang berlebihan dan sikap yang tidak peduli dengan kerusakan alam.
Lalu, bagaimanakah pandangan kita (orang Kristen) terhadap alam atau lingkungan hidup? Alkitab sebagai sumber nilai dan moral kristiani menjadi pijakan dalam memandang dan mengapresiasi alam. Alkitab sebenarnya mengajak manusia memberikan penghargaan yang tinggi terhadap ciptaan Allah lainnya, termasuk alam atau lingkungan hidup. Perhatikanlah kajian teologis berikut ini:
Semua ciptaan adalah berharga, cerminan keagungan Allah (Mazmur 104). Kebesaran Tuhan yang Maha Agung bagi karya cipataan-Nya (dalam artian lingkungan hidup) tampak dalam Mazmur 104. Perikop ini menggambarkan ketakjuban pemazmur yang telah menyaksikan bagaimana Tuhan yang tidak hanya mencipta tapi juga menumbuh-kembangkannya dan terus memelihara ciptaan-Nya. Ayat 13, 16, 18 dan 17 misalnya, menggambarkan pohon-pohon diberi makan oleh Tuhan, semua ciptaan menantikan makanan dari Tuhan. Yang menarik adalah bukan hanya manusia yang menanti kasih dan berkat Allah tapi seluruh ciptaan (unsur lingkungan hidup). Di samping itu penonjolan kedudukan dan kekuasaan manusia atas ciptaan lainnya di sini tidak tampak. Itu berarti bahwa baik manusia maupun ciptaan lainnya tunduk pada kemahakuasaan Allah. Dalam ayat 30, secara khusus dikatakan: “Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi.” Kata “roh” seringkali dikaitkan dengan unsur kehidupan, atau hidup itu sendiri. Ini berarti seluruh makluk ciptaan di alam semesta ini diberikan unsur kehidupan oleh Tuhan. Ayat ini jelas menunjukan bahwa bukan hanya manusia yang diberi kehidupan tapi juga ciptaan lainnya. Betapa berharganya seluruh ciptaan di hadapan Tuhan. Roh Allah terus berkarya dan memberikan kehidupan.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa sebagai pencipta, Allah sesuai rencana-Nya yang agung telah menciptakan segala sesuatu sesuai dengan maksud dan fungsinya masing-masing dalam hubungan harmonis yang terintegrasi dan saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya. Jadi sikap eksploitatif terhadap alam merupakan bentuk penodaan dan perusakan terhadap karya Allah yang agung itu.
Semua ciptaan (kosmos) diselamatkan melalui Kristus (Kolose 1:15-23). Dalam perikop ini diungkap dimensi kosmologis yang terkait erat dengan hal keutamaan Kristus, khususnya karya pendamaian, penebusan dan penyelamatan-Nya atas semua ciptaan. Dalam ayat 23 dikatakan bahwa Injil diberitakan kepada ktisis (seluruh alam). Melalui Kristus dunia diciptakan, dan melalui Kristus pula Allah berinisiatif melakukan pendamaian dengan ciptaan-Nya. Sekarang alam berada di bawah kuasa-Nya dan dengan demikian kosmos mengalami pendamaian. Bagian ini juga menekankan arti universal tentang peristiwa Kristus melalui penampilan dimensi-dimensi kosmosnya dan melalui pembicaraan tentang keselamatan bagi seluruh dunia, termasuk semua ciptaan. Kristus membawa pendamaian dan keharmonisan bagi semua ciptaan melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Penebusan Kristus juga dipahami sebagai penebusan kosmis yang mencakup seluruh alam dan ciptaan. Penyelamatan juga mencakup pendamaian atau pemulihan hubungan yang telah rusak antara manusia dan ciptaan lainnya.
Demikianlah dapat disimpulkan bahwa baik manusia maupun segala ciptaan atau makluk yang lain merupakan suatu kesatuan kosmik yang memiliki nilai yang berakar dan bermuara di dalam Kristus.
Dengan memperhatikan kajian teologis di atas maka melahirkan teologi kontekstual-ekologis sebagai berikut:
a. Teologi Ciptaan. Teologi ciptaan menekankan karya Allah yang memberikan hidup kepada seluruh ciptaan (Mazmur 104). Dalam hal ini manusia dilihat sebagai bagian integral dari alam bersama tumbuh-tumbuhan, hewan dan ciptaan lainnya. Tanggungjawab manusia adalah bekerja untuk Tuhan dalam memelihara dan mengelola lingkungan hidup, bukan mendominasi apalagi mengeksploitasinya. Teologi seperti ini juga pernah dirumuskan dalam KTT Bumi di Rio de Jeneiro tahun 1992.
b. Solidaritas dengan alam. Kesadaraan bahwa seluruh ciptaan berharga di mata Tuhan, membawa kita untuk membagun sikap solidaritas dengan alam. Kita memperlakukan lingkungan hidup sebagai sesama ciptaan yang harus dikasihi, dijaga, dipelihara dan dipedulikan. Kita mencintai dan memperlakukan lingkungan hidup dengan sentuhan kasih sebagaimana sikap Tuhan. Kita membangun solidaritas baru dengan alam yang telah rusak.
c. Spiritualitas Ekologis. Spiritualitas ini dibangun dengan dasar penghayatan iman bahwa semua ciptaan diselamatkan dan dibaharui oleh Tuhan. Pembaharuan itu menciptakan kehidupan yang harmonis. Spiritualitas ekologis mempunyai dasar pada pengalaman manusiawi yang berhadapan dengan kehancuran lingkungan hidup sekaligus berhadapan dengan pengalaman akan yang Mahakudus, yang mengatasi segalanya. Dalam pengalaman ini kita dipanggil untuk secara kreatif memelihara kualitas kehidupan, dipanggil untuk bersama Sang Penyelenggara hidup ikut serta mengusahakan syalom, kesejahteraan bersama dengan seluruh alam. Spiritualitas ekologis terwujud dalam macam-macam tindakan etis sebagai wujud tanggungjawab untuk ikut memelihara lingkungan hidup.
Konkretnya, apa yang dapat gereja lakukan untuk mewujudkan pandangan teologi seperti tersebut di atas? Selama ini gereja hanya berkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan kebaktian atau kegiatan lain yang melayani manusia. Sudah saatnya gereja menyadari bahwa gereja memiliki tugas panggilan menjaga keutuhan ciptaan atau kelestarian lingkungan hidup, misalnya dengan membuat program-program sebagai berikut:
a. Pembinaan tentang kesadaran ekologis. Pembinaan ini merupakan upaya gereja untuk mengingatkan anggotanya bahwa alam adalah ciptaan Allah yang harus dihargai dengan memelihara dan melestarikannya. Misalnya dalam PA atau pembinaan khusus dan tema-tema kebaktian.
b. Perayaan lingkungan hidup dalam liturgi. Misalnya membuat ibadah khusus untuk merayakan hari lingkungan hidup. Dalam ibadah, ada baiknya kita melakukan penyesalan dosa terhadap alam semesta karena ulah manusia yang telah merusak alam. Penting juga untuk menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu rohani yang bertemakan alam.
c. Menyuarakan suara kenabian terhadap kerusakan lingkungan hidup. Gereja perlu menyuarakan kritik atau memberikan masukan-masukan bagi masyarakat ataupun pemerintah terkait dengan upaya melestarikan lingkungan hidup.
d. Menata lingkungan gereja dengan memperhatikan keseimbangan ekologis. Misalnya jangan habiskan tanah untuk mendirikan bangunan tapi berikan ruang untuk tanam-tanaman. Kita bisa membangun lingkungan gereja yang hijau dan asri.
e. Gerakan penanaman pohon bagi seluruh warga gereja.
f. Mengajak anggota jemaat membudayakan gaya hidup yang ramah dan dekat dengan alam, misalnya dengan memisahkan sampah plastik, membuat lingkungan sekitar rumah menjadi hijau dengan tanam-tanaman.
g. Membangun kerjasama dengan lembaga atau kelompok pecinta alam, misalnya WALHI, untuk memperjuangkan pembangunan yang berwawasan ekologis.
Ramli SN Harahap
Sadarkah kita bahwa alam tempat tinggal kita ini makin rusak? Dalam peringatan hari lingkungan hidup tanggal 5 Juni yang lalu, banyak orang menyoroti kerusakan lingkungan hidup. Kita merasakan bumi yang makin panas, banjir, juga pencemaran udara, air dan tanah, adalah masalah yang menimbulkan banyak dampak negatif bagi manusia. Gaya hidup manusia yang tidak ramah lingkungan dan eksploitasi alam yang berlebihan telah membuat alam ini berduka. Lingkungan hidup menjadi rusak dan terjadilah ketidakadilan ekolog.
Mengapa lingkungan hidup kita menjadi rusak? Adakah cara pandang dan sikap manusia yang salah terhadap alam? Tentu saja. Pemahaman dan cara pandang orang terhadap lingkungan hidup mempengaruhi sikap mereka dalam memperlakukan alam. Misalnya ada pandangan bahwa manusia adalah pusat alam semesta (anthroposentris). Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem. Alam dilihat hanya sebagai obyek, alat, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya bernilai sejauh menunjang kepentingan manusia. Tentu pandangan seperti itu menghasilkan sikap yang tidak bersahabat dengan alam, misalnya eksploitasi alam yang berlebihan dan sikap yang tidak peduli dengan kerusakan alam.
Lalu, bagaimanakah pandangan kita (orang Kristen) terhadap alam atau lingkungan hidup? Alkitab sebagai sumber nilai dan moral kristiani menjadi pijakan dalam memandang dan mengapresiasi alam. Alkitab sebenarnya mengajak manusia memberikan penghargaan yang tinggi terhadap ciptaan Allah lainnya, termasuk alam atau lingkungan hidup. Perhatikanlah kajian teologis berikut ini:
Semua ciptaan adalah berharga, cerminan keagungan Allah (Mazmur 104). Kebesaran Tuhan yang Maha Agung bagi karya cipataan-Nya (dalam artian lingkungan hidup) tampak dalam Mazmur 104. Perikop ini menggambarkan ketakjuban pemazmur yang telah menyaksikan bagaimana Tuhan yang tidak hanya mencipta tapi juga menumbuh-kembangkannya dan terus memelihara ciptaan-Nya. Ayat 13, 16, 18 dan 17 misalnya, menggambarkan pohon-pohon diberi makan oleh Tuhan, semua ciptaan menantikan makanan dari Tuhan. Yang menarik adalah bukan hanya manusia yang menanti kasih dan berkat Allah tapi seluruh ciptaan (unsur lingkungan hidup). Di samping itu penonjolan kedudukan dan kekuasaan manusia atas ciptaan lainnya di sini tidak tampak. Itu berarti bahwa baik manusia maupun ciptaan lainnya tunduk pada kemahakuasaan Allah. Dalam ayat 30, secara khusus dikatakan: “Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi.” Kata “roh” seringkali dikaitkan dengan unsur kehidupan, atau hidup itu sendiri. Ini berarti seluruh makluk ciptaan di alam semesta ini diberikan unsur kehidupan oleh Tuhan. Ayat ini jelas menunjukan bahwa bukan hanya manusia yang diberi kehidupan tapi juga ciptaan lainnya. Betapa berharganya seluruh ciptaan di hadapan Tuhan. Roh Allah terus berkarya dan memberikan kehidupan.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa sebagai pencipta, Allah sesuai rencana-Nya yang agung telah menciptakan segala sesuatu sesuai dengan maksud dan fungsinya masing-masing dalam hubungan harmonis yang terintegrasi dan saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya. Jadi sikap eksploitatif terhadap alam merupakan bentuk penodaan dan perusakan terhadap karya Allah yang agung itu.
Semua ciptaan (kosmos) diselamatkan melalui Kristus (Kolose 1:15-23). Dalam perikop ini diungkap dimensi kosmologis yang terkait erat dengan hal keutamaan Kristus, khususnya karya pendamaian, penebusan dan penyelamatan-Nya atas semua ciptaan. Dalam ayat 23 dikatakan bahwa Injil diberitakan kepada ktisis (seluruh alam). Melalui Kristus dunia diciptakan, dan melalui Kristus pula Allah berinisiatif melakukan pendamaian dengan ciptaan-Nya. Sekarang alam berada di bawah kuasa-Nya dan dengan demikian kosmos mengalami pendamaian. Bagian ini juga menekankan arti universal tentang peristiwa Kristus melalui penampilan dimensi-dimensi kosmosnya dan melalui pembicaraan tentang keselamatan bagi seluruh dunia, termasuk semua ciptaan. Kristus membawa pendamaian dan keharmonisan bagi semua ciptaan melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Penebusan Kristus juga dipahami sebagai penebusan kosmis yang mencakup seluruh alam dan ciptaan. Penyelamatan juga mencakup pendamaian atau pemulihan hubungan yang telah rusak antara manusia dan ciptaan lainnya.
Demikianlah dapat disimpulkan bahwa baik manusia maupun segala ciptaan atau makluk yang lain merupakan suatu kesatuan kosmik yang memiliki nilai yang berakar dan bermuara di dalam Kristus.
Dengan memperhatikan kajian teologis di atas maka melahirkan teologi kontekstual-ekologis sebagai berikut:
a. Teologi Ciptaan. Teologi ciptaan menekankan karya Allah yang memberikan hidup kepada seluruh ciptaan (Mazmur 104). Dalam hal ini manusia dilihat sebagai bagian integral dari alam bersama tumbuh-tumbuhan, hewan dan ciptaan lainnya. Tanggungjawab manusia adalah bekerja untuk Tuhan dalam memelihara dan mengelola lingkungan hidup, bukan mendominasi apalagi mengeksploitasinya. Teologi seperti ini juga pernah dirumuskan dalam KTT Bumi di Rio de Jeneiro tahun 1992.
b. Solidaritas dengan alam. Kesadaraan bahwa seluruh ciptaan berharga di mata Tuhan, membawa kita untuk membagun sikap solidaritas dengan alam. Kita memperlakukan lingkungan hidup sebagai sesama ciptaan yang harus dikasihi, dijaga, dipelihara dan dipedulikan. Kita mencintai dan memperlakukan lingkungan hidup dengan sentuhan kasih sebagaimana sikap Tuhan. Kita membangun solidaritas baru dengan alam yang telah rusak.
c. Spiritualitas Ekologis. Spiritualitas ini dibangun dengan dasar penghayatan iman bahwa semua ciptaan diselamatkan dan dibaharui oleh Tuhan. Pembaharuan itu menciptakan kehidupan yang harmonis. Spiritualitas ekologis mempunyai dasar pada pengalaman manusiawi yang berhadapan dengan kehancuran lingkungan hidup sekaligus berhadapan dengan pengalaman akan yang Mahakudus, yang mengatasi segalanya. Dalam pengalaman ini kita dipanggil untuk secara kreatif memelihara kualitas kehidupan, dipanggil untuk bersama Sang Penyelenggara hidup ikut serta mengusahakan syalom, kesejahteraan bersama dengan seluruh alam. Spiritualitas ekologis terwujud dalam macam-macam tindakan etis sebagai wujud tanggungjawab untuk ikut memelihara lingkungan hidup.
Konkretnya, apa yang dapat gereja lakukan untuk mewujudkan pandangan teologi seperti tersebut di atas? Selama ini gereja hanya berkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan kebaktian atau kegiatan lain yang melayani manusia. Sudah saatnya gereja menyadari bahwa gereja memiliki tugas panggilan menjaga keutuhan ciptaan atau kelestarian lingkungan hidup, misalnya dengan membuat program-program sebagai berikut:
a. Pembinaan tentang kesadaran ekologis. Pembinaan ini merupakan upaya gereja untuk mengingatkan anggotanya bahwa alam adalah ciptaan Allah yang harus dihargai dengan memelihara dan melestarikannya. Misalnya dalam PA atau pembinaan khusus dan tema-tema kebaktian.
b. Perayaan lingkungan hidup dalam liturgi. Misalnya membuat ibadah khusus untuk merayakan hari lingkungan hidup. Dalam ibadah, ada baiknya kita melakukan penyesalan dosa terhadap alam semesta karena ulah manusia yang telah merusak alam. Penting juga untuk menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu rohani yang bertemakan alam.
c. Menyuarakan suara kenabian terhadap kerusakan lingkungan hidup. Gereja perlu menyuarakan kritik atau memberikan masukan-masukan bagi masyarakat ataupun pemerintah terkait dengan upaya melestarikan lingkungan hidup.
d. Menata lingkungan gereja dengan memperhatikan keseimbangan ekologis. Misalnya jangan habiskan tanah untuk mendirikan bangunan tapi berikan ruang untuk tanam-tanaman. Kita bisa membangun lingkungan gereja yang hijau dan asri.
e. Gerakan penanaman pohon bagi seluruh warga gereja.
f. Mengajak anggota jemaat membudayakan gaya hidup yang ramah dan dekat dengan alam, misalnya dengan memisahkan sampah plastik, membuat lingkungan sekitar rumah menjadi hijau dengan tanam-tanaman.
g. Membangun kerjasama dengan lembaga atau kelompok pecinta alam, misalnya WALHI, untuk memperjuangkan pembangunan yang berwawasan ekologis.
Ramli SN Harahap
Bacaan Alkitab Minggu 28 Juni 2009: 2Petrus 3 : 3 - 10
KEDATANGAN KRISTUS KALI KEDUA
Seiring dengan perkembangan gereja pada abad pertama, para pengajar sesat pun tetap berupaya untuk mempengaruhi anggota jemaat. Dengan kata lain, ada semacam pertandingan dan perseteruan antara para pembela ajaran Kristus yang benar dengan pengajar-pengajar palsu yang sesat. Anehnya, sering terjadi justru ajaran sesat itu lebih menarik perhatian sebab para penganjurnya berupaya mengemas ajarannya dengan metode yang lebih menarik.
Salah satu persoalan penting yang menjadi pokok perdebatan pada waktu itu adalah tentang kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Sebenarnya, bukan hanya pada surat 2 Petrus tema ini menjadi persoalan penting, sudah terjadi jauh sebelumnya. Pada surat kiriman kepada Korintus pun masalah ini sudah muncul.
Pengajaran tentang kedatangan Kristus mempengaruhi sikap dan moral jemaat. Jemaat mula-mula percaya Kristus akan datang segera dan sebagian dari antara mereka masih akan melihat kedatangan-Nya kedua kali itu (bnd. 1Tes.1:11; 2Tes. 2:1-4). Tetapi berhubung sampai masa 2 Petrus ini Kristus belum juga datang, banyak dari anggota jemaat yang kecewa. Para pengajar sesat mempergunakan peluang itu untuk memengaruhi mereka. Mereka mengatakan bahwa Kristus tidak akan datang sebagaimana telah dijanjikan-Nya. Mereka tidak perlu menyianyiakan waktu dan pikiran untuk mengingat-ingat kedatangan Kristus. Itu merupakan pekerjaan sia-sia. Lebih baik mempergunakan waktu dan kesempatan yang ada untuk menikmati hidup, melakukan apa saja yang disukai seseorang. Akibatnya perbuatan yang tidak sesuai dengan moralitas kekiristenan menjadi semakin berkembang.
Para pengajar sesat itu mengejek orang-orang Kristen tentang penundaan kedatangan Yesus Kristus. Penundaan kedatangan Kristus menjadi dasar bagi pengajar sesat menyerang ajaran rasul-rasul. Berhubung masih banyak anggota jemaat yang masih muda (baru masuk menjadi anggota jemaat), mereka mudah terpengaruh dengan ajaran sesat itu. Oleh sebab itu banyak orang yang murtad, meninggalkan ajaran yang benar itu dan kembali kepada kepercayaan lama, bahkan sebagian dari antara mereka menjadi penganut synkritisme (bnd. Ibr 6:1-8).
Melalui surat ini penulis hendak mengingatkan jemaat bahwa Kristus pasti akan datang. Penundaaan kedatangan-Nya itu bukan urusan manusia tetapi sesuai dengan rencana Allah. Manusia tidak akan pernah mampu menetapkan kedatangan Yesus kedua kalinya. Keterlambatan itu justru menjadi bukti kasih Allah akan manusia yang tidak menghendaki manusia binasa. Dengan keterlambatan itu berarti masih ada waktu atau kesempatan untuk bertobat. Allah tidak pernah mengingkari apa yang Dia janjikan. Dia selalu setia dan menggenapnya.
Pengajaran kedatangan Kristus segera tidak perlu dipahami secara harfiah. “Kata segera” bukan berarti besok. Jika keyakinan tentang kedatangan-Nya yang segera akan terjadi berkembang di dalam jemaat mula-mula, bisa saja ajaran itu sengaja dikembangkan oleh para pengajar sesat pula. Sebab sekalipun pada awalnya Paulus mengatakan “maranatha, datanglah ya Tuhan” (1Kor.16:22) tetapi itu dalam konteks menginggatkan anggota jemaat agar tetap berja-jaga, berdoa dan tetap melakuka pekerjaan kasih. Paulus tidak pernah mengatakan kepada anggota jemaat supaya mereka meninggalkan pekerjaan yang baik karena Kristus akan datang segera (bnd. 2Tes.3:1-12). Yesus pun tidak pernah menjanjikan hari yang tepat dari kedatangan-Nya itu. Menjawab pertanyaan para murid-Nya tentang kedatangan-Nya, Dia menjawab tidak seorang pun yang mengetahui, bahkan Dia sendiri pun tidak mengetahui, hanya Bapa di surga yang mengetahuinya (Mat.24:36; Why. 1:6-7).
Menurut pengajar sesat tidak ada yang berubah di bumi sejak masa nenek moyang. Segala sesuatu itu tetap seperti semula. Dengan alasan itu, mereka mengatakan bahwa penantian kedatangan Kristus itu merupakan kesia-siaan saja. Untuk melawan ajaran sesat itu, maka penulis surat Petrus kedua ini membuka mata anggota jemaat untuk mengerti dengan baik kebenaran ajaran para rasul. Apakah betul tidak ada yang berubah seperti ditudukan para pengajar sesat itu? Tuduhan seperti itu tidak beralasan, sebab sejak penciptaan banyak yang berubah. Tidak ada yang kekal di muka bumi ini, semua berubah dan berkembang. Langit dan bumi (yang berada di bawah langit) terbentuk dari air samudera raya (Kej.1:2). Dunia yang tercipta itu terjadi oleh air. Artinya, air sangat penting untuk berdirinya dunia ini dengan menyoroti dua segi yakni: air merupakan asal usul baik untuk terbentuknya dunia maupun untuk kelanjutannya kemudian. Tetapi bumi yang tercipta demikian itu menjadi binasa ketika digenangi air pada masa Nuh (Kej.7:21). Seluruh dunia turut hanyut akibat keampuhan air itu.
Dengan penjelasan itu, Petrus mau menyapa anggota jemaat agar memahami dan mempercayai perbuatan kasih Tuhan kepada umat manusia dengan menyelamatkan Nuh beserta anak-anaknya. Sebenarnya, jika Tuhan tidak menunjukkan anugerah-Nya, Dia bisa saja menghancurkan semuanya termasuk Nuh sehingga tidak ada lagi generasi manusia berikutnya. Jadi jika para pengajar sesat itu mengatakan tidak ada yang berubah, peristiwa air bah itu pun sudah merupakan perubahan.
Sesudah dunia lama binasa, maka terbitlah suatu dunia ciptaan baru yang tetap terdiri atas langit dan bumi seperti dunia lama dan dunia mendatang. Manusia sekarang hidup dalam dunia sementara yang dipelihara oleh Allah, tetapi dunia yang sedang berjalan menuju kepada suatu kebinasaan lagi. Dunia yang sekarang akan terbakar oleh api, dan berkaitan dengan itu maka orang-orang yang tidak beriman juga akan binasa. Tetapi semua kejadian itu bukan merupakan hukum alam, Allah yang maha kuasa Pencipta langit dan bumi yang telah melakukannnya. Rencana dan kehendak Tuhan yang harus terjadi bukan suatu proses hukum alam. Dunia dan segala sesuatu di alam semesta itu berada pada sejarah keselamatan yang dirancang oleh Allah. Maka tidak ada suatu kejadian apa pun di luar pengetahuan Allah. Bumi, alam semesta, manusia dan semua makhluk harus hidup pada sejarah keselamatan Allah, tidak mungkin keluar dari garis ketentuan itu.
Berlandaskan Mazmur 90:4 penulis surat Petrus ini menambahkan argumentasi teologis tentang pokok yang dipersoalkan tadi. Menurut rasul ini, Allah tidak pernah dibatasi oleh waktu sebab Dia sendirilah yang menciptakan waktu. Jangka waktu yang dipahami manusia berbeda dengan jangka waktu Tuhan. Oleh sebab itu, sekalipun terjadi penundaan kedatangan Kristus kedua-kalinya, bagi Allah waktu itu hanya singkat saja. Bagi Tuhan, satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama satu hari. Artinya, batas-batas waktu yang berlaku bagi manusia tidak berlaku bagi Tuhan.
Bisa saja Tuhan menyudahi segala-galanya dengan cepat. Namun, Allah tidak melakukannya sebab Tuhan menghendaki keselamatan semua orang (bnd 1Tim. 2:4). Allah tidak lalai dalam penundaan kedatangan Kristus itu, tetapi justru hal itu menunjuk kepada kesabaran-Nya. Allah menunggu umat-Nya yang sudah berbalik itu untuk bertobat sebelum masa pengampunan itu berlalu. Para pengajar sesat itu pun harus bertobat dan kembali ke jalan Tuhan. Semakin lama Allah bersabar maka semakin besar pula kesempatan serta peluang bagi orang-orang berdosa kembali ke jalan yang benar. Penundaan kedatangan-Nya itu merupakan bukti kasih dan kemurahan Allah bagi manusia.
Penundaan kedatangan-Nya yang menjadi wujud kepeduliaan-Nya kepada umat manusia seharusnya ditanggapi dengan positip, yakni agar tetap waspada dan berdoa. Hari Tuhan pasti akan terjadi, tetapi sebagaimana dikatakan di atas hanya Allah sendiri yang tahu. Kalau hari Tuhan itu sudah terjadi, peluang dan kesempatan itu sudah berlalu. Manusia tidak mungkin lagi menyelamatkan dirinya. Dengan memakai gambaran yang terdapat dalam PL, kembali penulis mengingatkan jemaat agar sungguh-sungguh bertobat. Orang-orang Kristen tidak boleh terbawa arus pemikiran pengajar sesat itu. Benar, Tuhan belum datang kedua kalinya, tetapi tidak berarti bahwa Tuhan sama sekali sudah lupa sehingga Dia tidak akan datang lagi. Tuhan “pasti” akan datang. Kedatangan-Nya seperti pencuri pada malam hari, tiba-tiba dan tidak pernah diberitahukan sebelumnya. Orang-orang Kristen tidak perlu menghitung-hitung hari kedatangan-Nya itu, siapa pun tidak mungkin melakukannya. Perbedaan orang-orang Kristen beriman dari “yang lainnya” adalah orang-orang Kristen senantiasa siap menghadapi kedatangan Tuhan, kapanpun dan bagaimanapun caranya. Orang-beriman akan senantiasa siap menghadapi panggilan dan kedatangan Tuhan, dan tetap konsisten berjanji melakukan yang terbaik di dalam hidupnya.
Sepanjang masa, gereja menghadapi para pengajar sesat yang berupaya menaklukkan jemaat dan membawa mereka keluar dari gereja. Sering terjadi cara dan metode para pengajar sesat itu lebih menarik dari cara gereja yang sudah mapan (gereja mainstream). Hedonisme, materialisme, libertinisme, synkritisme, dan sebagainya semakin berkembang dan mudah mendapat tempat di tengah-tengah masyarakat modern. Semakin banyak manusia yang tidak takut terhadap hukuman Tuhan. Mereka mengatakan, hukuman Tuhan itu hanya peringatan isapan jempol yang menakut-nakuti manusia. Katanya, hukuman itu tidak perlu dihiraukan. Sebaliknya mereka mengajak manusia untuk menikmati kehidupan dunia modern ini sesuka hati masing, hidup berfoya-foya sebab kesempatan hidup tidak akan datang dua kali. Mereka tidak mau perduli kepada ajaran surga dan neraka, sebab bagi mereka surga itu adalah kenikmatan saja.
Kita melihat betapa banyak orang yang terjebak dengan ajaran sesat ini. Banyak dari antara umat manusia (termasuk anggota gereja) yang sudah terperangkap dalam jerat kenikmatan sesaat antara lain: ketergantungan kepada obat-obat terlarang, seks bebas, dan sebagainya. Banyak dari antara mereka yang sudah terperangkap dan terjerumus ke dalam lumpur dosa itu kemudian hari menyesal, tetapi penyesalannya sudah terlambat. Kita bisa membaca di dalam media semakin banyak orang yang mengidap penyakit HIV/AIDs, penyakit yang tidak mungkin diobati. Anehnya, penyakit yang sudah mendunia ini semakin meraja lela dan tidak ditakuti oleh banyak orang, lupa kepada akibat yang ditimbulkannya. Mata manusia telah gelap oleh kenikmatan sesaat itu.
Nas ini mengingatkan manusia (kita) tentang kedatangan Tuhan. Makna kedatangan Tuhan bagi kita bukan hanya menyangkut hari kiamat yang kita tidak tahu kapan akan terjadi tetapi juga berkaitan dengan kedatangan-Nya untuk memanggil kita dari dunia ini menghadap Allah Bapa di surga. Kapan dia memanggil seseorang tidak ada yang tahu. Oleh sebab itu, sebagai orang beriman kita harus berjaga-jaga, mempergunakan waktu yang diberikan kepada kita dengan sebaik-baiknya melakukan yang baik dan berguna untuk sesama dan dunia. Sebagai orang beriman kita percaya bahwa keselamatan kekal telah dikerjakan Kristus untuk kita dan telah dianugerahkan-Nya. Namun, Iblis tidak akan pernah berhenti menggoda kita agar menanggalkan mahkota keselamatan itu. Maka, berjaga-jagalah, waspadalah, dan tetap berdoa. Tuhan memberkati kita semua.
Seiring dengan perkembangan gereja pada abad pertama, para pengajar sesat pun tetap berupaya untuk mempengaruhi anggota jemaat. Dengan kata lain, ada semacam pertandingan dan perseteruan antara para pembela ajaran Kristus yang benar dengan pengajar-pengajar palsu yang sesat. Anehnya, sering terjadi justru ajaran sesat itu lebih menarik perhatian sebab para penganjurnya berupaya mengemas ajarannya dengan metode yang lebih menarik.
Salah satu persoalan penting yang menjadi pokok perdebatan pada waktu itu adalah tentang kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Sebenarnya, bukan hanya pada surat 2 Petrus tema ini menjadi persoalan penting, sudah terjadi jauh sebelumnya. Pada surat kiriman kepada Korintus pun masalah ini sudah muncul.
Pengajaran tentang kedatangan Kristus mempengaruhi sikap dan moral jemaat. Jemaat mula-mula percaya Kristus akan datang segera dan sebagian dari antara mereka masih akan melihat kedatangan-Nya kedua kali itu (bnd. 1Tes.1:11; 2Tes. 2:1-4). Tetapi berhubung sampai masa 2 Petrus ini Kristus belum juga datang, banyak dari anggota jemaat yang kecewa. Para pengajar sesat mempergunakan peluang itu untuk memengaruhi mereka. Mereka mengatakan bahwa Kristus tidak akan datang sebagaimana telah dijanjikan-Nya. Mereka tidak perlu menyianyiakan waktu dan pikiran untuk mengingat-ingat kedatangan Kristus. Itu merupakan pekerjaan sia-sia. Lebih baik mempergunakan waktu dan kesempatan yang ada untuk menikmati hidup, melakukan apa saja yang disukai seseorang. Akibatnya perbuatan yang tidak sesuai dengan moralitas kekiristenan menjadi semakin berkembang.
Para pengajar sesat itu mengejek orang-orang Kristen tentang penundaan kedatangan Yesus Kristus. Penundaan kedatangan Kristus menjadi dasar bagi pengajar sesat menyerang ajaran rasul-rasul. Berhubung masih banyak anggota jemaat yang masih muda (baru masuk menjadi anggota jemaat), mereka mudah terpengaruh dengan ajaran sesat itu. Oleh sebab itu banyak orang yang murtad, meninggalkan ajaran yang benar itu dan kembali kepada kepercayaan lama, bahkan sebagian dari antara mereka menjadi penganut synkritisme (bnd. Ibr 6:1-8).
Melalui surat ini penulis hendak mengingatkan jemaat bahwa Kristus pasti akan datang. Penundaaan kedatangan-Nya itu bukan urusan manusia tetapi sesuai dengan rencana Allah. Manusia tidak akan pernah mampu menetapkan kedatangan Yesus kedua kalinya. Keterlambatan itu justru menjadi bukti kasih Allah akan manusia yang tidak menghendaki manusia binasa. Dengan keterlambatan itu berarti masih ada waktu atau kesempatan untuk bertobat. Allah tidak pernah mengingkari apa yang Dia janjikan. Dia selalu setia dan menggenapnya.
Pengajaran kedatangan Kristus segera tidak perlu dipahami secara harfiah. “Kata segera” bukan berarti besok. Jika keyakinan tentang kedatangan-Nya yang segera akan terjadi berkembang di dalam jemaat mula-mula, bisa saja ajaran itu sengaja dikembangkan oleh para pengajar sesat pula. Sebab sekalipun pada awalnya Paulus mengatakan “maranatha, datanglah ya Tuhan” (1Kor.16:22) tetapi itu dalam konteks menginggatkan anggota jemaat agar tetap berja-jaga, berdoa dan tetap melakuka pekerjaan kasih. Paulus tidak pernah mengatakan kepada anggota jemaat supaya mereka meninggalkan pekerjaan yang baik karena Kristus akan datang segera (bnd. 2Tes.3:1-12). Yesus pun tidak pernah menjanjikan hari yang tepat dari kedatangan-Nya itu. Menjawab pertanyaan para murid-Nya tentang kedatangan-Nya, Dia menjawab tidak seorang pun yang mengetahui, bahkan Dia sendiri pun tidak mengetahui, hanya Bapa di surga yang mengetahuinya (Mat.24:36; Why. 1:6-7).
Menurut pengajar sesat tidak ada yang berubah di bumi sejak masa nenek moyang. Segala sesuatu itu tetap seperti semula. Dengan alasan itu, mereka mengatakan bahwa penantian kedatangan Kristus itu merupakan kesia-siaan saja. Untuk melawan ajaran sesat itu, maka penulis surat Petrus kedua ini membuka mata anggota jemaat untuk mengerti dengan baik kebenaran ajaran para rasul. Apakah betul tidak ada yang berubah seperti ditudukan para pengajar sesat itu? Tuduhan seperti itu tidak beralasan, sebab sejak penciptaan banyak yang berubah. Tidak ada yang kekal di muka bumi ini, semua berubah dan berkembang. Langit dan bumi (yang berada di bawah langit) terbentuk dari air samudera raya (Kej.1:2). Dunia yang tercipta itu terjadi oleh air. Artinya, air sangat penting untuk berdirinya dunia ini dengan menyoroti dua segi yakni: air merupakan asal usul baik untuk terbentuknya dunia maupun untuk kelanjutannya kemudian. Tetapi bumi yang tercipta demikian itu menjadi binasa ketika digenangi air pada masa Nuh (Kej.7:21). Seluruh dunia turut hanyut akibat keampuhan air itu.
Dengan penjelasan itu, Petrus mau menyapa anggota jemaat agar memahami dan mempercayai perbuatan kasih Tuhan kepada umat manusia dengan menyelamatkan Nuh beserta anak-anaknya. Sebenarnya, jika Tuhan tidak menunjukkan anugerah-Nya, Dia bisa saja menghancurkan semuanya termasuk Nuh sehingga tidak ada lagi generasi manusia berikutnya. Jadi jika para pengajar sesat itu mengatakan tidak ada yang berubah, peristiwa air bah itu pun sudah merupakan perubahan.
Sesudah dunia lama binasa, maka terbitlah suatu dunia ciptaan baru yang tetap terdiri atas langit dan bumi seperti dunia lama dan dunia mendatang. Manusia sekarang hidup dalam dunia sementara yang dipelihara oleh Allah, tetapi dunia yang sedang berjalan menuju kepada suatu kebinasaan lagi. Dunia yang sekarang akan terbakar oleh api, dan berkaitan dengan itu maka orang-orang yang tidak beriman juga akan binasa. Tetapi semua kejadian itu bukan merupakan hukum alam, Allah yang maha kuasa Pencipta langit dan bumi yang telah melakukannnya. Rencana dan kehendak Tuhan yang harus terjadi bukan suatu proses hukum alam. Dunia dan segala sesuatu di alam semesta itu berada pada sejarah keselamatan yang dirancang oleh Allah. Maka tidak ada suatu kejadian apa pun di luar pengetahuan Allah. Bumi, alam semesta, manusia dan semua makhluk harus hidup pada sejarah keselamatan Allah, tidak mungkin keluar dari garis ketentuan itu.
Berlandaskan Mazmur 90:4 penulis surat Petrus ini menambahkan argumentasi teologis tentang pokok yang dipersoalkan tadi. Menurut rasul ini, Allah tidak pernah dibatasi oleh waktu sebab Dia sendirilah yang menciptakan waktu. Jangka waktu yang dipahami manusia berbeda dengan jangka waktu Tuhan. Oleh sebab itu, sekalipun terjadi penundaan kedatangan Kristus kedua-kalinya, bagi Allah waktu itu hanya singkat saja. Bagi Tuhan, satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama satu hari. Artinya, batas-batas waktu yang berlaku bagi manusia tidak berlaku bagi Tuhan.
Bisa saja Tuhan menyudahi segala-galanya dengan cepat. Namun, Allah tidak melakukannya sebab Tuhan menghendaki keselamatan semua orang (bnd 1Tim. 2:4). Allah tidak lalai dalam penundaan kedatangan Kristus itu, tetapi justru hal itu menunjuk kepada kesabaran-Nya. Allah menunggu umat-Nya yang sudah berbalik itu untuk bertobat sebelum masa pengampunan itu berlalu. Para pengajar sesat itu pun harus bertobat dan kembali ke jalan Tuhan. Semakin lama Allah bersabar maka semakin besar pula kesempatan serta peluang bagi orang-orang berdosa kembali ke jalan yang benar. Penundaan kedatangan-Nya itu merupakan bukti kasih dan kemurahan Allah bagi manusia.
Penundaan kedatangan-Nya yang menjadi wujud kepeduliaan-Nya kepada umat manusia seharusnya ditanggapi dengan positip, yakni agar tetap waspada dan berdoa. Hari Tuhan pasti akan terjadi, tetapi sebagaimana dikatakan di atas hanya Allah sendiri yang tahu. Kalau hari Tuhan itu sudah terjadi, peluang dan kesempatan itu sudah berlalu. Manusia tidak mungkin lagi menyelamatkan dirinya. Dengan memakai gambaran yang terdapat dalam PL, kembali penulis mengingatkan jemaat agar sungguh-sungguh bertobat. Orang-orang Kristen tidak boleh terbawa arus pemikiran pengajar sesat itu. Benar, Tuhan belum datang kedua kalinya, tetapi tidak berarti bahwa Tuhan sama sekali sudah lupa sehingga Dia tidak akan datang lagi. Tuhan “pasti” akan datang. Kedatangan-Nya seperti pencuri pada malam hari, tiba-tiba dan tidak pernah diberitahukan sebelumnya. Orang-orang Kristen tidak perlu menghitung-hitung hari kedatangan-Nya itu, siapa pun tidak mungkin melakukannya. Perbedaan orang-orang Kristen beriman dari “yang lainnya” adalah orang-orang Kristen senantiasa siap menghadapi kedatangan Tuhan, kapanpun dan bagaimanapun caranya. Orang-beriman akan senantiasa siap menghadapi panggilan dan kedatangan Tuhan, dan tetap konsisten berjanji melakukan yang terbaik di dalam hidupnya.
Sepanjang masa, gereja menghadapi para pengajar sesat yang berupaya menaklukkan jemaat dan membawa mereka keluar dari gereja. Sering terjadi cara dan metode para pengajar sesat itu lebih menarik dari cara gereja yang sudah mapan (gereja mainstream). Hedonisme, materialisme, libertinisme, synkritisme, dan sebagainya semakin berkembang dan mudah mendapat tempat di tengah-tengah masyarakat modern. Semakin banyak manusia yang tidak takut terhadap hukuman Tuhan. Mereka mengatakan, hukuman Tuhan itu hanya peringatan isapan jempol yang menakut-nakuti manusia. Katanya, hukuman itu tidak perlu dihiraukan. Sebaliknya mereka mengajak manusia untuk menikmati kehidupan dunia modern ini sesuka hati masing, hidup berfoya-foya sebab kesempatan hidup tidak akan datang dua kali. Mereka tidak mau perduli kepada ajaran surga dan neraka, sebab bagi mereka surga itu adalah kenikmatan saja.
Kita melihat betapa banyak orang yang terjebak dengan ajaran sesat ini. Banyak dari antara umat manusia (termasuk anggota gereja) yang sudah terperangkap dalam jerat kenikmatan sesaat antara lain: ketergantungan kepada obat-obat terlarang, seks bebas, dan sebagainya. Banyak dari antara mereka yang sudah terperangkap dan terjerumus ke dalam lumpur dosa itu kemudian hari menyesal, tetapi penyesalannya sudah terlambat. Kita bisa membaca di dalam media semakin banyak orang yang mengidap penyakit HIV/AIDs, penyakit yang tidak mungkin diobati. Anehnya, penyakit yang sudah mendunia ini semakin meraja lela dan tidak ditakuti oleh banyak orang, lupa kepada akibat yang ditimbulkannya. Mata manusia telah gelap oleh kenikmatan sesaat itu.
Nas ini mengingatkan manusia (kita) tentang kedatangan Tuhan. Makna kedatangan Tuhan bagi kita bukan hanya menyangkut hari kiamat yang kita tidak tahu kapan akan terjadi tetapi juga berkaitan dengan kedatangan-Nya untuk memanggil kita dari dunia ini menghadap Allah Bapa di surga. Kapan dia memanggil seseorang tidak ada yang tahu. Oleh sebab itu, sebagai orang beriman kita harus berjaga-jaga, mempergunakan waktu yang diberikan kepada kita dengan sebaik-baiknya melakukan yang baik dan berguna untuk sesama dan dunia. Sebagai orang beriman kita percaya bahwa keselamatan kekal telah dikerjakan Kristus untuk kita dan telah dianugerahkan-Nya. Namun, Iblis tidak akan pernah berhenti menggoda kita agar menanggalkan mahkota keselamatan itu. Maka, berjaga-jagalah, waspadalah, dan tetap berdoa. Tuhan memberkati kita semua.
Langganan:
Postingan (Atom)