Rabu, 12 Agustus 2009

PESAN SINODE AM XVI GEREJA KRISTEN PROTESTAN ANGKOLA

PESAN SINODE AM XVI
GEREJA KRISTEN PROTESTAN ANGKOLA
(G.K.P.A.)

Kepada

Seluruh Warga Jemaat dan Pelayan Gereja Kristen Protestan Angkola
di seluruh Indonesia


Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus!

Sinode Am XVI GKPA yang dihadiri Peserta sebanyak 193 orang dan Peninjau 31 orang yang berasal dari 28 Resort dan 1 Resort Persiapan yang ada di GKPA, berjalan dengan baik dan sukses. Hal ini terjadi berkat dukungan dan doa seluruh warga jemaat GKPA. Sinode Am tersebut dilaksanakan dari 15-19 Juli 2009 di Kantor Pusat GKPA, Kota Padangsidimpuan.
Sinode Am XVI GKPA secara resmi dibuka oleh Pucuk Pimpinan GKPA, Pdt.A.L.Hutasoit,M.A. Pembukaan ini ditandai dengan pemukulan gong. Dengan dibukanya persidangan sinode ini, maka Pucuk Pimpinan GKPA mengharapkan seluruh peserta sinode dapat menghasilkan keputusan-keputusan yang berharga demi kemajuan GKPA ke masa depan.
Sinode Am XVI GKPA diresmikan pembukaannya Gubernur Sumatera Utara yang diwakili Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sumatera Utara, Ir. Josep Siswanto. Gubernur dalam sambutannya mengucapkan selamat bersinode dan mengharapkan agar GKPA semakin menunjukkan perananya dalam masyarakat dan berbangsa melalui peningkatkan kehidupan kerohanian warganya.
Acara persemian Pembukaan juga dihadiri oleh Bupati Tapanuli Selatan Ir. H. Ongku B. Hasibuan,MM dan Wakil Bupati Ir. Aldinz Rapollo Siregar,MM dan istri, Walikota Padangsidimpuan, dan Kakandepag Kota Padangsidimpuan. Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kota Padangsidimpuan dalam sambutannya mengatakan “berbangga hati karena GKPA satu-satunya gereja yang berpusat di Tapanuli Selatan dan mengajak agar GKPA menjadi mitra pemerintah dalam memelihara kerukunan antar dan inter umat beragama dan turut memajukan Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kota Padangsidimpuan”.
Pdt.M.H.Sitorus,S.Th. mewakili BKAG Tapanuli Selatan (Tap-Sel) dalam sambutannya mengatakan berbangga hati atas kehadiran dan peran aktif GKPA dalam menghidupkan kerjasama dan kegiatan beroikumene selama ini. Sementara itu Maritje mewakili Gereja Mennonite di Belanda, mengatakan bahwa Gereja Mennonite sangat senang bermitra dengan GKPA dan mengharapkan supaya partnership (kemitraan) semakin ditingkatkan pada masa-masa mendatang.
Demikian juga undangan khusus GKPA, Parlindungan Purba anggota DPD-RI utusan daerah Sumatera Utara, dalam sambutannya mengatakan sangat bangga dengan GKPA karena GKPA salah satu gereja yang sangat peduli dengan masalah-masalah di daerahnya dan mengucapkan terimakasih atas kerjasama yang dijalin selama ini.
Akhirnya, Pucuk Pimpinan GKPA Pdt. A.L.Hutasoit,M.A. (Ephorus) mengajak seluruh sinodestan mensyukuri berkat dan pemeliharaan Tuhan selama ini dan mengajak untuk bersama-sama semakin aktif menggumuli tema dan sub-tema GKPA demi kemajuan GKPA di masa depan.
Sinode Am XVI GKPA berjalan dengan baik berkat kerja keras seluruh panitia sinode am yang telah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk kelancaran sinode. Sinode Am juga berjalan dengan lancar atas dukungan dari pemerintah, pribadi-pribadi yang telah memberikan kontribusinya dalam pelaksanaan sinode.
Sinode Am XVI GKPA ini ber-tema: “BERGIATLAH DALAM PEKERJAAN TUHAN” (1 Korintus 15:58b) dan sub tema: “Peran dan Fungsi Gereja Dalam Menghadapi Krisis Global di Era Modernisasi”. Pada acara pembukaan sinode am, para sinodestan dan undangan disuguhi dengan tarian-tarian budaya Angkola yang dibawakan oleh Anak-anak Sekolah Minggu dan persembahan lagu-lagu pujian oleh Koor Gabungan GKPA Jl.Teuku Umar.
Sinode Am disemangati oleh dua peristiwa sejarah penginjilan yakni, pertama, semangat 175 tahun Kekristenan di Pakantan, Kecamatan Pakantan Kabupaten Mandailing Natal (Madina) yang dirayakan pada 11-12 Juli 2009 dan kedua, semangat menyambut 150 tahun Kekristenan di daerah Angkola Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) pada April 2011. Kedua momen peristiwa itu membuat semua peserta semakin bersemangat mengikuti sinode, mengingat daerah Angkola-Mandailing sebagai tempat persemaian Injil, yang menjadikan kita percaya kepada Kristus.
GKPA juga bersyukur atas terselenggaranya dengan baik, aman, lancar dan damai pesta demokrasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI yang dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009 yang lalu dan akan mendukung sepenuhnya Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih.
Dalam proses penyelenggaraannya, Sinode Am XVI GKPA juga mendalami beberapa materi, di antaranya:
1. “Refarat Tema GKPA” yang dibawakan oleh Pdt. Ramli SN. Harahap, M.Th, mengajak kita kepada perenungan untuk mempertajam visi dan misi GKPA ke masa depan.
2. “Pelayan dan Pelayanan” oleh Pdt. Dr. M. Frans Ladestam Sinaga yang menekankan begitu mulia dan berharganya seorang pelayan di mata Tuhan. Hal ini patut selalu disyukuri oleh para pelayan dalam pelayanan yang dilaksanakan dengan kualitas yang baik. Oleh karena itu mulai tahun ini, GKPA harus semakin giat meningkatkan mutu pelayan dan pelayananya.
3. ”Gereja dan Pluralisme” oleh Pdt. Dr. Ir. Fridz Sihombing, mengatakan bahwa berdasarkan Alkitab gereja yang berada di dunia dan di tengah-tengah masyarakat harus ikut memasuki masalah-masalah yang berbeda-beda. Hal ini meneladani Kristus yang adalah untuk dunia. Oleh karena itu, masalah pluralisme, khususnya di Indonesia harus dipahami dan dijiwai bersama dalam kaitan misi Kristus di dunia ini.

Sebagai wadah bermusyawarah dan pengambilan keputusan tertinggi untuk mewujudkan maksud dan tujuan GKPA, Sinode Am XVI bertugas:
1. Mengevaluasi laporan pelayanan Pucuk Pimpinan dan Majelis Pusat 2006-2009;
2. Menetapkan dan mensahkan: Penjelasan Tata Gereja dan Tata Laksana GKPA; Peraturan Pokok Kepegawaian GKPA; dan Tata Urutan Peraturan GKPA;
3. Membicarakan Program 2009-2011 sesuai dengan PTPB yang ditetapkan pada Sinode Am XV tahun 2006.

Sinode Am diakhiri dengan Ibadah Perjamuan Kudus yang diikuti sebagian peserta, dan ditutup oleh Pucuk Pimpinan GKPA pada hari Minggu 19 Juli 2009 di GKPA Jl.Teuku Umar Padangsidimpuan. Kami mengharapkan seluruh keputusan Sinode Am supaya dipedomani dan dilaksanakan secara bersama-sama.
Bertitik tolak dari seluruh aktivitas dan rangkaian sinode yang telah dilaksanakan, maka kami menyampaikan pesan-pesan sebagai berikut:
1. Mengajak seluruh anggota jemaat GKPA untuk merenungkan dan mempertajam pemahaman Visi dan Misi GKPA yang telah ditetapkan oleh para pendiri GKPA pada masa Panjaeon. Untuk itu sangatlah penting terus mensosialisasikan visi dan misi tersebut pada semua tingkatan.
2. Mengharapkan seluruh anggota jemaat GKPA agar semakin taat kepada aturan-peraturan yang berlaku, demi peningkatan ketertiban/kedisiplinan dan kemajuan GKPA.
3. Agar seluruh anggota jemaat GKPA bahu-membahu melaksanakan Program Pelayanan sebagaimana yang telah dituangkan dalam PTPB sesuai arahan Tema GKPA “Bergiatlah dalam Pekerjaan Tuhan”.
4. Agar seluruh jemaat GKPA, mendukung dan berpartisipasi aktip dalam mempersiapkan: (a) Pesta Olop-Olop 35 tahun, (b) Jubelium 150 tahun Kekristenan di daerah Angkola dan (c) Sinode Am (Periode ) XVII GKPA 2011.
5. GKPA sebagai persekutuan orang percaya, akan terus memberikan kesempatan dalam kegiatan-kegiatan bergereja bagi kategorial-kategorial yang ada.
6. Meningkatkan peran GKPA dalam melaksanakan zending ke dalam dan keluar sebagai salah satu wujud tri tugas panggilan gereja.
7. Kita patut bersyukur kepada Tuhan bahwa kesadaran seluruh anggota jemaat dalam menunjukkan kewajiban-kewajibannya semakin baik. Hal ini, khususnya dapat dilihat dari peningkatan jumlah Persembahan Bulanan dan Dana Asset dari tahun 2006-2009. Hal ini perlu dipertahankan bahkan di tingkatkan untuk masa depan demi pembangunan Tubuh Kristus.
8. Mengharapkan seluruh Pelayan Gereja menjadi teladan dalam menunjukkan tanggung jawab dan kewajibannya dalam gereja.
9. GKPA berperan aktif dalam memelihara dan meningkatkan kerukunan antarumat beragama di manapun berada dan melayani.
10. GKPA menyambut baik dan mendukung sepenuhnya keputusan Pemerintah RI yang menjadikan Sipirok, Ibu Kota Tapanuli Selatan. Untuk itu seluruh anggota jemaat GKPA diharapkan semakin memperlihatkan dan meningkatkan eksistensi GKPA di Tapanuli Selatan.
11. GKPA harus berperan aktif dalam memelihara kelestarian lingkungan hidup dalam rangka mewujudkan keadilan; perdamaian dan keutuhan ciptaan.
12. GKPA sangat prihatin atas peristiwa ledakan bom yang terjadi di Hotel J.W.Marriot dan Ritz Carlton yang menewaskan 9 orang dan puluhan korban luka-luka pada 17 Juli 2009. GKPA mendoakan agar seluruh keluarga yang meninggal dan luka-luka agar diberi kekuatan untuk menghadapi peristiwa ini. Kiranya peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi pada hari-hari yang akan datang.

Demikianlah pesan Sinode Am XVI GKPA ini kami sampaikan, dengan selalu mengingat akan pesan Rasul Petrus: “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” (1 Petrus 2:9).

Padangsidimpuan, 19 Juli 2009

Sinode Am XVI GKPA



Pdt. A. L. Hutasoit, M.A. Pdt. P. H. Harahap, S.Th
Ephorus Sekretaris Jenderal

Bacaan Minggu 23 Agustus 2009: Lukas 10 : 25 - 37

KASIH UNTUK DILAKUKAN, BUKAN DITEORIKAN!

Pendahuluan
Penulis Injil Lukas yang umumnya terkenal dengan sebutan dokter Lukas, bukanlah seorang Yahudi. Latar belakang non Yahudi ini tercermin dari pengkisahannya tentang kehidupan Yesus dengan menonjolkan sifat universal berita keselamatan yang dibawa Yesus. Yesus datang untuk semua orang. Lukas secara khusus memperlihatkan sisi kehidupan pelayanan Yesus kepada masyarakat kalangan bawah di Yudea, yaitu orang-orang miskin, kaum perempuan, anak-anak dan orang-orang yang paling berdosa, yang tidak mendapat tempat dalam masyarakat, khususnya masyarakat Yahudi. Lukas menyatakan bahwa Injil itu mencakupi juga bangsa-bangsa lain, dan khususnya orang Samaria yang dipandang rendah oleh orang Yahudi pada masa itu (bnd. bagian pembacaan kita ini, di mana Yesus justru memakai contoh seorang Samaria sebagai orang yang patut diteladani kebaikannya).
Sifat universal berita keselamatan dalam Injil Lukas ini bahkan sudah dinyatakan pada bagian awal injil ini. Dalam menyajikan keturunan Yesus dalam silsilah, ia menelusuri silsilah itu sampai Adam sebagai bapa umat manusia. Jika kita membandingkan Markus 1:2-3 dengan Lukas 3:4-6 terlihat Lukas mengutip juga Yesaya 40:3-5, sebab di sana dikatakan bahwa keselamatan itu ditawarkan kepada semua bangsa.

Penjelasan Nas
Kisah tentang orang Samaria yang baik hati ini mengambil tempat atau berlatar jalan dari Yerusalem menuju Yerikho. Jarak antara dua kota ini kurang lebih 20 mil atau membutuhkan waktu sekitar lima jam waktu tempuh. Jalan yang menghubungkan kedua kota tersebut – yang biasanya dilalui oleh orang-orang pada zaman itu – sempit, berbatu-batu, dengan gunung-gunung batu yang penuh gua dan lubang. Kondisi yang demikian merupakan tempat yang bagus bagi para penyamun. Karena jalan ini sangat berbahaya, ia disebut ‘jalan darah’. Jalan inilah yang ditempuh oleh korban perampokan yang ada dalam bagian pembacaan kita ini.
Dalam kisah ini diperlihatkan beberapa karakter manusia, yang seringkali menjadi karakter kita juga.
a. Ada seorang yang sedang bepergian. Untuk menghindari bahaya perampokan ketika melewati ‘jalan darah’ ini biasanya orang berjalan berombongan. Namun, dalam bacaan kita dikatakan seorang. Ini menunjukkan bahwa orang ini seorang yang berani, tekun dan tahan terhadap medan perjalanan yang keras itu. Orang ini akhirnya dirampok juga karena memang betapa bahaya jalan yang ditempuhnya.
b. Datang seorang imam. Imam ini baru selesai melakukan tugas keimamannya di Yerusalem dan hendak pulang ke Yerikho. Banyak juga imam yang tinggal di kota Yerikho. Imam tersebut dengan tergesa-gesa menghindari orang yang dirampok tersebut. Alasan ia menghindar dan tidak menolong orang tersebut karena takut tercemar, sebab dikiranya orang tersebut mungkin saja sudah mati. Menurut peraturan keimamatan, bila seorang imam menyentuh mayat maka ia menjadi najis, dan dia bisa kehilangan hak melayani di Bait Allah. Rupanya imam ini lebih mengutamakan peraturan-peraturan keagamaan dan keuntungan dirinya sendiri ketimbang menolong orang yang sedang sekarat. Yang seremonial diletakkannya di atas yang asasi atau fundamental.
c. Datang seorang Lewi. Orang Lewi ini awalnya berjalan lebih dekat dengan korban perampokan tersebut, tetapi kemudian cepat-cepat menghindar. Mengapa? Sebab para penyamun pada ‘jalan darah’ itu memiliki kebiasaan untuk mempergunakan umpan-umpanan. Orang Lewi takut kalau-kalau orang yang tergeletak itu justru merupakan seorang perampok yang hanya berpura-pura menjadi korban perampokan. Orang Lewi tersebut lebih memikirkan keselamatannya sendiri. Ia tidak akan mau mengambil resiko untuk menolong orang lain.
d. Lalu datang seorang Samaria. Ia menolong orang itu karena terdorong oleh belas kasihan yang sungguh-sungguh. Tepat sekali cara menolongnya; dibalutnya luka-luka orang yang malang itu, disiraminya dengan minyak dan anggur. Setelah korban bisa berjalan, ia menemani dan mengantarnya ke penginapan yang layak untuk pengobatan yang lebih lanjut dan istirahat yang cukup dari si korban. Ia bahkan menanggung seluruh ongkos penginapan orang itu. Ia tidak setengah-setengah menolong orang tersebut.

Dari perumpamaan ini sesungguhnya Yesus tidak memberi jawab secara langsung terhadap apa yang ditanyakan oleh ahli Taurat. Yesus justru secara retoris membalikkan pertanyaan tersebut berdasarkan perumpamaan yang diceritakan itu, “Siapakah dari ketiga orang itu yang bertindak sebagai sesamanya terhadap orang itu?” Maksud Yesus dengan pertanyaan retoris itu ialah janganlah ajukan pertanyaan teoritis siapakah sesamaku, tetapi mulailah secara praktis dengan bertindak sendiri sebagai sesama. Yesus tidak mau bersoal jawab secara teoritis dengan ahli Taurat itu mengenai obyek/sasaran dari kasih kepada sesama, tetapi secara langsung mau berbicara tentang subyek/pelaku dari kasih kepada sesama tersebut.
Penggunaan figur seorang Samaria oleh Yesus hendak menunjukkan dan mengatakan bahwa adalah masih lebih baik dan berbelas kasih orang-orang yang dianggap berdosa dan hina oleh orang-orang Yahudi. Dan memperlihatkan bahwa justru seorang Samaria yang lebih mengenal dan mengasihi Allah ketimbang orang-orang Yahudi yang lebih mengutamakan hal-hal legal seremonial dan keuntungan dirinya sendiri itu. Mereka mengatakan bahwa mereka mengasihi Allah dan mematuhi perintah-perintah-Nya, padahal dalam kenyataan menolong seorang yang sangat perlu ditolong saja tidak bisa hanya karena ia adalah orang lain, bukan orang Yahudi. Yesus juga hendak menunjukkan bahwa kasih itu sesungguhnya melampaui batas-batas yang dibuat oleh manusia dengan hukum-hukumnya.

Aplikasi/renungan
• Kasih kepada Allah tidak akan berarti kalau kasih kepada sesama tidak mewujud nyata dalam kasih terhadap sesama kita yang ada di dunia ini. Kalau kita menyatakan bahwa kita mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi, maka tunjukkanlah terlebih dulu pengakuan itu dengan aksi nyata mengasihi orang lain. Mengasihi bukan sebatas dalam kata-kata, di bibir saja, tetapi melakukan sesuatu yang nyata. Kita jangan menjadi orang Kristen NATO, No Action Talk Only, seperti ahli Taurat yang menguji Yesus tersebut.
• Kasih terhadap sesama melampaui batas-batas suku, agama, ras, golongan, status, dan batas-batas seremonial serta legal yang dibuat oleh kita manusia. Sebagaimana kasih Kristus adalah universal dan tak terperi, demikian juga semestinya kasih kita sebagai umat manusia dan sebagai orang-orang yang percaya kepada Kristus. Kita jangan menolong orang lantaran ia sesuku, seagama, sependapat, sestatus, segolongan, dan se…lainnya. Jangan! Untuk kita menolong dan mengasihi orang lain, kita harus bisa, mau dan berani melewati semua barikade-barikade yang dibuat oleh manusia tersebut.
• Pelaksanaan kasih tersebut tidak membutuhkan teori-teori besar tentang apa itu kasih, kepada siapa selayaknya dan sebenarnya kita menyalurkan kasih kita itu, dan sebagainya. Sebaliknya, hanya membutuhkan praktik. Cukup praktik, bukan teori. Dalam praktik kasih, bahkan akan tampak secara tersirat kasih Allah yang besar itu kepada kita.
• Kita juga jangan menolong setengah-setengah. Asal saya sudah menolong, asal saya sudah berbuat, lalu selanjutnya terserah. Kisah orang Samaria yang baik hati mengkritik tindakan dan pola pikir kita yang demikian. Kalau ada orang yang benar-benar tidak berdaya, tidak memiliki kekuatan sama sekali dan sangat membutuhkan uluran tangan kasih kita, mari kita lakukan dengan total, all out (sebab Allah pun sesungguhnya all out kepada kita, bukan!), pengorbanan yang penuh dan sungguh, seperti orang Samaria yang menolong korban perampokan yang sama sekali sudah tidak berdaya itu.

Bacaan Minggu 16 Agustus 2009: Galatia 5 : 13 - 15

DIMERDEKAKAN atau BEBAS SENDIRI ?

Yesus adalah sosok yang luar biasa, Pembebas agung sungguh mulia, benarkah? Yesus lahir dengan kemiskinan, papa dan kumuh. Dia terancam dan akan dibunuh oleh Herodes yang haus kuasa dan sangat kejam itu. Yesus tidak pernah mengeluh, menggerutu atau bersungut-sungut, tetapi dengan kesadaran penuh, Dia takut akan Allah Bapa (Ayb. 6:14). Segala sesuatu dilayani-Nya dengan tulus dan penuh kasih. Satu hal yang paling mengharu-birukan hati adalah Yesus harus menanggung penderitaan oleh laknat dunia yang dimainkan para figuran hingga berakhir di Kalvari, mati…. tanpa pernah menyalahkan siapa pun. Di sinilah kepatuhan hidup yang ajaib, tetap menuruti perintah-Nya dalam kebebasan universal dan berpegang pada perjanjianNya (1Raja 3:3; Neh.1:5) sesuai dengan ketetapan-ketetapan Allah Bapa surgawi.
1. Mengenal kebebasan yang sudah ditetapkan Tuhan sejak awal.
Iblis pasti bersukacita atas ketidak-mampuan kita memilih yang benar dalam hidup ini. Ia pasti menyukai tengiknya aroma dari perbuatan salah dan kejahatan kita, lalu tersebar di surat kabar, di rumah, di ruang kerja bahkan di dalam gedung gereja kita. Dosa itu mengasikkan dan Allah itu membosankan bahkan menindas! Inilah kebohongan yang paling disukai iblis. Marilah kita simak pelan-pelan, bagaimana iblis itu menyerang kita :
Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang yang ada didarat yang dijadikan Tuhan Allah. Ular berkata kepada perempuan itu, "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon yang ada dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?" (Kej. 3 : 1).
Adakah kita melihat jelas serangan awal iblis terhadap manusia? Ia menempatkan Allah sebagai sosok penguasa yang suka menekan, menghambat kebebasan; sekaligus membosankan dengan larangan-larangan-Nya. Namun Hawa masih mau melawan bukan semuanya, tetapi hanya buah pohon yang ada di pertengahan taman ini, tidak boleh diraba dan dimakan, agar kami terhindar dari kematian. Lalu kita menyimak lagi, bagaimana iblis tidak pernah lelah menggunakan kebohongan: "Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui bahwa pada waktu kamu memakannya, matamu akan terbuka, dan kamu akan seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat" (Kej. 3 : 4-5).
Kebohongan yang sangat halus dan tidak kentara ini tertanam dalam diri Hawa, lalu benih-benihnya bertumbuh, membuat dia terjebak dalam dua pilihan. Namun Ia memilih "kebenaran" iblis daripada kebenaran Allah, di situlah ia jatuh. Alangkah rapuhnya manusia pertama itu di hadapan iblis, lalu bagaimana bisa dia bertahan hidup benar dihadapan Sang penciptanya?
Memang Tuhan memberikan aturang, melarang tetapi bukan berarti menghentikan kebebasan kita; sebab kita bukanah alat mainan (robot) atau boneka Tuhan. Dia tetap memberikan hak sepenuhnya kepada kita untuk mengambil keputusan akhir. Manusia diberi hikmat dan kehendak yang bebas (merdeka) untuk mengendalikan pikiran dan perasaannya. Artinya, justru kita adalah ciptaan yang sungguh diberi kemerdekaan. Ketika Tuhan membuat "larangan" di Eden, bukanlah untuk menyakiti atau merancang sesuatu yang salah/jahat kepada kita. Namun sebaiknya, dia menjaga kita agar tidak terjebak oleh kemolekan duniawi, tidak terpukau oleh rangsangan kedagingan, dan tidak mabuk oleh dukungan suasana dan lingkungan sekitar, terlena, lalu kehilangan jati diri, dan berakhir kepada kematian yang sangat mengerikan.
Ternyata, manusia itu bukanlah makhluk yang merdeka. Ia adalah seorang hamba, seorang budak. Tuhan telah menciptakan manusia, dan manusia itu diberiNya kebebasan untuk memilih: Taat atau tidak. Maksud Tuhan dengan manusia itu ialah supaya ia dengan rela dan bebas menurut pengetahuan dan kehendaknya sendiri memandang hidup ini sebagai tugas dan pengabdian kepada Dia sang khalik, yang memang sungguh harus dipuji dan dimuliakan dengan sadar.
Namun, ketika manusia itu mengambil keputusan untuk tidak lagi mengabdi kepada Tuhan dan dengan sadar mengesampingkan kehendak Tuhan; maka di sanalah dia telah meninggalkan kebebasannya, sebab ia telah menyerahkan dirinya diikat dan dikuasai oleh kejahatan. Manusia menjadi lemah dan tidak berdaya terhadap kekuasaan-kekuasaan yang akan memperbudak dirinya. Barangsiapa (setiap orang) berbuat dosa, ia adalah hamba dosa (Yoh. 8:34). Orang yang menjadi hamba dosa, tidak lagi merdeka, walau memang dia bebas melakukan kehendaknya. Artinya, berbuat dosa terikat dalam perbudakan. Pergelangan kaki kita terbelenggu oleh lingkaran besi yang berkarat, yang diikat dengan rantai yang kuat. Berbuat dosa berarti terenggutnya alas kaki, pakaian dan kaus kita. Berbuat dosa sama seperti diculik oleh seorang berjaket kulit hitam yang jahat dan berkeringat, bermuka masam dan suka meludah, ia berperawakan besar. Cambuknya melayang sesuka hatinya dan tidak akan ada waktu untuk menyembuhkan luka bekas cambukannya. Cambuk itu selalu melukai sampai darah bercucuran. Namun kebebasan yang telah diberikan oleh Yesus adalah sebuah karunia. Dengan karunia itu Yesus telah membebaskan kita agar kita dimampukan menjadi kawan sekerja Allah; supaya kita menjadi anak-anakNya yang tinggal di dalam rumahN-ya, dan menjadi hambaNya yang mengabdi didalam kebun tamannya.
Yesus datang sambil membawa pesan kemerdekaan: Jadi apabila itu memerdekakan kamu, maka kamu pun benar-benar merdeka (Yoh. 8:36). Bukankah kita telah mendengar firman Tuhan, Ia telah mengutus Aku, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, untuk membebaskan orang yang tertindas (Luk. 4:18-19). Mengikut Yesus, dan hidup dalam kehendak-Nya berarti sebuah "kemerdekaan" yang utuh. Sedang berbuat dosa, maka kembali kepada perbudakan Paulus mengatakan, ”karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan” (Gal. 5:1). Dr. Marthin Luther, seorang tokoh reformasi Kristen abad XVI secara gamblang menyuarakan bahwa kemerdekaan manusia Kristen yang ketika dia menjadi tuan yang bebas atas segala sesuatu, dan tidak takluk kepada siapapun juga. Lalu pernyataan ini disambut pula dengan ceria oleh Dr. Alexander Vinet melalui kesaksiannya mengatakan, "Di dunia ini, agama Kristen adalah benih kebebasan yang tidak akan pernah mati". Hal yang menarik adalah bahwa warga gereja Anglikan, juga mengagungkan kemerdekaan hidup sebagai pengikut Yesus, dengan sebuah ungkapan dalam "Book of Prayer" (buku doa)nya demikian: "Oh God, whose service perfect freedom" (Ya Allah, mengabdi kepadaMu adalah sebuah kemerdekaan yang sempurna).
2. Hidup yang dimerdekakan (dibebaskan) adalah sebuah sukacita surgawi
Nikmatilah kemerdekaanmu menjadi sukacita di dalam Tuhan; sebab ada waktunya kesempatan itu akan berlalu dari hari-hari hidupmu. Orang yang bersukacita, bukan berarti tidak ada lagi persoalan di dalam dirinya. Mereka masih mengalami berbagai masalah hidup, bahkan pergumulan yang bermuara kepada penderitaan. Namun orang yang merdeka di dalam Tuhan memandang semuanya itu sebagai bagian dari proses pertumbuhan rohani. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan sebagai orang yang benar-benar enjoy di dalam Tuhan.
i) Buang kekhawatiranmu! rasa khawatir tidak akan membuat hidup kita semakin ringan, tetapi justru sebaliknya, akan memperberat keadaan kita sendiri. Kekhawatiran itu justru tidak banyak gunanya (Mat. 6:27). Namun, apakah itu berarti kita hanya pasrah saja? Burung-burung memang dipelihara Tuhan. (ay. 25-26) tapi ingat bahwa Tuhan tidak melemparkan makanan kesarangnya, bukan? Kita tetap berusaha sambil dilandasi sebuah keyakinan Allah tetap memelihara kita!
ii) Pakailah kacamata kekekalan! Marilah kita memandang bukan dari sudut pandang kita yang sangat terbatas. Tetapi pakailah kacamata kekekalan Allah, walau memang kita harus menghadapi berbagai tantangan, menjalani aneka kesulitan. Satu hal yang kita perlukan adalah bagiamana kita boleh tabah sambil meyakini, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm. 8:28).
iii) Mari menerima kenyataan! Kita tidak bisa mengatur semua hal yang ada di dunia ini supaya sesuai dengan kehendak kita. Ada faktor-faktor tertentu, terutama hal-hal yang ada di luar diri kita yang sungguh tidak dapat kita ubah. Terhadap kenyataan yang tidak dapat kita ubah, lebih baik kita pasrah dan menerima kenyataan dengan perasaan damai.
iv) Mari mulai menghitung berkat dan bersyukurlah! Bersyukur, artinya berterimakasih dan menghargai apa yang telah kita miliki saat ini. Rasa syukur memenuhi perasaan hati kita, dengan kegembiraan yang dalam; itulah berkat yang melimpah. Benyamin Franklin mengatakan, "kita tidak pernah menghargai air, sampai suatu saat nanti sumber air menjadi kering". Kadangkala kita tidak menghargai orang, benda, atau kemudahan yang kita miliki sampai suatu saat kita kehilangan semuanya itu. Yang penting adalah bukan berapa banyak yang kita miliki, tetapi berapa banyak yang kita nikmati dalam kehidupan ini. Untuk itulah ajakan Firman Tuhan melalui Rasul Paulus kali ini: alangkah indahnya disaat kita diingatkan…! Jadilah orang yang merdeka di dalam Tuhan, sekaligus menjadi orang yang benar-benar beroleh pembaharuan dari pengasihan Tuhan.
3. Kebebasan itu adalah sebuah pembaharuan budi….
Secara langsung kita akan mengambil contoh konkrit dari kehidupan seorang tokoh Alkitab, yakni Yeremia. Dia masih amat muda belia (remaja tingting), sebagai anak desa dari kampung Anatot, yang tidak banyak dikenal orang. Yeremia bukanlah seorang yang terkenal dan punya banyak relasi dengan kelompok imam-imam besar dan raja-raja di Yerusalem; bahkan iapun bukanlah seorang yang pandai bicara. Karena itu, ia berusaha menolak ketika Allah memanggil dia untuk menyampaikan firmanNya, "Ah, Tuhan Allah, sesungguhnya aku ini tidak pandai bicara, sebab aku ini masih muda (Yer. 1:6). Namun kemudian, ia toh menerima panggilan itu dengan seluruh diri dan kemampuannya mengucapkan seluruh Firman yang disampaikan melalui dirinya. Rela menderita siksaan dan dipenjarakan agar ia menutup mulut, namun dalam penjarapun ia terus berbicara. bahkan ketika dimasukkan ke dalam sumur kering agar ia MPP (mati pelan-pelan) oleh rasa lapar dan haus, justru ia tidak pernah gentar melawan seluruh kebatilan oleh para penguasa dan pengusaha. Apakah yang dapat kita petik dari pengalamannya? Yeremia mewariskan kemerdekaan, memilih sebuah keutamaan yang sangat relevan bagi pembentukan dan pertumbuhan kepribadian kaum kristen. Inilah pembaharuan budi: Ketika setiap orang diantara kita selalu berani berkata "ya" pada setiap rencana dan kehendak Allah. Hanya dengan sikap itulah kita boleh diubahkan. Dengan iman, setiap orang diantara kita rela berkorban, menjadi tangan dan lidah Tuhan, sekaligus berani menghadapi berbagai tantangan.
4. Apakah yang kita perlukan?
Rasul Paulus menyerukan, “Siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru; yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Kor. 5:17). Kalau firman ini ditujukan kepada kita, bahwa sungguh kita sudah mempunyai status baru dan berada di dalam kawasan baru pula. Inilah modal dasar memampukan kita bergaul secara intim dengan Tuhan.. Walau memang karena keberdosaan kita yang nista tidak selayaknya bersahabat dengan Dia yang Maha kudus dan mulia; namun karena kita sudah diubah dan dicipta baru, kita dapat hidup dalam relasi baru itu. Dimerdekakan dari segala keterikatan dunia. Tuhan memerintahkan agar setiap saat kita harus berusaha untuk lebih baik. Artinya, hari ini harus lebih baik dari kemarin dan besok lebih baik dari hari ini. Kita boleh lebih baik sebab Tuhan telah mendamaikan kita dengan diri-Nya. Menjadi lebih baik sebab Yesus telah membayar lunas seluruh hutang dosa kita; untuk itu jangan sungkan lagi menjadi orang yang memang dimerdekakan.
Kristen yang sungguh merdeka adalah mereka yang memiliki kandungan jiwa yang bermutu tinggi, sekaligus memanfaatkannya secara optimal untuk membangun dan memperbaharui suasana dimana ia berada. Hidup orang Kristen yang lebih baik adalah sisi-sisi tampilan yang menarik, cantik dan menawan. Sedap dipandang mata, memikat dan penuh daya tarik. Dengan melihatnya saja, hati kita sudah terhibur dan ingin segera mendapatkannya.