Jumat, 21 November 2008

Bahan Pembinaan Sintua

MEMAHAMI TUGAS HASINTUAN DI GKPA!
Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil
dan tunaikanlah tugas pelayananmu!
(2 Timotius 4:5)

PENDAHULUAN
Sering kita mendengar perkataan ini: “Gabe Sintua parroha Sintua ma hamu!”, artinya, “Jadilah Sintua/Penatua yang berhati Penatua”. Apa artinya perkataan ini? Perkataan ini mau mengharapkan sesuatu yang baik dari seorang Sintua. Sintua menjadi teladan, tiruan, panutan di tengah keluarga, gereja dan masyarakat. Mengapa perkataan ini sering disampaikan? Karena ternyata di tengah lapangan pelayanan, banyak Sintua yang berhati “tuan”, berhati “penguasa”, berhati “pelawan”, berhati “asusila”, berhati “tidak senonoh” terhadap keluarganya, gerejanya, pendetanya, tetangganya, dan lain-lain. Sintua bukan lagi panutan dan tiruan. Bahkan yang paling ngeri lagi orang menjadi “takut” menjadi Sintua. Dan mereka berkata, ”Padiar ma gabe ruas hami, tapi marroha hasintuaon” (Biarlah kami menjadi jemaat biasa, tetapi berhati penatua). Manakah yang lebih baik? Yang lebih baik sebenarnya adalah Sintua yang berhati Sintua.

Hari ini kita akan membahas tugas hasintuaon di GKPA Jatimurni. Mengapa? Apakah kita belum tahu tugas-tugas kita? Atau, apakah kita sudah tahu tetapi tidak tahu mengerjakannya? Atau, apakah kita pura-pura tidak tahu agar kita tidak mengerjakan tugas hasintuaon itu. Atau, kita tidak mau perduli dengan tugas hasintuaon itu, yang penting saya sudah Sintua titik. Terlepas dari semua pertanyaan itu, pada hari ini kita akan kembali disegarkan akan tugas panggilan kita sebagai Sintua di GKPA agar kita mampu menjadi Sintua yang baik di GKPA. Sintua yang membantu (”mangurupi”) Pandita (baca: Kerajaan Allah/Gereja) di dunia ini.


A. SINTUA GKPA DALAM PELAYANANNYA
Untuk dapat melihat sejauh mana peran keluarga Sintua dalam mendukung pelaksanaan tugas hasintuaon di GKPA ini, maka terlebih dahulu kita melihat apa sebenarnya tugas-tugas para Sintua di GKPA dan bagaimakah mereka seharusnya bersikap dan bertingkah laku di dalam pelayanan Jemaat ini.
Sebelum kita membahas tugas hasintuaon itu, mari kita melihat dulu tugas pelayanan Gereja secara menyeluruh. Pelayanan gereja tentu tidak hanya pelayanan Mimbar (khotbah, evanggelisasi ) dan sermonial (Ibadah/sakramen), Penatalayanan Administrasi dan Keuangan/manajemen gereja, tetapi sangat luas dan menyangkut bidang (masalah) Pelayanan Persekutuan (koinonia) jemaat secara kategorial yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, keluarga yang terkait dengan kehidupan rohani, mental, sosial-ekonomi, bahkan juga terkait karena masalah budaya - masyarakat dan politik dimana gereja kita berada/sekitar jemaat. Pelayanan gereja juga Menyangkut Pelayanan yang berkaitan dengan Pelayanan Marturia; pekabaran injil ke dalam dan ke luar, musik dan Pelyanan Diakonia Gereja di tengah dunia ini untuk kalangan jemaat itu sendiri dan di luar jemaat juga.


Jemaat hidup dan berada di tengah-tengah dunia; dunia yang terkait dengan kebutuhan fisik (pangan - sandang, papan), kebutuhan sosial (dihargai - dihormati - dikasihi - disayangi) dan kebutuhan rohani (aktualisasi diri, tenang, aman, damai sejahtera). Mau tidak mau jemaat berada dan bahkan mungkin mengalami 4 S (Susah, Sakit, Stress dan Stroke) sebelum Stop . . . . berakhir.

Gereja dalam tritugas panggilanya sebagai Pelayan/Sintua Gereja kepada “warga jemaat/Gereja”, sebagai Tubuh Kristus (Persekutuan orang percaya), yang melayani (dalam arti teologis); melindungi, menjaga, memelihara, memberi makan, membangun, membina, memberi nilai kwalitas dan kwantitas jemaat secara rohani dan jasmani, sebagaimana Allah menggembalakan umatNya (Maz 23, Yehezkiel 34, Joh 10).

Panggilan gereja (orang percaya/pelayan): seperti yang dipraktekkan Tuhan Yesus Kristus pada masa hidupnya (Yoh 10, Yoh 21:15-17): mengajar, berkhotbah, menyembuhkan, menghibur, melayani, memberi makan, mengunjungi dari desa ke desa, mengunjungi kota ke kota, kunjungan dari rumah ke rumah dan rumah ibadat, mendelegasikan tugas (pemuridan), menasehati dengan berbagai metode dan cara edukatif dan persuasive (teaching, Preaching, konseling dan Healing ).
Pelayan/Sintua Gereja adalah Pelayan (murid-murid/diamanatkan kepada yang diutus) memberlakukan seperti yang dilakukan Yesus. Dasar atau motivasi pelayanan adalah Kasih Allah dan mengasihi manusia. Melakukan tugas dan pelayanan dengan kerendahan hati, tulus dan sukacita, tidak terpaksa/dipaksakan atau dengan motivasi lain (dihormati/dihargai/prestise, dll). Setulus hati mau terpanggil untuk kerajaan/kehendak Allah, sekalipun ada kerikil-kerikil, hambatan, tantangan, cemohan, kritik/celaan yang merendahkan/meremehkan jiwa kita. Ingat motto: Aku PELTU (Pelayan Tuhan) tentu bukan soal harga diri sebagai pejabat, orang terhormat. Bertitik tolak dari hal yang saya utarakan ini kita akan membahas PERAN KELUARGA SINTUA DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN TUGAS HASINTUAON DI GKPA.

B. TUGAS SINTUA BERDASARKAN ALKITAB

Di dalam Perjanjian Baru tugas penatua dikelompokkan dengan tiga hal:
Pertama, melayani secara pastoral, ini mencerminkan situasi awal kehidupan orang Israel sebagai kelompok pengembara sambil membawa ternaknya. Oleh sebab itu gambaran umat sebagai domba dan Allah (serta para pemimpin) sebagai gembala merupakan gambaran yang cukup menonjol dan sekaligus mengungkapkan realita kehidupan yang penuh tantangan sehingga kita memerlukan kepemimpinan yang bersifat sebagai gembala ( Maz 23, Joh 10, Yehezkiel 34 ). Paulus mengatakan kepada para penatua di Efesus: “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan domba, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri” (Kisah Para Rasul 20: 28). Istilah penilik di sini tidak sama dengan memeriksa (inspeksi !) melainkan untuk menekankan pekerjaan yang bersifat menolong atau menyatakan kepedulian terhadap orang yang menderita, yang dilayani/digembalakan.
Kedua, adalah memimpin jemaat. Pengertian memimpin disini adalah seperti memimpin (mengepalai) keluarga (oikonomos). Oleh sebab itulah Paulus rnemakai istilah “pengatur rumah Allah” untuk tugas kepemimpinan penatua di jemaat (Titus 1: 7; lihat, 1 Timotius 3: 4-5; 5: 17; 1 Tesalonika 5: 12). Kehidupan jemaat adalah suatu persekutuan yang saling mempedulikan ibarat suatu keluarga, keluarga Allah (familia Dei), di mana ada kepemimpinan yang melayani, yang bertujuan menciptakan kesejahterian semua anggota keluarganya. Dalam konteks lain jemaat sering dilukiskan sebagai tubuh: memiliki banyak anggota tetapi tetap di dalam kesatuan ( Rom 12, I Korintus 12). Oleh karena itu pertumbuhan jemaat akan nampak dan hidup apabila para penetua mempedulikan kehidupan anggota jemaatnya/gereja.
Ketiga, Sebagai penjaga terhadap ajaran yang menyesatkan/ berbagai ajaran sesat, yang menekankan perlunya kita mewaspadai berbagai rupa ajaran yang menyesatkan jemaat. Rasul Paulus mengingatkan para penatua di Efesus untuk berjaga-jaga terhadap ancarnan serigalaserigala ganas. “Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. Bahkan dan antara kamu sendiri akan muncul murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka. Sebab itu berjaga-jagalah (Kisah Para Rasul 20: 29-31). Titus dinasihatkan untuk berpegang. teguh pada ajaran yang sehat agar mampu “meyakinkan penentang-penentangnya” (Titus 1; 10).

C. TUGAS SINTUA BERDASARKAN AGENDA GKPA
1. Sintua adalah pelayan yang menerima tahbisan membantu (mangurupi) Pendeta di dalam jemaat untuk mengamati anggota-anggota jemaat yang dipercayakan kepada mereka dan meneliti perilakunya. Apabila Sintua mengetahui ada Warga Jemaat perangainya kurang baik, maka mereka harus ditegur dan dibimbing agar mereka kembali ke jalan yang benar.
2. Sintua mengajak anggota jemaat untuk datang beribadah dan meneliti alasan-alasan mengapa mereka tidak datang mengikutinya. (artinya, seorang Sintua harus aktif membuat penelitian terhadap kuantitas dan kualitas ibadah yang dilaksanakan di dalam Gereja dan juga harus aktif meneliti masalah yang dihadapi Gereja dalam menarik kehadiran jemaat dalam beribadah).
3. Sintua mengajak para anak untuk rajin datang mengikuti ibadah Sekolah Minggu. (artinya, Sintua harus terlibat aktif dalam pelayanan kepada anak-anak Sekolah Minggu, karena Sintua bukan hanya menjadi Sintua bagi orang dewasa saja).
4. Sintua mengunjungi orang sakit dan memberi bantuan sesuai dengan kemampuannya, namun yang terpenting adalah mengingatkan mereka akan Firman Allah dan mendoakannya.
5. Sintua menghiburan orang yang berdukacita, menolong orang yang susah dan orang yang miskin (artinya, Sintua harus berperan aktif mengentaskan kemiskinan warga jemaat melalui pendidikan, ketrampilan, dll. Sintua harus mampu menjadi motivator bagi warga jemaat agar warga jemaat mampu keluar dari setiap pergumulan kehidupan jasmani maupun rohaninya).
6. Sintua membimbing penyembah berhala, orang sesat, supaya turut serta memperoleh hidup dalam Yesus Kristus. (artinya, Sintua memberitaan Firman Allah kepada orang belum percaya dan mengenal Tuhan Yesus semisal: penyembah berhala, orang sesat, supaya turut serta memperoleh hidup dalam Yesus Kristus).
7. Membantu pengumpulan dana (semisal : Persembahan Bulanan, dan dana-dana lain yang ditetapkan oleh Gereja) dan tugas pelayanan Kerajaan Allah.

D. TUGAS-TUGAS SINTUA BERDASARKAN TATA LAKSANA (TL GKPA ps.21):
a. Memberitakan Firman Allah dan melaksanakan Pekabaran Injil.
b. Mengajak warga Parlagutan untuk mengikuti kabaktian dan meneliti serta mempelajari apa sebabnya jika mereka tidak datang dalam kebaktian.
c. Mendorong agar anak-anak Anggota Parlagutan rajin dan setia datang mengikuti kebaktian Sekolah Minggu.
d. Mengunjungi orang sakit dan menyediakan hal-hal yang dibutuhkan si sakit sesuai dengan kemampuan yang ada, menyampaikan Firman Allah serta mendoakan mereka.
e. Memberikan penghiburan bagi orang yang berduka dan menolong orang yang kesusahan.
f. Memberikan bimbingan kepada orang yang belum percaya kepada Kristus agar mereka juga memperoleh anugerah yakni kehidupan kekal yang telah disediakan Yesus.
g. Mengupayakan pemasukan persembahan bulanan dan kewajiban anggota Parlagutan lainnya demi untuk kepentingan Gereja dan pemberitaan Firman Allah.
h. Membimbing serta mengajar orang yang sesat agar mereka kembali ke jalan yang benar sesuai dengan kehendak Yesus.
i. Sebagai Pelayan di Parlagutan untuk memperhatikan Anggota Parlagutan jika ada perbuatan serta kelakuan yang menyimpang dari ajaran Firman Tuhan. Jika seorang Sintua mengetahui ada perilaku anggota Parlagutan yang kurang baik, maka Sintua harus memberi nasehat dan selanjutnya melaporkan kepada Guru Parlagutan atau Pendeta untuk digembalakan atau diberikan bimbingan.

E. TUGAS-TUGAS SINTUA BERDASARKAN RPP GKPA
1. Hukum penggembalaan/siasat dikenakan kpd Parhobas Parlagutan yg sudah 3 (tiga) bulan terus-menerus tdk ke Gereja (dan kebaktian-kebaktian lainnya) di dlm Parlagutan setelah bbrp kali dinasihati Majelis Parlagutan dan disetujui Pendeta Resort.
2. Hukum penggembalaan/siasat dikenakan kpd Parhobas Parlagutan yg sudah 3 (tiga) bulan terus-menerus tdk mau melayani di Gereja (dan kebaktian-kebaktian lainnya) di dlm Parlagutan setelah bbrp kali dinasihati Majelis Parlagutan dan disetujui Pendeta Resort.
3. Parhobas yg setahun tdk pernah mengikuti Perjamuan Kudus, maka tahbisan (tohonan)/jabatannya akan ditarik setelah dinasihati Majelis Parlagutan dan disetujui Pendeta Resort.

F. TUGAS-TUGAS LAIN YANG TIDAK DIATURKAN SECARA TERTULIS
1. Berpakaian rapi di dalam menghadiri setiap ibadah (memakai dasi dan atau jas lengkap dan atau memakai baju resmi lainnya)
2. Hadir sebelum ibadah dimulai untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan ibadah
3. Menjaga ketertiban ibadah
4. Memasuki konsistori Gereja sebelum dan sesudah ibadah untuk mengevaluasi pelayanan hari itu
5. Menghadiri Sermon Sintua untuk mempersiapak pelayanan mingguan
6. Mempersiapkan ibadah sektor/wyik
7. Dan lain sebagainya

G. PRINSIP-PRINSIP PELAYANAN
Dalam mencapai dan menjalankan tugas-tugas hasintuaon di atas, maka para Sintua GKPA dituntut untuk:
a. Menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya/tugasnya untuk kelancaran dan kebahagiaan/sukacita orang yang kita layani.
b. Memberikan/mengorbankan: waktu, tenaga, kemampuan, keahlian-keterampilan secara dinamis-kreatif, tulus, jujur-terpercaya/dipercaya (manegement waktu; keluarga, pekerjaan kantor dan gereja). Sebagaimana yang diungkapkan Yesus Anak manusia datang bukan untuk dilayani tetapi melayani (Mark 10:45).
c. Melayani sesuai dengan telenta kita masing-masing (I Pet 4:10). Jadi pelayanan dalam konteks Gereja adalah untuk kemuliaan Allah dan setiap orang percaya dipanggil/terpanggil untuk pelayan/melayani sebagai perpanjangan tangan/kawan/mitra kerja Tuhan ( I Korint 3: 8-9, I Korintus 4:1).
d. Melayani dengan tulus-ikhlas, tanpa pamrih, bukan supaya dihormati, dihargai, dipuji dan dibilang hebat. Melayani bukan dengan terpaksa/dipaksakan atau untuk kepentingan/keuntungan diri kita tetapi yang dilayani (I Pet 2:21, I Pet 5:1-6). Dipanggil untuk mengikuti jejak Allah memberi pelayanan untuk dan demi kehendak Allah.

H. PENTINGNYA SUATU KUNJUNGAN PASTORAL (SEELSORGE)

Tugas ini seelsorge adalah tugas utama seorang Sintua. Seelsorge adalah pemeliharaan dan pengawasan jiwa atau roh. Inilah tugas Sintua kepada para anggotanya. Tugas yang berat. Sering dalam gereja pemeliharaan dan pengawasan kepada para anggota jemaat kurang memadai. Barangkali sintua senang apabila banyak orang datang ke kebaktiannya, sedangkan bagaimana keadaan rohani orang-orang itu tidak diperhatikan. Ada pula sintua yang sibuk menjaga agar tidak ada seorangpun anggota gerejanya yang sesat terhilang ke kandang orang lain. Ini semua baik, tetapi jangan itu saja! Pemeliharaan dan pengawasan kepada para anggota lebih dari pada ini.
Apakah maksudnya pemeliharaan? Pertama, persekutuan (Kis. 4:23; 2:42; Ibr. 10:24,25). Persekutuan ini bukan melulu dalam kebaktian di gereja, tetapi juga dalam kunjungan, doa, saling menasihati dan saling melayani. Persekutuan jangan sampai mengambil seluruh waktu orang Kristen! Kedua, pengajaran Firman Allah (Kis. 2:42; Ef. 4:12-16). Para anggota jemaat seharusnya sungguh memerhatikan acara Pendalaman Alkitab (Bible Study) di gereja. Ketiga, pelayanan upacara-upacara, yaitu baptisan dan perjamuan Tuhan. Keempat, pelayanan sosial - yang menyangkut kebutuhan jasmani anggota jemaat setempat juga perlu diperhatikan (Lih. Kis 6:1-6).
Kemudian, apakah maksudnya pengawasan? Pertama, jemaat Kristus adalah jemaat yang suci dan tugas pengawasan jemaat dipercayakan oleh Tuhan kepada jemaat itu sendiri (Matius 18:15-17). Jadi, jemaat setempat mempunyai tanggung jawab untuk mendekati anggotanya yang bersalah. Atau datang kepada anggota yang hampir-hampir jatuh dalam suatu jerat. Dengan mengingat diri sendiri tidak sempurna, dan dengan kasih Tuhan, kita hendaknya menasihati orang itu. "Saudara, kalau seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri (Galatia 6:1,2). Tetapi apa yang sering terjadi dalam gereja bila ada seorang anggotanya yang hidupnya mulai main-main dengan dosa? Bukannya kita datang kepada orang itu langsung untuk menasihati dia, melainkan semua orang di gereja mulai berbisik-bisik satu kepada yang lain mengenai orang itu, tanpa ada seorang pun yang mau menasihati dia. Sebaliknya orang itu malah menjadi bahan pembicaraan semua orang. Ini tidak menolong orang tersebut. Malahan kita justru menjerumuskan dia ke dalam jurang dosa! Betapa sering kita bersalah di hadapan Tuhan dalam masalah ini. Kedua, pengawasan jemaat mempunyai dua tujuan: (a) menyatakan dan mengeluarkan orang yang tidak benar-benar bertobat dan yang hidupnya hanya senang dalam dosa dari persekutuan Kristen/jemaat ( lih. 1 Yohanes 2:19). Dan (b) mengajar orang percaya agar ia sadar dan kembali kepada jalan yang benar.
Bagaimana tugas pengawasan ini dapat dilaksanakan dengan baik? Alkitab memberikan beberapa petunjuk mengenai pelaksana tugas ini: Apabila seorang bersalah, hendaklah ditegor langsung oleh yang mengetahuinya (Matius 18:15-17). Apabila orang itu tidak mau mendengarkan, barulah membawa seorang atau dua orang saksi lain. Apabila ia masih bersikeras dalam dosanya, seluruh jemaat menasihatinya. Apabila tidak berhasil menyadarkan dia, ia perlu dikucilkan. Pendeta/Sintua jemaat setempat wajib mengambil tindakan apabila ada dosa yang nyata dalam jemaat itu (1 Kor. 5:3-7 ). Seorang yang bertobat dari dosanya, wajib diampuni dan disambut lagi (2 Kor. 2:6-11).
Kesalahan- kesalahan yang bagaimanakah yang seharusnya mendapat bimbingan dari Sintua? Jawabannya secara rinci dan mendetail bisa kita baca dalam Konfesi GKPA dan Ruhut Parmahanion/Pamincangon GKPA. Kita ambil saja contohnya, ajaran sesat (Titus 1:13; 3:10). Apabila ada anggota yang terus mengikuti ajaran sesat, misalnya menolak Ketuhanan Yesus dan sebagainya, ia wajib ditegor. Zinah (1 Kor. 5:1-5). Dosa terbuka (1 Tim. 5:20).
Yang paling penting, dalam melaksanakan tugas pengawasan ini, hendaklah jemaat bertindak dengan adil (1 Tim. 5:19), dengan rendah hati 2 Kor. 10:12), dengan lemah lembut (Galatia 6:1), dan dengan kasih (1 Kor. 13:4). Jemaat yang setia dalam semua ini, penyembahan, pemberitaan Injil, dan pemeliharaan serta pengawasan, akan sungguh menjadi jemaat yang memuliakan Tuhan (Efesus 1:12).

PERANAN KUNJUNGAN PASTORAL
Kunjungan ke rumah tangga adalah merupakan salah satu usaha untuk mengenal lebih dalam lagi tentang yang berhubungan dengan kehidupan keluarga. Manfaat yang dapat diperoleh dari kunjungan:
a. Membina hubungan yang lebih erat antara Sintua dan jemaat secara pribadi.
b. Sintua dapat mengenal keluarga dan kehidupan/suasana kehidupan keluarga jemaat.
c. Sintua dapat mengetahui sekaligus menolong menyelesaikan persoalan - persoalan yang dihadapi jemaat.
d. Sintua dapat mengevaluasi hasil pelayanannya yang telah diterima warga jemaat dalam kehidupannya sehari-hari.
e. Kunjungan ke rumah tangga dapat menjadi pelengkap dan penguat pelayanan Sintua kepada jemaat.
f. Untuk menanamkan keyakinan pada keluarga/jemaat bahwa Sintua turut bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan jemaat secara keseluruhan.
g. Sintua dapat membina kerjasama yang baik dengan keluarga/jemaat dalam proses pembinaan kerohanian jemaat.
Mengingat ada tujuan yang penting yang harus dicapai dalam acara kunjungan tersebut maka perlu diperhatikan bahwa kunjungan pun harus dipersiapkan dengan baik, misalny: mencari tahu lebih dulu sehubungan dengan karakter keluarga yang akan dikunjungi, membuat persiapan / perencanaan kunjungan sesuai dengan karakter keluarga yang berhubungan dengan: penetapan waktu kunjungan yang tepat, penetapan petugas kunjungan yang dapat diterima (sesuai dengan karakter keluarga), menjaga penampilan yang sopan dan berkenan bagi keluarga yang dikunjungi, mempersiapkan penggunaan bahasa komunikasi yang baik dsb.
Sudah saatnya kita para Sintua di GKPA kembali menghidupkan pelayanan ini jika kita mau ada kemajuan dan perubahan dalam pelayanan kita di GKPA ini. Memang sulit bagi kita, namun jika meminta dan memohon kekuatan kepada Kristus, maka segalanya akan dapat kita jalani dengan baik.

I. ETIKA PELAYANAN GEREJA
Dalam tugas pelayanannya setiap hari setiap pelayan dituntut memiliki etika pelayanan. Etika pelayanan yang dimaksudkan mengacu pewujudnyataan pelaksanaan Tri Tugas panggilan Gereja yang tidak termaktub dalam Tata Gereja (TG) & Tata Laksana Gereja (TLG), tugas tohonan (lih.Agenda GKPA) dan atau dalam peraturan lainnya. Harus kita akui sering sekali para pelayan gerejawi tidak mengetahui batasan tugas dan tanggungjawabnya secara baik dan benar. Ada orang menganggab bahwa dia hanya melakukan apa yang tertulis dalam TG, TLG secara harfiah saja. Ada juga menganggab bahwa ketika dia sudah ”ditahbiskan” ke dalam satu tohonan tertentu maka dia sudah bebas-sebebas-bebasnya bertindak dan berbuat kepada ”siapapun”.
Kalau kita perhatikan Agenda GKPA, TG dan TLG GKPA, maka haruslah kita pahami bahwa ada hal-hal yang perlu kita bangun dalam beretika pelayanan. Sebab jika etika pelayanan ini tidak kita bina dan bangun secara baik maka tugas dan pelayanan kita akan selalu mengalami benturan dan hambatan. Jika kita mengacu kepada pemahaman Martin Luther tentang jabatan gerejawi, maka jabatan gerejawi itu bukanlah kekuasaan melainkan pelayanan (das Amt ist der Dienst). Jadi jabatan satu-satunya dalam Gereja adalah pelayanan (Mrk.10:45; Yoh.3:16). Secara umum tugas pelayanan itu dapat digambarkan dalam diagram 1 berikut:










Diagram ini mau menjelaskan bahwa {pendeta, guru Parlagutan, bibelvrouw dan diakones}=(klerus) adalah orang-orang yang memperlengkapi orang-orang kudus (sintua) yaitu warga jemaat untuk mampu melakukan tugas diakonia kepada warga jemaat. Artinya pendeta, guru Parlagutan, bibelvrouw dan diakones harus ditempatkan pada posisi pembina/tutor/pembimbing orang-orang kudus (sintua) untuk mampu melayani jemaat dengan baik. Diagram ini adalah pelayanan yang berbasis jemaat yang memampukan jemaat menjadi jemaat yang missioner. Etika pelayanan inilah yang dibangun Martin Luther pada masa Reformasi. Dan semangat Reformasi ini sebenarnya sudah dituangkan dalam TG tahun 1881. Dalam sejarah Gereja Batak terlihatlah bukti nyata, TG 1881 benar-benar mampu menggerakkan jemaat Batak menjadi sangat misioner. Tidak berapa lama kemudian, orang-orang Kristen Batak itu sendiri akhirnya melihat tugasnya untuk menginjili, lalu mereka mendirikan Yayasan Pekabaran Injil yang oleh orang Batak disebut Pardonganon Mission Batak. Terbukti, semangat misioner itu benar-benar digalakkan, sehingga jemaat yang miskin itu mampu membiayai yayasan tanpa bantuan sedikit pun dari luar negeri. Bahkan dalam waktu singkat, dana yang terkumpul melampaui kemampuan keuangan RMG. Bahkan ketika Perang Dunia I keuangan RMG mengalami kesulitan, dana yang banyak dalam yayasan itu digunakan menopang RMG.
Namun dalam kenyataan yang kita hadapi sekarang, orang-orang kudus tidak merasa puas pada posisinya, sehingga mereka ingin masuk ke kolom pembina (klerus) memperlengkapi warga jemaat untuk melakukan diakonia (lih.diagram 2 di bawah ini):










Diagram ini cenderung mengundang konflik di tengah pelayanan sebab tidak ada lagi batasan antara klerus dan orang kudus. Kaum awam merasa diri sudah sama dengan para klerus sehingga sudah banyak kaum awam menganggab remeh terhadap klerus. Etika pelayanannya sudah mulai kabur dan hilang. Bahkan yang lebih tragis dan menyedihkan adalah kaum awam sudah ”berani” mengatur, memfitnah, mencela, para klerus karena mereka ”merasa” lebih hebat dari para klerus itu. Dengan etika pelayanan seperti diagram ini akan menghilangkan tugas pelayanan yang berbasis jemaat sebab tidak ada lagi orang yang mau mengerjakan tugas pelayanan. Tugas pelayanan itu telah digeser kepada para kaum klerus dan orang-orang kudus sudah berpangku tangan dan membiarkan tugas pelayanan itu hanya sebatas ”teori”, diskusi dan wacana teologis saja.
Jika kita melihat Agenda GKPA, TL GKPA ps. 21 tentang tugas-tugas Sintua, sebenarnya tugas ini secara umum sudah “digeser” kepada kaum klerus. Karena hampir semua tugas itu “tidak lagi” dikerjakan oleh sintua. Mengapa karena etika pelayanan yang dibangun adalah diagram 2 tadi.


J. PERAN KELUARGA SINTUA DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN TUGAS HASINTUAON DI GKPA

Dengan melihat banyaknya tugas-tugas para Sintua GKPA di atas, maka dukungan keluarga sangat dibutuhkan. Secara kemanusiawian, para Sintua GKPA mungkin tidak sanggup menjalankan tugas-tugas tohonan hasintuaon itu. Namun, harus kita ingat bahwa dari kita yang dituntut kemauan bukan kemampuan. Jika kita mau, maka Tuhan akan memampukan kita melakukan tugas-tugas hasintuaon itu.
Dukungan apakah yang harus diberikan oleh keluarga kepada suami/istrinya yang menjadi Sintua di GKPA? Ada banyak hal yang bisa dikerjakan oleh keluarga Sintua dalam rangka menopang dan mendukung suami/istrinya yang menjadi Sintua di GKPA.
1. Mendoakan suami/istrinya ketika pergi menjalankan tugas pelayanan yang mulia itu.
2. Mengingatkan suami/istrinya dalam tugas pelayanannya.
3. Mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas pelayanan suami/istrinya ketika suami/istrinya mau melaksanakan tugas pelayanan mulia itu.
4. Memberikan dana yang dibutuhkan suami/istrinya ketika pergi menjalankan tugas pelayanan mulia itu.
5. Merelakan suami/istrinya ketika pergi menjalankan tugas pelayanan mulia itu.
6. Mendampingi suami/istri dalam melaksanakan tugas pelayanan mulia itu, semisal: bersama-sama pergi ke partangiangan wilayan/wyik.
7. Aktif mengikuti dan memasuki organisasi dan kegiatan kategorial, semisal: PP-GKPA, PA-GKPA, dll.
8. Tidak cemburu jika suami/istrinya bertemu dengan warga jemaat
9. Tidak banyak menuntut dan tidak mengharapkan balas jasa dalam tugas pelayanan suami/istrinya
10. Menjadi teladan di tengah keluarga dan Gereja.
11. Dan lain sebagainya.

Apa kendala bagi keluarga di dalam mendukung pelayanan hasintuaon di GKPA? Terkadang harus diakui bahwa seringkali para keluarga tidak mau mendukung suami/istrinya dalam tugas pelayanan ini, adalah karena "merasa malu“. Mengapa merasa malu? Karena suami/istrinya tidak berlaku sesuai dengan yang dituntut oleh tohonan yang melekat pada diri suami/istrinya itu. Tidak jarang kita lihat sekarang, Sintua itu sudah menjadi "Sintua Hari Minggu”, “Sintua Dua Jama”, “Sintua Parsermon saja”, “Sintua Pangalo ni Pandita”, “Sintua Parmitu”, “Sintua Parbada”, “Sintua Pemalas”, “Sintua Sigurgak Ulu, Sigurbak Ateate, Sigurbak Butuha”, dan lain-lain. Bagaimana mungkin lagi keluarga kita mau mendukung kita dalam melaksanakan tugas pelayanan itu di tengah Gereja dan masyarakat. Pasti keluarga kita “merasa malu” melihat dirinya sendiri, keluarganya sendiri, dan bahka melihat jemaatnya sendiri. Karena sudah terlanjur suami/istrinya jadi Sintua GKPA, ya… mau tidak mau ditahankan ajalah. Coba kita bayangkan, jika kita menjadi Sintua yang benar-benar Sintua, saya yakin tidak seorang pun keluarga kita tidak mendukung kita dalam tugas pelayanan itu.
Bagaimakah caranya agar keluarga kita dapat mendukung kita? Jawabannya, “JADILAH SINTUA GKPA YANG BAIK DAN TELADAN!”. Menjadi Sintua yang baik memang tidak mudah. Tetapi bukan berarti tidak bisa kita kerjakan. Ingatlah selalu berkat tahbisan yang disampaikan Tuhan kepada kita saat menerima tahbisan/tohonan hasintuaon itu yang berkata: “Tuhan Allah Bapa dan Anak-Nya Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus memberkatii engkau dan memberi hikmat kepadamu untuk menghayati dan melaksanakan dengan setia tahbisan Penatua/Sintua yang diserahkan pada Saudara hari ini agar Allah dipermuliakan di tengah-tengah Jemaat ini.Amin”. Agar menjadi Sintua yang baik, maka kita harus menghayati dan melaksanakan dengan setia tahbisan itu.
Terakhir, mengapa keluarga dituntut mendukung tugas panggilan hasintuaon suami/istrinya? Karena dalam mengemban tugas hasintuaon itu, keluarga juga terlibat dan ikut menerima tohonan/tahbisan itu. Hal ini terlihat pada saat Sintua tersebut menerima tahbisan Sintua, maka keluarga juga ikut berdiri di belakang suami/istrinya. Berdiri di belakang suami/istrinya, itu berarti dia ikut bersama suami/istrinya ikut menerima tugas panggilan itu dan bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Seperti kata orang bijak,”Muda Sintua suami/istriniba, angkon gabe dohot do iba gabe Sintua”. Semoga!!!






Ramli SN Harahap fidei/gladys 27092008

Bahan Pembinaan Sintua

PERAN KELUARGA SINTUA DALAM

MENDUKUNG PELAKSANAAN TUGAS HASINTUAN DI GKPA!

(1 Tesalonika 5:12-13)

Pendahuluan

Harus diakui bahwa keluarga adalah penopang utama dalam melaksanakan tugas tohonan hasintuaon di dalam Gereja. Tanpa dukungan keluarga, pelayanan Sintua di tengah Gereja tidak akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, tema pembahasan kita malam ini adalah sangat relevan dalam rangka memperbaiki pelayanan GKPA secara umum dan GKPA Depok secara khusus. Mengapa topik ini kita bahas malam ini? Apakah karena para Sintua di GKPA Depok sudah tidak lagi melaksanakan tugas hasintuaonnya dengan baik? Atau karena Sintua itu sendiri tidak tahu apa tugas dan tanggung jawabnya di tengah Gereja dan Warga Jemaat. Atau karena kinerja atau sistem pelayanan di GKPA Depok yang tidak tertata dengan baik. Atau karena para keluarga Sintua tidak mendukung Suami/Isterinya yang menjadi Sintua di GKPA Depok. Banyak alasan mungkin yang melatarbelakangi tema ini kita bahas malam ini. Namun apa pun yang melatarbelakangi tema ini, bagi kita sekarang, melalui pembinaan Sintua dan Keluarga Sintua GKPA Depok ini, maka terciptalan pelayanan para Sintua GKPA Depok yang semakin mantap dan luar biasa demi kemuliaan bagi nama Tuhan dan membawa damai sejahtera bagi manusia dan warga Jemaat.

SINTUA GKPA DALAM PELAYANANNYA

Untuk dapat melihat sejauh mana peran keluarga Sintua dalam mendukung pelaksanaan tugas hasintuaon di GKPA ini, maka terlebih dahulu kita melihat apa sebenarnya tugas-tugas para Sintua di GKPA dan bagaimakah mereka seharusnya bersikap dan bertingkah laku di dalam pelayanan Jemaat ini.

Sebelum kita membahas tugas hasintuaon itu, mari kita melihat dulu tugas pelayanan Gereja secara menyeluruh. Pelayanan gereja tentu tidak hanya pelayanan Mimbar (khotbah, evanggelisasi ) dan sermonial (Ibadah/sakramen), Penatalayanan Administrasi dan Keuangan/manajemen gereja, tetapi sangat luas dan menyangkut bidang (masalah) Pelayanan Persekutuan (koinonia) jemaat secara kategorial yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, keluarga yang terkait dengan kehidupan rohani, mental, sosial-ekonomi, bahkan juga terkait karena masalah budaya - masyarakat dan politik dimana gereja kita berada/sekitar jemaat. Pelayanan gereja juga Menyangkut Pelayanan yang berkaitan dengan Pelayanan Marturia; pekabaran injil ke dalam dan ke luar, musik dan Pelyanan Diakonia Gereja di tengah dunia ini untuk kalangan jemaat itu sendiri dan di luar jemaat juga.

Text Box: Keterangan : K = Koinonia D = Diakonia M = Marturia R = Rohan, J = Jasmani I = IntelektualJemaat hidup dan berada di tengah-tengah dunia; dunia yang terkait dengan kebutuhan fisik (pangan - sandang, papan), kebutuhan sosial (dihargai - dihormati - dikasihi - disayangi) dan kebutuhan rohani (aktualisasi diri, tenang, aman, damai sejahtera). Mau tidak mau jemaat berada dan bahkan mungkin mengalami 4 S (Susah, Sakit, Stress dan Stroke) sebelum Stop . . . . berakhir.

Gereja dalam tritugas panggilanya sebagai Pelayan/Sintua Gereja kepada “warga jemaat/Gereja”, sebagai Tubuh Kristus (Persekutuan orang percaya), yang melayani (dalam arti teologis); melindungi, menjaga, memelihara, memberi makan, membangun, membina, memberi nilai kwalitas dan kwantitas jemaat secara rohani dan jasmani, sebagaimana Allah menggembalakan umatNya (Maz 23, Yehezkiel 34, Joh 10).

Panggilan gereja (orang percaya/pelayan): seperti yang dipraktekkan Tuhan Yesus Kristus pada masa hidupnya (Yoh 10, Yoh 21:15-17): mengajar, berkhotbah, menyembuhkan, menghibur, melayani, memberi makan, mengunjungi dari desa ke desa, mengunjungi kota ke kota, kunjungan dari rumah ke rumah dan rumah ibadat, mendelegasikan tugas (pemuridan), menasehati dengan berbagai metode dan cara edukatif dan persuasive (teaching, Preaching, konseling dan Healing ).

Pelayan/Sintua Gereja adalah Pelayan (murid-murid/diamanatkan kepada yang diutus) memberlakukan seperti yang dilakukan Yesus. Dasar atau motivasi pelayanan adalah Kasih Allah dan mengasihi manusia. Melakukan tugas dan pelayanan dengan kerendahan hati, tulus dan sukacita, tidak terpaksa/dipaksakan atau dengan motivasi lain (dihormati/dihargai/prestise, dll). Setulus hati mau terpanggil untuk kerajaan/kehendak Allah, sekalipun ada kerikil-kerikil, hambatan, tantangan, cemohan, kritik/celaan yang merendahkan/meremehkan jiwa kita. Ingat motto: Aku PELTU (Pelayan Tuhan) tentu bukan soal harga diri sebagai pejabat, orang terhormat. Bertitik tolak dari hal yang saya utarakan ini kita akan membahas PERAN KELUARGA SINTUA DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN TUGAS HASINTUAON DI GKPA.

TUGAS SINTUA BERDASARKAN ALKITAB

Dalam kesaksian Alkitab PL dan PB – secara teologis menjadi dasar pengakuan Iman Percaya kita – yaitu: bahwa Majelis Jemaat/Gereja adalah Pelayan-pelayan Gereja, dan kita percayai bahwa: Tiap-tiap orang Kristen terpanggil menjadi saksi Kristus. Dan untuk menunaikan pekerjaan-pekerjaan di tengah-tengah Gereja, Allah memanggil di dalam Gereja, pelayan-pelayan sesuai dengan tugas Kristus yang tiga itu : Nabi, Imam dan Raja (1 Kor. 12 : 28). Jabatan-jabatan Pelayanan (sesuai dengan aturan-peraturan Gereja yang dianut) dan menjadi tanggung jawabnya itu ialah :

1. Memberitakan Injil.

2. Melayani Sakramen.

3. Menggembalakan/pembinaan warga jemaat: anak sekolah minggu, remaja, pemuda, kaum wanita dan bapak.

4. Menjaga kemurnian ajaran, melakukan tuntunan jiwa, melawan ajaran-ajaran yang sesat.

5. Melakukan pekerjaan diakonia.

Di dalam Perjanjian Baru tugas penatua dikelompokkan dengan tiga hal:

Pertama, melayani secara pastoral, ini mencerminkan situasi awal kehidupan orang Israel sebagai kelompok pengembara sambil membawa ternaknya. Oleh sebab itu gambaran umat sebagai domba dan Allah (serta para pemimpin) sebagai gembala merupakan gambaran yang cukup menonjol dan sekaligus mengungkapkan realita kehidupan yang penuh tantangan sehingga kita memerlukan kepemimpinan yang bersifat sebagai gembala ( Maz 23, Joh 10, Yehezkiel 34 ). Paulus mengatakan kepada para penatua di Efesus: “Karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan domba, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan darah Anak-Nya sendiri” (Kisah Para Rasul 20: 28). Istilah penilik di sini tidak sama dengan memeriksa (inspeksi !) melainkan untuk menekankan pekerjaan yang bersifat menolong atau menyatakan kepedulian terhadap orang yang menderita, yang dilayani/digembalakan.

Kedua, adalah memimpin jemaat. Pengertian memimpin disini adalah seperti memimpin (mengepalai) keluarga (oikonomos). Oleh sebab itulah Paulus rnemakai istilah “pengatur rumah Allah” untuk tugas kepemimpinan penatua di jemaat (Titus 1: 7; lihat, 1 Timotius 3: 4-5; 5: 17; 1 Tesalonika 5: 12). Kehidupan jemaat adalah suatu persekutuan yang saling mempedulikan ibarat suatu keluarga, keluarga Allah (familia Dei), di mana ada kepemimpinan yang melayani, yang bertujuan menciptakan kesejahterian semua anggota keluarganya. Dalam konteks lain jemaat sering dilukiskan sebagai tubuh: memiliki banyak anggota tetapi tetap di dalam kesatuan ( Rom 12, I Korintus 12). Oleh karena itu pertumbuhan jemaat akan nampak dan hidup apabila para penetua mempedulikan kehidupan anggota jemaatnya/gereja.

Ketiga, Sebagai penjaga terhadap ajaran yang menyesatkan/ berbagai ajaran sesat, yang menekankan perlunya kita mewaspadai berbagai rupa ajaran yang menyesatkan jemaat. Rasul Paulus mengingatkan para penatua di Efesus untuk berjaga-jaga terhadap ancarnan serigalaserigala ganas. “Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. Bahkan dan antara kamu sendiri akan muncul murid dari jalan yang benar dan supaya mengikut mereka. Sebab itu berjaga-jagalah (Kisah Para Rasul 20: 29-31). Titus dinasihatkan untuk berpegang. teguh pada ajaran yang sehat agar mampu “meyakinkan penentang-penentangnya” (Titus 1; 10).

Yohanes mengatakan: “janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dan Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia” (1 Yohanes 4: 1). Sejak awal gereja sudah bergumul menghadapi berbagai ajaran (sesat) sebab jemaat pertama langsung berhadapan dengan kebudayaan dan agama yang beranekaragam di banyak kota di dalam wilayah kerajaan Romawi. Seandainya para rasul dan penatua waktu itu tidak segera diingatkan kemungkinan besar jemaat akan lenyap ditelan arus kebudayaan dan keagamaan di sekitarnya. Ratusan tahun dibutuhkan oleh gereja sehingga kita memiliki ajaran (konfesi) yang dapat dijadikan pedoman menilai berbagai paham dan ajaran yang akan senantiasa muncul sejalan dengan perkembangan masyarakat. Ajaran-ajaran penting dicermati karena ia berpengaruh terhadap perbuatan dan tindakan.

TUGAS SINTUA BERDASARKAN AGENDA GKPA

1. Sintua adalah pelayan yang menerima tahbisan membantu (mangurupi) Pendeta di dalam jemaat untuk mengamati anggota-anggota jemaat yang dipercayakan kepada mereka dan meneliti perilakunya. Apabila Sintua mengetahui ada Warga Jemaat perangainya kurang baik, maka mereka harus ditegur dan dibimbing agar mereka kembali ke jalan yang benar.

2. Sintua mengajak anggota jemaat untuk datang beribadah dan meneliti alasan-alasan mengapa mereka tidak datang mengikutinya. (artinya, seorang Sintua harus aktif membuat penelitian terhadap kuantitas dan kualitas ibadah yang dilaksanakan di dalam Gereja dan juga harus aktif meneliti masalah yang dihadapi Gereja dalam menarik kehadiran jemaat dalam beribadah).

3. Sintua mengajak para anak untuk rajin datang mengikuti ibadah Sekolah Minggu. (artinya, Sintua harus terlibat aktif dalam pelayanan kepada anak-anak Sekolah Minggu, karena Sintua bukan hanya menjadi Sintua bagi orang dewasa saja).

4. Sintua mengunjungi orang sakit dan memberi bantuan sesuai dengan kemampuannya, namun yang terpenting adalah mengingatkan mereka akan Firman Allah dan mendoakannya.

5. Sintua menghiburan orang yang berdukacita, menolong orang yang susah dan orang yang miskin (artinya, Sintua harus berperan aktif mengentaskan kemiskinan warga jemaat melalui pendidikan, ketrampilan, dll. Sintua harus mampu menjadi motivator bagi warga jemaat agar warga jemaat mampu keluar dari setiap pergumulan kehidupan jasmani maupun rohaninya).

6. Sintua membimbing penyembah berhala, orang sesat, supaya turut serta memperoleh hidup dalam Yesus Kristus. (artinya, Sintua memberitaan Firman Allah kepada orang belum percaya dan mengenal Tuhan Yesus semisal: penyembah berhala, orang sesat, supaya turut serta memperoleh hidup dalam Yesus Kristus).

7. Membantu pengumpulan dana (semisal : Persembahan Bulanan, dan dana-dana lain yang ditetapkan oleh Gereja) dan tugas pelayanan Kerajaan Allah.

TUGAS-TUGAS SINTUA BERDASARKAN TATA LAKSANA (TL GKPA ps.21):

a. Memberitakan Firman Allah dan melaksanakan Pekabaran Injil.

b. Mengajak warga Parlagutan untuk mengikuti kabaktian dan meneliti serta mempelajari apa sebabnya jika mereka tidak datang dalam kebaktian.

c. Mendorong agar anak-anak Anggota Parlagutan rajin dan setia datang mengikuti kebaktian Sekolah Minggu.

d. Mengunjungi orang sakit dan menyediakan hal-hal yang dibutuhkan si sakit sesuai dengan kemampuan yang ada, menyampaikan Firman Allah serta mendoakan mereka.

e. Memberikan penghiburan bagi orang yang berduka dan menolong orang yang kesusahan.

f. Memberikan bimbingan kepada orang yang belum percaya kepada Kristus agar mereka juga memperoleh anugerah yakni kehidupan kekal yang telah disediakan Yesus.

g. Mengupayakan pemasukan persembahan bulanan dan kewajiban anggota Parlagutan lainnya demi untuk kepentingan Gereja dan pemberitaan Firman Allah.

h. Membimbing serta mengajar orang yang sesat agar mereka kembali ke jalan yang benar sesuai dengan kehendak Yesus.

i. Sebagai Pelayan di Parlagutan untuk memperhatikan Anggota Parlagutan jika ada perbuatan serta kelakuan yang menyimpang dari ajaran Firman Tuhan. Jika seorang Sintua mengetahui ada perilaku anggota Parlagutan yang kurang baik, maka Sintua harus memberi nasehat dan selanjutnya melaporkan kepada Guru Parlagutan atau Pendeta untuk digembalakan atau diberikan bimbingan.

TUGAS-TUGAS SINTUA BERDASARKAN RPP GKPA

1. Hukum penggembalaan/siasat dikenakan kpd Parhobas Parlagutan yg sudah 3 (tiga) bulan terus-menerus tdk ke Gereja (dan kebaktian-kebaktian lainnya) di dlm Parlagutan setelah bbrp kali dinasihati Majelis Parlagutan dan disetujui Pendeta Resort.

2. Hukum penggembalaan/siasat dikenakan kpd Parhobas Parlagutan yg sudah 3 (tiga) bulan terus-menerus tdk mau melayani di Gereja (dan kebaktian-kebaktian lainnya) di dlm Parlagutan setelah bbrp kali dinasihati Majelis Parlagutan dan disetujui Pendeta Resort.

3. Parhobas yg setahun tdk pernah mengikuti Perjamuan Kudus, maka tahbisan (tohonan)/jabatannya akan ditarik setelah dinasihati Majelis Parlagutan dan disetujui Pendeta Resort.

TUGAS-TUGAS LAIN YANG TIDAK DIATURKAN SECARA TERTULIS

1. Berpakaian rapi di dalam menghadiri setiap ibadah (memakai dasi dan atau jas lengkap dan atau memakai baju resmi lainnya)

2. Hadir sebelum ibadah dimulai untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan ibadah

3. Menjaga ketertiban ibadah

4. Memasuki konsistori Gereja sebelum dan sesudah ibadah untuk mengevaluasi pelayanan hari itu

5. Menghadiri Sermon Sintua untuk mempersiapak pelayanan mingguan

6. Mempersiapkan ibadah sektor/wyik

7. Dan lain sebagainya

PRINSIP-PRINSIP PELAYANAN

Dalam mencapai dan menjalankan tugas-tugas hasintuaon di atas, maka para Sintua GKPA dituntut untuk:

a. Menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya/tugasnya untuk kelancaran dan kebahagiaan/sukacita orang yang kita layani.

b. Memberikan/mengorbankan: waktu, tenaga, kemampuan, keahlian-keterampilan secara dinamis-kreatif, tulus, jujur-terpercaya/dipercaya (manegement waktu; keluarga, pekerjaan kantor dan gereja). Sebagaimana yang diungkapkan Yesus Anak manusia datang bukan untuk dilayani tetapi melayani (Mark 10:45).

c. Melayani sesuai dengan telenta kita masing-masing (I Pet 4:10). Jadi pelayanan dalam konteks Gereja adalah untuk kemuliaan Allah dan setiap orang percaya dipanggil/terpanggil untuk pelayan/melayani sebagai perpanjangan tangan/kawan/mitra kerja Tuhan ( I Korint 3: 8-9, I Korintus 4:1).

d. Melayani dengan tulus-ikhlas, tanpa pamrih, bukan supaya dihormati, dihargai, dipuji dan dibilang hebat. Melayani bukan dengan terpaksa/dipaksakan atau untuk kepentingan/keuntungan diri kita tetapi yang dilayani (I Pet 2:21, I Pet 5:1-6). Dipanggil untuk mengikuti jejak Allah memberi pelayanan untuk dan demi kehendak Allah.

PERAN KELUARGA SINTUA DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN TUGAS HASINTUAON DI GKPA

Dengan melihat banyaknya tugas-tugas para Sintua GKPA di atas, maka dukungan keluarga sangat dibutuhkan. Secara kemanusiawian, para Sintua GKPA mungkin tidak sanggup menjalankan tugas-tugas tohonan hasintuaon itu. Namun, harus kita ingat bahwa dari kita yang dituntut kemauan bukan kemampuan. Jika kita mau, maka Tuhan akan memampukan kita melakukan tugas-tugas hasintuaon itu.

Dukungan apakah yang harus diberikan oleh keluarga kepada suami/istrinya yang menjadi Sintua di GKPA? Ada banyak hal yang bisa dikerjakan oleh keluarga Sintua dalam rangka menopang dan mendukung suami/istrinya yang menjadi Sintua di GKPA.

1. Mendoakan suami/istrinya ketika pergi menjalankan tugas pelayanan yang mulia itu.

2. Mengingatkan suami/istrinya dalam tugas pelayanannya.

3. Mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas pelayanan suami/istrinya ketika suami/istrinya mau melaksanakan tugas pelayanan mulia itu.

4. Memberikan dana yang dibutuhkan suami/istrinya ketika pergi menjalankan tugas pelayanan mulia itu.

5. Merelakan suami/istrinya ketika pergi menjalankan tugas pelayanan mulia itu.

6. Mendampingi suami/istri dalam melaksanakan tugas pelayanan mulia itu, semisal: bersama-sama pergi ke partangiangan wilayan/wyik.

7. Aktif mengikuti dan memasuki organisasi dan kegiatan kategorial, semisal: PP-GKPA, PA-GKPA, dll.

8. Tidak cemburu jika suami/istrinya bertemu dengan warga jemaat

9. Tidak banyak menuntut dan tidak mengharapkan balas jasa dalam tugas pelayanan suami/istrinya

10. Menjadi teladan di tengah keluarga dan Gereja.

11. Dan lain sebagainya.

Apa kendala bagi keluarga di dalam mendukung pelayanan hasintuaon di GKPA? Terkadang harus diakui bahwa seringkali para keluarga tidak mau mendukung suami/istrinya dalam tugas pelayanan ini, adalah karena "merasa malu“. Mengapa merasa malu? Karena suami/istrinya tidak berlaku sesuai dengan yang dituntut oleh tohonan yang melekat pada diri suami/istrinya itu. Tidak jarang kita lihat sekarang, Sintua itu sudah menjadi "Sintua Hari Minggu”, “Sintua Dua Jama”, “Sintua Parsermon saja”, “Sintua Pangalo ni Pandita”, “Sintua Parmitu”, “Sintua Parbada”, “Sintua Pemalas”, “Sintua Sigurgak Ulu, Sigurbak Ateate, Sigurbak Butuha”, dan lain-lain. Bagaimana mungkin lagi keluarga kita mau mendukung kita dalam melaksanakan tugas pelayanan itu di tengah Gereja dan masyarakat. Pasti keluarga kita “merasa malu” melihat dirinya sendiri, keluarganya sendiri, dan bahka melihat jemaatnya sendiri. Karena sudah terlanjur suami/istrinya jadi Sintua GKPA, ya… mau tidak mau ditahankan ajalah. Coba kita bayangkan, jika kita menjadi Sintua yang benar-benar Sintua, saya yakin tidak seorang pun keluarga kita tidak mendukung kita dalam tugas pelayanan itu.

Bagaimakah caranya agar keluarga kita dapat mendukung kita? Jawabannya, “JADILAH SINTUA GKPA YANG BAIK DAN TELADAN!”. Menjadi Sintua yang baik memang tidak mudah. Tetapi bukan berarti tidak bisa kita kerjakan. Ingatlah selalu berkat tahbisan yang disampaikan Tuhan kepada kita saat menerima tahbisan/tohonan hasintuaon itu yang berkata: “Tuhan Allah Bapa dan Anak-Nya Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus memberkatii engkau dan memberi hikmat kepadamu untuk menghayati dan melaksanakan dengan setia tahbisan Penatua/Sintua yang diserahkan pada Saudara hari ini agar Allah dipermuliakan di tengah-tengah Jemaat ini.Amin”. Agar menjadi Sintua yang baik, maka kita harus menghayati dan melaksanakan dengan setia tahbisan itu.

Terakhir, mengapa keluarga dituntut mendukung tugas panggilan hasintuaon suami/istrinya? Karena dalam mengemban tugas hasintuaon itu, keluarga juga terlibat dan ikut menerima tohonan/tahbisan itu. Hal ini terlihat pada saat Sintua tersebut menerima tahbisan Sintua, maka keluarga juga ikut berdiri di belakang suami/istrinya. Berdiri di belakang suami/istrinya, itu berarti dia ikut bersama suami/istrinya ikut menerima tugas panggilan itu dan bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Seperti kata orang bijak,”Muda Sintua suami/istriniba, angkon gabe dohot do iba gabe Sintua”. Semoga!!!

Ramli SN Harahap fidei/gladys 17092008

Bahan Sermon Parhobas

BERTEKUNLAH DALAM DOA!
(Kolose 4:2-6)
Pendahuluan
Doa adalah tindakan menghubungkan diri dengan Tuhan dengan, atau tanpa perkataan. Percakapan antara Allah dan manusia diberitakan dalam Perjanjian Lama (PL), misalnya Abraham (Kej.15:1-6), Musa (Kel.3:1-4), para nabi (1Sam.3:4-9). Doa dalam PL mencakup permohonan, syafaat, pengakuan, dan pengucapan syukur. Ada ditentukan jam-jam dan hari-hari tertentu untuk doa yaitu: (a) Shaharit, yakni doa yang lazimnya dilakukan di pagi hari; (b) Minhah, yakni doa yang dipanjatkan pada waktu siang hari; (c) Ma’ariv, yakni doa yang dilakukan pada petang hari; (d) Ne’ilat She’arim, yakni doa di malam hari setelah penutupan pintu gerbang kota/rumah; dan (e) Musaf, yakni doa yang dipanjatkan di luar waktu di atas dan dianggap merupakan doa tambahan.
Pada zaman Perjanjian Baru (PB) ibadah doa dilakukan dalam tiga waktu: pagi, petang, dan malam yang lazim disebut sebagai pola ibadah harian ma’amadoth. Perihal penentuan waktu dilakukan secara fleksibel dan dapat dilakukan secara personal dan komunitas. Menurut informasi PB bahwa Yesus sendiri pun tetap menjalankan ibadah harian itu. Ia pernah melakukan ibadah pagi (Mrk.1:35), ibadah senja (Mrk.6:46-47) dan doa sebelum memilih murid-murid-Nya (Luk.6:12). Doa dalam PB mencakup: pujian (Kis.2:47), pengucapan syukur (1Kor.14:16-17), dan permohonan (Flp.4:6).
Dalam perkembangan sejarah gereja, maka pembagian doa ini menjadi: (a) Matin atau Mette: doa di waktu tengah malam yang dicirikan perenungan akan Firman Tuhan; (b) Laud: doa subuh, ketika seluruh ciptaan sudah mulai bangun dan burung-burung mulai bernyanyi, orang percaya memuji Tuhan sebagai pencipta dan penebus; (c) Prime: doa yang dipanjatkan sebelum pekerjaan sehari-hari dimulai yang penekanannya adalah permohonan; (d) Vesper: doa yang dilakukan setelah hari mulai senja atau berakhir yang penekanannya perenungan akan anugerah Allah, pujian dan ucapan syukur; (e) Compline atau Komplet: doa yang dilakukan sebelum tidur dengan memasrahkan hidupnya pada penyertaan Tuhan.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa berdoa berarti datang ke hadapan Allah untuk menyampaikan sesuatu. Cara penyampaiannya tidak harus selalu ’formal’, tetapi ada kalanya informal. Artinya, doa tidak harus atau hanya dinaikkan saat di gereja atau kebaktian saja. Bisa saja begitu kita baru bangun, langsung berdoa, tanpa mencuci muka atau mandi dahulu baru berdoa pagi. Dengan pakaian tidur pun kita boleh berbicara dengan Bapa Sorgawi. Kita dapat menyampaikan apa yang ada dalam hati kita, baik permohonan, pujian, ucapan syukur, maupun menyampaikan ’laporan’ di mana pun kita berada. Hal ini tidak mengurangi makna doa saat kebaktian di gereja atau di tempat upacara Kristiani lainnya.

Penjelasan Nas
Mengapa Paulus meminta bertekun dalam doa? (ay.2a) Yesus sendiri mengajarkan soal ketekunan dalam meminta ... mencari ... dan mengetuk (Mat.7:7). Rasul Paulus juga mendorong jemaat di Kolose untuk bertekun dalam doa (bd. Rm.12:12; 1Tes.5:17). Ketekunan dalam doa akan membawa banyak manfaat. Orang yang tekun di dalam doa akan mampu mengatasi kekeringan rohani yang melanda hidupnya. Musa bertekun dalam doa dengan mengangkat tangan kepada Allah sehingga orang Israel menang dalam peperangan melawan bangsa Amalek (Kel.17:11). Demikian juga Samuel tekun dalam doa walaupun doa-doanya sudah dikabulkan Tuhan (1Raja.18:41-45).
Bagaimana kita dapat berdoa "dengan tekun"? Apakah kita harus terus berlutut sepanjang hari atau terus mengulangi pujian dan permohonan kita? Tentu saja tidak. Namun kita harus hidup dekat dengan Yesus dan tidak sungkan berbicara dengan-Nya kapan saja, di mana saja. "Dalam kebisingan di jalan, di tengah pekerjaan bisnis, kita dapat menaikkan permohonan kita kepada Tuhan dan meminta bimbingan-Nya. Kita harus terus membuka pintu hati dan mengundang kehadiran Yesus dan tinggal sebagai tamu surgawi di hati kita.
Mengapa kita sering tidak tekun berdoa? Mengapa kita sering cepat-cepat selesai saat berdoa? Karena kita kurang menghayati dan meyakini kebaikan Allah sampai ke lubuk dasar hati kita. Orang hanya bisa menikmati doa dengan tekun, nyaman dan damai apabila: pertama, meyakini setulusnya betapa Allah sangat baik dan murah hati. Kedua, menghayati doa sebagai komunikasi yang mengasyikkan dengan Allah. Seperti orang bisa sungguh asyik berkomunikasi lewat sms, telepon atau curhat langsung dari muka ke muka, orang juga bisa asyik berdoa lama-lama dengan Allah.
Mengapa doa yang tekun, tak kunjung padam, berjaga-jaga dan berkemenangan begitu penting? (ay.2b) Pertama, sebab ada Iblis. Dia mempunyai banyak tipu muslihat. Dia tidak pernah berhenti. Dia selalu membuat rencana untuk menjatuhkan anak-anak Tuhan. Jika anak-anak Tuhan lemah di dalam kewajibannya berdoa, Iblis akan berhasil membujuk dia. Kedua, berdoa adalah jalan yang ditunjukkan Allah untuk menerima segala sesuatu. Rahasia dari semua kegagalan yang kita alami di dalam hidup dan pekerjaan kita adalah karena melalaikan doa. Yakobus mengemukakan hal ini dengan tegas di dalam Yakobus 4:2, ”Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa”. Kata-kata itu mengandung rahasia dari kemiskinan dan kelemahan orang Kristen yang umumnya lalai berdoa. Banyak orang Kristen bertanya,”Mengapa aku sedikit sekali maju di dalam kehidupan imanku?” ”Lalai dalam doa”, begitulah jawab dari Allah. ”Kamu tiada beroleh, sebab tiada kamu minta”.
Untuk apakah Paulus meminta orang Kristen berdoa dengan tekun? Pertama, supaya Allah membuka pintu untuk pemberitaan Injil (ay.3a). Walaupun tubuh pyisik Paulus terpenjara dalam terali besi, Paulus tidak putus asa dan berhenti berharap. Paulus berkeyakinan bahwa keterpenjaraannya tidak akan mampu memberhentikan penyebaran Injil itu. Itulah yang Paulus ingin mendapat dukungan dari orang Kristen. Injil harus diberitakan jangan berhenti karena tantangan yang ada. Namun tantangan yang ada itu harus dikalahkan dengan kuasa doa. Keinginan Paulus yang terdalam ialah orang Kristen mampu membuka mulut-mulut mereka untuk menyaksikan Kristus dalam kehidupan sehari-hari. Jika setiap orang Kristen bertanggungjawab memberitakan Injil dalam gerak langkah hidupnya, maka Injil akan terus menyebar dan berkembang. Kedua, supaya Paulus dapat berbicara tentang rahasia Kristus (ay.3b). Keinginan Paulus yang kedua ini adalah agar Paulus mampu membuka rahasia Kristus di tengah orang-orang yang berada bersamanya di dalam penjara. Kesempatan yang baik itu mau dimanfaatkan Paulus untuk membuka rahasia Kristus bagi orang-orang yang terpenjara bersamanya agar mereka kelak mendapatkan keselamatan yang dari pada Kristus.
Selain meminta bertekun di dalam doa, Paulus memberikan beberapa instruksi ringkas bagi kehidupan orang percaya di jemaat Kolose. Pertama, orang Kristen harus bertingkah laku dengan penuh hikmat dan bijaksana terhadap mereka yang ada di luar Gereja (ay.5a). Ia harus menjadi seorang pengabar Injil, ia harus tahu kapan harus dan kapan tidak boleh berbicara dengan orang lain mengenai keyakinannya dan keyakinan mereka. Ia tidak boleh memberi kesan lebih tinggi dan memberi kritik yang mengecam. Amat sedikit orang dapat dimenangkan bagi kekristenan melalui debat. Oleh sebab itu, orang Kristen harus mengingat bahwa bukan kata-katanya, melainkan hidup dan kelakuannya yang dapat menarik perhatian orang pada iman Kristen. Dalam diri orang Kristen ada tanggung jawab besar untuk menunjukkan Kristus kepada orang lain melalui hidupnya sehari-hari.
Kedua, orang Kristen harus menjadi orang yang selalu mencari kesempatan (ay.5b). Ia harus senantiasa memanfaatkan kesempatan untuk bekerja bagi Kristus dan melayani sesama. Hidup sehari-hari dan pekerjaan memberi kesempatan yang luas untuk menyaksikan Kristus dan mempengaruhi orang bagi-Nya – namun ada banyak orang yang menghindari kesempatan itu daripada memanfaatkannya.
Dan ketiga, orang Kristen harus memiliki daya tarik dan kecerdikan dalam ucapannya sehingga ia tahu bagaimana memberi jawaban dalam setiap keadaan (ay.6). Ini suatu perintah yang menarik. Sungguh benar bahwa kekristenan dalam pikiran banyak orang sering dihubungkan dengan sikap dungu yang munafik. Ada pula yang menghubungkannya dengan anggapan bahwa gelak tawa nyaris sama dengan ajaran sesat. Orang Kristen harus menyampaikan beritanya dengan daya tarik dan kecerdikan yang terdapat dalam diri Yesus sendiri. Tutur kata seorang Kristen seharusnya menyenangkan, menarik, baik hati dan sangat ramah. Perkataan itu harus merupakan hasil dari pekerjaan kasih karunia Allah di dalam hati kita dan kita mengucapkan kebenaran dengan kasih (Ef.4:15). Bagaimanapun juga, tutur kata yang sopan tidak mengesampingkan kata-kata yang keras dan tegas, bila perlu, untuk menentang orang-orang percaya palsu, untuk menentang orang-orang yang menjadi anti-Kristus.

Perenungan
Berdoa mengambil tempat terkemuka dan merupakan suatu bagian yang amat penting di dalam kehidupan Tuhan Yesus selama Dia tinggal di dunia (baca Mark.1:35). Di dalam keempat Injil, perkataan berdoa dan doa dipakai sekurang-kurangnya dua puluh lima kali sehubungan dengan kehidupan Tuhan Yesus. Jelas sekali bahwa berdoa memakan banyak waktu dan tenaga Tuhan Yesus Kristus. Seseorang yang tidak banyak menggunakan banyak waktunya di dalam doa tak dapat disebut pengikut Tuhan Yesus Kristus yang sungguh-sungguh.
Doa adalah bagian terpenting dari pekerjaan Tuhan Yesus yang telah bangkit pada masa kini. Hal ini semakin menguatkan alasan kenapa kita harus berdoa dengan tekun, tak kunjung padam, berjaga-jaga dan berkemenangan. Dengan berdoa dengan tekun bagi pekerjaan pelayanan baik di tengah keluarga, gereja dan bangsa maka banyak hal yang bisa dicapai dan didapatkan. Misalnya, dengan doa yang tekun dilaksanakan maka Petrus dapat keluar dari dalam Penjara.
Hendaklah ketekunan kita berdoa berdampak positif bagi sesama manusia di sekitar kita. Ketekunan berdoa akan semakin memampukan setiap orang percaya berperilaku terbuka, sopan dan inkusif bagi orang-orang luar yang percaya maupun yang belum percaya. Orang yang tekun berdoa menampakkan buah doa-doanya melalui pola tingkah, pola lakunya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa damai sejahtera Allah. Amin!

4. Marende BEAM No. 286 : 1 + 3 - 4 “ Beta Martangiang Ma “ (Haul)

 Beta martangiang ma hamu naporsaya
Tondi Parbadia ma i ma na hasaya
Tongtong ma ganop jom hita marsimora tu Tuhan Jahowa
 Sora ni tangiang i dohot pangidoan
Bolkas ma tu ginjang i tu habadiaan
Jesus i na disi mamintori hita adop Debatanta
 Ditangihon Ia do sada martangiang
Mur noma sudena ro na saparlagutan
Ulang so tulus do sude pangidoan, na tumbuk di Tuhan

5. Tangiang Panutup


Ramli SN Harahap fidei/gladys 24042008

Bahan Sermon Parhobas

”PERTOBATAN SAULUS”

(Kisah Para Rasul 9 : 1 – 9)

Saulus adalah seorang Yahudi dan sangat bangga dengan Keyahudiannya. Ia berasal dari suku Benyamin dan juga memiliki kewarganegaraan Roma. Waktu kelahiran Saulus kurang lebih sama dengan kelahiran Tuhan Yesus Kristus. Saulus dilahirkan di Tarsus, sebuah kota yang terkemuka zaman itu di wilayah Kilikia. Tarsus terletak hanya 1,2 km dari Laut Tengah. Oleh karena itu Tarsus menjadi kota pusat perdagangan. Di samping itu, Tarsus juga menjadi kota ilmu pengetahuan. Banyak orang pendatang yang belajar di sekolah-sekolah terkenal di Tarsus, dan kemudian tersebar ke seluruh bagian kekaisaran Roma. Di kota Tarsus Saulus mendapat kesempatan belajar tentang cara hidup bangsa yang bukan Yahudi. Oleh karena itu, ketika waktunya tiba, dia dapat memperkenalkan Injil Kristus kepada bangsa-bangsa lain dengan cara yang sangat baik.

Menurut adat istiadat Yahudi yang taat, setiap anak laki-laki harus diberi pendidikan yang baik dan latihan yang sangat hati-hati di rumahnya. Dia menerima pendidikan dasar. Kemudian pada usia 13 tahun sampai 15 tahun, ia dikirim ke Yerusalem untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi di sekolah kerabian (sebuah sekolah pendidikan dalam agama Yahudi). Di sekolah ini Saulus memperoleh kesempatan untuk belajar di bawah bimbingan Gamaliel, salah seorang guru terbesar zaman itu. Saulus menjadi seorang murid yang istimewa dan rupaya Gamaliel memberikan penghargaan tinggi kepadanya.

Ketika Saulus telah menyelesaikan pendidikannya di Yerusalem, ia kembali ke kota aslinya, Tarsus. Sekarang dia sudah siap bekerja. Orangtua serta guru-gurunya sangat bangga kepadanya. Ada kemungkinan Saulus menghabiskan waktunya selama beberapa tahun di Tarsus sebagai rabi, guru agama Yahudi. Tidak ada catatan lain tentang dia selama tahun-tahun itu sampai kemudian kembali ke Yerusalem, tepat sebelum kematian Stefanus, seorang pengikut Yesus Kristus.

Paulus sudah mendengar tentang gerakan Kristen yang menentang iman Yahudi. Saulus ingin pergi untuk membantu mempertahankan iman nenek moyangnya. Selama pengadilan Stefanus, Paulus ada di sana dengan teman-teman sebangsanya. Meskipun ia tidak ikut melempari Stefanus dengan batu, ia memiliki perasaan yang sama dengan orang-orang yang menganiaya Stefanus dan setuju bahwa Stefanus harus dihukum mati. Saulus menyaksikan kematian Stefanus.

Saulus menjadi pemimpin di antara orang-orang Yahudi untuk menghancurkan kekristenan. Saulus sendiri menggambarkan tindakannya yang melawan kekristenan ini dengan berkata, „Hal itu kulakukan juga di Yerusalem. Aku bukan saja telah memasukkan banyak orang kudus ke dalam penjara, setelah aku memperoleh kuasa dari imam-imam kepala, tetapi aku juga setuju jika mereka dihukum mati.Dalam rumah-rumah ibadat aku sering menyiksa mereka dan memaksanya untuk menyangkal imannya dan dalam amarah yang meluap-luap aku mengejar mereka, bahkan sampai ke kota-kota asing“ (Kis.26:10-11).

Saulus adalah seorang yang taat kepada agama Yahudi dan ia merasa bahwa apa yang dia lakukan itu benar. Ini terjadi sebelum ia mengalami kasih dan anugerah dari Tuhan Yesus Kristus.

Pertobatan Saulus merupakan salah satu peristiwa terbesar dalam sejarah kekristenan. Saulus telah bertanggung jawab atas begitu banyak kematian dan ribuan orang-orang Kristen yang dipenjarakannya. Sekarang ia ada dalam perjalanan menuju Damsyik, sebuah kota penting di Siria, untuk mengusir orang-orang Kristen di sana. Ada tiga peristiwa dari pengalaman pertobatan Saulus yang tercatat di dalam Perjanjian Baru (PB). Lukas menceritakannya menurut kenyataan sejarah dan Saulus menceritakannya dengan kata-katanya sendiri sebanyak dua kali. Saulus telah membuat namanya ditakuti di antara semua orang Kristen di Yerusalem. Dia telah berhasil memisahkan atau membungkam banyak orang Kristen di kota suci itu. Kemudian, ia mendapat laporan tentang adanya kelompok besar orang Kristen di kota Damsyik. Kota Damsyik, kira-kira 240 km jauhnya dari Yerusalem. Dia memutuskan untuk pergi ke sana untuk melanjutkan penganiayaan kepada orang-orang percaya ini. Dia telah diberi kuasa penuh dan membawa surat izin untuk memasuki kota dan menangkap semua orang Kristen di kota itu dan membawa mereka kembali dalam keadaan terbelenggu ke Yerusalem. Saulus dan kawan-kawan memulai perjalanan yang panjang menuju Damsyik. Perjalanan ini membutuhkan waktu enam sampai tujuh hari dan selama perjalanan panjang ini anak muda yang pandai dan penuh semangat ini mempunyai banyak waktu untuk berpikir. Mungkin ia mulai meragukan tindakannya. Dia tidak habis berpikir dan tidak mengerti bagaimana Stefanus bisa mati dengan begitu tenangnya. Dia tidak dapat melupakan doa Stefanus ketika Stefanus „menutup mata“ dengan damai. Saulus merasa bahwa dia harus melakukan hal yang ia pandang benar, tetapi dia terganggu oleh pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawabnya. Oleh karena itu ia pun pergi ke Damsyik.

Berita tentang kedatangan Saulus telah sampai ke Damsyik sebelum ia tiba di sana. Pertobatan Saulus terjadi ketika ia mendekati kota itu. Pada waktu tengah hari, tiba-tiba sebuah cahaya yang membutakan mata bersinar mengelilingi Saulus dan teman-temannya. Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah suatu suara kepadanya, "Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?". Jawab Saulus: "Siapakah Engkau, Tuhan?“. KataNya: "Akulah Yesus yang kauaniaya itu”. Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat." Saulus beridir dari tanah dan mendapati dirinya buta. Beberapa anak buahnya menuntun dia dan membawanya ke Damsyik. Selama tiga hari lamanya ia tidak dapat melihat dan tidak makan dan minum. Pengalaman ini mengubah Saulus sepenuhnya. Sekarang orang Farisi yang sombong ini berubah menjadi seorang yang kesakitan, gemetar, meraba-raba dan bergantung pada tangan orang lain yang menuntunnya sampai ia tiba di Damsyik. Ia pergi ke rumah Yudas dan langsung masuk ke kamarnya. Di sana ia tinggal selama tiga hari tanpa makan dan minum. Selama tiga hari itu Saulus berdoa dan berpuasa. Seluruh hidupnya telah berubah setelah pertemuannya dengan Kristus. Sekarang ia harus membangun kembali kehidupannya di dalam Kristus.

Sebab-sebab Pertobatan Saulus.

(1) Merasakan kehadiran Allah. Kejadian di tengah perjalanan Saulus ke Damsyik, yaitu ‘tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilinginya’dan ada suara yang berkata, "Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?", itu bukan perbuatan manusia melainkan pekerjaan Roh. Saulus menyerah dan bertobat karena menyadari bahwa hal itu terjadi oleh Roh. Pertobatan manusia dapat terjadi hanya di hadapan Allah yang lebih tinggi daripada manusia. Saulus telah merenungkan dan berbicara tentang Allah sebelum pertobatannya, bahkan supaya lebih setia kepada Allah ia menganiaya orang-orang percaya, tetapi semua perjuangannya sia-sia.

Sesudah mengalami pertobatan, ia menganggap semua yang semula adalah kebanggaan, menjadi sampah. Ia berkata, “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya.” Manusia tidak dapat memperbaiki hati sebelum bertemu dengan Allah.

(2) Dosanya diperingatkan dan Saulus menyesalinya. Suara yang didengar Saulus di tengah perjalanan menuju ke Damsyik adalah, "Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?", dan "Akulah Yesus yang kauaniaya itu”. Tuhan memperingatkan dosa Saulus dengan memakai kata ‘mengapakah’. Ini adalah teguran Tuhan terhadap orang berdosa. Manusia akan bertobat dan menyesali dosanya bila mendapat teguran dari Tuhan. Peringatan dosa Saulus datang dengan suara dari langit dan kepada kita peringatan akan dosa datang dari Firman Allah yang tertuis di dalam Alkitab. Manusia dapat lebih mengeraskan hatinya daripada bertobat, jika ditegur oleh manusia. Saulus berpuasa dan berdoa tiga hari lamanya karena penyesalan akan dosanya.

Akibat pertobatan Saulus.

Sebagai akibat pertobatannya, Saulus tidak menghiraukan nyawanya untuk memberitakan Yesus yang adalah Kristus (Mesias). Pada permulaan pemberitaannya, dua kali ia hampir terbunuh karena memberitakan Injil dengan mempertaruhkan nyawanya kepada orang-orang Yahudi. Tindakan untuk memberitakan Yesus sebagai Kristus dengan tidak menghiraukan nyawanya lahir dari keyakinan yang kokoh dan tindakan itu sendiri adalah keajaiban besar. Orang yang pergi untuk membunuh orang-orang Kristen, menjadi pemberita yang memberitakan Injil dengan taruhan nyawa.

Pertobatan Saulus dan kita.

Kita cenderung bertemu dengan Tuhan dan menerima karunia secara ajaib ketika melihat pertobatan Saulus, tetapi kita harus mengetahui bahwa rencana Allah berbeda terhadap kita, tidak selalu sama. Kejadian ajaib yang terjadi untuk pertobatan Saulus terjadi untuk mendirikan dasar gereja, karena itu kejadian-kejadian itu terjadi untuk kita juga.

Ramli SN Harahap fidei/gladys’08 100108