Jumat, 09 September 2011

Khotbah Minggu, 25 September 2011: Markus 1:40-45

widgeo.net
Khotbah Partner UEM
Minggu XiV Dung Trinitatis
25 September 2011
Khotbah : Markus 1:40-45    Bacaan Alkitab: Roma 8:12-17

MEMBANGUN KOMUNITAS DENGAN
MENGUTAMAKAN KEMANUSIAAN

1. Pendahuluan
Suatu rekonstruksi sosio budaya nats khotbah.
Para penulis Perjanjian Baru kebanyakan melihat konteks historis injil Markus dari segi perkiraan waktu dan tempat penulisan kitab ini, yang kebanyakan ahli perpendapat bahwa kitab ini ditulis di Roma antara tahun 66-70. Namun perkembangan kemudian penafsiran terhadap injil ini melihat dari sisi lain bahwa injil Markus adalah karya tulis yang dihasilkan dari sekitar atau dekat dengan Palestina Utara. Dan ahli yang menunjukkan kepada pendapat ini adalah Ched Myers yang menafsirkan secara berbeda signifikansi dari pengaruh Latin dalam kitab ini, pengaruh – pengaruh itu tidak lain dari penetrasi linguistik dalam lingkup sosio-ekonomi dan administrasi dari budaya Palestina yang terjajah.
Dengan demikian fokus deskripsi konteks sosial yang dikembangkan dalam kitab Markuss bukanlah sosio budaya dan politik Hellenis perkotaan sebagaimana yang dilakukan oleh ahli yang menekankan Roma sebagai setting in life dari kitab Markus, melainkan berfokus pada kondisi Palestina yang agraris.
Dari segi sistimatisasi penulis Markus, tentang penggambaran tempat pelayanan Yesus yang kebanyakan berada pada awalnya di sekitar Galilea, yang pada umumnya ad alah orang Jahudi, kemudian keluar ke daerah yang umum disebut daerah kafir (gentile) dan berpuncak di Yerusalem. Hal ini lebih memberikan gambaran yang jelas bahwa injil ditulis oleh Markus di Palestian bagian utara, sehingga konteks sosialnya lebuh menggambarkan masyarakat agraris Palestina. Yesus meningkatkan pengetahuan ini dengan hidup bersama rakyat yang dipimpinNya; Dia percaya bahwa dengan hidup bersama mereka, Ia dapat melayani mereka dengan lebih baik dan melakukan proses pembaharuan di tengah-tengah masyarakat Jahudi, makanya, Yesus memahami latar belakang sosio budaya kelompokNya. Sosio budaya yang dimaksudkan adalah kuatnya hokum-hukum agama yang mengakibatkan pudarnya kemanusiaan sebagai subjek pelayanan.
Dengan membaca kitab markus, maka akan jelas memperlihatkan kepada pembaca bahwa Yesus mendeklerasikan Kerajaan Allah dengan penguatan komunitas, yang memprioritaskan pelayanan bagi kaum lemah, menderita dan terpinggirkan.
Dalam Markus 1:39, Markus memberikan suatu rangkuman dengan pernyataan yang bersifat program yang akan dilakukan, sebagai suatu persiapan program pendampingan messianis Yesus tertantang dengan suatu kekuasaan social dan eksklusif. Yesus secara simultan memperkenalkan suatu praktek alternative dalam masyarakat dan bersifat inklusif.

2. Uraian perikop 1:40-45

Perikop ini adalah bagian dari cerita tentang tantangan yang diungkapkan Yesus terhadap ideologi kekuasaan dari para Imam dan Ahli Taurat sebagai episode pertama. Fungsi cerita singkat tentang penyembuhan orang kusta ini menumbangkan aturan-aturan yang dianggap sangat suci pada waktu itu. Berdasarkan kitab imamat 13:2-14:57, yang berhubungan dengan orang kusta adalah, yang pertama menyangkut masalah hubungan orang yang berpenyakit kusta dengan orang lain.yang kedua bahwa imam harus memimpin ibadah/ritual pentahiran. Kedua prinsip tersebut ditantang dalam cerita ini.
Berikut ini merupakan gambaran tentang penyakit kusta. Dalam Perjanjian baru tidak ada penyakit yang dianggap begitu menakutkan dan mengundang rasa iba yang mendalam selain penyakit kusta. Kejiwaan dari orang yang berpenyakit kusta memang amat menyedihkan.
Ada tida macam penyakit kusta, yang pertama adalah jenis kusta yang disebut nodular atau tubercular. Jenis ini mulai dengan rasa letih sekali dan sakit di tulang-tulang sendi, lalu timbullah bintik-bintik di tulang punggung, dan kemudian muncullah benjolan-benjolan pada bintik-bintik tersebut yang berwarna merah muda, lama kelamaan berubah menjadi coklat. Setelah bejolan-benjolan tersebut menjalar, maka wajah bisa berubah bagaikan wajah singa. Dari benjolan-benjolan tersebut keluar nanah yang berbau busuk. Rata-rata orang yang menderita penyakit ini bertahan selama sembilan tahun lalu meninggal. Penderita menjadi menjijikkan baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Yang kedua adalah jenis kusta anestesis, gejala-gejala awalnya hambir sama dengan jenis yang pertama, namun pada jenis ini saraf juga ikut diserang, dan setiap saraf yang diserang akan mati rasa. Saat penyakit ini berkembang, luka-luka di saraf akan melepuh. Otot-otot melemah, urat-urat mengerut sehingga lengan menjadi seperti cakar dan secara bertahap jari kaki dan tangan menghilang. Ini bisa berlangsung selama 2- hingga 30 tahun, yang mengakibatkan tubuh mati secara bertahap dan mengerikan. Yang ketiga adalah gabungan antara nodular dan anestetis. Ini adalah jenis kusta yang paling umum di Palestina pada waktu itu.
Dalam Perjanjian lama, khususnya kitab imamat istilah yang dipergunakan untuk penyakit ini adalah tsaraath. Semua orang yang terinfeksi penyakit kusta dianggap najis dan harus dipinggirkan dari masyarakat umum dan tinggal di luar perkampungan. Setiap penderita harus berteriak dengan kata najis….najis sehingga setiap orang yang mendengar harus menjauh dari mereka dan selalu menjaga jarak dari orang lain. Dengan penggambaran orang kusta seperti yang diungkapkan di atas tentu saja amat mengerikan bagi kejiwaan dan phisik orang yang menderita, bukan!!!.
Ornga yang amat menderita baik secara psikis maupun phisik karena kusta datang kepada Yesus pada awal pelayananNya sambil berlutut, hal ini menggambarkan suatu penentangan terhadap komnikasi orang kusta dengan orang lain pada waktu itu, sebagaimana terlah dikatakan bahwa orang kusta seharusnya tidak boleh dekat kepada orang lain, dan hal itu dikuatkan dengan jawaban Yesus dengan mengulurkan tanganNya
Keberanian penderita kusta tersebut tentu saja karena adanya pengharapan dan pengenalan akan yesus bahwa Yesus akan memberikan jawab. Satu-satunya harapan mereka diletakkan pada Yesus. Hal ini berhubungan dengan deklarasi Yesus tentang Kerajaan sorga yang memberikan angin segar atau pengharapan baru bagi orang-orang yang sudah tidak punya harapan lagi karena orang kusta sudah dipastikan akan berakhir pada riwayat yang mengerikan baik jiwa maupun tubuh, dibuang dari masyarakat.
Jika seorang kusta disembuhkan, maka ia sendiri harus menjalani upacara pentahiran yang rumit sebagaimana dijelaskan dalam Imamat 14. Kita dapat membacanya dalam pasal tersebut bagaimana kerumitan yang dimaksudkan.
Dalam nats kita ini kita dapat melihat beberapa hal yang amat penting untuk direnungkan dari sikap Yesus. Yang pertama Yesus tidak mengucilkan orang yang sedang menderita mental dan raga sebagaimana yang dialami oleh penderita kusta dalam nats ini, namun Yesus dengan spontan menaruh belaskasihan. Orang kebanyakan (Mayoritas) pada waktu itu memperhadapkan dengan aturan-aturan yang ada, tapi Yesus menghadapkannya dengan belaskasihan. Dalam bahasa Yunani istilah belas kasihan disebut “splaknistei”, yang pada umumnya menunjuk kepada reaksi spontan Yesus yang perlu dijawab kebutuhannya.
Yang kedua, bahwa Yesus tidak memutuskan komunikasi dengan penderita kusta tersebut, tapi merangkulnya dengan mengulurkan tanganNya. Hal itu berarti bahwa Yesus menyambung komunikasi yang telah terputus. Yesus mulai menyembuhkannya dari penyakit kejiwaan karena tidak boleh berkomunikasi dengan orang lain secara wajar. Dengan cara Yesus mengulurkan tangan, maka penyembuhan kejiwaan yang telah rusak mulai dipulihkan. Dan kemudian Yesus menyembuhkan penyakit raganya yaitu kusta tersebut.
Yang ketiga, perbuatan belaskasihan dan kuasa untuk menyembuhkan yang dilakukan Yesus dalam nats ini, bukanlah sesuatu pameran kuasa (exhibition power), makanya Dia melarang untuk mempublikasikan kepada orang, tapi justru Dia suruh kepada para imam sebagai bukti bahwa penderita kusta tersebut telah sembuh untuk mendapatkan legalitas.
Tapi Markus menceritakan sikap lain dari orang yang telah sembuh tersebut. Mengapa demikian?
Dengan mengutik tafsiran dari Ched Myers, Markus memiliki tujuan khusus dengan mengemukakan sikap yang berbeda antara perintah Yesus dengan perlakuan dari orang yang telah disebuhkan, dimana Markus menunjukkan sikap konfrontasi menentang hegemoni pemimpin agama yang tidak berorientasi kepada penderitaan manusia, melainkan kepada aturan peraturan yang dapat menyingkirkan kemanusiaan seseorang. Markus juga tidak memperlihatkan apakah Yesus marah terhadap orang yang disebuhkan tersebut karena berbeda antara yang diperintahkanNya dengan apa yang dilakukan orang itu. Yang pasti bahwa orang disembuhkan tersebut menjadi turut menentang hegemoni pemimpin agama. Jika Yesus mengecam para pemimpin agama pada waktu itu, maka terbangunlah suatu sikap dari para korban aturan untuk berperan menunjukkan sikap konfrontasi.
Ketiga sikap yang ditunjukkan Yesus dalam nats ini secara umum digambarkan oleh Markus dalam banyak peristiwa dimana Yesus sebagai pemimpin, memiliki kuasa, belaskasihan, perintah dan tujuan, semuanya menyatu. Hal itu berarti bahwa kepemimpinan, kuasa dan belaskasihan tidak boleh terpisah yang satu dengan yang lain.
Ketika kepemimpinan tanpa kuasa dan belaskasihan terjadi, maka pemimpinnya lemah dan tidak punya pengaruh apa-apa. Ketika hanya kuasa tanpa kepemimpinan dan belaskasihan, maka akan cenderung kepada otoriter yang membabibuta, main hakim sendiri atau sewenang-wenang di mana hokum rimba akan lebih menonjol. Ketika belaskasihan tanpa kepemimpinan dan kuasa, maka akan cenderung pada istilah NATO=No action talk only, hanya ngomong doang.
Secara postif, kita melihat hubungan antara ayat 44 dan 45 adalah terbangunnya sikap penguatan dan solidaritas dari para korban hegemoni pemimpin agama yang telah meminggirkan mereka dari kemanusiaan yang seutuhnya. Sebagaimana dikatakan pada pendahuluan nats ini bahwa cerita-cerita Markus memberikan tujuan upaya Yesus membangun komunitas yang kuat dalam benang merah kerajaan Allah, maka nats penyembuhan seorang kusta adalah bagian cerita untuk memperkuat masyarakat yang telah terpinggirkan.

Renungan :
  1. Jika pelayanan gereja atau orang percaya mengacu kepada ajaran Yesus, maka patutlah kita renungkan kembali apakah gereja masih mengutamakan pelayanan kepada orang yang telah terpinggirkan dari masyarakat atau korban-korban aturan yang membuat seseorang terpisah dari masyarakat umum. Pelayanan dengan mengutamakan orang yang menderita seperti penderita kusta tersebut, bukanlah berarti mengabaikan orang terhormat dan kaya. Tetapi justru mengarahkan semua potensi yang ada agar turut serta mengutamakan pelayanan tersebut.
  2. Pelayanan dengan adanya belaskasihan terhadap para korban, dimulai dengan membangun komunikasi.itu berarti memulai dari pemahaman akan pentingnya komunikasi, menyambung sesuatu yang telah terputus. Korban bukan hanya mengalami penderitaan raga saja, tetapi juga jiwa. Oleh karena itu ketika kita melihat pola pelayanan Yesus, maka pelayanan lebih mengacu pada prinsip integral, dengan melihat manusia itu dari sisi jiwa dan raga.
  3. Sasaran pelayan Yesus terhadap penderita penyakit adalah untuk kesembuhan, bukan untuk exhibiton power (pamer kekuasaan). Hal ini sepadan dengan tema-tema gerakan oikumenis sekarang ini seperti “Untuk kesembuhan dunia”. Hal ini menjadi ajakan bagi gereja dan orang percaya agar program yang dilakukan terhadap issu-issu marginalisasi, kemiskinan, kerusakan alam benar-benar untuk kesembuhan, janganlah dijadikan issu-issu oikumenis tersebut sebagai program gereja untuk mendapatkan dana, yang pada akhirnya hanya menjual orang miskin dan menderita. Dan kemudian setelah mendapatkannya, gereja hanya memberikan porsi yang amat kecil terhadap para korban, yang bukan membangun solidaritas kuat, malah menjadi cemoohan dan dosa.
  4. Pelayanan yang dilakukan Yesus mengundang kita semua untuk berperan aktif menentang hegemoni para pemimpin yang memarginalkan seseorang atau sekelompok, yang merusak keutuhan manusia.
  5. Selamat berkotbah dan melayani, amin



Pdt.Josep P.Matondang,M.Th.
Praeses GKPA Distrik IV Jawa-Sumbagsel


Khotbah Minggu, 18 September 2011: Markus 3 : 31-35

widgeo.net
DIBENTUK MENJADI KELUARGA ALLAH.

Khotbah Minggu XIII Setelah Trinitatis
Bahan Khotbah                       : Markus 3 : 31-35.
Bahan Bacaan                         : Matius 25 : 40-46.

PENDAHULUAN :
Hal yang paling indah, menyenangkan dan luar biasa dalam hidup ini adalah adanya keluarga. Suami istri benar-benar saling mengasihi dan dimana ayah, ibu dan anak-anak saling mendukung, hidup bahagia dan harmonis. Jika kita baca Alkitab, kita lihat bahwa Allah tidak membiarkan Adam hidup sendirian dalam alam yang nan indah dan luas ini. Dia mencipta Hawa serta memberkatinya. Dalam Perjanjian Baru juga kita lihat bahwa keluarga menjadi pusat perhatian Tuhan Yesus secara serius dalam pelayananNya. Mujizat pertama yang dilakukan Yesus adalah dalam pesta kawin di Kana. Dan harus kita akui bahwa hingga sekarang keluarga merupakan tempat yang paling sentral dan cocok untuk membina dan mendewasakan karakter, sifat, pengetahuan dan sebagainya bagi anak-anak. Secara fisik, keluarga ada adalah karena adanya hubungan darah, suku, marga dan bangsa yang sama. Budaya, bahasa dan adat yang sama. Sayang karena dosa, hubungan kekerabatan dan kekeluargaan itu menjadi sangat terbatas dan sangat rapuh. Itu sebabnya, sering terjadi hubungan suami istri cekcok dan bercerai, hubungan se-marga hancur, Hubungan se-suku, se-gereja dan seterusnya berkeping-keping.   Se-darah, se-Marga, Se-keluarga, se-suku, se-kelompok dll hancur dan tidak saling menyatu lagi.
Dalam perikop kita Yesus memperkenalkan kepada kita suatu bentuk kekeluargaan dan persaudaraan yang baru. Kekeluargaan kita bukan berdasarkan hubungan darah atau suku, marga, bangsa dan adat budaya kita lagi. Tapi oleh  darah Yesus sendiri. Melalui percaya dan menerimaNya menjadi Tuhan dan Allah kita masing-masing, kita disebut anak-anak Allah. (Bd. Johanes 1 : 12).
Itulah sebabnya dalam Minggu XIII Setelah Trinitatis ini kita akan membahas thema khotbah kita : DIBENTUK MENJADI KELUARGA ALLAH.

1.      Saudara/i Yesus tidak dibatasi oleh darah dan kekerabatan.
Wajar, Maria ibu Yesus, Yakobus, Yoses, Yudas, Simon (adik-adikNya) dan saudara perempuanNya (Mark. 6:3) rindu dan datang melihat, mendengar kehebatan Yesus mengajar (Mark.1:22), membuat mujizat (bd. Markus fasal 2 dan 3). Mereka tentu mau diperlakukan lebih (sebagainana lazimnya dalam kekeluargaan dan kekerabatan, nepotisme pasti ada). Maria adalah ibu yang melahirkanNya, Yakobus adalah adikNya. Mereka meminta agar mereka ditemui oleh Yesus.  Tapi jawaban Yesus sangat tegas :” Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku." (ay.35).
Bukan berarti bahwa Yesus tidak menghargai Maria ibuNya, sebab dalam Johanes 19 : 26-27 Yesus menyerahkan tanggungjawab pemeliharaan ibuNya kepada Yohanes. Dan kita tahu persis bahwa Maria adalah orang yang melakukan kehendak Allah (bd. Lukas 1 : 38 :”  Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.") Jakobus juga akhirnya menjadi murid dan Hamba Tuhan yang sangat populer di Jerusalem. Tapi Yesus mau mengatakan bahwa hubungan darah dan kekerabatan sangatlah terbatas dan rapuh adanya.
Keinginan Ibu Tuhan Yesus untuk bertemu dengan anaknya adalah hal yang wajar. Tetapi di sisi lain, Tuhan Yesus mau menyatakan kebenaran sejati diberitakan. Otoritas utama bukanlah mengikuti kehendak jasmani, tetapi yang rohani. Betul, masalah ini tidak mudah bagi orang Timur, dimana otoritas ayah, ibu adalah mutlak. Tapi mari kita perhatikan, otoritas orang tua hanyalah otoritas turunan; otoritas orang tua ini harus berada satu garis dengan garis otoritas Allah dimana otoritas Allah sebagai otoritas mutlak. Karena itu seorang anak hanya boleh taat pada orang tua yang memerintahkan sesuatu yang tidak bertentangan dengan kebenaran Firman Allah atau kehendak Allah.

2.      Melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku."
Undangan Yesus menjadikan kita sebagai keluarga Allah adalah sangat luar biasa. TUHAN yang Maha Besar, pencipta langit dan bumi menjadi Bapa kita. Tuhan menginginkan Anda menjadi anggota keluargaNya. Keluarga Allah adalah Tuhan dengan umatNya dalam kasih yang akrab dan mendalam. Roma 8: 15 berbunyi, “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!’.
Betul semua manusia diciptakan Allah, tetapi tidak semua orang merupakan anak-anak Allah. Cara untuk menjadi saudara Yesus memang tidak sulit, bahkan sudah dipermudah. Siapa saja, dimana saja, kapan saja, laki perempuan, kaya miskin, orang desa, kota, berpendidikan, tidak tamat SD, boleh. Syaratnya adalah melakukan kehendak Allah. Ditempat lain Tuhan Yesus berkata bahwa untuk masuk menjadi anggota Keluarga Allah adalah dengan dilahirkan kembali ke dalam KeluagaNya (bd. Yohanes 3:5). Anda menjadi bagian dari keluarga manusia, melalui kelahiran Anda secara jasmaniah. Demikian pula, untuk menjadi bagian dari Keluarga Allah, Anda harus mengalami kelahiran secara rohaniah (kelahiran kembali). “karena kemurahan-Nya yang tidak terbatas telah memberi kita kesempatan untuk dilahirkan kembali, sehingga sekarang kita menjadi anggota keluarga Allah.” (1 Petrus 1:3)
Berbeda dengan keluarga jasmani yang sangat terbatas dan rapuh serta tidak abadi, keluarga rohani akan berlanjut hingga kekekalan. Kita menjadi keluarga besar dan kekal. Dan yang paling luar biasa, anggota keluarga kita tidak terbatas lagi sebatas darah, marga, suku, bangsa, kelompok, status, adat, budaya dll sebagainya, tapi siapa saja yamg MELAKUKAN KEHENDAK ALLAH. Setiap orang yang percaya dan memiliki iman kepada Yesus Kristus.

3.      Mari dengan sukacita melakukan Kehendak Allah
1) Kehendak Allah adalah cara lain untuk mengatakan "Taurat Allah". Misalnya, Daud menyejajarkan "Taurat -Mu" dengan "kehendak -Mu" dalam Mazm 40:9. Demikian pula, Rasul Paulus memandang pengenalan akan hukum Taurat sama dengan mengetahui kehendak Allah (Roma 2:17-18). Dengan kata lain, karena di dalam hukum-Nya Allah mengarahkan kita kepada jalan yang dikehendaki-Nya bagi kita, maka hukum Taurat dapat disebut "kehendak Allah".  Untuk itu marilah dengan sukacita menuruti Taurat Tuhan atau perintah Tuhan hari lepas sehari.
2)  Kehendak Allah  juga adalah agar agar semua orang diselamatkan (1Tim 2:4; 2 Pet 3:9) Untuk itu seharusnyalah kita senang menyampaikan khabar baik kepada setiap orang.
3)  Berkenaan dengan apa yang 'berkenan' (menyenangkan atau menyedihkan) kepada-Nya. Tuhan berkenan dengan mereka yang hidup taat dan setia kepadaNya, dan Ia tidak berkenan dengan mereka yang selalu memberontak melawannya. Bd 1Tim 2:3-4 ; 2 Pet 3:9 ; Yeh.18 : 23. Marilah dengan sukacita taat kepada FirmanNya.

4.      Penutup :
Setiap kita telah diundang Yesus menjadi keluarga Allah. Hidup harmonis, bahagia dan memperoleh perlindunganNya sejak di dunia hingga kekekalan. Allah menjadi Bapa kita,  mendengar doa-doa kita, menyediakan kebutuhan kita baik jasmani maupun rohani, mengampuni dosa-dosa kita, memelihara kita dan lain sebagainya. Syaratnya mudah, tidak dipersulit hanya : Malakukan kehendakNya, percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita.
Amin.



Pdt. Agus H.J Sibarani STh.
Praeses GKPA Distrik III Sumatera Timur

Khotbah Minggu, 11 September 2011: Yesaya 29:17-24

widgeo.net
Minggu,  11 September 2011
Minggu 12 Setelah Trinitatis

Khotbah: Yesaya 29:17-24                                Bacaan: Mazmur 117:1-19

KESELAMATAN UMAT ISRAEL

1.      Keselamatan, adalah istilah yang kelihatannya eksklusif agama. Betapa tidak, tatkala orang Kristen berbicara tentang keselamatan, maka pikirannya terarah kepada “penebusan dari dosa” yang  dilakukan oleh Yesus Kritus, di mana Firman Allah menegaskan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya  kita dapat diselamatkan” (Kis. 4:12). Kebenaran Alkitab menegaskan bahwa TUHAN Allah mengaruniakan keselamatan kepada “mereka yang dipilih-Nya dari semula, mereka yang ditentukan-Nya, mereka yang dipanggil-Nya, mereka yang dibenarkan-Nya, mereka yang dimuliakan-Nya (Rm. 8:29-30). Mereka yang diselamatkan inilah yang dikaruniai Allah hak istimewa untuk menjadi Umat Kesayangan-Nya serta memiliki hidup yang kekal pemberian-Nya (1Ptr. 2:9-10; Yoh. 3:27; Ef. 2:8-10).
2.      Pada sisi lain, “keselamatan”  dari TUHAN Allah ini sesungguhnya bersifat inklusif. Keselamatan Allah adalah untuk semua orang yang penjabarannya menyentuh dua sisi penting.  Pertama, keselamatan sebagai anugerah umum untuk semua. Keselamatan dari Allah yang diuntukkan bagi semua ciptaan-Nya adalah bersifat inklusif. Keselamatan inkusif ini dapat disebut anugerah umum atau common grace. Keselamatan yang inklusif ini meliputi tindakan TUHAN Allah yang mencipta, mengelola, memelihara dan mengendalikan jagad ciptaan-Nya. Keselamatan inklusif ini didasarkan atas hakikat (esse, asensi) yang berdaulat, sifat khas (attibutes) yang “maha …..” dan tindakan (actum) sempurna dari TUHAN Allah yang “Maha Agung dan Maha Sempurna.” Keselamatan inklusif ini menjelaskan bahwa TUHAN Allah Mahakasih, karena “Ia adalah kasih” (1Yoh. 4:8b), maka Ia mengaruniakan panas dan hujan kepada “orang yang benar” dan “orang berdosa/ orang jahat” (Mat. 5:45). Ia juga menentukan “musim” untuk dinikmati oleh semua anak manusia (Mzm.104:19-20). TUHAN Allah bahkan memberikan tempat khusus bagi “manusia sebagai makluk ciptaan-Nya yang mulia” dengan mengindahkannya serta memberikan otoritas serta peran khusus baginya (Mzm. 8:4-7). Melalui penghargaan dan otoritas dari TUHAN Allah ini, manusia dikaruniai hak untuk berkuasa atas semua ciptaan-Nya yang lain (Mzm. 8:8-9). Dalam kaitan ini, dapatlah dikatakan bahwa keselamatan yang inklusif ini menjelaskan tentang kepedulian TUHAN Allah kepada manusia dan semua makhluk, yang diwujudkannya dengan mencipta, mengelola, memelihara dan mengendalikan seluruh jagad ciptaan-Nya. Keselamatan inklusif ini memberikan tempat bagi semua manusia, untuk mengambil peran dalam karya ciptaan Allah. Kebenaran yang dapat ditegaskan di sini ialah bahwa TUHAN Allah oleh kedaulatan dan kasih-Nya yang kekal “menyelamatkan” semua makhluk ciptaan-Nya dengan menyediakan semua yang dibutuhkan bagi kelangsungan kehidupan manusia serta jagad secara teratur serta bersinambung.
3.      Kedua, keselamatan sebagai anugerah khusus. Kebenaran tentang keselamatan sebagai “anugerah khusus” atau special grace menjelaskan tentang rancangan kekal serta tindakan TUHAN Allah menyelamatkan manusia berdosa melalui Yesus Kristus (Ef. 1:4-14). Istilah anugerah yang diangkat dari Alkitab seperti yang dipercakapkan di atas, pada dasarnya menunjuk kepada kebenaran yaitu bahwa anugerah adalah atribut Allah, dan hanya ada pada-Nya satu anugerah yang sempurna sebagai bahagian dari hakikat, sifat khas dan tindakan-Nya yang maha sempurna. Dilihat dari hubungan Allah dengan segenap ciptaan-Nya secara khusus maka dapat dikatakan bahwa anugerah adalah “berkat-berkat yang dicurahkan Allah secara melimpah dan diberikan secara cuma-cuma kepada manusia berdosa tanpa memperhitungkan jasa apa pun atau kondisi mereka.” Di sini, anugerah tetap merupakan bahagian dari hakikat, sifat khas dan tindakan Allah yang sempurna, yang dinyatakan-Nya kepada segenap ciptaan-Nya. Dari sisi ini, anugerah dapat dikatakan sebagai “penyataan Allah yang maha sempurna dan maha kasih kepada segenap ciptaan-Nya, umat manusia secara umum dan umat Allah secara khusus.” Di sini dapat ditegaskan bahwa keselamatan pemberian anugerah Allah itu membawa manusia berdosa kepada pertobatan.  Keselamatan pemberian Allah ini begitu khas, yang memberikan pengalaman subjektif bagi orang percaya, yaitu ada kelahiran baru (Yoh. 3:3-8; 2Kor. 5:17), pembenaran (Kel. 23:7; Ul. 25:1; Mat. 12:37;), pengangkatan (Yoh. 1:12; Gal. 4:1-5; 3:29), pengudusan (Kel. 15:11; Yes. 5:24), persatuan dengan Kristus (Yoh. 16:14), ketekunan (Flp. 2:12-13), dan pemuliaan di dalam Kristus (1Tim. 3:6).
4.      Teks hari ini lebih menekankan keselamatan sebagai anugerah khusus bagi Israel. Mengapa? Pertama, karena umat Israel yang selalu memberontak dan berbuat jahat di mata Tuhan tetap mendapat keselamatan dari Allah. Ayat 17-21 menggambarkan suatu suasana ketidakmampuan dan ketidakadilan diubahkan menjadi sesuatu yang baik. Libanon (suatu tanah yang tidak digarap seperti padang belantara) akan berubah menjadi tanah yang baik, sedangkan tanah yang baik akan dianggap sebagai hutan bila dibandingkan dengan kesuburan yang baru.  Libanon merupakan gambaran orang yang penuh dengan kesombongannya. Orang sombong akan ditebang jatuh, tetapi setelah mereka direndahkan maka muncul pertobatan yang akan membuat tanah yang sudah dibersihkan menjadi kebun buah-buahan (karmel). Umat Israel diselematkan bukan karena mereka berbuat baik di mata Tuhan, tetapi mereka mendapatkan keselamatan itu karena anugerah Allah semata. Bukan hanya keselamatan yang diberikan Allah bagi umatIsrael, Allah juga menjanjikan kebangunan rohani di Israel, yang berpusat pada orang-orang yang sengsara dan orang-orang yang miskin di antara kawanan domba Tuhan. Orang-orang yang tuli dan buta rohani akan menjadi umat percaya yang menyanyikan nyanyian rohani dengan sukaria. Orang-orang tuli akan mendengar perkataan-perkataan sebuah kitab menandakan bahwa orang yang tidak mau mendengar pengajaran Kitab Suci akan membuka hatinya mendengar kebenaran firman Tuhan. Bahkan orang yang gagah sombong akan berakhir dan orang pencemooh akan habis, dan semua orang yang berniat jahat akan dilenyapkan. Hal menunjukkan bahwa keselamatan khusus akan semakin nyata dalam kehidupan umat Israel. Dalam rangka memperlihatkan keseriusan Allah dalam membebaskan umat Israel dari segala ketertindasan orang jahat, maka kaum materialistis yang bengis, tak bermoral dan mendominasi kehidupan perekonomian dan politik Israel mendapat hukuman yang adil dan disingkirkan dari persemakmuran Allah.
5.      Kedua, umat Israel menjadi suatu bangsa yang memuliakan Allah (ay. 22-24). Bagaimanakah umat Israel memuliakan Allah? Umat Israel yang telah mendapatkan keselamatan khusus itu akan menguduskan nama Allah; mereka akan menguduskan Yang Kudus pemberi keselamatan itu bagi mereka. Yakub secara pribadi tidak lagi malu karena perilaku keturunannya. Karena umat Israel akan menguduskan Allah dalam setiap kehidupan mereka. Kemudian dalam rangkan memuliakan Allah, maka umat Israel akan hormat dan takut akan Allah. Umat Israel yang telah bertobat dan membuka hati bagi kebenaran Allah maka mereka semakin menaruh hormat bagi Allah Penyelamat dan Pembebas bangsa Israel.
6.      Apakah yang menjadi renungan kita dari teks ini? Pertama, Allah akan selalu memberikan keselamatan di tengah situasi perekonomian, situasi politik yang tidak baik kepada setiap orang yang mengandalkan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, keselamatan khusus itu akan mengubahkan seluruh kehidupan orang pecaya. Dari kehidupan yang tertindas menjadi kehidupan yang bersukaria. Dan ketiga, muliakanlah Allah dalam segala kehidupanmu. Sebagai orang yang telah mendapatkan keselamatan dari Allah sudah sepantasnya kita memberikan rasa hormat, dan takut kepada Tuhan. Menjadikan Tuhan sebagai sandaran kehidupan ini.




Padangsidimpuan, Akhir Agustus 2010





                                                                                   
Pdt.Tuty Zastini Hutabarat,S.Th.
Ketua P3P GKPA/Anggota MP GKPA
HP 0813 18 200055
                                                                                                                        fidei-gladys