Jumat, 19 November 2010

AYAT HARIAN: Jumat, 19 Nopember 2010 : Poda 18 : 9

widgeo.net


Sarupa do jahat ni halak na losok karejo, dohot halak na sai mambaen sego.
Poda 18 : 9

Orang yang bermalas-malas dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak.
Amsal 18 : 9

Ende No.167 : 1
Bianoma di ujung ni dalanta, dung sidung porang dohot dosa i
Anso rap muli hita tu hutanta, i ma Jerusalem na sangap i
Muda ias hodok dohot abuan sian bohinta dohot patta i.
Jana taida ma tu hangoluan na pasonangkon do rohanta i

Kamis, 18 November 2010

Renungan: ”MEMBERITAKAN FIRMAN” (Kis. 17:10-15)

widgeo.net


”MEMBERITAKAN FIRMAN” (Kis. 17:10-15)


Teks ini berbicara secara tematis, maka kita akan coba melihat tema ini secara keseluruhan. Apa yang harus kita pelajari dalam teks ini untuk kita sampaikan kepada anak-anak? Pertama, kita harus memberitakan Injil.  Untuk menjadi pemberita Injil, kita harus mengalaminya terlebih dahulu. Dalam mencari jiwa-jiwa, kita akan menemukan bermacam-macam penyakit rohani. Di kemudian hari, setiap jiwa yang kita telah perkenalkan kepada Yesus Kristus akan menghadapi bermacam-macam pencobaan dan rintangan yang lain lagi.  Beberapa pemberian rahmat Yesus yang perlu dialami adalah:
a. Hidup baru: Kalau saudara sendiri belum diselamatkan menjadi Anak Allah, saudara perlu dilayani, bukan melayani. Kalau kelahiran baru belum saudara alami, betapa baiknya untuk menerima Yesus sekarang karena tak mungkin saudara selamat tanpa pembaharuan itu (Yohanes 3:3,5; 1:12).
b. Kepastian selamat: Apakah saudara telah mendapatkan kepastian bahwa dosa-dosa saudara telah diampuni dan bahwa saudara telah memiliki tempat di sorga? Kepastian yang mutlak hanya diperoleh melalui Firman Allah. Kalau Tuhan mengatakan bahwa saudara telah selamat tentu saudara telah selamat (1Yohanes 5:13; Yohanes 5:24; Yohanes 1:12; 1Petrus 2:24). Si iblis akan menertawakan segala dasar kepastian yang lain karena dasar-dasar yang lain itu hanyalah khayalan belaka.
c. Kemenangan terhadap godaan: Saudara telah disuruh supaya hidup dengan suci serta sempurna (Matius 5:8; 5:48; Roma 6:6). Iblis akan mengusahakan kelakuan yang bukan-bukan dengan maksud menodai dan meniadakan kesaksian saudara. Tetapi Iblis itu ompong, ia hanya dapat mengaum saja. Ia tidak berdaya lagi, karena giginya telah tercabut pada salib (1Yohanes 3:8b; Roma 6:14). Melalui iman terimalah segala rahmat kemenangan yang telah disediakan Yesus (1Korintus 15:57; 10:13; Filipi 4:13).
d. Persekutuan dan persaudaraan dalam kasih: Yesus tidak bermaksud supaya saudara hidup dan bertahan seorang diri. Ia telah merencanakan suatu lingkungan khusus demi pertumbuhan iman saudara. Persekutuan itu menggantikan segala kerugian di dunia luar (Markus 10:29,30). Persekutuan dengan Yesus sendiri melalui doa dan Alkitab, dan persekutuan kasih dengan saudara-saudara seiman menjadi sumber penyegaran dan penghiburan bagi saudara dalam dunia yang kering ini.
Kedua, kita harus siap menolong orang lain agar mereka beroleh keselamatan dari Kristus. Bila dalam lingkungan masyarakat terkecil (keluarga) saja tidak ada lagi sikap saling menolong, bagaimana mungkin kita mengharapkan perilaku altruist ini muncul di luar lingkungan keluarga, yakni di masyarakat kita sendiri?
Altruism adalah bentuk memberi pertolongan atau bantuan secara iklhas, tanpa pamrih.  Tidak ada kepentingan pribadi, apalagi motif menguntungkan baginya. Orang seperti ini mengabaikan diri sendiri demi kepentingan kesejahteraan, kesenangan atau keselamatan orang yang ditolong. Jangankan perilaku altruist, banyak contoh sikap maupun perilaku di berbagai berita baik koran maupun tv, sebagai gambaran perilaku pro-social pun semakin sulit didapat.  Pro-social merupakan gambaran perilaku mudah menolong orang lain yang dilandasi faktor-faktor yang lebih luas dibanding altrust. Adalah Sears & Paplau yang mengemukakan bahwa sikap pro-social dalam diri seseorang banyak dipengaruhi  kedekatan hubungan seseorang.  Perilaku muncul karena adanya kecocokan, tuntutan sosial atau kepentingan pribadi.  Lihatlah sebagian besar kehidupan masyarakat metropolitan, orang lain sudah tidak lagi dipandang sebagai mahkluk yang perlu mendapat bantuan atau pertolongan.  Keluarga masing-masing sibuk dengan kepentingannya, saling tidak mau mengganggu atau diganggu.  Pengajaran maupun praktik perilaku pro-social,  apalagi  menolong tanpa pamrih menjadi sangat minimal dan bahkan kurang nampak.
Mengapa Menolong ? Harus diakui hidup di kota metropolitan sangat berbeda dengan mereka yang hidup di kota kecil. Sebagian besar aktivitas dilandasi oleh motif dan tujuan yang jelas.  Karenanya perilaku menolong orang lain tanpa motif bisa jadi sudah sulit ditemui di kota besar.  Bisa jadi ini akibat tekanan kehidupan metropolitan entah dari segi ekonomi maupun sosial. Orang hidup dalam kejaran waktu, kurang peduli dengan situasi lingkungan, rasa takut dan curiga berlebihan pada orang lain bertumbuh.
Pandangan teoritis mengapa seseorang memutuskan untuk memberikan bantuan kepada orang lain menjadi kabur karena beberapa  faktor, diantaranya adalah sebagai berikut.  Pertama, orang menjadi kurang peka terhadap urusan atau masalah orang lain. Situasi atau orang  yang memerlukan bantuan dipersepsikan sebagai situasi atau hal yang umum dan biasa terjadi. Untuk memberi bantuan orang juga cenderung menilai terlebih dahulu apakah situasi tersebut memerlukan bantuan atau tidak. Kedua, ketika  “hati nurani”  sudah tidak merespon dan terusik oleh sebuah masalah, tingkat tanggung jawab menjadi berkurang, bahkan tidak ada atau merasa bukan menjadi tanggung jawabnya sehingga menajdi cuek  atau egp – emang gue pikirin.  Ketiga, bagi sebagian orang yang nuraninya tergerak, keputusan menolong baru akan dilakukan dengan terlebih dahulu memperhitungkan untung rugi. Intinya, dengan memberikan pertolongan apakah membahayakan dirinya, menyita waktunya atau bahkan dengan menolong kemudian akan menjadikan  masalah  baginya. Sebagai contoh sering kita dengar kasus  penodongan, pencopetan atau bentuk kekerasan lain terhadap orang lain dan kita tidak bisa berbuat apapun untuk menolongnya.  
Ternyata memberi bantuan atau menolong orang lain pun perlu dukungan keamanan, dalam hal ini lingkungan dan sosial yang kondusif untuk dapat mengembangkan perilaku pro-social. Meski begitu,  kita berharap perilaku pro-social tetap perlu ditingkatkan. Pendidikan baik di rumah maupun di sekolah mengenai hal ini tetap harus dilakukan. Memang tidak mudah untuk mewujudkan perilaku pro-social, khususnya pada mereka yang hidup di kota metropolitan ini. Karenanya, contoh dan teladan bagi anak-anak dari orangtua mutlak dilakukan. Semua perlu dilakukan secara dini guna menumbuhkan kepekaan dan mengasah  empathy  kita sebagai landasan  perilaku pro-social di masyarakat.  Barangkali terlalu naïf  hari gini bicara”hati-nurani” dan  “pro-social”, tetapi siapa lagi kalau bukan kita yang harus mau mempraktikannya.



Ramli SN Harahap           

Renungan: ”BAHASAKU” (2Raja-raja 18:26)

widgeo.net




”BAHASAKU” (2Raja-raja 18:26)


Pasal 18 ini menceritakan kerajaan Yehuda hingga kehancuran akhir bangsa Israel (18:1-25:30). Pada masa pemerintahan Hizkia (181-20:21), aneka pembaruan diadakannya (18:1-12). Hizkia merupakan raja yang benar yang mengandalkan Tuhan pada saat bangsa Israel runtuh dan saat bangsa Israel berada pada situasi yang paling gelap. Hizkia merupakan anugerah Allah kepada bangsa Israel untuk menuntun mereka kembali kepada tujuan hidup dan melakukan kehendak Allah. Hizkia menjadi raja selama 29 tahun. Selama memerintah, Hizkia menghancurkan ular tembaga yang dibuat Musa karena bangsa Israel menjadikan ular tembaga itu menjadi sesembahan mereka. Namun dalam masa pemerintahannya, ia menghadapi musuhnya dari Asyur. Dalam pertempuran ini, Hizkia mengalami banyak musuh dan bahkan menghina dia dan menghina bangsanya. Dalam ayat renungan ini kita melihat bahwa Hizkia meminta juru minum agung berbicara dalam bahasa Aram. Mengapa? Supaya hinaan juru minum itu tidak dapat dimengerti oleh suku bangsanya. Hizkia sendiri bisa mengerti dalam bahasa Aram. Namun juru minum itu tetap bersikeras memakai bahasa Yehuda menghina Hizkia dengan kata-kata kotor (ay.27).
Apa yang menjadi pelajaran bagi kita dari cerita ini untuk diajarkan kepada anak-anak? Pertama, kita harus mengajarkan kepada mereka kesopan-santunan dalam berbicara dan berbahasa, agar orang yang mendengarkan pembicaraan dan bahasa kita tidak merasa tersinggung. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan ini biasa disebut “tatakrama”. Berdasarkan pengertian tersebut, kesantunan dapat dilihat dari dari berbagai segi dalam pergaulan sehari-hari. Pertama, kesantunan memperlihatkan sikap yang mengandung nilai sopan santun atau etiket dalam pergaulan sehari-hari. Ketika orang dikatakan santun, maka dalam diri seseorang itu tergambar nilai sopan santun atau nilai etiket yang berlaku secara baik di masyarakat tempat seseorang itu megambil bagian sebagai anggotanya. Ketika dia dikatakan santun, masyarakat memberikan nilai kepadanya, baik penilaian itu dilakukan secara seketika (mendadak) maupun secara konvensional (panjang, memakan waktu lama). Sudah barang tentu, penilaian dalam proses yang panjang ini lebih mengekalkan nilai yang diberikan kepadanya. Kedua, kesantunan sangat kontekstual, yakni berlaku dalam masyarakat, tempat, atau situasi tertentu, tetapi belum tentu berlaku bagi masyarakat, tempat, atau situasi lain. Ketika seseorang bertemu dengan teman karib, boleh saja dia menggunakan kata yang agak kasar dengan suara keras, tetapi hal itu tidak santun apabila ditujukan kepada tamu atau seseorang yang baru dikenal. Mengecap atau mengunyah makanan dengan mulut berbunyi kurang sopan kalau sedang makan dengan orang banyak di sebuah perjamuan, tetapi hal itu tidak begitu dikatakan kurang sopan apabila dilakukan di rumah. Ketiga, kesantunan selalu bipolar, yaitu memiliki hubungan dua kutub, seperti antara anak dan orangtua, antara orang yang masih muda dan orang yang lebih tua, antara tuan rumah dan tamu, antara pria dan wanita, antara murid dan guru, dan sebagainya. Keempat, kesantunan tercermin dalam cara berpakaian (berbusana), cara berbuat (bertindak), dan cara bertutur (berbahasa).
Kedua, kita harus akui dan sadari bahwa bahasa memiliki banyak fungsi dan peranannya. Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya. Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya. Adapun fungsi bahasa dalam Masyarakat adalah: (1). Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia. (2). Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia. (3). Alat untuk mengidentifikasi diri.
Ketiga, kita harus mengakui ada banyak keunikan dalam berbahasa. Karena keunikan itu maka kita harus saling menghargai dalam berkominikasi satu dengan lainnya. Keunikan bahasa Indonesia terletak pada kosakatanya yang kaya, bahkan ahli bahasa telah susah payah mengindonesiakan bahasa asing untuk bisa digunakan sebagai bahasa Indonesia supaya khasanah bahasa kita semakin kaya raya dengan legowo menyerap bahasa asing menjadi keluarga bahasa kita. Namun, apa daya orang tua kita lebih senang jika anaknya berbahasa asing dalam keseharian. Mereka rela merogoh kocek besar supaya anaknya masuk ke lembaga bahasa asing yang memungkinkan anaknya mampu berbahasa asing dalam waktu singkat walaupun kemudian mereka rela anaknya tak lagi menggunakan bahasa Indonesia sekaligus secara perlahan mengajarkan mereka melupakan makna bahasa bagi dirinya dan bangsa.

Renungan: ”KETAATAN MENDATANGKAN BERKAT DARI TUHAN”

widgeo.net


”KETAATAN MENDATANGKAN BERKAT DARI TUHAN”
(Bacaan Alkitab: 1Raja 9:1 – 10:29;  2Taw.7:11 – 9:28)


Orang bijak berkata, "Kita akan menuai apa yang kita tabur“. Jika kita menanam satu biji jagung, maka kita menuai setongkol jagung. Satu tongkol berisi ratusan biji jagung. Jelas, bahwa yang dituai selalu lebih banyak daripada yang ditanam.
Ketaatan, yaitu melakukan perintah atau ketetapan Firman Tuhan, juga bisa digambarkan seperti menanam. Tuhan memberkati orang yang taat kepadaNya. Ketika raja Salomo melakukan segala sesuatu sesuai dengan Firman Tuhan, kerajaannya menjadi jaya dan bangsa Israel menikmati berbagai berkat Tuhan.

Janji Tuhan Kepada Salomo (1Raja-Raja 9:1-9)
Sekali Tuhan berjanji, maka tidak akan pernah diingkariNya, Ia pasti menepati janjiNya. Dalam ayat 4-7, terdapat kata: “Jika… maka…”, berarti janji Tuhan itu bersyarat. Syaratnya adalah, kesetiaan serta ketaatan umat dalam melakukan firmanNya. Apabila umat Tuhan taat, maka Dia pasti memberkati sesuai dengan janjiNya. Jika umat Tuhan memberontak dan melanggar firmanNya, maka Tuhan pasti menghukum. Tuhan memberkati orang yang taat, sebab itu kita harus berkeputusan untuk selalu menaati Dia.
Janji Tuhan kepada Salomo adalah perjanjian bersyarat. Untuk dapat mengetahui isi perjanjian itu serta persyaratannya, bacalah 1Raja-Raja 9:4-8! Jika Salomo setia kepada Tuhan, maka Tuhan akan meneguhkan kerajaannya; dan apabila Salomo tidak setia, maka Tuhan akan mendatangkan malapetaka terhadap kerajaannya. Jika Salomo dan bangsa Israel memberontak kepada Tuhan, maka Bait Allah tempat nama Tuhan diam pun akan ditinggalkan Tuhan, dihancurkan, bahkan bangsa Israel akan dibuang.
Tuhan sangat marah terhadap umatNya yang menyembah berhala. Tetapi Tuhan berkenan kepada setiap orang yang taat melakukan firmanNya dan setia beribadah hanya kepada Dia. Beribadah kepada Tuhan berarti melayani Tuhan dengan benar dan dengan hati yang murni, teguh, jujur dan tulus.
Dalam Alkitab terdapat banyak janji Tuhan kepada umatNya. Agar kita dapat menaati Tuhan setiap hari dalam perkataan dan perbuatan, maka kita harus membaca dan mendengar firmanNya setiap hari. Janji-janji Tuhan akan menjadi berkat bagi setiap orang yang menaatiNya.

Keberhasilan Usaha Salomo (1Raja-Raja 9:10-28)
Setiap usaha yang dilakukan dengan gigih, penuh perjuangan, dan pantang menyerah, cepat atau lambat akan mendatangkan hasil. Kegagalan hanya untuk orang yang gampang menyerah. Dalam ayat 10 tercatat secara ringkas kerja keras Salomo dalam membangun Bait Allah dan istana kerajaannya. Ia menghabiskan waktu selama 20 tahun.
Sebahagian orang menghendaki keberhasilan secara instant (baca:gampang dan cepat), tanpa doa dan tanpa kerja keras. Keberhasilan yang diraih dengan cara yang instant, biasanya tidak tahan uji dan kadangkala dicapai dengan menghalalkan segala cara. Misalnya, ada orang yang ingin cepat kaya, lalu meminta bantuan kepada dukun. Akan tetapi orang yang hidup taat kepada Tuhan, meraih keberhasilan sebagai berkat Tuhan melalui perjuangan yang keras, yaitu berdoa dan bekerja (Ora et Labora).
Setiap usaha yang dilakukan Salomo diberkati Tuhan, karena ia mencari Tuhan terlebih dahulu dengan membangun Bait Suci bagi Allah; kerajaannya menjadi jaya sehingga orang Israel hidup aman dan sejahtera. Salomo menghargai bantuan Hiram (ay.11), ia memperkuat hubungan internasional. Salomo berhasil menjalankan pemerintahannya dengan baik.
Keberhasilannya adalah berkat dari Tuhan, dan kerja keras adalah cara untuk memperolehnya. Oleh karena itu, Tuhan tidak boleh dilupakan. Salomo mengingat dan memuliakan Tuhan dengan membawa persembahan kepada Tuhan (ay.25).

Harta Kekayaaan Salomo (10:14-29)
Berkat Tuhan bisa bersifat rohani, bisa pula bersifat materi. Harta kekayaan Salomo yang dicatat dalam 1Raja-Raja 10:14-29 adalah berkat-berkat yang bersifat materi. Artinya, Salomo diberkati Allah dengan berkat materi, sehingga ia menjadi sangat kaya. Kekayaan Salomo merupakan bukti bahwa Tuhan selalu menepati janjiNya (1Raja 3:11-13).
Kekayaan Salomo tidak terhitung banyaknya. Dalam ayat 14 disebutkan, "Adapun emas, yang dibawa kepada Salomo dalam satu tahun ialah seberat enam ratus enam puluh enam talenta“. Satu talenta sama dengan 34 kilogram. Berarti penghasilan dari emas setahun adalah 666 x 34 = 22.644 kilogram. Jika harga emas satu gram Rp. 100.000,- maka harga emasnya setiap tahun adalah 22.644 x 100.000 = 2.264.400.000.000,-
Untuk mengetahui semua kekayaan Salomo bacalah 1Raja-Raja 10:14-29! Salomo memperoleh kekayaan itu bukan dengan korupsi atau mencuri. Ia adalah raja yang bijaksana, penuh dengan hikmat Tuhan, sehingga ia dapat menjalankan roda kerajaan dengan baik. Sebagai hasilnya adalah kekayaan dan kemakmuran kerajaan Israel. Dengan kata lain, Salomo menjadi kaya raya karena hikmat dari Tuhan.

Kesimpulan
Tuhan berjanji akan memberkati orang yang taat kepadaNya. Selama menaati Tuhan, Salomo mengalami berbagai keberhasilan. Keberhasilan yang berkenan kepada Tuhan adalah keberhasilan karena usaha dan kerja keras yang dilakukan dalam ketaatan kepada FirmanNya. Tuhan memberkati orang yang hidup sesuai dengan firmanNya.

Penerapan
Pada sehelai kertas, tulislah:
1.     Hasil-hasil yang pernah kau terima karena ketaatanmu
2.     Hukuman-hukuman yang pernah kau terima karena ketidaktaatanmu, baik dalam hal berdoa, belajar, maupun berkaitan dengan ketaatanmu terhadap perintah orang tua, peraturan di sekolah Minggu, di sekolah, maupun dalam bermain, dan lain-lain.

Ramli SN Harahap                                                                                                                                                              

AYAT HARIAN: Kamis, 18 Nopember 2010, Parjamita 10 : 18

widgeo.net



Muli tiris do tarup ni bagas muda dipadiar, jana ujungna marumpak do bagas i hara ni halosohon.
Parjamita 10 : 18


Oleh karena kemalasan runtuhlah atap, dan oleh karena kelambanan tangan bocorlah rumah.
Pengkhotbah 10 : 18

Ende No. 165 : 1
Jesus Tuhanta i, i ma donganta i di tano on
Umpe puraga au, naso mardongan au, namanjagahon au di toru on

Selasa, 16 November 2010

KUNJUNGAN PNGKPA P.BARU KE KANTOR PUSAT GKPA

widgeo.net
KUNJUNGAN PNGKPA P.BARU KE KANTOR PUSAT GKPA
Ka. Biro I GKPA

Pada Selasa, 16 Nopember 2010, Persekutuan Naposobulung Gereja Kristen Protestan Angkola (PN-GKPA) Pekan Baru Resort Pekan Baru mengunjungi Kantor Pusat-Pusat Pembinaan GKPA. Rombongan ini dipimpin St.R.Simanjuntak, St.M.Simanjuntak, Batara Harahap dan St.Rio Batubara. Rombongan ini sebanyak 30 orang yang diketuai Elyas Matondang. Menurut St.R.Simanjuntak, kunjungan ini bertujuan agar pemuda/i GKPA P.Baru mampu mencintai GKPA dengan melihat langsung pergumulan dan pekerjaan yang dilaksanakan di Kantor Pusat GKPA ini.

Pertemuan dengan PNGKPA P.Baru ini dilaksanakan di Aula Kantor Pusat GKPA Lt.III dengan acara perkenalan antara pegawai Kantor Pusat GKPA dengan seluruh rombongan PNGKPA P.Baru.

Seusai perkenalan, rombongan dibawa langsung melihat ruangan-ruangan yang ada di Kantor Pusat GKPA agar mereka dapat melihat langsung pekerjaan yang dilaksanakan di Kantor Pusat GKPA ini.

Kungjungan ini akan dilanjutkan ke GKPA Parausorat untuk melihat langsung secara dekat gereja pertama di tanah Batak Angkola ini. Tempat orang Batak pertama dibaptiskan yakni, Simon Petrus Siregar dan Jakobus Tampubolon pada 15 Maret 1861.

Kunjungan ini akan diakhiri di Panti Asuhan Debora (PAD) GKPA Silangge, Sipirok untuk melihat diakonia GKPA secara langsung kepada anak-anak asuhan GKPA di Silangge ini. Di tempat ini akan dilaksanakan pembinaan pemuda dengan tema: "AKU CINTA GKPA" dengan pembicara: Pdt.Ramli SN Harahap,M.Th dan Pdt.Josep Parlaungan Matondang,M.Th.

Seusai pembinaan mereka juga akan silaturahmi dengan Pengurus Pusat Persekutuan Naposobulung GKPA (P3N-GKPA) untuk mensosialisasikan program-program pemuda GKPA ke masa depan.
Semoga kunjungan ini menanamkan kecintaan pemuda GKPA P.Baru ini ke pada GKPA dan pelayanan GKPA ke masa yang akan datang.

Renungan: VITALITAS Kej. 2:4-7

widgeo.net
VITALITAS
Kej. 2:4-7



Apa yg hendak dikatakan oleh ayat2 itu? (a) bhw bumi diciptakan oleh Tuhan u/ ‘diusahakan’, ‘diolah’, ‘dikerjakan’; (b) bhw manusia diciptakan oleh Tuhan (al.) u/ ‘mengusahakan’, ‘mengelola’ dan ‘ mengerjakan’ bumi; dan (c) u/ maksud itulah, “TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya”
Dlm bhs Ibr, kelihatan hub yg sangat erat antara adama (=tanah) dengan adam (=manusia). ‘Adam’ atau manusia adalah ‘makhluk adama’. Dibuat dari adama, untuk mengusahakan adama. Ada yg menarik lagi: ‘mengusahakan tanah’ atau secara umum melakukan pekerjaan fisik (kerja kasar). Dlm bhs Ibrnya adalah abudah. Dan abudah amat mirip atau amat erat hubnya dg ibadah!. Abudah adalah ibadah. Bekerja adalah ibadah! Luar biasa, bukan?
Ini hanya hendak mengatakan bhw kerja atau bekerja itu, sec teologis dan sec alkitabiah, adalah sesuatu yg mulia. Paling sedikit, bukan sesuatu yg rendah atau hina. Dlm hub ini, yaitu bhw bekerja itu mulia.
Yg menarik ketika Tuhan membentuk manusia dengan maksud al u/ mengusahakan ‘tanah’ atau ‘bumi’, apa yg Allah lakukan? Ay 7, “Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya…” Artinya, manusia baru dapat memenuhi fungsinya dan melaksanakan tugasnya untuk bekerja mengolah bumi, kalau di dalam dirinya ada kedua2nya yakni ‘debu tanah’ dan ‘nafas hidup’. Pada satu pihak, sbg ‘debu tanah’ ia sama dg ciptaan Tuhan yg lain. Tetapi sbg ‘nafas hidup’, ia mengandung sesuatu yg ‘ilahi’ di dalam dirinya.
Karena itu, jangan terlalu sering kita katakan, “Yah, saya ini ‘kan manusia biasa!” – lalu menyerah begitu saja kpd godaan Iblis. Justru karena kita manusia, kita tidak ‘biasa’ melainkan ‘luar biasa’. Dlm 2Kor.4:7 dikatakan bhw kita ini hanya ‘bejana tanah liat’, bejana lempung, yg ringkih, rentan, mudah pecah! Akan tetapi, di dlm bejana itu kita menyimpan harta yg luar biasa, yaitu kekuatan yg melimpah-limpah yg berasal dari Allah. Jangan kita lupa itu! Kalau orang Jakarta bilang, “Jangan malu-maluin Tuhan, dengan gampang kalah, gampang menyerah, sering kali kalah sebelum berjuang!”
Sebelum manusia bisa bekerja, Tuhan harus terlebih dahulu menghembuskan nafas hidup atau Roh kehidupan. Kalau Cuma adama saja atau debu tanah saja, ya dia tdk ada bedanya dengan yg harus dikelola. Tidak mungkin. Kita mampu mengelola tanah karena kita memiliki perbedaan dengan tanah. Tetapi kalau cuma ‘nafas hidup’ saja atau ‘roh’ saja, jadi seperti hantu, mustahil pula mencangkul atau membajak tanah. Iya, bukan?
Jadi dan inilah firman Tuhan yang ingin kita renungkan: ada hub timbal balik antara spiritualitas (iman) dan vitalitas (hidup). Tanpa spiritualitas, kita tdk akan punya vitalitas. Hidup kita akan seperti air – tawar, hambar, tanpa rasa dan tanpa warna. Tetapi juga sebaliknya: spiritualitas yg benar itu hrs menghasilkan vitalitas, gairah hidup, semangat kerja. Karena memang tujuan dan maksud itulah, Tuhan menghembuskan roh kehidupan. Supaya Adam mengusahakan adama.
Salah benar kalau ada orang yg karena spiritualitasnya yg menggebu-gebu, malah mengundurkan diri dari dunia ini, pikirannya cuma ke surga! Salah! Tuhan tidak memberikan Roh-Nya untuk hal seperti itu.
Perhatikan urutannya baik-baik! Kita dapat membayangkan, betapa setelah Yesus naik ke surga, dengan sebelumnya memberikan amanatNya (Amanat Agung – Mt.28:18-20) – murid-murid aja tdk ingin cepat-cepat bekerja, ingin bertindak – action! Tetapi malaikat Tuhan berpesan: Jangan terlalu cepat! Pulang dulu ke Yerusalem! Tunggu beberapa hari. Kalian mesti belajar bagaimana bersekutu, bagaimana bergantung kepada Tuhan melalui doa, dan belajar diam! Sabar, jangan grusah-grusuh, pokoknya sibuk!
Jadi inti firman Tuhan untuk kita adalah seimbang! Hiduplah yg seimbang dan ini sangat relevan. Di gereja, mencari org yg mau berperan aktif banyak. Mencari org yg ‘rohani’ banyak mudah. Tetapi yg seimbang? Tdk banyak! Yg banyak justru seimbang dalam arti spiritualitas no, vitalitas no. Aktif tdk, rohani juga tidak. Padahal yg dikehendaki Tuhan adalah keseimbangan yg positif: tinggi spriritualitasnya, tinggi pula vitalitasnya.
Dalam Islam ada ungkapan yg indah begini, Bertakwalah seolah-olah besok akan kiamat: tetapi bekerjalah seolah-olah dunia tdk pernah akan kiamat.” Dalam 1Kor.15:19, Rasul Paulus berbicara mengenai orang yg paling malang di dunia ini. (Artinya paling sial, paling celaka, paling bodoh). Siapa itu? “Orang yg hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus.”
“Menaruh pengharapan kpd Kristus” tentu baik dan jauh lebih lumayan daripada tdk percaya sama sekali kepadaNya. Namun demikian, kata Paulus, kalau pengharapan kita kpd Kristus itu hanya dipusatkan u/ kepentingan kita dalam hiduo yg fana ini (percaya kpd Kristus spy tubuh kita sehat dan jauh dari sakit, atau spy tubuh kita jauh dari halangan, atau spy usaha dagang kita untung dan berkembang, tdk mengalami kerugian) – kalau pengharapan kita hanya u/ itu saja, Paulus tdk mengatakan kita salah, atau dosa. Tetapi kita adalah orang yg paling malang, dalam arti juga paling bodoh di dunia ini. Mengapa bodoh? Karena mubazir! Sama seperti misalnya orang membeli rumah mewah sekali, harganya sekian milyar rupiah, tetapi cuma dipakai u/ gudang dedak, atau kandang kambing. Salah? Ya, tdk! Tetapi bodoh! Mengapa? Baca Ayb.14:7-12. Artinya jangan hanya mencari sukses di dunia tetapi carilah sukses ke surga. Seimbang mengumpulkan harta di dunia, dan mengumpulkan harta di surga.
Dalam tanggung jawab kita kepada orang lain, harus ada keseimbangan antara keluarga, kerja dan gereja. Jangan timpang! Terlalu aktif di gereja, lalu lupa keluarga, lupa kerja! Terlalu getol kerja, lupa keluarga, apalagi gereja! Atau begitu mencintai keluarga mengabaikan keja dan gereja.
Kalau kita buat penelitian, maka kerja dan keluarga itu – dapat kita duga – pasti menempati ranking paling atas dalam skala prioritas kita. Dan gereja ranking paling bawah (kecuali yg ekstrim).
Yg disebut seimbang dan yg dikehendaki Tuhan: bukan masing2 dapat 30%. Kalau 1 hari 24 jam: 8 jam u/ kel, 8 jam u/ kerja, 8 jam u/ grj. Bukan sepertiga atau 30% u/ masing2. U/ masing2 Tuhan menuntut 100% tanggung jawab. Tanggung jawab di tempat kerja, bukan 33% tetapi 100%. Di keluarga begitu dan di gereja pun begitu.
100% t.jawab! Ini tidak sama dengan 100% waktu! Tdk bisa juga masing2 dapat sepertiga waktu supaya seimbang. Bukan. Apalagi jk kita lihat situasi di Jkt, orang rata2 bekerja berangkat 06.30 pagi dan sampai di rumah kembali pkl 19.00. Jadi 12 jam u/ kerja, sisa 12 jam: 7 jam istirahat dan 5 jam u/ kel & grj.
Tdk apa yg menentukan bukan kuantitas tetapi kualitas. Walaupun kurang 5 jam dpt kita alokasikan u/ kel, yg penting t jawab, perhatian, dan komitment 100%. Ingat: Tuhan tidak menuntut lebih dari yang kita punya dan yang kita ada (2Kor.8:12).




RAMLI SN HARAHAP