Jumat, 20 Agustus 2010

Selamat Ulangtahun Mama Op.Maria Harahap Br.Pakpahan


Inilah Mamaku Op.Maria Harahap Br.Pakpahan. Pada 11 Agustus 2010 yang lalu genap berusia 74 tahun. Terlahir di sebuah desa kecil Silantom Jae Desa Silantom Tonga Kecamatan Pangaribuan. Mama pada usia yang 74 ini memiliki lagu kesayangannya seperti dalam Video Klip yang di atas. Semoga Mama panjang umur dan sehat selalu. Diberikan Tuhan kesehatan dan hikmat bijaksanaNya agar mampu memberikan yang terbaik bagi kami anak-anak dan keturunannya.



Ramli SN Harahap

Rabu, 18 Agustus 2010

Renungan: SELAMAT ULTAH GKPA KE-35

SELAMAT 35 TAHUN GKPA


Pertama sekali saya mengucapkan, “SELAMAT ULANG TAHUN KE-35 GKPA”. Usia 35 merupakan usia yang sangat produktif bagi seorang manusia. Usia yang paling bersemangat dan penuh idealism yang tinggi, punya harapan dan ide-ide cemerlang untuk meraih cita-cita yang luar biasa.
Pertumbuhan GKPA sejak awal terlihat jelas dari tema-tema periode yang dibangun. Pada awal berdirinya GKPA (d/h. HKBP-A) 1975, tahapan pertumbuhan gereja masih mengarah pada konsolidasi dan pembenahan diri dan organisasi gereja sambil mengembangkan semangat kemandirian (baca: panjaeon). Tahap awal ini membutuhkan waktu selama 10 tahun dari 1975 hingga 1986. Sepuluh tahun berjuang untuk eksis dan memperkenalkan GKPA ke dalam dan ke luar negeri. Sepuluh tahun untuk menunjukkan identitas diri dan semangat kemandirian.  Pada tahap pertama ini kedudukan Kantor Pusat GKPA berada di Sipirok dengan mengontrak sebuah rumah warga jemaat di Jalan Padangsidimpuan No.14.
Tahap kedua, GKPA mulai membenahi dan mensejajarkan diri dengan gereja-gereja lain. Dengan tema periode 1986-1991, “PERSEMBAHKANLAH TUBUHMU SEBAGAI PERSEMBAHAN YANG HIDUP” (Rm.12:1). Tahap kedua ini, GKPA semakin bertumbuh dan berkembang. Pengembangan jemaat terjadi dengan pesat. Semangat kemandirian semakin ditanamkan dengan pola pelayanan mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup. Pelayan gerejawi melayani semakin sungguh demi mengembangkan GKPA di berbagai pelosok tanah air. Pada tahapan kedua ini, Kantor Pusat GKPA berpindah ke Kota Padangsidimpuan dengan alasan bahwa Kantor Pusat GKPA harus berada dekat dengan pusat pemerintahan. Kantor Pusat ini pun diresmikan pada 2-3 Juli 1988 di Jl.Teuku Umar No.102 (d.h. No.60C) dengan nama “Kantor Pusat-Pusat Pembinaan GKPA”. Harapan baru pada tahapan kedua ini Kantor Pusat GKPA menjadi pusat pembinaan bagi seluruh pelayan dan warga jemaat GKPA.
Tahap ketiga, GKPA semakin yakin akan kemandiriannya. Hal ini tampak dalam tema periode 1991-1996, “KEMANDIRIAN TEOLOGI, DAYA, DAN DANA”. Pada tahapan ini diharapkan GKPA sudah mampu mandiri dalam teologi, daya dan dana. GKPA harus mampu membenahi ajaran-ajarannya, membenahi sumber daya pelayanan, membenahi sistem keuangan yang mandiri. Dalam aras pelayanan di tingkat Parlagutan semakin dimantapkan dengan diresmikannya distrik di GKPA. Kehadiran distrik diharapkan semakin memandirikan pelayanan di setiap wilayah. Pelayanan semakin nyata, pembenahan teologi berbasis jemaat semakin nyata. Para pelayanan semakin mandiri mengelola pelayanan yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat.
Tahap keempat, GKPA diharapkan bisa menghasilkan menyatukan semangat kemandirian dalam sebuah arak-arakan kebersamaan. Pertumbuhan yang diharapkan adalah sebuah pertumbuhan yang terarah dan terukur yakni menuju kedewasaan dan kemandirian. Sebuah gereja yang bertumbuh harus bisa diukur taraf pertumbuhannya. Pertumbuhan yang baik adalah jika bertumbuh semakin dewasa dan mandiri. Ukuran kedewasaan terlihat dari kemampuan gereja membenahi, memperlengkapi para pelayanan dan warga jemaat dalam menghadapi tantangan jamannya. Hal ini tampak dalam semangat periode 1996-2001, “BERTUMBUH BERSAMA MENUJU KEDEWASAAN DAN KEMANDIRIAN” (Ef.4:11-16).
Tahap kelima, GKPA memastikan diri mampu menghasilkan buah dari kedewasaan dan kemandirian yang dimilikinya. Buah yang dihasilkan tentunya bukan buah yang hanya sekali berbuah saja seperti pohon pisang. Tetapi buah yang diharapkan adalah buah yang tetap. Bukan pula buah yang lebat yang hanya lebat pada musimnya dan tidak menghasilkan pada musim yang lain. Buah yang tetap adalah buah yang terus memberikan arti dalam masa sukar dan senang. Buah yang tetap kendatipun keadaan tidak mendukung. Semangat ini ditunjukkan dalam sebuah tema periode 2001-2006, “AKU MENETAPKAN KAMU UNTUK MENGHASILKAN BUAH” (Yoh.15:16b).
Tahap keenam, GKPA diharapkan bergiat dalam pekerjaan Tuhan. Gereja yang telah berbuah tetapi tidak bergiat membenahi dan menanam kembali maka gereja itu akan mati. Tetapi gereja yang telah berbuah, maka daripadanya diharapkan sebuah ketetapan untuk bergiat melayani Tuhan. Mengapa harus bergiat melayani Tuhan? Karena terkadang ada banyak gereja yang sudah berbuah, tetapi para pelayannya dan warganya jadi lupa akan pekerjaan Tuhan. Sehingga mereka sibuk dengan pekerjaan pribadinya masing-masing. Karena gereja sudah bagus, administrasi gereja sudah mapan, keuangan gereja sudah membaik, maka para pelayan pun akhirnya tergoda membenahi dirinya dengan berbagai program pribadinya untuk memikirkan masa depan pribadinya. Hal ini berbahaya. Makanya diharapkan kita harus bergiat melayani Tuhan, bukan melayani diri sendiri. Semangat ini tampak dalam tema periode 2006-2011, “GIATLAH DALAM PEKERJAAN TUHAN” (1Kor.15:58b).
Sekarang didepan mata kita sudah terpangpang tahapan ketujuh. Tahapan ketujuh ini belum memiliki nama dan arah yang jelas. Sebab arah dan nama tahapan ketujuh ini baru ditetapkan pada Sinode Am XVII pada Juli 2011 yang akan datang. Pada usia ke 35 tahun GKPA, GKPA ditantang untuk sebuah tahapan kesempurnaan yakni tahapan ketujuh. Angka tujuh adalah angka sempurna dalam tatanan kehidupan bangsa Israel. Apakah tahapan ketujuh ini juga bagi kita adalah tahap kesempurnaan? Jika memang dengan tahapan kesempurnaan ini menjadi peluang apa yang harus kita pikirkan menjadi tema periode dalam memasuki tahapan baru ke masa depan?
GKPA sudah bertumbuh sejak awal hingga mampu bergiat dalam pekerjaan Tuhan. Jika sudah bergiat dalam pekerjaan Tuhan, memang sudah sepantasnya kita harus sempurna. Sempurna dalam tutur kata, sempurna dalam hati, sempurna dalam kasih, sempurna dalam jiwa dan sempurna dalam tujuan. Jika memang demikian, saya mengusulkan sebuah tema periode 2011-2016 untuk kita renungkan bersama dalam memasuki tahapan ketujuh ini, yakni: “SEMPURNAKANLAH SUKACITAKU DENGAN INI: HENDAKLAH KAMU SEHATI SEPIKIR, DALAM SATU KASIH, SATU JIWA, SATU TUJUAN” (Flp. 2:2). Arak-arakan GKPA dalam usia 35 tahun adalah menuju kesempurnaan Gereja. Gereja yang sempurna adalah Gereja yang ideal. Gereja yang sempurna adalah gereja yang tidak kelihatan nun jauh di sana, tetapi bisa saja dekat di sini jika kita bersama-sama menyempurnakan gereja kita.
Akhirnya, marilah kita mensyukuri pertolongan Tuhan Yesus Raja Gereja itu yang telah menopang dan memberkati GKPA sepanjang 35 tahun ini. Dalam rangka mensyukuri GKPA yang ke 35 tahun sudah sepantasnya kita memberikan penghargaan kepada para tokoh pejuang kemandirian (baca: panjaeon) GKPA pada saat Ibadah Pesta Olopolop 35th GKPA. Gereja yang mampu menghargai tokoh Gereja dan menghargai sejarah adalah cirri sebuah Gereja yang besar. Karena itu marilah kita terus bergiat dalam pekerjaan Tuhan.



Ramli SN Harahap

Bacaan Minggu, 26 September 2010: Roma 6:18-23

ORANG KRISTEN ADALAH HAMBA KEBENARAN
  Roma 6:18-23
Minggu 17 Setelah Trinitatis, 26 September  2010 

Tidak sedikit orang yang sudah bertahun-tahun menjadi seorang Kristen tetapi tidak memahami dan menyadari apa konsekwensi dari identitas diri mereka sebagai seorang Kristen. Tidak sedikit orang yang mengaku telah menjadi seorang Kristen, tetapi kehidupannya tidak berubah. Tidak sedikit orang yang mengaku sebagai orang Kristen, tetapi masih tetap tinggal dalam kehidupan yang lama. Tidak sedikit orang yang mengaku sebagai orang Kristen tetapi cara hidup yang dia miliki adalah cara hidup duniawi. Tidak sedikit orang yang mengaku sebagai orang Kristen tetapi kelakuannya bertentangan dengan karakter kristiani.
Tidak sedikit orang yang belum mengenal Kristus menunda untuk menjadi seorang Kristen, karena tidak menemukan teladan hidup yang baik dari orang yang mengaku Kristen. Tidak sedikit orang yang tidak tertarik untuk menjadi seorang Kristen karena melihat bahwa orang Kristen memiliki kehidupan yang sama saja dengan orang yang bukan Kristen. Tidak sedikit orang yang tidak tertarik terhadap kekristenan, karena melihat kehidupan orang yang mengaku sebagai seorang Kristen yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai kekudusan.
Melalui Roma 6:18-23, Paulus mengingatkan identitas seorang Kristen serta konsekwensi dari identitas tersebut. Kita akan membahas nats ini dimulai dari ayat yang terakhir yaitu ayat 23, karena ayat ini merupakan dasar atau landasan dari pembahasan Paulus. Dalam ayat 23 Paulus menjelaskan dua fakta yang sangat penting. Fakta yang pertama adalah bahwa upah dosa adalah maut. Dalam Roma 3:23 Paulus dengan tegas mengatakan bahwa semua orang telah berdosa, tanpa kecuali. Kemudian dalam ayat 23 dalam pasal 6 ini Paulus menegaskan bahwa upah dosa adalah maut. Dengan demikian, karena semua orang telah berbuat dosa, maka semua orang pasti akan menghadapi kematian yang kekal. Akibat dosa, semua manusia sedang menuju pada kematian yang kekal di neraka.
Selanjutnya masih dalam ayat yang sama, Paulus memberkan fakta yang kedua yaitu Allah mengaruniakan kehidupan yang kekal melalui Tuhan Yesus Kristus. Sebagaimana fakta yang pertama memiliki kebenaran seratus persen, maka fakta yang kedua ini juga memiliki kebenaran seratus persen.
Tuhan mengetahui bahwa semua manusia sedang menuju kebinasaan akibat dosa. Tidak ada seorang manusiapun yang sanggup menyelamatkan dirinya. Tidak ada satu orang manusiapun yang sanggup menghindar dari kematian yang kekal. Singkatnya, tidak ada satu orangpun manusia yang sanggup menolong dirinya sendiri. Fakta inilah yang membuat Tuhan mengambil inisiatif. Karena tidak ada seorangpun manusia yang sanggup menghindar dari kematian yang kekal, maka Tuhan member solusinya. Tuhan sendiri yang turun tangan untuk menyelesaikan persoalan yang tidak sanggup dipecahkan oleh manusia.
Supaya umat manusia terluput dari kematian yang kekal, maka Tuhan sendiri yang datang ke dunia ini untuk menyelamatkan manusia, yaitu dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Dalam Kisah Para Rasul 4:12 dengan tegas dikatakan bahwa tidak ada keselamatan di dalam siapapun juga, kecuali dalam Tuhan Yesus Kristus. Manusia tidak sanggup menyelamatkan dirinya, dan tidak ada kuasa apapun yang sanggup menyelamatkan manusia, kecuali kuasa dari Tuhan Yesus Kristus. Inilah fakta yang kedua yang diungkakan oleh Paulus dalam ayat 23, yang juga menjadi dasar dari pengajarannya.
Paulus dengan tegas mengatakan bahwa setiap orang yang menerima Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat pasti menerima kehidupan yang kekal dan tidak turut dihukum. Orang yang menerima Tuhan Yesus Kristus telah berpindah dari dalam maut kedalam hidup. Orang yang menerima Tuhan Yesus Kristus telah berpindah dari hamba dosa menjadi hamba kebenaran. Inilah pengajaran yang hendak diajarkan oleh Paulus.
Sekarang mari kita kembali ke ayat 18 yang berkata, “Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran”. Kata “telah dimerdekakan” dalam bahasa Yunani menggunakan kata kerja perfect continues, yang berarti telah dimerdekakan, sedang dimerdekakan dan terus menerus dimerdekakan. Tuhan Yesus Kristus telah memerdekakan kita dari dosa dan kemerdekaan it uterus diberikan secara sempurna. Bagi seorang Kristen, status hamba dosa adalah masa lalu, sudah tidak berguna lagi, karena sejak kita dimerdekakan maka kita akan terus memiliki kemerdekaan itu, karena Tuhan Yesus terus menerus mengerjakan kemerdekaan itu dalam kehidupan setiap orang percaya. Itulah sebabnya dalam ayat sebelumnya yaitu ayat 17 Paulus berkata, “…Dahulu memang kamu hamba dosa”, dan ini berbicara tentang masa lalu, dan masa kini adalah hamba kebenaran.
Dalam ayat 19-21 Paulus menjelaskan apa arti hamba dosa dan bagaima kehidupan sebagai hamba dosa. Orang yang hidup sebagai hamba dosa menyerahkan tubuhnya sebagai hamba kecemaran dan yang membawa seseorang pada kedurhakaan. Kata durhaka yang digunakan dalam nats ini adalah  ἀνομία (anomia) yang berarti kejahatan. Orang yang hidup sebagai hamba dosa selalu melakukan hal yang jahat di mata Tuhan.
Dalam ayat 20 Paulus membahas lebih dalam mengenai orang yang hidup sebagai hamba dosa yaitu orang yang bebas dari kebenaran. Kata bebas dari kebenaran dalam konteks ini tidak berbicara tentang kemerdekaan, tetapi menekankan bahwa orang yang hidup sebagai hamba dosa tidak memiliki kebenaran sedikitpun. Itulah sebabnya mengapa segala sesuatu yang dia lakukan selalu jahat di mata Tuhan. Orang yang hidup sebagai hamba dosa tidak akan pernah bisa melakukan sesuatu yang baik di mata Tuhan. Kemudian dalam ayat 21, Paulus kembali menegaskan bahwa akibat dari semua itu, orang yang hidup sebagai hamba dosa akan menhgadapi kematian yang kekal. Setiap orang yang hidup di luar Kristus harus menyadari bahwa tidak ada upah bagi mereka selain kematian yang kekal.
Sekarang kita kembali pada dasar pengajaran Paulus yaitu bahwa orang yang telah menerima Tuhan Yesus Kristus adalah hamba kebenaran dan hamba Tuhan. Kata kebenaran yang digunakan dalam nas ini adalah δικαιοσύνη (dikaiosunē) yang menunjuk Tuhan sebagai sumber kebenaran. Orang yang hidup dalam Tuhan akan senantiasa berusaha hidup dalam kebenaran yang ditunjukkan Tuhan, yang dengan demikian selama dia hidup di dunia ini akan menjalani proses pengudusan atau menjadi kudus, karena pekerjaan Tuhan. Ketaatan kita kepada kebenaran dengan melakukan hal-hal yang benar akan membawa kita kepada pengudusan.
Kata “yang membawa kamu kepada pengudusan”dalam ayat 22 ini digunakan kata ἁγιασμός (hagiasmos) yang berarti pemurnian, yaitu dari yang kotor menjadi bersih, dari yang tidak murni menjadi murni.
Orang yang telah percaya kepada Tuhan Yesus Kristus telah menjadi hamba kebenaran, dan ini dapat digambarkan sebagai emas. Setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus adalah emas yang sangat berharga. Namun demikian, sekalipun kita emas, kita harus terus dimurnikan, sampai kita benar-benar menjadi emas yang murni. Kemungkinan masih ada karat-karat yang menempel dalam emas itu. Mungkin masih ada unsur-unsur lain yang membuat emas itu kehilangan nilainya. Supaya emas itu muncul sebagai emas yang murni, maka emas itu harus dimurnikan.
Selama kita hidup di dalam dunia ini, Tuhan akan terus memurnikan kita bagaikan emas. Hal ini tidak ada pengaruhnya dengan kehidupan yang kekal, tetapi berhubungan dengan kualitas hidup. Sejak kita diselamatkan oleh Tuhan Yesus Kristus, hidup kita sangat berharga bagaikan emas. Sebelum kita menerima Tuhan Yesus dalam kehidupan kita, kita bagaikan lumpur yang tidak bernilai sama sekali. Sejak kita menerima Tuhan Yesus, kita berubah dari lumpur yang tidak bernilai menjadi emas yang sangat berharga. Namun demikian, supaya emas itu menjadi emas yang murni, harus melalui pemurnian.
Firman Tuhan yang merupakan firman Kebenaran itulah yang akan terus memurnikan kita. Firman Tuhan mengandung larangan yang harus kita jauhi. Firman Tuhan mengandung perintah yang harus kita taati. Firman Tuhan mengandung janji yang harus kita imani. Inilah yang terus-menerus menguduskan kita. Dalam Efesus 5:26 dikatakan bahwa Tuhan memandikan dan menyucikan kita dengan firman-Nya. Dengan mempelajari firman Tuhan secara sungguh-sungguh, kita akan mengetahui apa saja larangan yang harus kita jauhi. Kita juga akan mengetahui petintah yang harus kita taati. Ketika kita menerapkan firman Tuhan ini secara terus-menerus dalam kehidupan kita, maka hidup kita akan terus menerus dimurnikan.
Sebagai hamba Tuhan dan hamba kebenaran, setiap orang Kristen sebelum bertindak seharusnya bertanya apakah ini yang Tuhan kehendaki untuk saya lakukan? Setiap orang Kristen harus mengutamakan kehendak Tuhan dalam kehidupannya. Setiap orang Kristen harus bertanya apa yang menyenangkan hati Tuhan. Setiap orang Kristen harus berusaha melakukan segala sesuatu yang menyenangkan hati Tuhan. Inilah tugas dan tanggungjawab setiap orang Kristen sebagai hamba Kebenaran.
Melalui nats ini kita diajar dan didorong untuk terus hidup dalam kebenaran dan melakukan kebenaran. Supaya kita mengetahui apa saja kebenaran, maka kita harus terus menerus mempelajari firman Tuhan yang merupakan sumber kebenaran. Jangan pernah berharap bahwa kita akan bisa bertumbuh secara rohani jika kita menghabiskan waktu kita menonton televisi tiga jam perhari sementara membaca Alkitab hanya 3 menit perhari. Kita harus memberikan perhatian yang serius untuk terus menerus mempelajari firman Tuhan.
Kebenaran lain yang harus kita perhatikan dalam mempelajari Alkitab adalah kita belajar bukan untuk sekedar tau tetapi kita belajar untuk taat. Mempelajari semua isi Alkitab itu merupakan hal yang penting, tetapi ha itu menjadi sia-sia jika kita tidak mentaatinya dengan menerapkannya dalam kehidupan kita. Satu hal prinsip yang membuat kita memiliki pertumbuhan rohani yang baik dan menjadi hamba kebenaran adalah dengan mentaati serta menerapkan segala firman Tuhan yang telah kita pelajari. Ingatlah, Tuhan telah menyerahkan hidupNya bagi kita, supaya kita memiliki kehidupan yang kekal. Sekarang yang Tuhan kehendaki adalah supaya kita hidup dalam kebenaran dan menjadi hamba kebenaran.


Ev. Frans Silalahi
Jakarta

Bacaan Minggu, 19 September 2010: 1Yohanes 2:11-17

MEWASPADAI TIPU MUSLIHAT IBLIS
 1Yohanes 2:11-17
Minggu 16 Setelah Trinitatis, 19 September  2010


 

Menjadi seorang Kristen bukanlah merupakan jaminan akan memiliki kehidupan yang mudah. Menjadi seorang Kristen bukan berarti memiliki hidup yang tanpa pergumulan. Menjadi seorang Kristen memiliki arti bahwa segala tantangan, pergumulan hidup dan segala persoalan akan dihadapi bersama Kristus dan mencari solusi serta bertindak dengan cara-cara yang dikehendaki Kristus.
Dalam surat Yohanes yang pertama ini, secara khusus dalam pasal 2:11-17, Yohanes mengingatkan setiap orang Kristen supaya terus hidup dalam kasih Tuhan, serta mewujudkannya dengan melaksanakan kehendan Tuhan melalui kehidupannya. Orang Kristen cenderung melupakan kasih Tuhan serta kasihnya kepada Tuhan. Tantangan hidup yang dihadapi sehari-hari dapat membuat manusia fokus pada diri sendiri, yang akhirnya melupakan tujuan Tuhan dalam kehidupannya.
Jika kita memperhatikan ayat 12-14 dalam bahasa aslinya (bahasa Yunani), Yohanes menujukan surat ini kepada empat kelompok orang Kristen. Pengelompokan ini tidak didasaran pada usia, tetapi pada tingkat kedewasaan orang Kristen. Jika kita memperhatikan dalam terjemahan bahasa Indonesia, hanya terlihat tiga kelompok, tetapi jika kita memperhatikan dalam bahasa aslinya ada empat kelompok.
Dalam ayat 12 dikatakan, “Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak”. Kata anak-anak dalam ayat 12 ini berbeda dengan kata anak-anak dalam ayat 14. Kata anak-anak dalam ayat 12 ini digunakan kata τεκνίον (teknion) yang berarti bayi. Dalam ayat 12 Yohanes berkata, “Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, sebab dosamu telah diampuni oleh karena nama-Nya”. Yohanes sedang berbicara kepada para petobat baru, orang Kristen baru yang digolongkan Yohanes sebagai bayi rohani. Mereka ini bukanlah bayi dalam pengertian jasmani, karena sudah pasti tidak bisa membaca surat yang ditujukan Yohanes. Mereka adalah para petobat baru, orang percaya baru, dank arena itu penekanan Yohanes adalah pengampunan dosa dalam nama Kristus. Ketika Yohanes menyebutkan bayi bagi orang yang baru menjadi Kristen tersebut, Yohanes kembali mengingatkan bahwa dosa mereka telah diampuni oleh Tuhan Yesus. Orang yang baru menjadi Kristen harus tetapi diingatkan akan status mereka sebagai orang-orang yang telah diampuni dosanya dalam Tuhan Yesus Kristus. Hal ini sangat penting, supaya mereka tidak memiliki keraguan akan pengampunan dosa dan akan kehidupan yang kekal, yang telah dianugerahkan Tuhan kepada mereka.
Kemudian dalam ayat 14 Yohanes berkata, “Aku menulis kepada kamu, hai anak-anak, karena kamu mengenal Bapa”. Kata anak-anak yang digunakan dalam ayat ini adalah παιδίον (paidion) yang berarti anak-anak yang sudah bertumbuh, dan bukan bayi lagi. Itulah sebabnya penekanan Yohanes bukan lagi pertobatan dan pengampunan dosa, tetapi pengenalan akan Bapa. Orang yang telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan juruselamatnya akan bertumbuh pada pengenalan akan Tuhan. Sebagaimana bayi bertumbuh menjadi anak-anak yang semakin menenal bapanya, demikian juga orang Kristen yang bertumbuh akan semakin mengenal Tuhannya. Sebagaimana anak-anak yang bertumbuh mengenal karakter bapanya, demikian juga orang Kristen yang bertumbuh akan semakin mengenal karakter Tuhan. Sebagaimana anak-anak yang bertumbuh berusaha meniru karakter dan perilaku bapanya, demikian juga orang Kristen yang bertumbuh akan meniru karakter dan perilaku Tuhannya. Tuhan sendiri menghendaki agar semua orang memiliki karakter seperti Kristus (bnd. Rm. 8:29)
Kelompok yang ketiga tujuan dari surat Yohanes ini adalah orang-orang muda. Masih dalam ayat 14 Yohanes berkata, “Aku menulis kepada kamu, hai orang-orang muda, karena kamu kuat dan firman Allah diam di dalam kamu dan kamu telah mengalahkan yang jahat.” Kata orang-orang muda dalam bahasa Yunani digunakan kata νεανίσκος (neaniskos) yang berarti anak muda yang berusia dibawah 40 tahun. Sebagaimana anak-anak bertumbuh menjadi orang muda, demikian juga orang Kristen harus terus bertumbuh dan meninggalkan kekanak-kanakan mereka.
Ada tiga ciri khas dari kelompok orang Kristen yang telah bertumbuh ini, yaitu: (1) Firman Allah diam di dalam dirinya; (2) menjadi kuat; dan (3) mengalahkan yang jahat. Orang Kristen yang telah menuju kedewasaan harus senantiasa memelihara firman Tuhan dalam kehidupannya. Seorang Kristen harus terus mempelajari firman Tuhan, manaruhnya dalam hatinya, dan mengaplikasikannya dalam kehidupannya. Dengan demikian mereka akan terus bertumbuh dan menjadi kuat. Seorang Kristen tidak akan mungkin bertumbuh dan menjadi kuat tanpa mempelajari firman Tuhan dengan sungguh-sungguh. Yohanes mengatakan bahwa orang Kristen yang bertumbuh bukan hanya memelihara firman Tuhan dalam hidupnya, tetapi juga menjadi kuat. Itulah sebabnya, orang Kristen yang bertumbuh menjadi dewasa mampu mengalahkan yang jahat. Orang Kristen yang bertumbuh menuju kedewasaan, tidak mau terbawa-bawa kedalam kejahatan, tidak mau melakukan kejahatan, tidak akan dikalahkan oleh kejahatan, tetapi akan mengalahkan kejahatan.
Kelompok yang terakhir yang menjadi tujuan dari surat Yohanes ini adalah para bapa. Dalam ayat 13 Yohanes berkata, “Aku menulis kepada kamu, hai bapa-bapa, karena kamu telah mengenal Dia, yang ada dari mulanya.” Perkataan yang sama diulang Yohanes kembali pada ayat 14. Kata bapa dalam bahasa Yunani digunakan kata πατήρ (patēr) yang selain bapa juga bisa diterjemahkan dengan orang tua. Ini merupakan kelompok tertinggi dalam fase kehidupan manusia. Kata bapa dalam konteks ini menunjukkan fase kedewasaan. Dalam kehidupan rohani, ini merupakan orang Kristen yang dewasa. Yohanes mengatakan bahwa para bapa telah mengenal Tuhan dari mulanya atau sejak mereka menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Kata mengenal yang dalam bahasa Yunani digunakan kata bukan hanya sekedar kenal atau sekedar tahu, tetapi bergaul akrab atau bersahabat. Orang yang telah memiliki kedewasaan rohani, atau orang Kristen yang dewasa, bergaul akrab atau bersahabat dengan Tuhan. Kata mengenal memiliki pengertian yang sangat dalam, dimana interaksi antara orang yang saling mengenal telah berlangsung lama. Hal yang sama juga pernah dikatakan Paulus dalam Filipi 3:10, dimana yang Paulus rindukan sebagai orang Kristen yang telah dewasa adalah untuk mengenal Kristus.
Setelah Yohanes menjelaskan siapa saja yang menjadi tujuan suratnya, yaitu kelompok orang yang baru menerima Kristus, bayi rohani, yang masih anak-anak dalam kerohanian, yang sudah menuju kedewasaan dan juga orang Kristen yang telah menjadi dewasa dalam iman, kemudian Yohanes memberikan pesan. Sekalipun tujuan surat ini adalah orang-orang Kristen yang memiliki tingkat kedewasaan rohani yang berbeda, tetapi pesan yang disampaikan Yohanes adalah sama. Dalam ayat 15a,  Yohanes berkata, “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya.” Selanjutnya dalam ayat 15 b Yohanes mengatakan bahwa, “Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu.”
Apa yang diajarkan oleh Yohanes sangat serius yaitu jika kita mengasihi dunia ini dan apa yang ada didalamnya, maka kasih Bapa tidak mungkin ada dalam diri kita. Kita harus memahami bertul apa yang dimaksud oleh Yohanes dengan kalimat jangan mengasihi dunia ini dan apa yang ada di dalamnya. Yohanes tidak mengajarkan bahwa kita tidak boleh mengasihi orang lain, atau tidak mengasihi keluarga, atau siapa saja yang ada di dunia ini. Yohanes dengan sengaja menjelaskan apa yang dimaksud dengan “Jangan mengasihi dunia ini” dalam ayat selanjutnya.
Dalam ayat 16 Yohanes menjelaskan apa yang dimaksud dengan segala yang ada dalam dunia. Yohanes berkata, “Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.” Ada tiga kata yang sangat penting dalam ayat 16 ini yang harus diwaspadai oleh orang Kristen, siapapun dia, bagaimanapun tingkat kedewasaannya, karena setiap hari orang Kristen diperhadapkan pada ketiga kata tersebut. Kata yang sangat penting dan sangat perlu diwaspadai itu adalah (1) keinginan daging, (2) keinginan mata dan (3) keangkuhan hidup.
Manusia pertama yaitu Adam dan Hawa, dicobai oleh Iblis melalui ketiga aspek ini. Tuhan Yesus sebelum memulai pelayanannya juga dicobai oleh Iblis melalui ketiga aspek ini. Manusia sampai saat ini juga dicobai melalui ketiga aspek ini, dan sampai kapanpun, semua manusia termasuk orang Kristen pada tingkatan kerohanian apapun akan tetap dicobai melalui ketiga aspek ini.
Awal kejatuhan manusia kedalam dosa dikarenakan pencobaan melalui keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup. Jika kita memperhatikan proses kejatuhan manusia pertama kedalam dosa dalam kitab Kejadian 3:5-6, ada tiga kata yang sejajar dengan peringatan yang diberikan Yohanes. Ketika Hawa melihat buah yang ditawarkan Iblis, Hawa mengatakan bahwa buah itu baik untuk dimakan, yang berbicara tentang keinginan daging. Kemudian Hawa mengatakan bahwa buah itu sedap kelihatannya yang berbicara tentang keinginan mata. Masih dalam ayat yang sama, Hawa mengatakan bahwa pohon itu menarik hati karena member pengertian, yang dikatakan Iblis menjadi seperti Allah, dan ini berbicara tentang keangkuhan hidup. Iblis mengatakan bahwa jika Hawa memakan buah itu, maka dia akan menjadi seperti Allah. Hawa ingin menyamai kedudukannya dengan Tuhan, dan ini merupakan dosa yang sangat besar dari keangkuhan hidup.
Jika kita juga memperhatikan bagaimana Tuhan Yesus dicobai, juga melalui ketiga aspek ini. Ketika Iblis meminta Yesus untuk mengubah batu menjadi roti, hal ini berbicara tentang keinginan daging. Ketika Iblis memperlihatkan keindahan seluruh dunia ini kepada Yesus, hal tersebut berbicara tentang keinginan mata. Ketika Iblis meminta Yesus untuk menjatuhkan diri dari menara supaya para malaikan menggendongnya sehingga tidak jatuh, hal ini berbicara mengenai keangkuhan hidup.
Sampai saat ini semua orang, tanpa kecuali, termasuk orang Kristen selalui dicobai kedalam ketiga aspek ini. Setiap hari kita diperhadapkan pada pencobaan yang berhubungan dengan keinginan daging. Sampai saat ini kita diperhadapkan pada pencobaan yang berhubungan dengan keinginan mata. Sampai saat ini kita diperhadapkan pada pencobaan yang berhubungan dengan keangkuhan hidup. Semua pencobaan ini dilakukan Iblis, supaya kita terpisah dari Tuhan, tidak bergantung pada Tuhan, serta memusatkan seluruh perhatian kita pada keinginan kita sendiri. Itulah sebabnya Yohanes menegaskan, jika kita mengasihi dunia ini, tidak mungkin kasih Bapa ada dalam diri kita.




Ev. Frans Silalahi
Jakarta

Bacaan Minggu, 12 September 2010: Yesaya 2:1-3

KEMEGAHAN BAIT TUHAN
Yesaya 2:1-3
Minggu 15 Setelah Trinitatis, 12 September  2010  



Bagian khotbah ini adalah suatu nubuatan dari Nabi Yesaya tentang Yerusalem yang sering disamakan dengan Gunung Tuhan. Hal ini kita kenal dari rumusan: yom Jahwe (Hari Tuhan) di mana dari hari-hari yang dilewati manusia ada satu hari yang ditentukan oleh Tuhan bagi Dia dalam merealisasikan kehendak-Nya. Makanya hari ini kita katakan nubuatan karena belum terlaksana. Nubuatan ini adalah menyangkut Bait Allah di Yerusalem yang menunjukkan kemegahannya. Dan memang menurut hasil survey sejarah bahwa Bait Allah di Yerusalem tidak ada duanya di dunia pada waktunya.Terlebih Bait Allah yang didirikan Raja Salomo tidak ada bangunan seperti itu lagi di seantero dunia ini. Baik arsitektur atau fisik bangunannya. Akan tetapi bukan hal bangunannya yang mau dikatakan Yesaya dalam nas ini, tetapi kemegahan dari segi atau aspek lain yaitu menjadi megah karena tempat itulah tempat untuk umat-Nya bersekutu dan bertemu dan merasakan kehadiran Tuhan di dalam kehidupan.Jadi disamping kemegahan bangunan ingin melihat terlebih bertemu dengan Tuhan di tempat itu.Disitulah letak kemegahan tempat itu. Ada dua hal yang mau disampaikan kepada kita, yaitu: 1) Bertemu dengan Tuhan; dan 2) Tempat ajaran kebenaran Allah.
 

Bait Allah tempat bertemu dengan Tuhan 
 
Apakah ketika kita datang ke Bait Allah adalah tujuan kita untuk bertemu dengan Tuhan? Benar. Tetapi kenyataan orang rindu ke Bait Allah sebenarnya aneka macam motivasinya. Ada yang datang ke Gereja bukan mau bertemu dengan Tuhan, tetapi bertemu dengan pengkhotbah. Hal ini terbukti kalau ada pengkhotbah yang sudah dikenalnya tidak baik berkhotbah, maka hal ini sering sekali membuat orang menggerutu. “Kalau saya tahu dia yang khotbah pasti saya tidak datang di Gereja ini, lebih baik aja persembahan saya kirimkan tadinya”. Atau kalau penetua yang khotbah, warga nyelutuk apa yang dia tau, dia kan sama dengan saya. Melihat apa yang kita alami dari kejadian itu berarti dia bukan bertemu dengan Tuhan.Tetapi bertemu dengan pengkhotbahnya.
Ada yang mungkin membela diri. Maksud kita memang bertemu dengan Tuhan, tetapi bisa saja pengkhotbah itu jadi batu sandungan bagi kita untuk bertemu dengan Tuhan. Masa kalau kita beli kaset apakah kita tidak memilih kaset yang berkwalitas, kita tidak mungkin membeli kaset yang sumbang. Karena itu hal ini juga merupakan tantangan bagi semua pelayan, seharusnya meningkatkan dan membekali dirinya untuk memperlengkapi warga untuk menjabarkan imannya di tengah-tengah dunia ini. Artinya khotbah menjadikan orang untuk rindu bertemu dengan Tuhan.
Agar kemegahan Gereja semakin nyata maunya Gereja bukan hanya berkoak-koak tanpa makna dalam kehidupan. Terlebih dalam situasi sekarang ini seperti yang dikatakan Alvin Toffler dalam buku Megatrend-nya: Bahwa pada abad ini di Negara ketiga minat keagamaan (minat religius) orang makin meningkat.  Minat religius bukan identik dengan kekristenan tetapi bisa saja itu kepercayaan agama tertentu (banyak sekarang menganut religius mistik, makanya  kepercayaan kekafiran makin banyak pengikutnya). Bagi Gereja pelayan melihat tantangan ini merupakan kesempatan untuk memotivasi orang untuk bertemu dengan Tuhannya.Bukankah itu sekarang yang terjadi banyak warga yang jajan rohani hanya untuk mencari religius yang pas di dalam hidupnya. Tantangan yang merupakan kesempatan agar manusia semakin bergairah untuk bertemu dengan Tuhannya.
 
Pernah bapak T.B.Simatupang (almarhum) berkata sebelum memulai ceramah: “Seandainya Gereja kita masing-masing pada satu malam secara misterius raib, tidak ada sama sekali. Nah sewaktu pagi hari semua manusia sekeliling Gereja itu melihat, menurut kamu siapakah yang melihat itu yang pertama sekali menangis?” Kami menjawab dengan spontanitas yang jelas kita sebagai warga yang telah bersusah payah membangunnya pasti itulah yang pertama menitikkan airmata. Pak T.B.Simatupang menjawab bahwa itu adalah hal yang biasa, tetapi yang luar biasa jika orang yang berasal dari agama lain yang pertama menangis, sungguh di situlah letak keagungan, kemegahan Bait Allah itu. Kenapa Gereja berdiri selalu ditentang agama lain? Kita harus koreksi diri, masih tampakkah keagungan Gereja  dan kemegahannya? Seandainya Gereja benar-benar tempat bertemu dengan Allah, tidak ada pun izin Gereja berdiri pasti orang lain yang tidak seiman pun akan berkata, “Dirikanlah Gereja di sini karena Gereja merupakan berkat bagi kami”. Apakah nubuatan Yesaya ini menjadi kenyataan saat ini. Bait Allah menjulang tinggi karena benar Tempat kelimpahan Berkat Allah.
 

Gereja adalah tempat ajaran kebenaran Firman Tuhan  
 
Sewaktu Tuhan Yesus memasuki Bait Allah Dia membalikkan Meja penukaran uang  sambil berkata: “Mengapa  Rumah Bapa kamu jadikan menjadi ajang penipuan” (menjadi sarang Penyamun). Kenapa orang tertarik akan kekristenan mula-mula. Melihat diri para Rasul ada penjala ikan, pemungut cukai, apa yang mereka tau, tetapi kalau kita baca di dalam Kisah Para Rasul pertambahan orang Kristen begitu significan sampai ke jumlah yang banyak (sampai 6.000 orang).Tidak lain karena di tengah Gereja dipenuhi kasih, jika di masyarakat sikut-menyikut, di Gereja hidup damai, jika di masyarakat terjadi kelas-kelas sosial tetapi di Gereja sama rasa dan sama rata masih dapat bersatu di dalam Perjamuan Kudus.
Jika di masyarakat terjadi kecurangan segala jenis kejahatan dan di Gereja pun terjadi hal yang demikian, apa daya tarik orang datang ke Gereja untuk menerima kebenaran Firman Tuhan. Apakah itu sama dengan hanya rumusan-rumusan yang tidak pernah jadi kenyataan (atau H2O yang tidak pernah menjadi air ?). Perpecahan yang telah pernah terjadi di Gereja kita antara kelompok “SSA” dengan “TIARA” adalah merupakan borok yang sangat berbau busuk bagi kehidupan kita.
Sewaktu masih anak-anak dahulu, kalau ribut di Gereja para Sintua terus berkata: “Jangan ribut, kamu pikir Gereja ini pakter Tuak, kalau ribut di pakter Tuak sana”. Pada waktu peristiwa itu malah yang sebaliknya yang terjadi: “Jangan ribut di kedai saya ini, ini bukan Gereja HKBP, kalau berantam dan ribut pergi ke Gereja HKBP di sana”. Sakit memang jika kita mendengar perkataan seperti itu, padahal tidak ada yang kita ributkan, kita ribut berantam hanya memperebutkan keranjang kosong. Kalau berantam di terminal masih ada yang kita rebut paling sedikit uang komisi penumpang, tetapi di Gereja tidak ada sama sekali.
Gereja dan kehadiran orang-orang percaya adalah merupakan kebenaran Firman Tuhan yang nyata dalam kehidupan. Sehingga orang rindu akan kebenaran itu karena ddapat dijadikan pedoman kehidupan. Sehingga banyak orang berkata marilah kita memasuki Gunung Tuhan dan memasuki pelataran-Nya, karena kebenaran akan kita dengar menjadi pedoman kehidupan.
Kemegahan Bait Allah itu akan terjadi jika sesama warga jemaat saling membangun, saling mengasihi, saling menopang untuk menanggung beban yang ada. Gereja berfungsi menjadi garam dan terang bagi masyarakat sekitar. Gereja tidak arogan kepada masyarakat sekitar. Gereja tidak eksklusif (merasa di luar) masyarakat, tetapi gereja harus inklusif (di dalam) masyarakat. Gereja terlibat dalam persoalan kehidupan ril masyarakat sekitar, sehingga kemegahan gereja tampak karena Gereja memberi sesuatu bagi masyarakat sekitarnya.
 



Pdt Armada Sitorus, M.Th.
Praeses HKBP Distrik Toba Hasundutan

Bacaan Minggu, 5 September 2010: Kejadian 21:22-34

KEBAIKAN TUHAN BAGI ORANG PERCAYA
   Kejadian 21:22-34
Minggu 14 Setelah Trinitatis, 5 September  2010  



Terlalu sering kita dengar dan lihat bahwa setiap pergantian atau pelantikan menjadi pejabat, atau menjadi dokter angkat sumpah atau janji. Apapun namanya itu prinsipnya sama dengan yang dikatakan Yesus: “Jika ya katakanlah ya , jika tidak katakanlah tidak, selainnya berasal dari si jahat” (Mat. 5:37). Prinsip kehidupan seperti itulah memang cara hidup  (way of life)  dari orang Kristen, karena biar angkat sumpah atau janji toh banyak kita lihat apa yang diungkapkan dalam janji dan sumpah itu dilanggar juga. Apakah kaum medis tidak angkat sumpah kenapa ada mal-praktek, pengguguran, kenapa ada penyalahgunaan kekuasaan dari para pejabat sampai diseret kepada pengadilan. Sumpah adalah semacam mainan kata belaka. Nilai janji tidaklah dihayati, seperti janji anak muda kepada gadis yang dicintai. Bagaimanapun tingginya gunung akan kudaki, dalamnya jurang akan kuturuni, hujan lebat malam yang gelap gulita akan kutempuk untuk menemuimu seorang. Nyatanya ketika malam Minggu sewaktu wakuncar (wajib kunjungi pacar) datang hujan rintik-rintik, dia tidak mau menemui gadis idamannya. Seandainya kekasihnya bertanya di mana tadi malam kenapa tidak datang ke rumah, jawabanya spontanitas, “kan hujan”. Padahal janjinya selangit. Demikian juga janji seorang pemabuk, selama pengaruh alkohol semakin menaik wah  dia selalu mengumbar janji, bereslah itu, Dan sesudah sadar kita tagih janjinya, kapan saya katakan itu? Sama juga dengan janji-janji sewaktu pemilu legislatif yang baru lalu, wah kita terpesona, tetapi apa nyatanya sesudah dia telah menduduki yang diinginkan.
 
Apakah janji itu sudah sedemikian dangkalnya dan tidak punya makna? Marilah kita belajar dari perjanjian yang terjadi antara Abimelek dengan Abraham yang mereka perbuat di Bersyeba. Abimelek adalah raja Geral yang termasuk wilayah  Falistim. Memang sudah lama ada rumusan atau formula pernjanjian yang beredar di Asi Minoru bentuk perjanjian antara dua orang yang statusnya sama, yang diambil dari konsep perjanjian bangsa Hethi. Menurut bentuknya: seekor binatang disembelih dan membagi dengan membelah binatang atas dua bagian yang sama, kedua bagian dipisahkan kesebelah kiri dan kesebelah kanan, sehingga ada semacam gang yang akan dijalani kedua belah pihak yang berjanji. Dengan disaksikan oleh saksi sambil mereka berdua berjalan di gang binatang yang mereka sembelih mereka  berkata: “Kami berjanji akan tetap setia tentang ……………. ( isi perjanjian ) dan barang siapa di antara kami yang tidak setia nasibnya akan sama dengan binatang yang kami sembelih ini”. Ide perjanjian inilah yang mungkin mewarnai perjanjian seperti yang tertulis di dalam perikop ini (bnd. ayat 27, mengambil domba dan lembu). Mereka bersumpah itu atas dasar hormat (mengasihi ) dan tertariknya Abimelek akan kuasa Allah yang dinyatakan di dalam mimpinya (Kej. 20: 3-5 ). Atas dasar kekuasaan Allah Abimelek berjanji kepada Abraham bukan karena kebaikan Abraham, malah Abraham berdusta dengan mengatakan bahwa Sarah adalah saudarinya, sehingga Abimelek jatuh kepada hal-hal yang tidak berkenan di hadapan Allah. Artinya perjanjian itu ada sangkut pautnya dengan Allah dan sangat berhubungan erat dengan Allah, tidak bisa dilepaskan. Inilah yang dilihat oleh Abimelek sehingga dia rela menyerahkan tanahnya untuk ditinggali Abraham. Kerelaan timbul karena memandang Allah yang berkuasa. Allah Penuh Kasih, karena lebih besar pengasihannya kepada Abraham yang penuh cacad dan aib (yang diancam hukuman mati yang bakal serupa dengan upah pelanggaran Abimelek). Biarpun Abraham memakai ilmu selamat demi keselamatannya mengorbankan istrinya menjadi istri orang lain asal dia selamat di negeri asing itu. Jadi kedua orang itu berjanji atas pengakuan akan Allah yang Mahakuasa dan Penuh Kasih, seakan Tuhan menjadi saksi atas janji mereka.
Dari peristiwa ini kita banyak belajar banyak hal tentang banyak hal yaitu komitmen  kita di hadapan Allah dalam hal mengikut Tuhan kita. Sebagai orang percaya kita harus konsekwen dengan tekad dan janji kita sekali mengikut Kristus tetaplah mengikut Kristus. Atau di dalam istilah penerbangan sering disebut: Point of no return, sekali melaju teruslah terbang. Sekali kita lahir, kita tidak mungkin lagi untuk kembali kerahim ibu kita. Itulah fakta kehidupan kita. Sekali kita membajak janganlah melihat kebelakang lagi. Jangan seperti Yunus yang kemudian ingkar janji. Sekali kita menjadi milik Kristus jadilah menjadi milik Kristus. Menerima Kristus adalah keputusan bukan pilihan. Keputusan berarti memiliki resiko. Keputusan berarti ada sesuatu yang harus dipertanggung  jawabkan. Keputusan berarti ada sesuatu yang harus dikerjakan.  Ada banyak orang yang menganggab bahwa menjadi Kristen adalah pilihan. Daripada tidak memiliki agama, ya pilih aja agama Kristen. Sehingga dia memang tidak memiliki  rasa tanggungjawab sebagai seorang Kristen. Tidak merasa terbeban jika tidak melakukan sesuatu bagi Kristus. Tidak merasa kurang jika tidak pergi beribadah ke gereja, partangiangan wyek, kegiatan gerejawi lainnya yang diselenggarakan oleh gereja. Karena Kristen sebagai pilihan, maka lebih baik dia duduk-duduk di kedai (lapo) daripada ke gereja dan partangiangan, lebih suka membahas politik daripada Firman Tuhan.
Jika mengikut Kristus merupakan pilihan, maka kita akan sulit mengenal dan mengetahui bagaimana kebaikan Tuhan itu bagi hidup kita. Kebaikan Tuhan itu akan kita rasakan jika kita memutuskan mengikut Kristus. Tidak mungkin kita mengatakan seorang Bupati itu baik, jika kita tidak pernah bersamanya, mengikuti dia makan di restoran, atau mengikuti Bupati dalam pertemuan masyarakat. Orang akan lebih mudah mengatakan kebaikan seorang Bupati jika dia telah pernah bersama dan mengikuti Bupati itu. Demikianlah kita, kebaikan Kristus itu kita rasakan jika kita putuskan untuk bersama Kristus, mengikut Kristus dalam perjalanan hidup kita masing-masing.
 
Hal yang kedua di dalam renungan ini adalah bahwa Abraham mengabadikan tempat mereka bersumpah atau berjanji itu dengan menanam pohon tamariska di Bersyeba dan memanggil Nama Tuhan di sana. Abraham mendirikan sebuah tanda atas kebaikan Tuhan yang telah diterima oleh umat Israel. Dengan Nama Allah yang Kekal. Boleh kita samakan ini semacam tugu yang monumental bagi Abraham sebagai bukti nyata kebaikan Tuhan yang dia rasakan dan terima. Allah memelihara dengan memberi tanah dan mengasihi dia yang tidak menghukum pelanggarannya. Memang di dalam Perjanjian Lama tentang perbuatan Allah itu sering diabadikan dengan: Eben Haeser (Sampai sekarang Allah menolong kita). Bethel tempat Yakub bermimpi dengan membuat batu dan di sana kemudian di bangun Bait Allah. Demikian juga kehidupan kita banyak sekali hal-hal yang kita terima dan rasakan kebaikan Allah dan pemeliharaa-Nya. Ini bukan berarti supaya kita mendirikan tugu yang secara phisik dan material, tetapi mungkin banyak cara kita untuk mengabadikan sesuatu yang kita terima dari Tuhan seperti mengabadikan di dalam diri anak-anak melalui nama, sehingga setiap kita memanggil nama anak kita diingatkan akan perbuatan Allah di dalam diri kita. Misalnya, si Dame (damai), dengan memanggil nama Dame, kita mengingat bahwa kita harus melakukan kedamaian bagi sesama manusia. Asal jangan terjadi sebaliknya, namanya si Dame, tetapi perilakunya selalu membawa persoalan, membawa kekacauan. Setiap datang si Dame, selalu ada yang akan terjadi. Karena itu abadikanlah dan meteraikanlah perbuatan Tuhan di dalam hidupmu, sehingga menimbulkan kerinduan yang hangat akan kehadiran Tuhan di dalam hidup kita ini. Amin.
 
 
 
 
 
Pdt Armada Sitorus, M.Th.
Praeses HKBP Distrik Toba Hasundutan