GEMBALAKANLAH KAWANAN DOMBA ALLAH
1. Seorang ahli Biblika Perjanjian Baru, Warren W. Wiersbe, menyimpulkan isi surat 1 Petrus ini dengan perkataan ‘be hopeful’, yang artinya berpengharapan penuh. Kesimpulan ini tentu merujuk kepada situasi historis yang dihadapi oleh gereja perdana atau orang Kristen pada waktu itu, yakni penderitaan. Hal ini tentu merujuk kepada sejarah gereja perdana (gereja mula-mula), di mana orang Kristen (gereja) mengalami penghambatan dari kekaisaran Romawi. Oleh karena itu dapat dibayangkan bahwa orang Kristen pada waktu itu sangat menderita di bawah tekanan pemerintah Romawi. Orang Kristen menderita karena statusnya sebagai Kristen. Namun penderitaan itu adalah bagian dari pergumulan iman sebagaimana Kristus rela menderita.
2. Itu sebabnya, tujuan penulisan surat ini juga berhubungan erat dengan situasi historis yang dihadapi jemaat pada waktu itu. Tujuannya ialah hendak menghibur dan menguatkan orang Kristen agar senantiasa bertahan menghadapi penderitaan. Merujuk kepada penekanan surat 1 Petrus ini, Willi Marxsen berkata: Penderitaan adalah kehormatan sejauh orang menanggungnya sebagai orang Kristen dan bukan sebagai penjahat (4:12-19). Sebagai sebuah kehormatan maka orang Kristen harus bersyukur jika Tuhan masih menginzinkan kita menderita sebagai upaya kita ikut bagian dalam penderitaan Kristus. Tidak ada mahkota tanpa salib. Salib adalah simbol penderitaan bukan kemenangan. Pernyataan-pernyataan serupa ini hendaknya senantiasa mengisi khasanah hidup setiap orang Kristen. Jangan pernah bermimpi untuk memperoleh kemenangan tanpa perjuangan; dan … tiada hidup tanpa tantangan. Melarikan diri dari tantangan bukanlah solusi terbaik, namun hadapilah tantangan sebagai pejuang-pejuang Kristus.
3. Perikop 1 Petrus 5 : 1 – 5 juga harus dilihat dalam konteks penghiburan itu. Mudah dipahami betapa pentingnya upaya memperjelas komitmen pelayanan ketika tantangan dan pergumulan datang menghadang. Bukan hanya di situ, seorang pelayan dituntut menjadi teladan, termasuk dalam ketegaran menghadapi tantangan itu. Itu sebabnya, para ahli PB mengatakan bahwa perikop ini adalah tentang ‘how to be a good shepherd’ (bagaimana menjadi seorang gembala yang baik). Gembala yang baik adalah gembala yang senantiasa tegar dalam tugas panggilannya meskipun di tengah berbagai pergumulan. Selanjutnya ditegaskan ‘times of persecution demand that God’s people have adequate spiritual leadership’ (ketika penganiayaan datang menghadang maka umat Allah dituntut memiliki pemimpin spiritual sejati). Pemimpin sejati ini akan menjadi soko guru, sumber inspirasi dan semangat perjuangan. Dalam hal ini keteladanan dituntut dan ditunggu dari seorang pemimpin.
4. Menyingkap isi perikop ini, satu pertanyaan pembuka perlu didengungkan: What are the personal qualities that make for a successful pastor? Pertanyaan ini hendak memberi penegasan akan personal qualities (kualitas personal) yang harus dimiliki oleh seorang gembala yang baik. Dalam perikop ini ada tiga kualitas personal yang harus dimiliki oleh seorang gembala yang baik, yaitu:
a. A vital personal experience with Christ (memiliki pengalaman pribadi yang vital bersama Kristus, 5:1). Pengalaman vital atau unik ini tentu merupakan barometer kualitas iman. Itu sebabnya dalam ayat 1 ini Yohanes memperkenalkan diri bukan sebagai rasul tetapi sebagai teman penatua dan saksi penderitaan Kristus, yang juga akan mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan kelak. Pernyataan ini menunjukkan betapa dalamnya hubungan personal Yohanes dengan Yesus. Tentu dalam proses kebersamaan ini Yohanes menemukan pendidikan pendewasaan iman hingga layak menjadi teladan. Itu sebabnya Yohanes rindu berbagi pengalaman (sharing) dengan jemaat perdana yang tengah dalam proses pembentukan identitas dan pencitraan diri sebagai Kristen sejati.
b. A loving concern for God’s sheep (keperdulian dalam kasih terhadap domba Allah, 5:2-3). Keperdulian atas dasar kasih ini tentu memampukan setiap gembala memiliki loyalitas dan dedikasi yang tinggi terhadap tugas panggilannya. Dia akan senantiasa melayani dengan tulus dan suka cita, tidak sekali-kali karena terpaksa. Dengan segala ketulusan ini maka terciptalah motivasi yang murni hanya untuk mengabdi kepada Alah, bukan karena mau mencari keuntungan. Pendangkalan akan motif pelayanan terjadi ketika pelayan tidak lagi hidup dalam kasih yang tulus.
c. A desire to please Christ alone (keinginan untuk hanya menyenangkan Kristus, 5:4). Gembala yang baik ialah gembala yang rela berkorban demi tugas yang diemban. Dia hanya bekerja untuk tugas dan panggilannya. Itu berarti, dia hanya melayani tuan yang memberikan tugas tersebut. Tujuannya hanya satu yakni menyenangkan hati tuannya. Demikianlah juga setiap gembala harus menyenangkan Kristus bukan manusia.
5. Perikop ini juga dilengkapi dengan himbauan kepada orang-orang muda agar menumbuh-kembangkan dalam dirinya sikap tunduk kepada orang-orang yang tua. Apa yang hendak kita lihat di sini? Ada upaya untuk menata hidup jemaat dalam bingkai kerendahan hati. Jika setiap gembala jemaat melayani dengan rendah hati maka orang-orang muda juga dituntut merespons pelayanan itu dengan rendah hati. Dengan kerendahan hati ini maka kerjasama dan saling mengisi akan tercipta. Bila hal ini terwujud maka hanya nama Tuhanlah yang dimuliakan.
6. Nas ini akan menjadi dasar persekutuan kita dalam Minggu Miserikordias Domini. Apa yang hendak kita lihat di sana ? Miserikordias Domini artinya nyanyikanlah belas kasihan Tuhan. Penekanan utama di sini adalah mengenai belas kasihan Tuhan dan perbuatanNya yang baik kepada kita. Belas kasihan itu sendiri bukanlah karena perbuatan manusia. Lalu dihubungkan dengan nas kita, yang hendak ditegaskan ialah belas kasihan Tuhan yang diwujud-nyatakan dalam campur tanganNya memimpin dan membimbing hidup kita. Tentu kemepimpinan dan bimbingan Tuhan itu akan direalisasikan dalam tugas para hambaNya. Yesus adalah gembala yang baik (Yoh. 10). Tindak lanjutnya, para gembala jemaat juga harus menjadi gembala yang baik. Biarlah dengan penggembalaan yang baik, setiap orang semakin merasakan belas kasihan Tuhan.
7. Gembala yang baik harus rela menderita. Sejenak berenung dari kisah perjalanan Dietrich Boenhoefer. Dia berkata The Cost of Discipleship. Betapa mahalnya mengikut Yesus. Seorang pengikut Yesus harus rela menderita. Itu sebabnya dia berkata lagi Follow Jesus and… die. Barangsiapa yang hendak mengikut Yesus dia harus rela sampai mengorbankan nyawanya sekalipun. Tentu ini bukan pekerjaan mudah. Dibutuhkan komitmen, kebulatan tekad dan kekuatan yang hanya dari Tuhan.
8. Dalam pola hidup demikianlah para pelayan dituntut menjadi gembala dalam tugas pelayanannya. Merujuk kepada nas kita, ada tiga kualitas personal yang harus dia miliki, yakni :
a. Harus memiliki pengalaman yang unik dan vital akan persekutuannya dengan Tuhan. Pengalaman unik yang dimaksud di sini adalah hubungan pribadi yang intim dengan Tuhan.
b. Harus memiliki keperdulian yang tinggi atas dasar kasih.
c. Harus memiliki komitmen untuk hanya menyenangkan Tuhan.
9. Siapakah gembala itu? Gembala bukan hanya pelayan tahbisan (pelayan penuh waktu). Gembala adalah semua orang yang telah menjadi bagian dari persekutuan dalam Gereja sebagai tubuh Kristus. Oleh karena itu, nas ini juga hendak berbicara kepada kita semua. Melalui nas ini Gereja sebagai suatu persekutuan orang kudus diajak berbenah ini untuk semakin meningkatkan intensitas pelayanannya. Hal ini menuntut jemaat yang semakin misioner.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar