Selasa, 15 September 2009

Bacaan Minggu 04 Oktober 2009: Efesus 5 : 1 - 10

HIDUP SEBAGAI ANAK-ANAK TERANG

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa nas ini adalah satu bentuk kesaksian, sekaligus merupakan kata-kata nasihat yang disampaikan oleh Rasul Paulus kepada orang-orang Kristen yang ada di kota Efesus (pada akhir abad pertama SM). Dan nas renungan ini juga merupakan kata-kata nasehat yang sangat penting, yang disampaikan oleh Rasul Paulus kepada seluruh orang Kristen di sepanjang jaman dan sejarah di seantero muka bumi ini. Kenapa? Karena orang Kristen adalah orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Atau Orang Kristen adalah Persekutuan orang percaya, yang dipanggil oleh Tuhan menjadi milik-Nya. Dan itulah sebenarnya pengertian “Gereja” (lat. Igreia, Yun. Eklesia), atau “Huria” (Yun. Kuriake ), yang berarti “Persekutuan orang-oang percaya yang dipanggil oleh Tuhan menjadi milik-Nya.” Atau “Persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Tuhan keluar dari dunia, walaupun masih berada di tengah-tengah dunia namun bukan berasal dari dunia dan tidak bertujuan untuk dunia melainkan diutus ke tengah-tengah dunia untuk menjadi garam dan terang dunia.
Untuk itu Gereja atau orang Kristen yang masih berada di dunia, tidak boleh sama dengan dunia, melainkan harus menjadi garam dan terang dunia dalam kebenaran dan kasih Kristus.
Cara hidup seperti itulah yang mau dinasihatkan Paulus kepada kita, melalui nas renungan hari ini, yaitu :
1. Hidup di dalam kasih (5:1-2)
Nasihat ini berhubungan dengan kedua ayat terakhir dalam pasal 4 yang berisi peringatan Paulus tentang “kepahitan dan amarah”, yang dapat menimbulkan pertengkaran, perpecahan, dan berbagai dosa-dosa lainnya. Untuk itu diperlukan kasih sejati yang memancar dari dalam hati, karena “kasih menutupi banyak sekali dosa” (1 Ptr. 4:8). Paulus memberikan beberapa alasan mengapa orang Kristen harus hidup dalam kasih, yaitu:
- Orang Kristen adalah Anak Allah. Karena telah dilahirkan kembali melalui iman kepada Kristus, orang Kristen adalah salah seorang dari orang-orang yang “mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (2Ptr. 1:4) dan karena “Allah adalah kasih”, maka wajarlah kalau anak-anak Allah “hidup di dalam kasih”. Paulus menasihati kita supaya “hidup di dalam kasih”, ia tidak meminta kita untuk melakukan sesuatu yang asing bagi kehidupan Kristen; karena kita telah menerima suatu kodrat baru untuk hidup dalam kasih. Sifat lama kita pada dasarnya adalah mementingkan diri sendiri; dan oleh sebab itu, mendirikan tembok pemisah dan menimbulkan pertengkaran. Tetapi kodrat yang baru yang kita terima dalam Kristus adalah Kerajaan Allah yang di dalamnya termaktub kebenaran, damai sejahtera dan sukacita dalam Kristus.
- Orang kristen adalah anak Allah yang dikasihi. “Jadilah peniru –peniru Allah, seperti anak-anak yang kekasih.” Dari pernyataan ini, coba kita bayangkan, bahwa Allah berbicara tentang kita sama seperti ia berbicara tentang Yesus Kristus: “Inilah Anak yang Kukasihi” (Mat. 3:17). Sebab itu Allah mengasihi kita seperti Ia mengasihi Anak-Nya (Yoh. 17:23). Kita dilahirkan ke dalam suatu persekutuan yang penuh kasih dengan Bapa, yang seharusnya kita buktikan dalam pernyataan kasih kita kepada-Nya melalui cara hidup kita.
- Orang Kristen dibeli dengan harga tunai. “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh. 15:13). Tetapi Kristus memberikan nyawa-Nya bagi musuh-musuhNya demi kita (Rm. 5:10). Itu makanya, kasih kita kepada-Nya merupakan sambutan terhadap kasih-Nya kepada kita. Paulus menasehatkan “hiduplah di dalam kasih” karena kasih merupkan faktor yang penting dalam kehidupan Kristen. Jika kita hidup di dalam kasih, kita tidak akan melawan kehendak Allah atau menyakiti manusia karena “barang siapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat” (Rm. 13:8). Kiranya Roh Kudus menaruh kasih ini di dalam hati kita (Rm. 5:5).
2. Hidup sebagai anak-anak terang (5:3-10)
Karena “Allah adalah terang” dan kita meniru Bapa kita, maka kita harus hidup dalam terang dan tidak berhubungan dengan kegelapan dosa. Paulus memberikan tiga gambaran untuk mendukung pendapatnya ini:
- Kita adalah orang-orang kudus (5:3-4). Artinya, kita adalah “orang-orang yang dipisahkan” dan tidak lagi termasuk ke dalam dunia kegelapan yang ada di sekeliling kita. Kita telah dipanggil “keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” (1 Ptr. 2:9). Untuk itu, sebagai orang kudus, kita sungguh tidak pantas untuk menyukai dosa-dosa yang menandakan kegelapan. Beberapa diantaranya disebut oleh Paulus dalam nas ini. Ia memperingatkan kita akan dosa-dosa-dosa seksual (percabulan, kecemaran) yang lazim pada zaman itu-dan juga lazim pada zaman kita sekarang. Sungguh menyedihkan untuk mengatakan bahwa dosa-dosa ini telah menguasai banyak orang Kristen dan juga membawa kesedihan kepada rumah tangga dan jemaat-jemaat, termasuk di HKBP. “Keserakahan” mungkin tampaknya tidak pada tempatnya untuk disejajarkan dengan percabulan, tetapi kedua dosa itu pada hakekatnya sama-sama menunjukkan kelemahan dasar dari tabiat manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, yaitu nafsu yang tidak dapat dikendalikan. Orang yang cabul dan orang yang serakah masing-masing ingin memuaskan nafsunya dengan merampas apa yang bukan miliknya. “Keinginan daging dan keinginan mata” (1 Yoh. 2:16) melukiskan kedua dosa ini. Paulus menasihatkan supaya dosa-dosa semacam itu “disebut saja pun jangan di antara kita”
Dalam ayat 4 Paulus memperingatkan kita akan dosa-dosa lidah, yang tentu saja sebenarnya merupakan dosa-dosa hati. Orang-orang yang memiliki nafsu-nafsu yang rendah biasanya memupuk kebiasaan untuk berbicara dan bergurau secara kasar dan kotor. Dan sering kali orang-orang yang ingin melakukan dosa-dosa seksual, atau yang telah melakukannya, senang berkelakar mengenai hal itu. Dua hal yang dapat menunjukkan perangai seseorang adalah apa yang membuat dia tertawa dan apa yang membuat dia menangis. Orang-orang kudus tidak tertawa pada waktu mendengar pembicaraan atau lelucon kotor. “Perkataaan kosong” tidak berarti lelucon polos, melainkan percakapan yang sia-sia yang merendahkan martabat manusia dan tidak membangun atau memberikan kasih karunia kepada pendengarnya (Ef. 4:29). Paulus mengecam perkataan kosong yang sama sekali tidak ada gunanya.
Paulus juga mengingatkan kita kepada orang yang pandai berbicara yang dapat mengubah setiap pernyataan menjadi lelucon kasar. Kepandaian menggunakan kata-kata secara tepat merupakan suatu berkat, tetapi apabila kepandaian itu dihubungkan dengan pikiran kotor atau tujuan yang rendah, maka kepandaian itu menjadi suatu kutuk. Ada orang-orang yang pandai berkata-kata yang dapat mengotori setiap percakapan dengan “perkataan semborono” yang tidak pantas.
Alangkah baiknya bagi kita, bila kita dapat cepat mengucap syukur. Tentu saja ini merupakan cara terbaik untuk memuliakan Allah, dan menjaga agar percakapan kita murni.
Orang Kristen yang menyimpan Firman allah di dalam hatinya (Kol. 3:16) akan selalu membumbui perkataannya dengan kasih (Kol 4:6); karena bila kita memiliki kasih dalam hati, maka kita pun akan berkata-kata dengan penuh kasih.
- Kita adalah anak Kerajaan Allah. (ay. 5-6) Pada waktu kita percaya kepada Kristus, kita masuk ke dalam Kerajaan Allah (Yoh. 3:3); tetapi kita juga menantikan penyataan Kerajaan-Nya secara sempurna pada waktu Ia kembali (2 Tim. 4:1). Paulus menjelaskan bahwa orang-orang yang dengan sengaja dan terus-menerus hidup dalam dosa tidak akan mengambil bagian dalam Kerajaan Allah” (Gal. 5:21). “Orang sundal” (Yun. pornos, pornografi), adalah “orang yang melakukan percabulan-hubungan seks yang tidak sah”. Orang sundal akan dihukum bersama-sama dengan orang yang bermoral cemar dan serakah. Paulus mempersamakan keserakahan dengan penyembahan berhala, karena keserakahan berarti menyembah sesuatu yang bukan Allah.
- Kita adalah terang (ay. 7-10) Gambaran ini merupakan inti ayat-ayat ini, karena Paulus memperingatkan para pembacanya untuk “hidup sebagai anak-anak terang”. Paulus tidak mengatakan bahwa kita berada “di dalam kegelapan”, melainkan kita dahulu “adalah kegelapan”. Sekarang setelah kita diselamatkan , “bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?” Bagaimanapun juga, terang menghasilkan buah, sedangkan perbuatan kegelapan tidak menghasilkan buah yang berkenaan dengan hal-hal rohani. “Karena Roh (Terang) hanya berbuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran.” Sungguh tidak mungkin kita berada dalam kegelapan dan terang sekaligus pada waktu yang sama!
Terang menghasilkan “kebaikan”, suatu peryataan buah Roh (Gal 5:22). Kebaikan adalah “kasih dalam perbuatan”. Kebenaran berarti bersifat benar di hadapan Allah dan bertindak benar di hadapan manusia. Kedua sifat ini didasarkan atas kebenaran, yaitu keserasian dengan Frman Allah dan kehendak-Nya.

Yesus mengatakan banyak hal mengenai terang dan kegelapan . “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di soga” (Mat. 5:16). “Sebab barang siapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak; tetapi barang siapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam nama Allah” (Yoh. 3:2021).
Apa yang mau dikatakan nas renungan ini kepada kita saat ini? Ada dua hal:
1. Hidup “sebagai anak-anak terang” juga berarti menyatakan terang Allah dalam kehidupan kita sehari-hari. Melalui sikap dan tingkah laku kita, kita membawa terang Alah ke dalam dunia yang gelap. Sebagai terang Allah, kita menolong orang lain menemukan jalan mereka kepada Kristus. Hanya pada waktu kita bersaksi dan menceritakan tentang Kristus barulah terang itu masuk ke dalam hati orang yang dibutakan oleh iblis dan digelapkan oleh dosa. Sama seperti seorang yang sehat dapat menolong orang sakit, demikian seorang anak Allah dapat membimbing orang yang sesat ke kuar dari kegelapan ke dalam terangnya yang ajaib itu.
2. Terang menyatakan Allah; terang menghasilkan buah; tetapi terang juga mengungkapkan apa yang salah. Sama seperti seorang dokter secara tidak sadar mengungkapkan kesukaran dan penyakit orang-orang sakit yang diobatinya, demikian pula orang Kristen mengungkapkan kegelapan dan dosa di sekitarnya semata-mata dengan hidup sebagai orang Kristen. Paulus menasehati kita supaya hidup secara seimbang, yaitu hidup dalam terang dan mengecam serta mengungkapkan kejahatan orang-orang yang hidup dalam kegelapan. Sekaligus kita pula harus menghasilkan buah-buah Roh Kudus, (Gal. 5:22) yang semuanya dilandasi oleh iman, kasih dan pengharapan di dalam Yesus Kristus (1 Kor. 13:13; Fil.2:1-5). Kiranya Tuhan menyertai dan memberkati kita semua. Amin


Yogyakarta, 25 September 2009



Pdt. B.T. Simarmata,MTh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar