SAUDARA-saudari
terkasih, setiap merayakan Natal, pandangan kita selalu terarah kepada bayi
yang lahir dalam kesederhanaan, namun menyimpan misteri kasih yang tak
terhingga. Allah menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Inilah perayaan
penuh sukacita atas kedatangan Tuhan
Dialah
Sang Juruselamat yang menjadi manusia lemah dan miskin, agar kita yang miskin
ini dapat ambil bagian dalam kekayaan keallahan-Nya. Maka pada perayaan
kelahiran Yesus Kristus ini, baiklah kita merenungkan kasih Allah itu dan
menegaskan apa yang harus kita lakukan untuk hidup sebagai orang-orang yang
percaya kepada-Nya.
KASIH ALLAH BAGI SEMUA MANUSIA
Allah
mengasihi semua manusia. Kasih-Nya yang besar kepada manusia itu diwujudkan
dengan mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dunia. Anak itu dikandung oleh seorang
perawan, bernama Maria.
Kelahiran-Nya
membawa sukacita bagi banyak orang. Warta gembira itu diserukan oleh malaikat
Allah: “sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh
bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota
Daud” (Luk 2:10-11). Tanda sukacita itu nyata dalam diri seorang bayi yang
dibungkus dengan lampin dan dibaringkan dalam palungan sebagai wujud
kesederhanaan dan kesahajaan.
Kasih
Allah itu disambut dengan gembira oleh para gembala yang bergegas pergi ke
Betlehem untuk menjumpai bayi itu seperti diwartakan oleh malaikat Allah. Hal
yang sama juga dilakukan oleh orang-orang majus dari Timur.
Mereka
mencari kanak kanak Yesus dengan mengikuti bimbingan bintang. Setelah menemukan
tempat yang dicarinya, “masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu
bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia” (Mat 2:11a). Begitulah bayi kudus
itu semakin menjadi besar dalam didikan kasih kedua orangtua-Nya. Dia “makin
bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh
Allah dan manusia” (Luk 2:52).
KASIH ALLAH TANPA SYARAT
Allah
adalah kasih (bdk. 1 Yoh 4:8.16b). Seluruh aktivitas Allah adalah tindakan
kasih. Ia menyatakan diri dalam kasih kepada manusia. Ia mengasihi manusia
tanpa membedakan. Ia tidak menuntut syarat apa pun dari manusia sebelum
menyatakan kasih-Nya.
Ia
mengasihi orang benar maupun orang jahat dan semuanya tidak pernah lepas dari
kasih-Nya. Demikianlah, Allah Bapa di surga, “menerbitkan matahari bagi orang
yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan
orang yang tidak benar” (Mat 5:45).
Semua
orang telah berdosa dan dosa membuat manusia terpisah dari Allah. Akibatnya,
manusia kehilangan kemuliaannya sebagai anak Allah (Rm 3:23) dan tidak layak
untuk tinggal bersama Allah. Hukuman yang harus diterima oleh orang berdosa
adalah terpisah dari Allah, “sebab upah dosa adalah maut” (Rm 6:23).
Tetapi,
Yesus rela menanggung penderitaan agar kita dibebaskan dari maut tersebut dan
kita dianggap benar oleh Allah. Yesus pun rela menanggung semua itu karena Ia
mengasihi manusia dan melihat semua manusia sebagai sahabat. Yesus menunjukkan
kasih-Nya dengan memberikan nyawa-Nya sendiri untuk para sahabat-Nya.
Sabda
Nya, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan
nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Demikianlah Allah “telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” dan Ia telah
“mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk
menyelamatkannya oleh Dia” (Yoh 3:16-17).
Jelas
bahwa “bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi
kita” (1Yoh 4:10). Allah tidak menunggu manusia mengasihi diri-Nya dan baru kemudian
Ia mau mengasihi mereka.
Ia
mengasihi manusia walaupun manusia berdosa dan Kristus sendiri mati ketika
manusia masih berdosa (Rm 5:8). Yesus datang ke dalam dunia dan hidup di tengah
manusia bukan karena manusia itu baik.
Sebaliknya,
Ia rela meninggalkan kemuliaan surgawi dan mengurbankan diri-Nya justru karena
manusia berdosa dan tidak sanggup melepaskan diri dari ikatan dosa. Semua ini
dilakukan-Nya semata-mata karena Ia menghendaki kebaikan dan kebahagiaan
manusia. Allah menghendaki manusia hidup bahagia dalam kemuliaan abadi bersama
Dia.
MENGASIHI SEPERTI ALLAH
Kehadiran
Kristus sebagai manusia di dalam dunia ini mengajak kita untuk mengasihi
seperti Allah. Sabda menjadi manusia untuk menjadi teladan kita dalam
mengasihi. Seperti Allah yang menyatakan kasih-Nya dalam diri Kristus, kita
diingatkan untuk mengasihi sesama semata-mata karena kita menginginkan orang
lain bahagia.
Hal
ini juga berarti bahwa kita diajak untuk mengasihi sesama tanpa membuat
pembedaan, walaupun mereka tidak berlaku seperti yang kita harapkan. Jika
demikian, kita berlaku seperti Allah dan menjadi anak-anak Allah.
Hanya
orang yang membuka hati dan menyadari kasih Allah akan dapat mengasihi Allah
dan sesama. Jika orang mengatakan bahwa ia mengasihi Allah tetapi membenci
saudaranya, ia berdusta karena tidak mungkin mencintai Allah yang tidak
kelihatan tanpa mencintai sesama yang kelihatan.
Siapa
yang mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya (bdk. 1Yoh 4:20-21).
Dasar untuk saling mengasihi ini adalah kasih Allah. Dengan kasih seperti
itulah orang diajak untuk mengasihi sesamanya.
Dalam
terang kasih itu, kami mengajak Saudara-saudari untuk menanggapi kasih Allah
dengan bertobat dan sungguh-sungguh mewujudkan kasih dengan memperhatikan beberapa
hal penting berikut ini:
Pertama, Allah
menciptakan alam semesta ini baik adanya dan menyerahkan pemeliharaan serta
pemanfaatannya secara bertanggungjawab kepada manusia. Perilaku tidak bertanggungjawab terhadap alam ciptaan akan
menyengsarakan bukan hanya kita yang hidup saat ini, tetapi terlebih generasi
yang akan datang. Maka kita dipanggil untuk melestarikan dan menjaga keutuhan
ciptaan-Nya dari perilaku sewenang-wenang dalam mengelola alam.
Kedua,
melibatkan
diri dalam berbagai usaha baik yang dilakukan untuk mengatasi
persoalan-persoalan kemasyarakatan seperti
konflik kemanusiaan, menguatnya sikap intoleran, dan perilaku serta tindakan
yang menjauhkan semangat persaudaraan sebagai sesama warga bangsa.
Ketiga, melalui
jabatan, pekerjaan dan tempat kita masing-masing dalam masyarakat, kita ikut
sepenuhnya dalam semua usaha yang bertujuan memerangi kemiskinan jasmani maupun
rohani. Demikian juga kita melibatkan diri
dalam berbagai upaya untuk memberantas korupsi. Salah satu caranya adalah
mengembangkan semangat hidup sederhana dan berlaku jujur.
Keempat,
melibatkan
diri dalam menjawab keprihatinan bersama terkait dengan lemahnya penegakan
hukum. Hal itu bisa kita mulai dari diri
kita sendiri dengan menjadi warga negara yang taat kepada hukum dan yang
menghormati setiap proses hukum seraya terus mendorong ditegakkannya hukum demi
keadilan dan kebaikan seluruh warga bangsa.
Saudara-saudari
terkasih, Allah yang menyatakan kebesaran kasih-Nya melalui Yesus Kristus yang
dilahirkan di kandang Betlehem akan menyertai serta memberkati usaha kita semua
dalam memberi wujud pada kasih-Nya itu. Semoga kasih Allah yang kita alami dan
kita rayakan pada Natal ini mendorong kita untuk semakin giat berbuat kasih.
Berkat Tuhan melimpah kepada kita.
SELAMAT
NATAL 2012 DAN TAHUN BARU 2013
Jakarta,
20 November 2012
Atas
nama
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA (PGI)
Ketua
Umum, Pdt. Dr. A.A. Yewangoe
Sekretaris
Umum, Pdt. Gomar Gultom
KONFERENSI
WALIGEREJA INDONESIA (KWI)
Ketua
Presidium, Mgr Ignatius Suharyo
Sekertaris Jenderal, Mgr Johanes Maria
Pujasumarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar