Selasa, 26 Mei 2009

Bacaan Minggu 31 Mei 2009: Yesaya 40 : 12 - 14

SIAPAKAH YANG SETARA DENGAN ALLAH?

Pengantar

Kita hidup di dalam masyarakat majemuk, yang memiliki beragam kepercayaan. Dalam kondisi demikian, kadangkala jemaat mengalami kebingungan dan bertanya: “Allah manakah yang benar?”
Pertanyaan tersebut adalah sebuah pertanyaan yang sangat relevan dan penting untuk dijawab. Untuk itu, nas Alkitab, yang menjadi epistel di hari Pentakosta pertama ini, sangat baik untuk kita simak bersama-sama. Nas ini berbicara mengenai topik yang sangat penting, yaitu tentang diri Allah sendiri. Perjanjian Lama menggambarkan bahwa sejak umat Allah keluar dari Mesir, umat tersebut sering berpindah-pindah, dari satu tempat ke tempat lain. Dalam kondisi yang demikian, umat tersebut diperhadapkan kepada allah-allah (ilah-ilah) lokal yang dipercayai oleh masyarakat setempat. Meski demikian, melalui nabi-nabi, TUHAN ALLAH dengan tegas mengingatkan agar umat menjauhkan diri dari ilah-ilah tersebut dan tetap percaya kepada-Nya. Dengan perkataan lain, Allah menuntut loyalitas tunggal kepada-Nya.

Pembahasan

Kitab Yesaya dapat dibagi menjadi tiga periode. Periode pertama adalah pasal 1-39 (739-701 SM). Periode kedua adalah pasal 40-55 (605-539 SM) dan periode ketiga adalah pasal 56-66 (539-400 SM). Teks Alkitab yang baru kita baca termasuk periode kedua, di mana pada periode tersebut, umat Allah (bangsa Yehuda) berada dalam pembuangan di Babel. Hal itu terjadi akibat dosa dan pelanggaran mereka, di mana mereka hidup memberontak dengan percaya dan beribadah kepada ilah lain. Dalam keadilan-Nya, Allah menghukum umat tersebut melalui tangan musuh mereka. Sebagai bangsa yang hidup dalam pembuangan, mereka tidak memiliki kemerdekaan, umat Allah sangat menderita dan hidup putus asa.
Alkitab menjelaskan bahwa Allah yang adil, adalah juga Allah yang penuh kasih. Karena itu, Dia tidak menghendaki umat-Nya terus hidup dalam penderitaan. Dia berkenan menerima mereka yang mau bertobat dan kembali kepada-Nya. Pasal ini dengan jelas menyatakan kabar baik, berita keselamatan dan penghiburan bagi umat-Nya. Itulah sebabnya, di dalam ayat permulaan kita membaca: “Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku, demikian firman Allahmu, tenangkanlah hati Yerusalem dan serukanlah kepadanya, bahwa perhambaannya sudah berakhir, bahwa kesalahannya telah diampuni, sebab ia telah menerima hukuman dari tangan TUHAN dua kali lipat karena segala dosanya (Yes. 40:1-2). Pada ayat berikutnya, nabi menunjuk kepada Allah yang kuat dan berkuasa (10) yang sanggup memelihara dan menggembalakan umat-Nya (11). Selanjutnya, kita membaca serangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan pribadi. Perhatikan kata “Siapa” diulang beberapa kali dalam pasal ini (ayat 12, 13, 14, 18, 25).

Manusia jauh lebih kecil dari ciptaan Allah
Kita akan membagi pertanyaan dalam nas bacaaan kita tersebut menjadi dua bagian. Mari kita mulai dengan yang pertama, yaitu, yang berhubungan dengan ciptaan. Salah satu cara untuk mengenal kekerdilan manusia dan kebesaran Allah, adalah dengan memandang kepada alam, ciptaan Allah. Pada ayat 12, pertanyaan berhubungan dengan kebesaran ciptaan Allah. Di sini ada empat pertanyaan:
• Siapa yang menakar air laut dengan lekuk tangannya?
• Siapa yang mengukur langit dengan jengkal?
• Siapa yang menyukat debu tanah dengan takaran?
• Siapa yang menimbang gunung-gunung dengan dacing, atau bukit-bukit dengan neraca?

Bagaimanakah jemaat sekalian menjawab pertanyaan tersebut di atas? Isi dari pertanyaan tersebut mengandung kontras yang sangat menyolok. Di satu sisi, air laut sangatlah luas, dan di sisi lain, lekuk tangan manusia sangatlah kecil. Lalu, siapakah yang memiliki lekuk tangan yang sanggup menakar air laut tersebut? Jawabnya, tentu saja tidak ada. Hal yang sama dengan langit yang sedemikian luas. Siapakah yang memiliki jengkal sedemikian besar sehingga sanggup mengukur langit? Jawabnya juga tidak ada. Demikian juga dengan debu tanah yang sedemikian berat. Siapakah yang memiliki takaran yang sanggup menyukat debu tanah tersebut? Jawabnya, juga negatif. Hal yang sama dengan gunung-gunung atau bukit-bukit yang sedemikian tinggi dan berat. Siapakah yang sanggup menimbangnya? Sudah pasti, jawabnya, kembali tidak ada. Dengan perkataan lain, jika kita menyimak tantangan nabi tersebut di atas, maka semua jawabnya bersifat negatif: tidak ada. Atau lebih tegas lagi, tidak mungkin ada. Jika ada pribadi yang sanggup melakukannya, maka pribadi itu hanyalah Allah, yaitu satu-satunya pribadi yang menciptakan semua hal tersebut.

Allah jauh lebih besar dari semua
Jika pada ayat 12 pertanyaan pertama dikaitkan dengan ciptaan Allah, yang jauh lebih besar dari manusia, maka pada ayat 13 dan 14, pertanyaan yang kedua, berhubungan dengan diri Allah sendiri. “Siapa yang dapat mengatur Roh TUHAN atau memberi petunjuk kepada-Nya sebagai penasihat?” (13). Jika kita perhatikan dengan teliti, maka pertanyaan kedua ini (ay. 13) muncul segera setelah pertanyaan pertama (ay. 12). Jadi, kedua pertanyaan tersebut masih berhubungan. Jika demikian, jawaban apakah yang diharapkan dari ayat 13 tersebut? Sama dengan pertanyaan pertama, jawabnya juga bersifat negatif. Artinya, tidak ada seorangpun, termasuk ilah manapun yang dapat mengatur Roh Tuhan. Tidak mungkin seorang manusia atau ilah, bagaimanapun besarnya, dapat memberi petunjuk dan nasihat kepada Allah.
Jika demikian halnya, pertanyaan-pertanyaan dalam ayat 14 juga harus dijawab dengan nada negatif. Allah tidak perlu meminta nasihat kepada siapapun. Tidak ada seorangpun yang sanggup mengajar Allah tentang keadilan, pengetahuan dan pengertian. Hal itu tidak mungkin dilakukan oleh manusia atau mahluk apapun. Jadi, dengan jelas dan tegas teks tersebut menyatakan bahwa Allah di atas semua mahluk. Tidak ada yang dapat disejajarkan dengan Allah. Kebenaran itulah yang kemudian diulang-ulang pada ayat-ayat berikutnya: “Jadi dengan siapa hendak kamu samakan Allah, dan apa yang dapat kamu anggap serupa dengan Dia?”(40:18; Lih. juga ay. 25).

Penerapan

Disadari atau tidak, masih ada dari anggota jemaat kita yang belum menjadikan Allah satu-satunya pribadi yang dipercaya dan disembah. Hal itu dapat terlihat dari praktek perdukunan di sekitar kita. Dengan sedih saya memberitahukan bahwa beberapa kali saya bertemu dengan anggota jemaat yang masih berhubungan dengan dukun-dukun. Pada kondisi ‘normal’, mereka kelihatannya, baik-baik saja. Percaya kepada Tuhan dan rajin ke Gereja. Akan tetapi, ketika dalam kondisi ‘kepepet’, misalnya, ketika penyakit yang diderita anggota keluarga tidak sembuh-sembuh juga, maka mereka pergi kepada orang ‘pintar’ (istilah kita, “nisungkun ma na malo”). Yang lebih menyedihkan lagi, beberapa dari yang terlibat dukun tersebut di atas adalah majelis (sintua)! Praktek perdukunan tersebut, sungguh merupakan tindakan yang menyesatkan dan sia-sia. Beberapa dari mereka yang saya layani, bahkan sempat menjadi gila dan dipasung (kedua kaki dan tangan diikat dengan balok). Ada lagi, seorang istri yang baru menikah, akhirnya terancam bercerai karena setiap kali roh jahat itu menyerangnya (kambuh), maka dia membenci suaminya.
Di pihak lain, kita juga dapat melihat gaya hidup orang-orang yang walaupun kelihatannya percaya kepada Allah, tetapi dalam kenyataan hidup sehari-hari, mereka mengandalkan manusia. Itulah yang terjadi dengan seorang ayah yang saya layani. Ayah tersebut sedemikian ingin agar anaknya berhasil dalam kariernya. Karena itu, sekalipun dia telah berdoa, dia jungkir balik mencari backing untuk mendukung karier anaknya tersebut. Dalam hati, muncul pemikiran, sejauh mana sebenarnya orang tersebut percaya kepada doanya. Apakah semangatnya untuk berserah mencari backing kepada manusia (pejabat tertentu) sama dengan kepada Allah? Nampaknya, tidak demikian. Kiranya, melalui firman Tuhan hari ini, saudara semua semakin beriman dan bersandar hanya kepada Allah dan tidak pernah beralih kepada dukun, ilah atau ciptaan lainnya. Firman Tuhan hari ini menegaskan kembali bahwa hanya ada satu Allah yang sejati. Dia adalah Pencipta alam semesta serta yang mengatur dan mengendalikannya. Tidak ada yang dapat disejajarkan dengan-Nya.-



Pdt. Ir. Mangapul Sagala, D.Th

Tidak ada komentar:

Posting Komentar