BLOG INI BERSIFAT TERBUKA UNTUK DIKOMENTARI DAN DIKRITISI DEMI KEMAJUAN WAWASAN BERPIKIR, DAN BERTEOLOGI MASA KINI
Senin, 01 Maret 2010
Bacaan Minggu Judika, 21 Maret 2010 : Roma 3:21-26
Minggu Judika, 21 Maret 2010 Roma 3:21-26
MANUSIA DIBENARKAN KARENA IMAN
Pendahuluan
Allah menciptakan manusia manurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej. 1:27). Inilah pernyataan Alkitab tentang penciptaan manusia. Kesegambaran manusia dengan Allah dapat diartikan secara luas. Kesegambaran itu tentu saja bukan dalam arti kemiripan wajah. Bukan pula keserupaan tubuh. Manusia segambar dengan Allah berarti di dalam diri manusia ada keilahian Allah. Dalam tubuh, jiwa dan roh manusia ada kehendak dan keinginan Allah, sehingga manusia merupakan media mengenal dan memahami keberadaan Allah. Allah berkenaan dengan keberadaan manusia, sehingga Allah dapat dikenal melalui keberadaan manusia itu sendiri. Inilah arti kesegambaran Allah yang sesungguhnya.
Akan tetapi tidak lama setelah peristiwa penciptaan itu, manusia jatuh ke dalam dosa. “Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (ay 23). Kejatuhan manusia ke dalam dosa menjadikan rusaknya gambar Allah yang ada di dalam diri manusia. Sejak itu manusia tidak lagi segambar dengan Allah. Begitu rusaknya gambar Allah di dalam diri manusia itu, sehingga di dalam diri manusia tidak lagi dapat ditemukan kehendak Allah. Dosa telah menghancurkan segala yang berkenaan dengan Allah di dalam diri manusia. Dosa telah memutus mata-rantai hubungan manusia dengan Allah. Bahkan sebaliknya telah terjadi pertentangan dan pemberontakan antara manusia dengan Allah. Apa yang dikehendaki manusia semuanya justru selalu melawan dengan kehendak Allah. Akibat dosa itu, tindakan dan perbuatan manusia merupakan wujud pemberontakan terhadap kehendak Allah.
Kejatuhan manusia ke dalam dosa menjadikan manusia itu diperbudak dosa dan menjadi milik iblis. Manusia yang semula adalah milik Allah, karena Allah yang menciptakannya, akhirnya menjadi jatuh ke tangan iblis. Sekalipun manusia memiliki keinginan untuk kembali kepada Allah penciptanya, tetapi ternyata manusia tidak dapat melepaskan diri dari kuasa dosa. Sebab manusia bukan hanya milik iblis tetapi telah menjadi hamba dosa.
Allah menyelamatkan manusia
Berbagai tindakan dan perbuatan telah dilakukan Allah untuk melepaskan manusia dari cengkraman dosa. Allah telah memberikan hukum-Nya, Hukum Taurat, untuk menuntun manusia ke jalan yang benar, tatapi manusia ternyata tidak dapat kembali kepada Allah. Hukum Taurat itu ternyata tidak dapat membenarkan manusia, sekalipun dijalankan dengan sebaik-baiknya. Kemudian Allah mengutus para nabinya, memberikan firman-Nya untuk dilaksanakan di dalam kehidupan sehari-hari, hal itu juga ternyata tidak dapat menyelamatkan manusia itu dari kuasa dosa.
Terakhir, Allah mengutus Anak-Nya, Yesus Kristus menyelamatkan manusia dari kuasa dosa dan agar tidak menjadi milik iblis. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Akan-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepda-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3: 16). Allah menyelamatkan manusia melalui, di dalam dan oleh Yesus Kristus. Untuk itu Yesus Kristus harus menanggung penderitaan, bahkan mati di kayu salib, sebagai tebusan terhadap manusia. Paulus berkata: “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar” – “Ai arga do hamu ditobus” – “ karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu” (1Kor. 6: 20). Sebagai hasil konkritnya, Paulus mengatakan: “Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup” (Rm. 5:18).
Dibenarkan karena iman
Barangsiapa yang percaya kepada Yesus Kristus akan selamat. Itu berarti keselamatan diperoleh bukan lagi dengan cara melakukan hukum Taurat, tetapi cukup dengan beriman kepada-Nya. Berbagai peristiwa keselamatan yang dilakukan Yesus Kristus kepada orang berdosa hanya berdasarkan iman kepada-Nya. Hal itu dapat dilihat dalam berbagai peristiwa. Misalnya, seorang perempuan berdosa datang kepada Yesus untuk memohon pengampunan dosa. Ia menangis di kaki Yesus sambil meminyakinya dengan minyak yang harum dan menyekanya dengan rambutnya penuh kasih. Atas dasar sikap dan perbuatannya itu, Yesus berkata kepada perempuan berdosa itu: “Dosamu telah diampuni” – “Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!” (Luk. 7: 48, 50).
Hal yang sama juga dikatakan Yesus kepada salah seorang yang berpenyakit kusta: “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau” (Luk. 17:19). Demikian juga kepada orang yang buta yang disembuhkan Yesus dekat Yeriko, ketika meminta kesembuhan dari Yesus, ia berseru: “O Anak Daud, kasihanilah aku!” Lalu Yesus bertanya kepadanya; “Apa yang engkau kehendaki supaya Aku perbuat kepadamu?” Lalu orang buta itu menjawab: “Supaya aku melihat!” Lalu Yesus berkapa kepadanya: “Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau!” (Luk. 18: 38-42).
Rasul Paulus mengakomodir tindakan dan perbuatan Yesus terhadap orang berdosa, yaitu ‘imanmu yang menyelamatkan engkau’, menjadi pembenaran terhadap orang berdosa. Kebenaran Allah tidak lagi didasarkan atas pelaksanaan Hukum Taurat, sebagaimana memang disaksikan kitab Taurat itu sendiri dan kitab para nabi. Dalam hal ini rasul Pulus mengatakan: “Karena kami yakin bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat” (Rm. 3; 28).
Pembenaran Allah atas orang-orang berdosa didasarkan pada kasih-Nya. Puncak kasih Allah terhadap dunia, juga terhadap manusia berdosa, diperlihatkan Allah ketika Ia yang adalah firman Allah dan Allah sendiri menjadi manusia (Yoh. 1: 1-4,14). Karena Yesus Kristus adalah wujud kasih Allah kepada manusia maka barangsiapa yang percaya kepada-Nya akan selamat dan memperoleh kehidupan yang kekal. Percaya kepada Yesus, dalam arti beriman kepada-Nya menjadi dasar pembenaran manusia.
Martin Luther kemudian mengembangkan pemahaman pembenaran karena iman ini. Menurut Luther, siapapun orangnya tidak dapat selamat hanya dengan melakukan Hukum Taurat. Hukum Taurat tidak cukup dan tidak mampu menyelematkan manusia. Lagi pula, manusia sendiri tidak mungkin dan tidak mampu melakukan hukum Taurat dari dirinya sendiri. Oleh karena itu manusia tidak ada yang selamat dan dibenarkan dari dirinya sendiri. Manusia benar hanya karena dibenarkan Allah. Pembenaran Allah itu didasarkan atas kasih Allah terhadap manusia.
Pandangan Luther ini merupakan reaksi terhadap pemahaman gereja Katolik pada waktu itu, yang menekankan keselamatan dapat diperoleh sebagai jasa atas perbuatan baik. Perbedaan pandangan ini membuat Katolik dan Protestan (Lutheran) berseteru dan saling mengutuk selama hampir lima abad lamanya. Namun, kedua belah pihak sepakat mengakhiri perseteruan tersebut dengan adanya kesepakatan yang ditanda tangani pada 31 Oktober 1999 di Augsburg, Jerman, yaitu dengan tema The Joint Declaration on the Doctrine of Justification – Deklarasi Bersama tentang Ajaran Pembenaran, ditemukanlah titik temu antara pemahaman Katholik dengan Protestan tentang pembenaran karena iman. Gereja Katolik memahami perbuatan baik dapat diperhitungkan sebagai jasa untuk memperoleh keselamatan. Maksudnya adalah agar orang Kristen berupaya mewujudkan keselamatan yang diperolehnya sebagai anugrah Allah dalam bentuk perbuatan yang konkrit. Sedangkan gereja Protestan, khususnya gereja Lutheran, mengajarankan keselamatan hanya dengan anugrah Allah dan perbuatan tidak dapat diperhitungkan sebagai jasa memperoleh keselamatan. Maksudnya adalah agar orang Kristen tidak jatuh pada kesombongan diri, yang hanya mengandalkan perbuatannya untuk memperoleh keselamatan. Keselamatam itu hanya diperoleh melalui anugrah Allah dalam iman kepada Yesus Kristus.
Ajaran Luther itu didasarkan pada konsep pemahaman iman sola fide – hanya karena imanlah manusia diselamatkan. Iman kepada Yesus Kristuslah yang membenarkan kita di hadapan Allah – justification by faith. Oleh karena itu perbuatan manusia tidak akan dipertimbangkan untuk memperoleh keselamatannya. Perbuatan baik manusia bukanlah untuk memperoleh keselamatan, tetapi buah iman. Iman itu sendiri bukan merupakan usaha manusia tetapi adalah karya Roh Kudus yang bertumbuh di dalam diri manusia. Dengan demikian beriman kepada Yesus Kristus adalah juga anugrah Allah. Allah sendiri melalui Roh Kudus yang menanamkan dan bertumbuh dengan anugrah Allah, sola gratia – hanya oleh anugrah Allah. Berdasarkan pemahaman ini, maka akhirnya pembenaran oleh iman adalah anugrah Allah yang kita terima di dalam dan oleh Yesus Kristus.
Relevansi pembenaran karena iman
Pembenaran karena iman merupakan tindakan terobosan yang dilakukan Allah di dalam dan oleh Yesus Kristus untuk menyelamatkan manusia dari hukuman atas keberdosaannya. Akan tetapi beriman dan berbuat baik bukanlah dua hal yang harus dipertentangkan. Ketika Paulus menekankan pembenaran oleh iman, dan bukan oleh perbuatan, maka itu dimaksudkan bahwa dasar hubungan manusia dengan Allah adalah di dalam iman kepada Yesus Kristus. Namun demikian orang beriman harus menghasilkan buah yang baik. Sebab tanpa buah yang baik, sebagaimana dikatakan rsul Yakobus, adalah iman yang mati (Yak. 2:17). Dengan demikian orang yang beriman harus memperlihatkan kelakuan dan perbuatan yang baik. Sementara orang yang dapat melakukan yang baik hanya dimungkinkan atas dasar iman kepada Yesus Kristus.
Kedua pemahaman ini, beriman dan berbuat baik, adalah sejalan dan mempunyai hubungan langsung. Oleh karena itu tidak perlu orang yang berbuat baik merasa bangga atas perbuatan baik yang dilakukannya. Sebab dengan melakukan hal-hal yang baik, itulah yang semestinya dilakukan oleh orang yang beriman. Sebaliknya, orang beriman tidak perlu merasa berbangga diri karena iman yang dimilikinya. Iman adalah anugrah, pemberian Allah, sehingga harus dapat diberlakukan di dalam tindak dan perbuatan yang konkrit. Ketika seseorang menyatakan dirinya sebagai orang Kristen, yang percaya kepada Yesus Kristus, maka ucapan dan perbuatannya harus sesuai dengan sejajar dengan pengakuannya. Ketika orang berbuat baik, misalnya mengasihi sesamanya, maka itupun harus disyukuri sebagai pemberian Allah. “Kita mengasihi karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” (1 Yoh. 4:19). Marilahkita hayati dan memberlakukan dalam kehidupan kita sehari-hari, bahwa kita dibenarkan karena iman kepada Ysus Kristus.
Pdt. Dr. Darwin Lumbantobing
Ketua STT HKBP Pematangsiantar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar