Sabtu, 16 Oktober 2010

PERMAINAN DALAM DUNIA ANAK-ANAK ANGKOLA/MANDAILING: TRADISI LISAN YANG SEMAKIN REDUP

PERMAINAN DALAM DUNIA ANAK-ANAK
ANGKOLA/MANDAILING: TRADISI LISAN
YANG SEMAKIN REDUP





   ABSTRACT
                  There are a lot of children’s games in Angkola/mandailing in the   province of North Sumatra.Some of them are skill-building in nature,some are education,and still some of the games are slightly magical.
 Almost all of that games use pantun (oral poetry) for introduction,insertion,as well as for the closing of the game.
                   Recently that games are gradually fading out because of several factors,namely the lack of playing field,the changing of the habit of Angkola/Mandailing children due to different social surrounding,and the less chance for them to play the game.

1.      Pendahuluan
       Masa anak-anak merupakan  masa pertumbuhan dengan segala keceriaan serta indah tanpa tanggung jawab.Hari-hari umumnya dilalui dengan bentuk permainan dan belajar.Mereka tidak pernah mengerti tentang kesulitan ataupun sesuatu kemungkinan yang akan dihadapi akibat tindakan yang dilakukan.Segalanya dipandang tanpa resiko sehingga dikenallah dunia anak-anak, suatu duniakehidupan ini. Bukan hanya bentuk imajinasi yang memungkinkan buatnya untuk menjangkau segala yang diinginkan dan diharapkan tanpa memikirkannya terlebih dahulu.
Dunia anak-anak adalah dunia masyarakat kecil yang
Memiliki berbagai macam permainan,tetapi tidaklah terikat oleh situasi di luarnya.Umumnya, permainan yang mereka lakukan lahir secara serta merta yaitu merupakan dorongan keinginan yang datangnya tiba-tiba sehingga benar-benar merupakan satu suasana.

Jika lingkungan lain mamiliki parmainan yang disertai dengan peristiwa sastra, demikian juga halnya dengan dunia anak-anak. Mereka pun memiliki sejumlah peristiwa/permainan yang di dalamnya bisa dipetik nilai-nilai sastra, bahkan lebih spesifik kalau dipandang dari kelompok mereka. Setidak-tidaknya permainan tersebut mereka cetuskan lewat pantun-pantun yang dilagukan secara khusus.

2.    Jenis Permintaan Anak-Anak Angkola / Mandailing
               Ada 18 macam permainan anak-anak Angkola/Mandailing yang diuraikan dalam makalah ini yaitu:
1.      Marbanban                                10.       Marpanca
2.      Marsimbang                              11.       Marpaske
3.      Markatimbung                           12.       Marcengke
4.      Marancicing                              13.       Marsibunu
5.      Marsitirlom                                14.       Marlojo
6.      Marsimonjap                             15.       Marsidingkat
7.      Marsiayak                                  16.       Marcungkil
8.      Marsironcang                            17.       Margasing
9.      Margala/Marsiolat                     18.       Marbabiat



Kedelapan belas macam permainan anak-anak Angkola / mandailing ini dulunya cukup populer serta dikenal dengan baik oleh anak-anak Angkola/Mandailing .Permainan anak-anak Angkola/Mandailing ini ada yang berunsur magis seperti Marbanban , yang bersifat ketangkasan seperti Marpanca dan Marsiayak ,serta ada yang bersifat mendidik seperti Marcungkil.

Berikut ini keterangan dari permainan Anak-anak Angkola/Mandailing tersebut.

1.Marbanban

Permainan marbanban dilakukan malam hari pada waktu terang  bulan .Umumnya ,permainan ini dilakukan anak-anak Angkola/Mandailing tepat pada saat bulan purnama. Walaupun sebenarnya di dalam hal ini tidak ada ketentuan sebelumnya,bisa saja permainan tersebut di lakukan tanpa ada cahaya bulan. Hanya kebiasaan yang tampak dipedesaan pada saat bulan sedang purnama jarang sekali dilewatkan penduduk setempat baik kaum Tua, pemuda, serta juga anak-anak. Dengan sendirinya pada saat menikmati cahaya bulan yang terang benderang tersebut anak-anak dengan riang gembiranya melakukan permainan tersebut. Adapun cara permainannya seperti dipaparkan berikut ini.

Seorang anak ditidurkan di tengah lapangan yang langsung disinari cahaya bulan kemudian diselumuti seluruh tubuhnya. Setelah itu secara serentak anak-anank yang lainnya segera menyanyikan sebuah lagu/pantun khusus untuk permainan tersebut hingga pada puncaknya nanti si anak akan kehilangan kesadarannya . apabila sudah demikian halnya, anak tersebut tanpa dapat membantah akan melakukan pekerjaan yang diseluruh atau diperintahkan kepadanya oleh para peserta dalam kelompok itu. Bahkan sering pula sesuatu permasalahan yang sebenarnya menjadi rahasia dapat diketahui dari anak tersebut jika dipertanyakan waktu itu. Untuk mengakhiri permainan tersebut, cukup dengan menyebutkan nama si anak secara serentak.

Dari gambaran diatas dapat dipetik suatu makna tersendiri bahwa permainan yang dijumpai di dunia anak-anak ternyata hanya bisa dilakukan oleh pemiliknya pula. Berarti benarlah masing-masing peristiwa/permainan memiliki kelebihan serta kekurangannya. Permainan itu tidak dapat dipaksakan kehadirannya serta tidak bisa pula dengan kehendak orang lain walaupun yang berkehendak itu mungkin termasuk orang yang berpengaruh pada lingkungannya.


2.      Marsimbang

Permainan marsimbang dapat disebutkan juga dengan permaina berserimbang. Alat yang dipergunakan dalam permainan ini berupa batu-batu kecil yang bulat dan khusus, yang menjadi alat pengambil batu yang lain  sengaja dipergunakan yang lebih besar dari pada yang lainnya. Hal ini dimaksudkan agar batu lainnya yang hendak diambil nantinya dapat dengan mudah dibedakan. Permainan ini biasanya diiringi dengan pantun ataupun nyanyian yang khusus.


3.      Markatimbung

Alat yang dipakai dalam permainan ini adalah tangan sendiri serta dilakukan ketika sedang mandi di sungai. Kedua belah tangan bertepuk di dalam air yang dilakukan berkali-kali, sehingga menimbulkan irama yang tersendiri. Tampaknya permainan bertepuk di dalam air ini bukan merupakan dominan permainan anak-anak saja. Para pemuda pun sering mengerjakannya.


4.      Marancicing

Sejenis permainan yang tiap-tiap daerah selalu ada yakni enjit-enjit semut...  pada permainan ini setiap anak meletakkan tangannya masing-masing dengan bertimpa-timpaan , lalu mencubit bagian atas tangan yang berada di bawahnya. Kemudian dinyanyikan dengan pantun  serta tangan berada di bagian bawah naik ke atas hingga selesai pantun tersebut. Pemain yang tidak berkesempatan menaikkan tangannya karena pantun sudah selesai dinyatakan pihak yang mengalami kekalahan.


5.      Marsitirlom

Permainan yang dilaksanakan dengan seorang anak akan menjadi pesakitan/penjaga sedangkan yang lainnya sebagai penyanyi bersembunyi. Permainan ini mempergunakan sebuah alat berwujud tiang atau pohon kayu sebagai tempat si penjaga. Apabila setiap pemain dapat menyentuh/memegang tiang atau pohon kayu itu, si penjaga tetaplah kedudukannya. Namun, si penjaga akan bertukar posisinya menjadi pemain apabila salah seorang pemain ditemukannya sebelum sempat menyentuh/memegang tiang atau pohon itu.


6.      Marsimonjap

Permainan ini merupakan permainan bersembunyi-sembunyian,dimana si penjaga memang tanpa alat. Si penjaga hanya berusaha mendapatkan salah seorang bersembunyi lalu menyebutkan namanya dan berganti pulalah yang menjaga. Demikian dilakukan berulang-ulang.


7.      Marsiayak

Permainan ini memerlukan ketangkasan dan kecepatan. Karena sebelum menyentuh tubuh seseorang, si penjaga berkewajiban untuk secara terus-menerus mengejarnya. Jika dapat tersentuh olehnya, si penjaga digantikan oleh yang tertangkap tadi.


8.      Marsironcang

Permainan ini memerlukan ketangkasan,kecakapan, serta ketrampilan para pemainnya. Pada permainan ini sengaja dibuat beberapa gawang,dimana pada setiap gawang tersebut ada satu orang yang akan menjaganya dan orang yang lainnya akan berusaha untuk melewatinya dengan tidak tersentuh oleh yang menjaga.


9.      Margala/Marsiolat

Permainan ini mirip dengan marsironcang, tetapi yang menjadi gawangnya adalah garis-garis persegi empat yang berjumlah enam petak. Di tiap garis petak tersebut seseorang akan menjaganya sedangkan yang bukan penjaga berusaha untuk melewati garis tersebut tanpa tersentuh oleh si penjaga.


10.  Marpanca

Permainan yang disebut dengan marpanca adalah permainan adu tenaga lewat telapak tangan yang disatukan oleh dua orang pelaku. Jari tangan masing-masing pelaku permainan ini akan saling mengepit. Pelaku yang terlebih dahulu rebah tangannya ke bawah dinyatakan kalah.


11.  Marpaske

Permainan yang masih mempergunakan ketangkasan adalah permainan marpaske alat yang dipergunakan ialah buah kemiri  yang disusun secara berbaris ataupun bertumpuk. Sebiji kemiri sengaja diletakkan agak terpisah dari yang lainnya, dan ini dimaksudkan sebagai “biji kepala”. Kalau biji ini sampai tersentuh oleh biji kemiri yang dilemparkan dari tempat yang telah disepakati terlebih dahulu, maka keseluruhan biji biji kemiri akan akan menjadi milik si pelempar. Seandainya hanya biji kemiri yang ditengah-tengah yang tersentuh, seluruh biji kemiri deretan arah ke belakang dari biji yang terkena tetap akan menjadi milik si pelempar. Demikianlah seterusnya dilakukan berulang-ulang. Pantun akan dilantumkan di saat seseorang sudah kehabisan ataupun tinggal sedikit biji kemirinya.




12.  Marcengke

Permainan marcengke sebenarnya hampir mirip dengan permainan marpaske, perbedaan hanya pada alat yang digunakan. Permainan ini mempergunakan batu, sedangkan pada marpaske berupa buah kemiri.

13.  Marsibuni

 Permainan ini juga mempergunakan buah kemiri atau batu-batu sebesar buah kemiri. Beberapa anak berbaris berbanjar lalu batu tadi disembunyikan di tangan salah seorang anak sengaja dilipat atau diletakkan ke belakang punggungnya. Anak yang berbagai pesakitan akan menunjuk berdasarkan nalurinya saja di tangan siapa batu tersebut. Jika tepat, anak yangditunjuk tersebut akan menjadi pesakitan dan berganti dengan sendirinya. Apabila salah, serentak pulalah anak-anak tersebut mainan ini tidak ditentukan orangnya laki-laki ataupun perempuan. Mereka dapat bermainan bersama-sama.

14.  Marlajo

 Sejenis permainan ketangkasan dalam hal mendidik. Alat yang dipakai juga nasih buah kemiri. Jika buah kemiri tidak ada, dapat digantikan dengan kelereng. Buah kemiri atau kelereng tadi diletakkan dalam satu lingkaran kecil secara bertumpuk. Para pemain melemparkan terlebih dahulu sebuah kemiri atau kelerengnya mendapat giliran untuk terlebih dahulu melempar tumpukan buah kemiri atau kelereng tadi. Jikalau tepat sasarannya dan buah kemiri atau kelereng tadi ke luar dari lingkaran tersebut, keseluruhan buah kemiri atau kelereng tersebut menjadi milik si pelempar.

15.  Marsidingkat

Permainan marsidingkat tidak hanya di Angkola/Mandailing saja, tiap daerah umumnya juga memilikinya. Permainan ini lebih dikenal di daerah-daerah lainnya dengan sebutan main engklek. Seorang  pemain, dari dua orang pemain yang ada, mencoba melompati petak-petak yang sudah dibuat lebih dahulu. Apabila ada kesalahan yang dilakukan si pemain, umpamanya menginjak garis batas petak, maka ditukar giliran mainnya oleh anak lain. Begitulah selanjutnya sampai habis petak yang ada dilalui seorang pemain tanpa ada kesalahan. Pemain itu akan menjadi pemenang dari permainan marsidingkat ini.


16.  Marcungkil
 
 Di tanah deli permainan ini populer dengan sebutan parok lele. Alat permainan ini berupa 2 potong kayu bulat dengan ukuran yang berbeda, yang lebih pendek akan menjadi anak sedangkan yang panjang sebagai alat pencungkil. Ukuran anak pencungkil biasanya tiga kali lebih pendek dari induk pencungkil. Kepandaian mempermainkan dan memukul anak pencungkil dengan induk pencungkil tersebut akan dihitung sebagai pendapatan. Sedangkan yang menjadi penjaga berusaha untuk menangkap anak pencungkil itu sebelum menyentuh tanah. Jikalau hal ini dapat dilakukan, yang menjaga akan menjadi pemainnya. Cara lain ialah dengan melemparkananak pencungkil yang telah dipukul sejauh mungkin oleh si pemain ke arah lobang yang telah disediakan. Seandainya tepat memasuki lobang tersebut, akan menjadi keberuntungan bagi si penjaga karena dengan sendirinya akan berganti pulalah yang menjadi penjaganya.


17.  Margasing
 
 Permainan lain yang sangat digemari anak-anak Angkola/Mandailling adalah permainan margasing (bermain gasing). Permainan ini mempergunakan gasing yang dibuat dari kayu khusus dan umumnya sangat keras serta tidak mudah pecah ataupun retak. Kayu itu diukur sehingga menjadi bulat, sedang besarnya induk kaki orang dewasa. Pada bahagian bawah kayu ini diberi paku yang tajam sepanjang lebih kurang satu sampai dengan dua sentimeter. Alat untuk memainkan gasing ini berupa tali kecil yang sesuai pula dengan besar gasing yang akan dimainkan. Tali tersebut akan dililitkan ke bagian badan gasing dan tali inilah nantinya yang akan memutar gasing itu setelah dilemparkan dengan tenaga yang diperhitungkan. Permainan ini hanya diperuntukan bagi anak laki-laki saja.

18.  Marbabiat

Permainan yang cukup mengasyikkan di kalangan anak-anak Angkola/Mandailing adalah permainan marbabiat. Permainan ini memang memberikan semacam kesegaran di hati anak-anak tersebut sebab di dalam permainan ini seorang anak akan menjadi seekor harimau yang sedang mengejar mangsanya yang diwujudkan sebagai seekor kucing. Sedangkan mangsanya akan selamatkan oleh pemiliknya yang diwujudkan lewat sebuah lingkaran yang dibuat kelompok anak-anak lainnya. Apabila sang harimau hendak memasuki itu tidak akan membiarkannya. Mereka berusaha mencegah masuknya harimau itu.


3. Sastra  Lisan dalam permainan Anak-Anak Angkola/Mandailing.
Permainan anak-anak Angkola/Mandailing ini dihiasi pula oleh satra lisan Angkola/Mandailing, terutama pada permainan anak-anak Angkola/Mandailing yang mempergunakan pantun sebagai pengantar/pembuka, penyeling, dan atau pengakhir permainan. Hampir seluruh permainan anak-anak Angkola/Mandailing ini diselang-selingi dengan pantun. Dari kedelapan belas permainan anak-anak Angkola/Mandailing yang dibahas di dalam makalah ini, sepuluh di antaranya memakai pantun sebagai pengantar/pambuka, penyeling, dan atau pengakhir permainan. Kesepuluh permainan anak-anak Angkola/Mandailing yang mempergunakan pantun itu sebagai berikut ini.

3.1.      Marbanban
Pantun yang dipergunakan pemain marbaban ini adalah,

Jo banban benben,
Si paumban-paumban anak,
Paiko-iko pulopek dua mambola reng,
Kapunyo langit mangalian si pandurus tohuk-tohuk i.

Muda tulus au na tu kodah i,
Da huoban pe da tu ho,
Tintin na marlasan lusin i,
Anak ni si raja Olang i,

Jo banban jo benben

Pantun tersebut hanya bisa diterjemahkan ke dalam satu pengertian khusus. Bukannya terjemahan secara harfiah karena tidak terdapatnya kesatuan makna pada masing-masing kata. Bahkan pada masing-masing kata pun menyimpan pada magis yang berkaitan dengan permainan yang menyimpan makna tentang awal permainan. Pantun ini manggambarkan saat seorang anak yang dijadikan sebagai tumbal telah memenuhi semua persyaratan untuk permainan itu. Pantun tersebut berbau mantera.

3.2.      Marsimbang

Pada permainan marsimbang ini ada pantun yang berbunyi,

Haru madung marbunga
Malapat do ibaen ombun
Bia ale dongan sidung na
Muda menyuani di toru rimbun

Artinya,

Walau sudah berbunga
Rusaklah itu dibuat embun
Bagaimana kawan akhirnya
Kalau menanami di bawah rimbun

Pantun ini akan diucapkan apabila seorang anak sewaktu bermain marsimbang ini, ketahuan permainannya lebih banyak menipunya dari pada jujurnya. Pantun ini lebih condong sebagai suatu sindiran. Maksudnya kira-kira biarpun menang sudah banyak, tetapi kalau hal itu dilakukan dengan tidak jujurserta tidak sesuai dengan peraturan akhirnya akan hancur juga.

3.3.      Markatimbung

Di sela-sela irama tepukan di dalam air yang menimbulkan suara berdengung,pantun-pantun berikut menyertainya. Pantun-pantun seperti itu sering kali terdengar. Pantun-pantun itu dipergunakan oleh anak-anak yang sedang memasuki masa remajanya atau oleh anak-anak muda. Pantun-pantun ini memang sudah menjadi bagian permainan dari anak-anak Angkola/Mandailing sewaktu mandi di sungai.

Suang do on songon kotuk
Sanga jait bonang domu-domu
Maol dapot hata na muruk
Na marsarak i angkon mardomu

Artinya,

‘Persislah ini seperti kancing
Atau menjahit benang berupa-rupa
Sulit mendengar kata yang murung
Yang berpisah itu harus bersam’

 Pantun lainnya adalah,

Nada pola nian sadia jogi
Tai sakadar partontangaan
Na unduk marpanali
Namalo muse dohot mardongan


 Artinya,

“Tidaklah memang begitu cantik
Hanya sekedar pertengahan
Yang tunduk kalau melirik
Yang pandai pula untukberteman’


3.4.      Marancicing

Terkadang pantun atau lagu yang didendangkan umumnya dalam irama yang sama. Pada pantun seperti ini terasa bahwa keindahan di dalam permainan bunyi dijaga dengan baiknya.

Marancicing ancing-ancing
Ise na hancitan kehe tu ginjang
Marancicing ancing-ancing
Ise na hancitan kehe tu ginjang


 Artinya,

‘Marancicing ancing-ancing
Siapa sakit naik atas
Maracicing ancing-ancing
Siapa sakit naik atas’


 Begitu jugalah dengan pantun ini,

Ompe dongan anso rap ta boto
So ulang adong hancit ni roha
Bope dilalaho songon na isangajo
Nanggi da songoni tujuan na

 Artinya,

“ini pun teman supaya kita ketahui bersama
  Agar jangan ada sakit di hati kita
   Walaupun kaurasa seperti yang disengaja
    Bukanlah begitu tujuan sebenarnya’

Demikianlah pantun itu diucapkan dengan nada tertentu berkali-kali sampai permainan tersebut membosankan hati anak-anak itu.

3.5.Marsimonjap

Seandainya si penjagasudah cukup lama tidak bisa menemukan pemain yang bersembunyi, pantun berupa sindiran pun dengan sendirinya akan menyelingi permainan tersebut. Pantun ini biasanya dipergunakan untuk menunjukkan usaha yang sungguh-sungguh.

Ulang baya dao-dao hamu
Somomo menjalaki na
Ulang ma lolot dibaen hamu
Soulang na loja tu pamatang niba

 Artinya,

‘Janganlah hendaknya jauh-jauh kalian
 Supaya mudah mencarinya
 Janganlah lama ( aku jaga ) dibuat kalian
 Supaya jangan lelah badanku dibuatnya


 Lalu dijawab yang lain,

Nanggi da dadao hami marsibuni
Harana leng kehe do ke tempat yang dekat
 Tetapi bagaimana hendak ke situ kami
 Karena di situ saja engkau kami lihat’


3.5.      Marpanca

Pantun-pantun akan bersahutu-sahutan sebagi suatu selingan dalam permainan ini yang diucapkan para penonton yang sengaja mengelilingi kedua orang yang sedang melaksanakan permainan ini. Umumnya, pantun tersebut akan bersahut-sahutan apabila kekuatan kedua orang yang sedang bertanding itu benar-benar berimbang dan memakan waktu yang agak lama.
Ma hubandinghon hadua na
Na sarupo do banding tudosan
Onggo au ma disuru mamili na
Inda huboto na dia markalobian

 Artinya,

‘sudah kubandingkan keduanya
 Yang serupanya bandung dan ukuran
 Kalau akulah yang disuruh memilihnya
 Tidak kutahu mana yang berlebihan

Kemudian anak-anak penonton yang lain segera pula menjawab dengan beramai-ramai,

Nanggi bisa da songoni
Angkon adong do si pilian
Manjalahi inda be sompat saonnari                                                                                                      
Songon na giot kehe ho tu balian

 Artinya,

   Tidak bisa hanya begini
   Mesti adalh yang dipilih benar
   Mencari tidak sempat sekarang lagi
   Seperi yang hendak pergi engkau ke luar’

   Apabila hal dan peristiwa yang seperti itu terjadi, permainan pun terus dilaksanakan. Sebelum permainan diteruskan diselingi dengan pantun sebagai berikut.
  
    Ligin bo na hu pardulihon
 Bope ummenek tai ungkaras
Indin ma tinggal paintehon
Saotik nai so tar porgas

 Artinya,

Lihatlah yang kupilihkan
Biarpun kecil tetapi lebih kerasan
Nah, hanya tinggal menantikan
Sedikit lagi biar dikalahkan’

Hal ini segera dijawab serentak oloh anak-anak yang menjadi penonton dengan pantun berikut ini :

Bope nimmu ungkarasan
Saotik nai ma so tar porngas
Tapainte sajo sude sampe hasidungan
Tep nai porngas do mamorngas

 Artnya,
 Biarpun kaukatakan lebih keras
Sedikit lagilah biar dikalahkan
Kita tunggu saja semua hingga timpas
Mungkin yang hendak kalah akan mengalah’

3.7.Marpaske
Pantun-pantun akan muncul dalam permainan marpaske ini apabila seorang pemain sudah kehabisan atau tinggal lagi biji kemirinya.



Harupe otik na huboto
Ipe ro sian hola loja
Sude pe huoban marlaho-laho
Anggo soadong do arti na aha na untung na

 Artinya,

Biar sedikit yang kutahui
Itu pun datang dari jerih payahnya
Semua pun kubawa ke sana-sini
Kalau tak ada artinya apalah untungnya’


 Pantun itu akan dijawab sebagai berikut.

Tola mada dongan dohonon
Denggan ni nasib ari
Muda bahat pe dikarakohon
Hapengan nanggi mengantusi

 Artinya,

Bisalah kawan dikatakan
Baik nasibnya hari
Kalau banyak pun dipendamkan
Serupa dengan tidak memiliki’

Jika salah seorang pemain sudah kalah, biasanya pantun yang diucapkan adalah sebagai berikut.

Mikim mada huting mangaligi ipos
Mamikirhon butuhana
Sangkilimpe saonnari madung malos
Laho potaon pe suada

 Artnya,
‘ Senyum kucing melihat lipas
Memikirkan perutnya
Yang sedikit pun sekarang sudah amblas
Mau diteruskan pun tidak ada’

3.8. Marsidingkat
Pantun berikut ini biasanya dipakai anak-anak Angkola/Mandailing dalam permainan marsidingkat. Sambil melompat melewati petak yang ada, berpindah dari satu petak yang lain, seorang anak yang marsidingkat  ini akan berpantun. Pantun yang diucapkan itu adalah sebagai berikut.




On ma cara marsidingkat na topet
Ulang jot-jot marlambat-lambat
Songon on dada langka pandetdet
Anso torus hita kehe tu ginjat


 Artinya,

Beginilah cara marsidingkat (melompat) yang tepat
Janganlah sering berlambat-lambat
Beginilah sebenarnya langkah tersingkat
Supaya kita terus pergi ke atas mendekat’


3.9. Marcungkil

Beberapa pantun yang kita temukan dalam permainan mencungkil ini oleh anak-anak Angkola Mandailing adalah sebagai berikut :

Sada dua tolu hupukul-pukul
Marlogo-logo anak dohot inangna
Hucungkil sada tujuanna bulbul
Muda dao martamba etonganna

 Artinya,

Satu dua tiga pukul-pukul
Berlaga-laga anak dengan induknya
Kusungkit sekali tujuannya banyak muncul
Kalau jauh bertambah hitungannya

                  Pantun ini segera dijawab sewaktu seorang pemain melemparkan kembali anak pencungkil permainan marcungkil tersebut.

Sada on do anakna
I muse tapukul-pukul
Na sada on do elekna
Nakkan adong etongan nabulbul

 Artinya,

Satu inilah anaknya
Yang satu inilah harapannya
Tidakkan ada hitungan yang banyak muncul

                  Jikalau sasaran yang dituju anak pencungkil ternyata kurang atau tidak tepat, maka  berikut ini yang diucapkan:



Nada i sala tapukul-pukul
Tujuanna mambaen jop ni roha
Ikle baya,etongan pe marbulbul
Harana sili pambalingsa

 Artinya,
Tidak salah itu kita pukul-pukul
Tujuannya membuat senang perasaan
Aduh kasihan, hitungan kurang pun muncul
Karena meleset cara melemparkan

3.10. Marbabiat
                 
                  Dalam permainan marbabiat ini, pantun pun dipergunakan ketika anak-anak Angkola/Mandailing yang menjadi pemilik calon mangsa harimu berusaha sedaya mungkin mencegah harimau tersebut menangkap kucing. Pantun yang mereka pergunakan adalah.

Ligin bo dongan indon huting dohot babiat
Huting marlojong tu dangka-dangka
Indin babiat eta ta ambat
So sompat huting manjalahi golomanna

 Artinya,

Lihatlah kawan ini kucing dengan harimau
Kucing berlari ke cabang-cabang
Mari kita hambat harimau itu
Agarr sempat kucing mencari tempat berpegang

 Kemudian diteruskan mereka dengan pantun berikut ini:

Songon sihirput tudosanna
Diantuk pe madung maheput
Haru pe huting kehe  tu dangka
Angkon babiat dapot mangaranggut

 Artinya,

Ibarat puteri malu dengan sikapnya
Disentuh saja pun sudah mengatup
Walaupun kucing berlari ke cabang saja
Pasti harimau dapat menangkap

 Artinya,

Haru madung lolot marbunga
Malapat do i dibaen ombun
Bope babiat mora siaan bonana
Tai di son  huting do maroban tambun

 Artinya,

Walau sudah lama berbunga
Miring juga tertimpa embun
Walaupun harimau raja didaerahnya
Tetapi di sini kucinglah membawa keberuntungan

 4.Tradisi Lisan yang Makin Redup

                  Masa anak-anak merupakan masa yang penuh ceria dan masa yang sangat indah.Anak-anak dalam kehidupannya sehari-hari dipenuhi dengan berbagai ragam permainan. Tidak terkecuali anak-anaki Ang-kola/Mandailing. Sayangnya, permainan anak-nanak Angkola/Mandai-ling ini sekarang sudah hampir hilang serta sudah hampir tidak dikenal lagi oleh anak-anak Angkola/Mandailing. Adapun penyebabnya menurut pengamatan kami adalah:

1.      Tempat bermain bagi anak-anak Angkola/Mandailing semakin lama sudah semakin berkurang, apalagi anak-anak Angkola/Mandailing yang tinggal di kota.
2.      sikap atau kebiasaan anak-anak Angkola/Mandailing sudah berubah karena faktor lingkungan dan pergaulan.
3.      kesempatan untuk bermain-main makin berkurang bagi anak-anak Angkola/Mandailing.

                  Hilang bermacam-macam permainan anak-anak Angkola/Mandailing ini sudah tentu cukup memprihatinkan. Untuk itu, perlu dilakukan invertarisasi serta pengenalan kembali bermacam-macam permainan anak-anak ini kepada anak-anak Angkola/Mandailing khususnya dan dunia anak-anak Indonesia umumnya. Lagi pula di antara permainan anak-anak Angkola/Mandailing itu ada yang berunsur magis, ada yang bernilai mendidik, dan ada yang bersifat ketangkasan.

                  Permainan marbanban, contohnya, mempunyai unsur magis.Oleh sebab itu andaikata permainan ini dilihat orang-orang tua, umumnya mereka akan melarangnya karena lebih sering menimbulkan bahaya. Akibat dilarangnya permainan tersebut dengan sendirinya menyebabkan saat itu anak-anak tidak mengenal lagi permainan ini. Di samping sangat jarang dillakukan, unsur magisnya pun menjadi berkurang bahkan sama sekali lenyap. Hal tersebut dapat diketahui  apabila orang-orang tua menyuruh beberapa anak melakukannya. Hasil yang diperoleh ternyata bertolak belakang dari yqang diharapkan. Atau memang ada nilai khusus di dalam permainan itu bahwa nilai magisnya hanya bisa datang apabila dengan kehendak sendiri bukan dengan dipaksakan. Maksudnya, hany7a akan diperoleh hasilnya jika anak-anak itu sendiri yang harus melakukannya tanpa diperintah atau diminta oleh orang lain.
  
 5. Penutup
           
                  Permainan anak-anak Angkola/Mandailing ini dalah salah satu tradisi lisan Angkola/Mandailing yang seharusnyalah dilestarikan. Pada masa lalu permainan anak-anak Angkola/Mandailing ini dikenal oleh anak-anak Angkola/Mandailing ini dikenal oleh anak-anak Angkola/Mandailing secara meluas dan juga dengan baiknya. Sayangnya, pada masa kini permainan anak-anak Angkola/Mandailing ini sudah mulai hilang dan “Makin Redup” dari dunia anak-anak Angkola/Mandailing. Bahkan, diramalkan pada masa mendatang bahwa permainan anak-anak Angkola/Mandailing ini akan hilang dari dunia anak-anak Angkola/Mandailing.




******



DAFTAR PUSTAKA

Bakar, Abu dkk., Permainan Rakyat Daerah Sumatera Utara, Proyek IDKD Depdikbud, Medan, 1981.

______, Permainan Anak-Anak Daerah Sumatera Utara, Proyek IDKD Depdikbud, Medan, 1982.

Hooykas, Dr.C., Perintis Sastra, Terjemahan Raihoel Amar Gl Datoek Besar. J.B.Wolters, Groningen-Jakarta, 1951.

Hutasuhut, Palaon, Tungkot Maroban Lilu, Ende Ungut-Ungut, Pustaka Andalas, Medan, 1981.

Hutasuhut, Puli, Anak na Tinggal Menek, Ende Ungut-Ungut, Pustaka Timur, Padang Sidimpuan, 1981.

Marakup, Baginda, M., Jop ni Roha Pardomuan, Pustaka Timur, Padang Sidimpuan, 1969.

Perkasa Alam, CH. Sutan Tinggi Barani, Seni Budaya Tradisional, Pustaka Timur, Padang Sidimpuan, 1981.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar