Rabu, 23 Juli 2008

RENUNGAN: BELAJAR DALAM PENDERITAAN!

BELAJAR DALAM PENDERITAAN!

"Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar
menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya"(ay.8)

Ibrani 5:8 menegaskan bahwa sekalipun Yesus adalah Anak Allah, namun Ia belajar menjadi taat melalui penderitaan. Yesus memang adalah Allah, namun Ia juga adalah manusia, atau ungkapan yang tepat adalah Firman menjadi manusia. Sebagai manusia, Yesus juga bertumbuh dalam segala sesuatunya, seperti tertulis dalam Lukas 2:52, “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia”. Salah satu aspek pertumbuhanNya adalah dalam hal ketaatanNya kepada Bapa di Sorga, dan semua ini dipelajariNya melalui penderitaan.

Kalau di dalam Keluarga Sejati di Sorga, seorang Bapa mendidik AnakNya agar belajar taat melalui penderitaan, maka seharusnyalah seorang bapa di dalam
keluarga Kristen mendidik dan mendisiplin anak-anaknya agar belajar taat melalui penderitaan. Amsal 13:24 berkata, “Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya…”. Tongkat disiplin yang dikenakan pada seorang anak tentu mendatangkan penderitaan baginya, tetapi melalui penderitaan seperti inilah ia belajar taat. Karena tongkat melambangkan otoritas, maka seorang anak akan belajar mengenal otoritas melalui tongkat disiplin yang dikenakan padanya. Anak yang mengenal tongkat disiplin, akan bertumbuh menjadi seorang yang menghargai dan mengakui otoritas orang tua dirumah, otoritas seorang guru di sekolah, otoritas seorang pemimpin rohani di gereja, otoritas seorang majikan terhadap karyawannya di kantor, otoritas pemerintah terhadap rakyatnya, bahkan mengakui otoritas seorang polisi di jalan raya.

Anak yang tidak mengenal tongkat disiplin, tidak dapat melayani Tuhan dengan cara yang berkenan kepadaNya. Karena Matius 7:21-23 menegaskan bahwa sekalipun
seseorang telah bernubuat demi nama Tuhan, mengusir setan demi nama Tuhan, dan mengadakan banyak mujizat demi nama Tuhan, tetapi tidak mengenal aturan main dan hukum yang berlaku ( Lawlessness = ketiadaan hukum, yaitu tidak melihat otoritas yang ada, ayat 23) maka apa yang dipandang sebagai pelayanannya tidak diterima
Tuhan. Inilah akibat terburuk bagi seorang anak yang tidak mengenal tongkat disiplin.

Tongkat disiplin hanya dapat dialami dan dikenal dengan baik oleh seorang anak, pada waktu ia masih kecil di dalam keluarganya. Sungguh sulit, atau
barangkali tidak mungkin bagi seorang anak untuk mengenal tongkat disiplin, jika ia telah menjadi besar dan berada di sekolah, atau di gereja, atau di kantor.
Jadi, betapa penting bagi seorang bapa untuk menerapkan tongkat disiplin bagi anak-anaknya ketika mereka masih kecil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar