Senin, 27 Juli 2009

Bacaan Minggu 09 Agustus 2009: Matius 16 : 24 - 28

BAGAIMANA MENGIKUT YESUS ?
Pendahuluan

“Mari, ikutlah Aku”. Kalimat singkat Yesus itu telah mengubah hidup dua belas orang Galilea dan dikemudian hari ribuan juta orang lainnya di segala benua. Apa maksud ajakan itu? Di Matius 4: 19-20 tertulis:” Yesus berkata kepada mereka,’Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia”. Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikut Dia.” Jadi, ajakan Tuhan Yesus,”Mari, ikutlah Aku,” mempunyai arti yang bersifat khusus: ‘Mari berjalanlah di belakang-Ku.” Tuhan Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk berjalan di belakang-Nya. Apa arti berjalan di belakang seseorang?
Dalam budaya Timur tengah di zaman itu seorang murid secara harfiah memang akan berada di belakang gurunya, baik pada waktu berjalan maupun pada waktu menunggu keledai. Sungguh tidak sopan baginya untuk berjalan di depan atau di sebelah gurunya. Tetapi ajakan Tuhan Yesus untuk berjalan di belakang-Nya tentu bukan dalam arti sempit.
Dalam pemikiran umat Israel di zaman Perjanjian Lama, mengikuti seseorang atau berjalan di belakang seseorang mengandung arti mengiringi, menaati, mencintai, menyerahkan diri dan mengabdikan diri. Begitulah kita membaca tentang Elisa yang mengikuti nabi Elia (1Raja. 19:20), Rut yang mengikuti Naomi (Rut 1:14), mempelai wanita yang mengikuti mempelai pria (Yer. 2:2), budak yang mengikuti Abigail (1 Sam. 25:42). Di sini mengikuti seseorang berarti menyerahkan hidup kita kepada orang itu dengan segala akibatnya. Yesus mempersiapakan murid-murid-Nya, agar mereka menjadi saksi yang tangguh di dunia ini. Untuk itu Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya syarat-syarat bagaimana mengikut Dia.

1.Menyangkal dirinya dan memikul salib
Mengikuti atau berjalan di belakang seseorang pasti membawa akibat atau dampak. Hidup kita pasti akan berubah dan perubahan itu tergantung dari siapa yang kita ikuti. Misalkan kita mengikuti hidup seorang pendaki gunung. Pasti banyak hal yang berubah dalam hidup kita: waktu tidur dan waktu bangun kita, tempat-tempat yang kita kunjungi, pergaulan kita, menu makanan kita, kegiatan sehari-ahri kita, pakaian kita dan lainnya. Tetapi yang lebih mendasar lagi gaya hidup kita akan berubah.
Demikian juga halnya, jika kita mengikuti dan berjalan di belakang Tuhan Yesus. Hidup kita mau tidak mau akan berubah, karena Tuhan Yesus mempunyai gaya hidup yang sungguh-sungguh unik. Mari kita telusuri jalan hidup Tuhan Yesus mulai dari Gurun Yehuda, dari sana terus ke Galilea, kemudian ke Kapernaum, ke Yerusalem, berjalan melintasi daerah Samaria, dengan perahu menyeberangi Danau Genesaret, kemudian berjalan lagi mengelilingi wilayah Galilea, dari sana menuju Kaisaria Filipi. Dan di disinilah pengakuan Petrus tentang Mesias,” Engkau adalah Mesias” (Mat.16:16). Sejak waktu itu ajaran baru yang lebih mendalam sudah mungkin dimulai karena mereka sudah mengetahui siapa Dia sebenarnya. Segera sesudah pengakuan itu dinyatakan, maka tafsiran mengenai penderitaan harus diberikan. Jalan yang ditempuh murid-murid haruslah sama dengan jalan yang ditempuh gurunya. Menyangkal dirinya berarti berkata’tidak’ kepada keinginan untuk berdiri sendiri. Siapa yang tidak mau menyangkal dirinya sendiri, tetapi mau hidup menurut kemauannya sendiri, ia akan kehilangan hidup yang sejati, yakni hidup dalam persekutuan dengan Allah. Tetapi siapa yang bersedia melepaskan cara hidup menueurt kemauannya sendiri itu, ia akan berhasil menemukan hidup yang sejati.Memikul salibnya, di sini bukan tertulis “salib-Ku melainkan”salibnya. Salib yang perlu kita pikul bukanlah salib Kristus, melainkan salib kita sendiri. Mengapa Tuhan Yesus menyuruh kita memikul salib kita masing-masing? Apa maksudnya? Salib adalah lambing penderitaan sebagai pengorbanan. Tidak ada orang yang menghendaki penderitaan. Namun kenyataannya dalam hidup ini tidak ada orang yang luput dari penderitaan. Penderitaan ada sebagai bagian dari hidup kita dalam pelbagai bentuk yang berbeda. Yesus menerima penderitaan secara aktif, yaitu memanfaatkan penderitaan sebagai pelajaran untuk menumbuhkan atau mendewasakan ketaatan-Nya kepada Bapa di Sorga. Di Ibrani 5:8 tertulis,”…Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya, dan sesudah Ia mencapai kesempurnaan_Nya. Dalam memanggil orang-orang untuk mengikut Dia, Tuhan Yesus tidak menjanjikan jalan hidup yang penuh dengan keberhasilan atau jalan hidup yang tidak menghadapi pendritaan. Tuhan Yesus justru mengingatkan bahwa mereka harus mau memikul salib. Bersedia memikul salib merupakan prasyarat untuk menbgikut Yesus, sebab dalam jalan hidup Yesus pun ada penderitaan.

2.Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya
“Barangsiapa mau menyelamatkan nayawanya”, artinya siapa yang tidak mau menyangkal dirinya sendiri, tetapi mau hidup menurut kemauannya sendiri, ai akan kehilangan hidup yang sejati, yakni hidup dalam persekutuan dengan Allah. Tetapi siapa yang bersedia melepaskan cara hidup menurut kemauannya sendiri itu, ia akan berhasil menemukan hidup yang sejati. Bukan hidup dengan kuantitas dengan lamanya, tetapi dengan kualitas dengan mutunya. Dengan kata lain, hidup sejati bukanlah pertama-tama berarti suatu hidup-tanpa akhirnya, tetapi suatu hidup yang mutunya lebih tinggi, yakni hidup yang tulen dan sejati seperti yang diperoleh dengan cara hidup dalam persekutuan dengan Allah.
“Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Perbandingan apa pun tidak dapat diadakan antara apa seseorang dan apa yang dimilikinya. (bnd. 6:25). Tuhan Yesus tidak pernah membujuk atau memohon orang menjadi pengikut-Nya, melainkan mengajak dan menentang sambil memperlihatkan konsekuensi yang perlu ditanggung. Yesus tidak menjanjikan kemudahan melainkan kekuatan. Yang dijanjikan oleh Tuhan Yesus bukanlah perjalanan yang mudah, melainkan kekuatan untuk menghadapi perjalanan yang sulit supaya perjalanan ini bisa kita tempuh dengan selamat sampai akhirnya.
Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya”. Hanya Injil Matius yang memuat kata-kata ini, yang diambil dari Mazmur 62:13; Amsal 24:12. Perbuatan adalah bukti dari sikap (bnd.7:21). Ayat ini menunjukkan bahwa kata-kata tidak dapat dijadikan pengganti perbuatan. Tuhan membalas setiap orang menurut perbuatannya, tetapi terlebih-lebih karena Tuhan yang melindunginya bertindak dengan kasih-setia terhadap umat-nya dan menugaskan pemerintah untuk’memberi keadilan kepada orang-orang yang tertindas, menolong orang-orang miskin, tetapi meremukkan pemeras-pemeras.
“Sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya”. Apa maksud Yesus dalam perkataan ini? Sebelum generasi ini berlalu mereka akan melihat tanda-tanda dari Kerajaan Allah sedang berlangsung. Tidak dapat diragukan bahwa hal ini akan berlangsung. Sesuatu datang ke dalam dunia yang mulai merubahnya. Hal itu memang terjadi demikian jikalau kita, kadang-kadang, berbalik dari perasaan pesimisme kita dan memikirkan terang yang lama-kelamaan menembus ke dalam dunia ini. Bergembiralah, Kerajaan itu sedang datang dan kita akan bersyukur kepada Allah untuk segala tanda kedatangan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar