Senin, 27 Juli 2009

Bacaan Minggu 2 Agustus 2009: Amsal 16 : 16 - 20

MEMPEROLEH HIKMAT SUNGGUH JAUH MELEBIHI MEMPEROLEH EMAS, DAN MENDAPAT PENGERTIAN JAUH LEBIH BERHARGA DARIPADA MENDAPAT PERAK

Orang di seluruh dunia selalu mencari yang lebih baik, entah itu dalam membeli buah di pasar atau memilih tempat tinggal. Kita menguji, merenungkan, membandingkan, dan akhirnya membuat pilihan berdasarkan apa yang kita yakini sebagai yang lebih baik. Saya tidak dapat membayangkan ada orang yang berkata, “Saya pilih yang ini, karena saya yakin ini lebih buruk.”
Kitab Amsal berisi perbandingan-perbandingan yang mengarahkan kita pada jalan yang benar di dalam hidup. Karena tujuan kitab itu adalah memberikan kepada pembacanya pengetahuan dan hikmat atas dasar sikap takut akan Tuhan (Ams. 1:2,7), maka tidak mengejutkan apabila terdapat pernyataan, “Hal ini lebih baik daripada hal itu.”
Dalam kitab Amsal pasal 16, kita membaca bahwa lebih baik memperoleh hikmat daripada emas atau perak (ay. 16); lebih baik rendah hati di antara orang miskin daripada sombong di antara orang kaya (ay. 19); lebih baik bersikap sabar daripada memimpin kota (ay. 32). Sebagian orang memiliki kemampuan untuk bijaksana sekaligus kaya. Namun, saat dihadapkan dengan pilihan di antara kedua hal itu, Amsal mengatakan bahwa hikmat adalah pilihan yang lebih baik.
Ketika kita membaca kitab Amsal, marilah kita mencari tanda-tanda yang berkata, “Ini lebih baik!” Saat firman Allah membentuk pikiran kita dan menuntun pilihan-pilihan kita, kita akan menemukan bahwa jalan-Nya selalu lebih baik.
Oleh sebab itu, perolehlah hikmat, dan perolehlah pengertian. Hikmat adalah kemampuan untuk melihat kebenaran seperti Allah melihatnya. Menjadi bijak adalah suatu pilihan, bukan sesuatu yang otomatis. Ada orang yang berasumsi bahwa ketika rambut mereka sudah ubanan, hikmat akan datang dengan sendirinya. Itu adalah mitos. Ada orang yang lebih tua yang bijak, namun itu adalah karena mereka melewatkan bertahun-tahun hidup bersama Allah. Hikmat adalah sesuatu yang Anda kejar dengan aktif; bukan semata-mata hasil dari melewatkan waktu bertahun-tahun dengan makan, tidur, bernafas. Ada harga yang harus dibayar untuk memperoleh hikmat termasuk membangun standar Allah kedalam hidup kita agar kita menghormati-Nya dalam segala yang kita perbuat.
Hikmat mencakup belajar mengasihi orang lain seperti Yesus mengasihi setiap manusia. Hikmat mencakup mengejar sasaran-sasaran yang dikejar Allah.
Ada suatu kisah. Suatu hari, dahulu kala, sebuah gereja yang mengagumkan berdiri di sebuah bukit yang tinggi di sebuah kota yang besar. Jika dihiasi lampu-lampu untuk sebuah perayaan istimewa, gereja itu dapat dilihat hingga jauh di sekitarnya. Namun demikian ada sesuatu yang jauh lebih menakjubkan dari gereja ini ketimbang keindahannya: legenda yang aneh dan indah tentang loncengnya.
Di sudut gereja itu ada sebuah menara berwarna abu-abu yang tinggi, dan di puncak menara itu, demikian menurut kata orang, ada sebuah rangkaian lonceng yang paling indah di dunia. Tetapi kenyataannya tak ada yang pernah mendengar lonceng-lonceng ini selama bertahun-tahun. Bahkan tidak juga pada hari Natal. Karena merupakan suatu adat pada Malam Natal bagi semua orang untuk datang ke gereja membawa persembahan mereka bagi bayi Kristus. Dan ada masanya di mana sebuah persembahan yang sangat tidak biasa yang diletakkan di altar akan menimbulkan alunan musik yang indah dari lonceng-lonceng yang ada jauh di puncak menara. Ada yang mengatakan bahwa malaikatlah yang membuatnya berayun. Tetapi akhir-akhir ini tak ada persembahan yang cukup luar biasa yang layak memperoleh dentangan lonceng-lonceng itu.
Sekarang beberapa kilometer dari kota, di sebuah desa kecil, tinggal seorang anak laki-laki bernama Pedro dengan adik laki-lakinya. Mereka hanya tahu sangat sedikit tentang lonceng-lonceng Natal itu, tetapi mereka pernah mendengar mengenai kebaktian di gereja itu pada Malam Natal dan mereka memutuskan untuk pergi melihat perayaan yang indah itu.
Sehari sebelum Natal sungguh menggigit dinginnya, dengan salju putih yang telah mengeras di tanah. Pedro dan adiknya berangkat awal di siang harinya, dan meskipun cuaca dingin mereka mencapai pinggiran kota saat senja. Mereka baru saja akan memasuki salah satu pintu gerbang yang besar ketika Pedro melihat sesuatu berwarna gelap di salju di dekat jalan mereka.
Itu adalah seorang wanita yang malang, yang terjatuh tepat di luar pintu kota, terlalu sakit dan lelah untuk masuk ke kota di mana ia dapat memperoleh tempat berteduh. Pedro berusaha membangunkannya, tetapi ia hampir tak sadarkan diri. "Tak ada gunanya, Dik. Kau harus meneruskan seorang diri."
"Tanpamu?" teriak adiknya. Pedro mengangguk perlahan. "Wanita ini akan mati kedinginan jika tak ada yang merawatnya. Semua orang mungkin sudah pergi ke gereja saat ini, tetapi kalau kamu pulang pastikan bahwa kau membawa seseorang untuk membantunya. Saya akan tinggal di sini dan berusaha menjaganya agar tidak membeku, dan mungkin menyuruhnya memakan roti yang ada di saku saya."
"Tapi saya tak dapat meninggalkanmu!" adiknya memekik. "Cukup salah satu dari kita yang tidak menghadiri kebaktian," kata Pedro. "Kamu harus melihat dan mendengar segala sesuatunya dua kali, sekali untukmu dan sekali untukku. Saya yakin bayi Kristus tahu betapa saya ingin menyembah-Nya. Dan jika kamu memperoleh kesempatan, bawalah potongan perakku ini dan saat tak seorangpun melihat, taruhlah sebagai persembahanku."
Demikianlah ia menyuruh adiknya cepat-cepat pergi ke kota, dan mengejapkan mata dengan susah payah untuk menahan air mata kekecewaannya.
Gereja yang besar tersebut sungguh indah malam itu; sebelumnya belum pernah terlihat seindah itu. Ketika organ mulai dimainkan dan ribuan orang bernyanyi, dinding-dinding gereja bergetar oleh suaranya.
Pada akhir kebaktian tibalah saatnya untuk berbaris guna meletakkan persembahan di altar. Ada yang membawa permata, ada yang membawa keranjang yang berat berisi emas. Seorang penulis terkenal meletakkan sebuah buku yang telah ditulisnya selama bertahun-tahun. Dan yang terakhir, berjalanlah sang Raja negeri itu, sama seperti yang lain berharap ia layak untuk memperoleh dentangan lonceng Natal.
Gumaman yang keras terdengar di seluruh ruang gereja ketika sang Raja melepaskan dari kepalanya mahkota kerajaannya, yang dipenuhi batu-batu berharga, dan meletakkannya di altar. "Tentunya," semua berkata, "kita akan mendengar lonceng-lonceng itu sekarang!" Tetapi hanya hembusan angin dingin yang terdengar di menara.
Barisan orang sudah habis, dan paduan suara memulai lagu penutup. Tiba-tiba saja, pemain organ berhenti bermain. Nyanyian berhenti. Tak terdengar suara sedikitpun dari siapa saja di dalam gereja. Sementara semua orang memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan, terdengarlah dengan perlahan-tetapi amat jelas-suara lonceng-lonceng di menara itu. Kedengaran sangat jauh tetapi sangat jelas, alunan musik itu terdengar jauh lebih manis daripada suara apapun yang pernah mereka dengar.
Maka mereka semuapun berdiri bersama dan melihat ke altar untuk menyaksikan persembahan besar apakah yang membangunkan lonceng yang telah berdiam sekian lama. Tetapi yang mereka lihat hanyalah sosok kekanak-kanakan adik laki-laki Pedro, yang telah perlahan-lahan merangkak di sepanjang lorong kursi ketika tak seorangpun memperhatikan, dan meletakkan potongan kecil perak milik Pedro di altar.
Dari kisah di atas dapat kita simpulkan bahwa memperoleh hikmat sungguh jauh melebihi memperoleh emas, dan mendapat pengertian jauh lebih berharga daripada mendapat perak. Marilah kita mengejar dan memperoleh hikmat dan mendapat pengertian yang ilahi agar hidup kita dipenuhi berkat ilahi. Amin.






Ramli SN Harahap

Tidak ada komentar:

Posting Komentar