DIMERDEKAKAN atau BEBAS SENDIRI ?
Yesus adalah sosok yang luar biasa, Pembebas agung sungguh mulia, benarkah? Yesus lahir dengan kemiskinan, papa dan kumuh. Dia terancam dan akan dibunuh oleh Herodes yang haus kuasa dan sangat kejam itu. Yesus tidak pernah mengeluh, menggerutu atau bersungut-sungut, tetapi dengan kesadaran penuh, Dia takut akan Allah Bapa (Ayb. 6:14). Segala sesuatu dilayani-Nya dengan tulus dan penuh kasih. Satu hal yang paling mengharu-birukan hati adalah Yesus harus menanggung penderitaan oleh laknat dunia yang dimainkan para figuran hingga berakhir di Kalvari, mati…. tanpa pernah menyalahkan siapa pun. Di sinilah kepatuhan hidup yang ajaib, tetap menuruti perintah-Nya dalam kebebasan universal dan berpegang pada perjanjianNya (1Raja 3:3; Neh.1:5) sesuai dengan ketetapan-ketetapan Allah Bapa surgawi.
1. Mengenal kebebasan yang sudah ditetapkan Tuhan sejak awal.
Iblis pasti bersukacita atas ketidak-mampuan kita memilih yang benar dalam hidup ini. Ia pasti menyukai tengiknya aroma dari perbuatan salah dan kejahatan kita, lalu tersebar di surat kabar, di rumah, di ruang kerja bahkan di dalam gedung gereja kita. Dosa itu mengasikkan dan Allah itu membosankan bahkan menindas! Inilah kebohongan yang paling disukai iblis. Marilah kita simak pelan-pelan, bagaimana iblis itu menyerang kita :
Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang yang ada didarat yang dijadikan Tuhan Allah. Ular berkata kepada perempuan itu, "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon yang ada dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?" (Kej. 3 : 1).
Adakah kita melihat jelas serangan awal iblis terhadap manusia? Ia menempatkan Allah sebagai sosok penguasa yang suka menekan, menghambat kebebasan; sekaligus membosankan dengan larangan-larangan-Nya. Namun Hawa masih mau melawan bukan semuanya, tetapi hanya buah pohon yang ada di pertengahan taman ini, tidak boleh diraba dan dimakan, agar kami terhindar dari kematian. Lalu kita menyimak lagi, bagaimana iblis tidak pernah lelah menggunakan kebohongan: "Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui bahwa pada waktu kamu memakannya, matamu akan terbuka, dan kamu akan seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat" (Kej. 3 : 4-5).
Kebohongan yang sangat halus dan tidak kentara ini tertanam dalam diri Hawa, lalu benih-benihnya bertumbuh, membuat dia terjebak dalam dua pilihan. Namun Ia memilih "kebenaran" iblis daripada kebenaran Allah, di situlah ia jatuh. Alangkah rapuhnya manusia pertama itu di hadapan iblis, lalu bagaimana bisa dia bertahan hidup benar dihadapan Sang penciptanya?
Memang Tuhan memberikan aturang, melarang tetapi bukan berarti menghentikan kebebasan kita; sebab kita bukanah alat mainan (robot) atau boneka Tuhan. Dia tetap memberikan hak sepenuhnya kepada kita untuk mengambil keputusan akhir. Manusia diberi hikmat dan kehendak yang bebas (merdeka) untuk mengendalikan pikiran dan perasaannya. Artinya, justru kita adalah ciptaan yang sungguh diberi kemerdekaan. Ketika Tuhan membuat "larangan" di Eden, bukanlah untuk menyakiti atau merancang sesuatu yang salah/jahat kepada kita. Namun sebaiknya, dia menjaga kita agar tidak terjebak oleh kemolekan duniawi, tidak terpukau oleh rangsangan kedagingan, dan tidak mabuk oleh dukungan suasana dan lingkungan sekitar, terlena, lalu kehilangan jati diri, dan berakhir kepada kematian yang sangat mengerikan.
Ternyata, manusia itu bukanlah makhluk yang merdeka. Ia adalah seorang hamba, seorang budak. Tuhan telah menciptakan manusia, dan manusia itu diberiNya kebebasan untuk memilih: Taat atau tidak. Maksud Tuhan dengan manusia itu ialah supaya ia dengan rela dan bebas menurut pengetahuan dan kehendaknya sendiri memandang hidup ini sebagai tugas dan pengabdian kepada Dia sang khalik, yang memang sungguh harus dipuji dan dimuliakan dengan sadar.
Namun, ketika manusia itu mengambil keputusan untuk tidak lagi mengabdi kepada Tuhan dan dengan sadar mengesampingkan kehendak Tuhan; maka di sanalah dia telah meninggalkan kebebasannya, sebab ia telah menyerahkan dirinya diikat dan dikuasai oleh kejahatan. Manusia menjadi lemah dan tidak berdaya terhadap kekuasaan-kekuasaan yang akan memperbudak dirinya. Barangsiapa (setiap orang) berbuat dosa, ia adalah hamba dosa (Yoh. 8:34). Orang yang menjadi hamba dosa, tidak lagi merdeka, walau memang dia bebas melakukan kehendaknya. Artinya, berbuat dosa terikat dalam perbudakan. Pergelangan kaki kita terbelenggu oleh lingkaran besi yang berkarat, yang diikat dengan rantai yang kuat. Berbuat dosa berarti terenggutnya alas kaki, pakaian dan kaus kita. Berbuat dosa sama seperti diculik oleh seorang berjaket kulit hitam yang jahat dan berkeringat, bermuka masam dan suka meludah, ia berperawakan besar. Cambuknya melayang sesuka hatinya dan tidak akan ada waktu untuk menyembuhkan luka bekas cambukannya. Cambuk itu selalu melukai sampai darah bercucuran. Namun kebebasan yang telah diberikan oleh Yesus adalah sebuah karunia. Dengan karunia itu Yesus telah membebaskan kita agar kita dimampukan menjadi kawan sekerja Allah; supaya kita menjadi anak-anakNya yang tinggal di dalam rumahN-ya, dan menjadi hambaNya yang mengabdi didalam kebun tamannya.
Yesus datang sambil membawa pesan kemerdekaan: Jadi apabila itu memerdekakan kamu, maka kamu pun benar-benar merdeka (Yoh. 8:36). Bukankah kita telah mendengar firman Tuhan, Ia telah mengutus Aku, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, untuk membebaskan orang yang tertindas (Luk. 4:18-19). Mengikut Yesus, dan hidup dalam kehendak-Nya berarti sebuah "kemerdekaan" yang utuh. Sedang berbuat dosa, maka kembali kepada perbudakan Paulus mengatakan, ”karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan” (Gal. 5:1). Dr. Marthin Luther, seorang tokoh reformasi Kristen abad XVI secara gamblang menyuarakan bahwa kemerdekaan manusia Kristen yang ketika dia menjadi tuan yang bebas atas segala sesuatu, dan tidak takluk kepada siapapun juga. Lalu pernyataan ini disambut pula dengan ceria oleh Dr. Alexander Vinet melalui kesaksiannya mengatakan, "Di dunia ini, agama Kristen adalah benih kebebasan yang tidak akan pernah mati". Hal yang menarik adalah bahwa warga gereja Anglikan, juga mengagungkan kemerdekaan hidup sebagai pengikut Yesus, dengan sebuah ungkapan dalam "Book of Prayer" (buku doa)nya demikian: "Oh God, whose service perfect freedom" (Ya Allah, mengabdi kepadaMu adalah sebuah kemerdekaan yang sempurna).
2. Hidup yang dimerdekakan (dibebaskan) adalah sebuah sukacita surgawi
Nikmatilah kemerdekaanmu menjadi sukacita di dalam Tuhan; sebab ada waktunya kesempatan itu akan berlalu dari hari-hari hidupmu. Orang yang bersukacita, bukan berarti tidak ada lagi persoalan di dalam dirinya. Mereka masih mengalami berbagai masalah hidup, bahkan pergumulan yang bermuara kepada penderitaan. Namun orang yang merdeka di dalam Tuhan memandang semuanya itu sebagai bagian dari proses pertumbuhan rohani. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan sebagai orang yang benar-benar enjoy di dalam Tuhan.
i) Buang kekhawatiranmu! rasa khawatir tidak akan membuat hidup kita semakin ringan, tetapi justru sebaliknya, akan memperberat keadaan kita sendiri. Kekhawatiran itu justru tidak banyak gunanya (Mat. 6:27). Namun, apakah itu berarti kita hanya pasrah saja? Burung-burung memang dipelihara Tuhan. (ay. 25-26) tapi ingat bahwa Tuhan tidak melemparkan makanan kesarangnya, bukan? Kita tetap berusaha sambil dilandasi sebuah keyakinan Allah tetap memelihara kita!
ii) Pakailah kacamata kekekalan! Marilah kita memandang bukan dari sudut pandang kita yang sangat terbatas. Tetapi pakailah kacamata kekekalan Allah, walau memang kita harus menghadapi berbagai tantangan, menjalani aneka kesulitan. Satu hal yang kita perlukan adalah bagiamana kita boleh tabah sambil meyakini, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm. 8:28).
iii) Mari menerima kenyataan! Kita tidak bisa mengatur semua hal yang ada di dunia ini supaya sesuai dengan kehendak kita. Ada faktor-faktor tertentu, terutama hal-hal yang ada di luar diri kita yang sungguh tidak dapat kita ubah. Terhadap kenyataan yang tidak dapat kita ubah, lebih baik kita pasrah dan menerima kenyataan dengan perasaan damai.
iv) Mari mulai menghitung berkat dan bersyukurlah! Bersyukur, artinya berterimakasih dan menghargai apa yang telah kita miliki saat ini. Rasa syukur memenuhi perasaan hati kita, dengan kegembiraan yang dalam; itulah berkat yang melimpah. Benyamin Franklin mengatakan, "kita tidak pernah menghargai air, sampai suatu saat nanti sumber air menjadi kering". Kadangkala kita tidak menghargai orang, benda, atau kemudahan yang kita miliki sampai suatu saat kita kehilangan semuanya itu. Yang penting adalah bukan berapa banyak yang kita miliki, tetapi berapa banyak yang kita nikmati dalam kehidupan ini. Untuk itulah ajakan Firman Tuhan melalui Rasul Paulus kali ini: alangkah indahnya disaat kita diingatkan…! Jadilah orang yang merdeka di dalam Tuhan, sekaligus menjadi orang yang benar-benar beroleh pembaharuan dari pengasihan Tuhan.
3. Kebebasan itu adalah sebuah pembaharuan budi….
Secara langsung kita akan mengambil contoh konkrit dari kehidupan seorang tokoh Alkitab, yakni Yeremia. Dia masih amat muda belia (remaja tingting), sebagai anak desa dari kampung Anatot, yang tidak banyak dikenal orang. Yeremia bukanlah seorang yang terkenal dan punya banyak relasi dengan kelompok imam-imam besar dan raja-raja di Yerusalem; bahkan iapun bukanlah seorang yang pandai bicara. Karena itu, ia berusaha menolak ketika Allah memanggil dia untuk menyampaikan firmanNya, "Ah, Tuhan Allah, sesungguhnya aku ini tidak pandai bicara, sebab aku ini masih muda (Yer. 1:6). Namun kemudian, ia toh menerima panggilan itu dengan seluruh diri dan kemampuannya mengucapkan seluruh Firman yang disampaikan melalui dirinya. Rela menderita siksaan dan dipenjarakan agar ia menutup mulut, namun dalam penjarapun ia terus berbicara. bahkan ketika dimasukkan ke dalam sumur kering agar ia MPP (mati pelan-pelan) oleh rasa lapar dan haus, justru ia tidak pernah gentar melawan seluruh kebatilan oleh para penguasa dan pengusaha. Apakah yang dapat kita petik dari pengalamannya? Yeremia mewariskan kemerdekaan, memilih sebuah keutamaan yang sangat relevan bagi pembentukan dan pertumbuhan kepribadian kaum kristen. Inilah pembaharuan budi: Ketika setiap orang diantara kita selalu berani berkata "ya" pada setiap rencana dan kehendak Allah. Hanya dengan sikap itulah kita boleh diubahkan. Dengan iman, setiap orang diantara kita rela berkorban, menjadi tangan dan lidah Tuhan, sekaligus berani menghadapi berbagai tantangan.
4. Apakah yang kita perlukan?
Rasul Paulus menyerukan, “Siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru; yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Kor. 5:17). Kalau firman ini ditujukan kepada kita, bahwa sungguh kita sudah mempunyai status baru dan berada di dalam kawasan baru pula. Inilah modal dasar memampukan kita bergaul secara intim dengan Tuhan.. Walau memang karena keberdosaan kita yang nista tidak selayaknya bersahabat dengan Dia yang Maha kudus dan mulia; namun karena kita sudah diubah dan dicipta baru, kita dapat hidup dalam relasi baru itu. Dimerdekakan dari segala keterikatan dunia. Tuhan memerintahkan agar setiap saat kita harus berusaha untuk lebih baik. Artinya, hari ini harus lebih baik dari kemarin dan besok lebih baik dari hari ini. Kita boleh lebih baik sebab Tuhan telah mendamaikan kita dengan diri-Nya. Menjadi lebih baik sebab Yesus telah membayar lunas seluruh hutang dosa kita; untuk itu jangan sungkan lagi menjadi orang yang memang dimerdekakan.
Kristen yang sungguh merdeka adalah mereka yang memiliki kandungan jiwa yang bermutu tinggi, sekaligus memanfaatkannya secara optimal untuk membangun dan memperbaharui suasana dimana ia berada. Hidup orang Kristen yang lebih baik adalah sisi-sisi tampilan yang menarik, cantik dan menawan. Sedap dipandang mata, memikat dan penuh daya tarik. Dengan melihatnya saja, hati kita sudah terhibur dan ingin segera mendapatkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar