Kamis, 20 Januari 2011

Artikel: GEREJA YANG BERMISI

widgeo.net
GEREJA YANG BERMISI
Ramli SN Harahap*



Peranan misi dan gereja merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan di mana panggilan gereja lokal untuk misi sangat jelas di Alkitab. Untuk itu penting untuk mengarahkan gereja tradisi menjadi gereja misioner.

Sangatlah penting gereja menjadi gereja yang misioner guna mengemban amanat agung Yesus Kristus ke seluruh dunia.

Ada lima misi yang diemban oleh gereja, yakni: (a) ibadah/penyembahan; (b) pemuridan; (c) Persektuuan (fellowship) antar umat Kristiani; (d) diakonia/pelayanan, dan (e) penginjilan. Gereja sebagai tubuh Kristus merupakan sarana untuk menjalankan misi Tuhan di dunia. Kelima elemen misi gereja tersebut harusnya dapat bersinergi dan menjadikan Kristus sebagai kepala dengan tujuan untuk melaksanakan amanat Tuhan sebagaimana tertulis dalam Yohanes 3:16, ”Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

Dalam penyampaian pesan Injil ke seluruh dunia, terdapat beberapa hambatan yang dapat menghalangi Injil untuk sampai ke seluruh dunia, hal ini seringkali disebabkan oleh keterbatasan wawasan dan salah pemahaman dalam diri pemimpin gereja itu sendiri. Selain itu tidak jarang sebuah gereja hanya memilki kualitas yang memadai tentang misi sehingga tidak memiliki kejelasan arah dalam mengemban misi gereja. Hal ini sangat membahayakan sebuah gereja. “Banyak gereja-gereja yang besar dan hebat tetapi gembalanya tidak memiliki arah misi yang jelas.”

Pondasi dari gereja adalah hati Tuhan, pengorbanan Yesus. Gembala harus tahu ini pertama kali. Akan tetapi seringkali pelayan Tuhan fokusnya hanya melihat tugasnya sebagai profesi semata. Banyak umat Kristiani memiliki anggapan yang salah tentang misi bahwa persoalan misi adalah tanggungjawab pendeta dan misionaris.

Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam pelayanan misi, yakni: (a) memuliakan Tuhan; (b) memperlengkapi jemaat, dan (c) memberitakan Injil sampai ke seluruh bumi.

Salah satu negara di Asia yang banyak mengirimkan misionaris ke berbagai negara adalah Korea di mana pada tahun 2000 telah mengirim sekitar 120 ribu misionaris yang tersebar di 150 negara. Sedangkan negara barat sekitar 168 ribu misionaris. Sementara Indonesia dinilai banyak memiliki potensi dalam hal misi, namun arah perkembangan misinya lebih mengarah ke internal gereja sendiri.

Beberapa hal yang menjadi penyebab gereja tradisi tidak berubah menjadi gereja misioner adalah pertama, karena para gembala lebih memilih untuk mengikuti apa yang menjadi keinginan jemaat daripada keinginan Tuhan. Yang kedua adalah ketika rasa belas kasihan (compassion) tidak lagi ada sehingga menjadi serupa dengan dunia.

Alasan ketiga mengapa gereja tradisi tidak dapat berubah menjadi gereja misioner karena gereja seringkali hanya terlalu disibukkan oleh masalah-masalah internal saja, dan yang keempat gereja seringkali hanya membuat banyak rencana tetapi lambat dalam melaksanakannya.

Ada gereja yang terlalu tua dan lebih mempertahankan tradisi bukannya kebenaran. Dan ada gereja yang terlalu membatasi misi berdasarkan geografis., dan ada yang tidak mau mendengarkan suara utusan Tuhan. Hal yang paling penting untuk mengubah gereja tradisi menjadi gereja misioner adalah motivasi awal untuk persiapan awal menjadi gereja misioner. Umat Kristiani tidak boleh kehilangan semangat jiwa misionaris dan melayani jiwa-jiwa dan menjadi saluran berkat Tuhan. Ini adalah salah satu dasar dari misi, serta jangan melupakan bahwa kualitas kasih Allah selalu menuntut pengorbanan kita.

Pekerjaan misi adalah sepenuhnya pekerjaan dari Roh Kudus dan dalam pelaksanaannya memuntut kita untuk masuk di dalam misi itu sendiri dan bukan hanya diluarnya saja.

Pada dasarnya pelayanan misi dilakukan mencakup dua macam, yakni memberitakan Injil dan pelayanan sosial, dan dalam melakukan pelayanan sosial jangan melupakan hal yang paling penting yakni memberitakan Injil. Pemberitaan Injil ditujukan kepada dua macam orang yakni pertama, orang yang mendengar lalu percaya dan kedua kepada orang yang tidak percaya. Gereja harus menjadi gereja Alkitabiah untuk dapat menjadi gereja misioner.

Pada tahun 2011, GKPA akan merayakan 150 tahun masuknya Injil ke daerah Angkola. Kehadiran Injil ini karena adanya misi gereja yang hidup dari Belanda, Jerman, Inggris. Misi gereja itu menjangkau jiwa-jiwa yang butuh dan haus akan kebenaran firman Tuhan. Jika GKPA telah menikmati anugerah keselamatan itu selama 150 tahun ini, maka seharusnya GKPA mampu menyalurkan dan meneruskan pekerjaan misi gereja itu kepada orang, suku, bangsa yang belum mengenal Injil keselamatan ini.

Dalam rangka meresponi keinginan menginjili ini, GKPA telah mengangkat pelayan pendeta Zending di GKPA. Pendeta Zending GKPA ini merupakan sebuah gerakan misi GKPA dalam rangka menjangkau jiwa-jiwa yang haus akan kebenaran firman Tuhan dan membawa mereka kepada kebenaran dan kepada keselamatan yang kekal itu.

Sebenarnya masih ada daerah di nusantara ini yang membutuhkan pelayanan yang sungguh dari gereja. Misalnya saja suku Kubu di Sumatera Selatan. Katakan saja sebuah desa yang  bernama Tanjung Harapan, di tepi aliran Sungai Rupit, pedalaman Rimba Rupit, Sumatera Selatan. Di sebuah pemukiman berdiri SD Tanjung Harapan, bangunannya berdinding papan dan cuma punya satu ruang kelas. Ini adalah sekolah bagi anak-anak Suku Anak Dalam, atau yang dikenal dengan Suku Kubu.

Di antara ilalang yang tumbuh hampir setinggi orang dewasa, tampak seorang perempuan muda berkulit cokelat, ia melambaikan tangan sambil tersenyum lebar. Ia adalah Leorince, guru SD yang sudah mengajar lima tahun di sini. Rince tinggal di sebuah rumah kecil sederhana berdinding papan, dengan lantai semen bercampur tanah. Ia bilang kalau malam harus hati-hati, karena ular dan binatang lain suka masuk ke dalam rumah.

Rince berkisah ikhwal kedatangannya di Tanjung Harapan. Saat itu Februari 1998, lulusan Diploma Pendidikan Guru SD PESAT ini tiba di sini. Ia mendapati sekelompok besar keluarga-keluarga Kubu, yang tinggal di rumah-rumah sangat sederhana. Kondisi mereka sangat tidak baik. “Mereka tidak peduli dengan kesehatan tubuh, kuku tangan dan rambut mereka sangat kotor, begitu pula pakaiannya, dan jangan tanya soal baca tulis,” cerita Leorince. Bahkan waktu itu hukum rimba masih berlaku di sini.

Tahun pertama di Suku Kubu adalah masa yang sulit. Tidak mudah untuk mengubah pola pikir dan kebiasaan orangtua maupun anak-anak mereka, kisahnya. Namun kerja keras dan pertolongan Tuhan, akhirnya membuahkan hasil. Ketika satu demi satu anak datang ke dalam kelas. Waktu berlalu dan perlahan-lahan mereka mulai paham banyak hal tentang ilmu pengetahuan, membaca, menulis, berhitung, cara hidup yang sehat, dll. “Mereka sangat rajin datang ke sekolah berjalan beriringan dan bangga dengan seragam sekolah yang dipakai, aku pun selalu terharu melihatnya,” ucap Rince.
Masalah nampaknya masih tetap ada, dan hal ini menyangkut masalah perut. Ruang kelas akan segera menjadi kosong, tanpa seorang murid pun yang tinggal saat musim buah tiba. Mereka segera pergi untuk memanen buah-buahan hutan, dan itu bisa berminggu-minggu lamanya. “Tapi mereka akan kembali lagi ke sekolah saat musim panen usai,” Rince tersenyum.

Namun waktu jualah yang menjawab semuanya. Beberapa anak akhirnya berhasil menamatkan pendidikan SD mereka. “Mereka yang tamat diberikan surat rekomendasi untuk dapat melanjutkan ke SMP,” katanya. Sayangnya hanya beberapa anak saja yang lanjut sekolah, karena SMP-nya berada di kota, dan sangat jauh dari hutan tempat mereka tinggal.

Kisah ini merupakan salah satu contoh dari wujud misi gereja yang perlu kita sentuh saat ini. Jika orang Angkola dahulu dilawat Tuhan melalui orang Jerman, Belanda dan lain sebagainya, mengapa kita sekarang tidak mampu menjangkau suku dayak, suku kubu, suku-suku lain agar mereka memperoleh keselematan kekal itu.

Kini saatnya GKPA bermisi! Bermisi melebarkan Kerajaan Allah melalui organisasi GKPA untuk menjangkau jiwa-jiwa yang membutuhkan keselamatan yang kekal itu. Semoga

* Penulis adalah seorang yang sedang melayani di Kantor Pusat GKPA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar