Rabu, 23 Oktober 2013

Jamita Minggu, 03 Nopember 2013: Markus 3:31-35

widgeo.net

1.       Secara umum kita berpendapat bahwa saudara itu adalah orang yang lahir dari satu orang ibu. Artinya, saudara itu lebih ditonjolkan dari hubungan biologisnya saja. Bagi kita orang Batak hubungan persaudaraan dan kekerabatan masih sangat erat, karena hubungan itu dibangun di atas marga melalui ikatan darah dan daging. Persaudaraan ini semakin nyata melalui falsafah Dalihan na tolu yaitu:” manat mardongan tubu, elek marboru dohot somba marhulahula”. Melalui falsafah inilah bagi kita orang Batak selalu terjalin hubungan  persaudaraan, kekerabatan yang akrab di antara sesama kita. Hubungan persaudaraan dan kekerabatan itu sangat baik dan harus kita pertahankan, tetapi melalui  firman ini,  Yesus membuat suatu pembaharuan yaitu :  persaudaraan keluarga yang baru dan sejati, yang bukan semata-mata diikat soal daging dan darah, tetapi orang yang melakukan kehendak Bapa. Awal dari cerita ini waktu Yesus mengajar di satu rumah yang sudah penuh orang banyak, maka datanglah ibu dan saudara-saudara Yesus untuk menjumpai Yesus. Alasan keluarga untuk menjumpai Yesus adalah karena banyak orang yang sudah menduga bahwa Yesus sudah tidak waras lagi (sakit jiwa) bahkan ahli Taurat menyebut seperti iblis (3:20–23), sehingga mereka berusaha untuk menjumpainya dan ingin membawa Yesus pulang dari orang banyak yang telah dibuatnya menjadi resah karena tindakan dan perkataanNya. Sebagai kaum keluarga yang mengasihi-Nya, mereka kuatir apa yang diperbuat-Nya itu adalah menentang arus pemerintahan dan agama pada masa itu, terutama saat itu hubungan Yesus dengan tokoh-tokoh agama Yahudi telah tegang yang mana mereka berusaha untuk menangkap dan membunuh Yesus. Melalui dasar inilah kaum keluarga datang untuk menemui Yesus,  tetapi apa yang terjadi? Pasti ibu dan saudara-saudara-Nya Yesus merasa terkejut, kesal, kecewa,  dimana Yesus mengatakan, "Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?" Ia melihat kepada orang-orang yang duduk di sekeliling-Nya itu dan berkata: "Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku" (3:33–35).  
2.       Melalui peristiwa ini apa yang mau dikatakan Yesus? Sebenarnya Yesus bukan tidak menghargai keluarga, justru menghargai keluarga seperti dalam Matius 15:4,Hormatilah ayahmu dan ibumu” (bnd. Ef. 6:2),  waktu Yesus disalibkan, Ia mengatakan, “Ibu, inilah anakMu (Yoh. 19:26) dan ketika perjamuan kawin di Kana, Yesus menolong keluarga dengan membuat air menjadi anggur (Yoh. 2:1–12). Jadi maksud Yesus dalam firman ini adalah Yesus membuat suatu persaudaraan keluarga yang baru dan sejati dalam arti selalu mendahulukan kehendak Allah Bapa,  seperti dalam Matius 6 : 33,Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Mendahulukan Kerajaan Allah harus menjadi prioritas utama dalam hidup ini, janganlah membiarkan hal-hal yang lain menghambat, mengganggu dan mengalihkan perhatian kita, sehingga terhalang melakukan kehendak Bapa. Bila kita lihat sekarang banyak orang yang tidak mendahulukan kerajaan Allah karena alasan tidak ada waktu apakah alasan sibuk dalam pekerjaan, keluarga, arisan, pesta-pesta adat, dll. Karena itulah Yesus mengajak kita agar senantiasa mendahulukan kerajaan Allah dan berbuat sesuai dengan kehendakNya, sehingga kitalah yang menjadi anak-anakNya dan yang layak menerima hidup yang kekal.
3.       Dari teks khotbah ini, ada beberapa pelajaran yang mau kita renungkan, yakni:
a.       Pertama, yang mau kita renungkan adalah “Siapa ibu-Ku? Siapa saudara-saudara-Ku?” (ay.33). Mengapa Yesus mengajukan pertanyaan seperti ini? Tentu saja Dia mengenal para anggota keluarganya. Namun Ia ingin menyampaikan sebuah pesan penting: Menjadi anggota keluarga Allah tidak ada urusannya dengan hubungan darah dan sepenuhnya berurusan dengan pertobatan, iman, dan ketaatan kepada-Nya dari hari ke hari. Allah tidak mempunyai cucu. Orang-orang tidak menjadi anggota-anggota keluarga-Nya hanya sekadar karena asosiasi dengan orang-orang Kristiani lainnya. Setiap orang harus menjadi seorang anak Allah melalui tanggapannya sendiri terhadap rahmat Allah. Latar belakang keluarga dan budaya tidak pernah dapat mengambil tempat “iman pribadi kepada Allah”. Kita tidak dapat mengklaim keanggotaan dalam keluarga Yesus karena keluarga kita itu religius, atau karena kita berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, atau karena kita memberi uang untuk gereja. Sama sekali tidak! Yesus menyatakan dengan jelas: “Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku” (ay.35).Memang benar, rahmat Allah diberikan kepada kita secara bebas dan gratis pada waktu kita dibaptis. Namun iman pribadi kepada Kristus, persaudaraan sejati dengan Dia, bersumber pada rahmat itu untuk mengembangkan suatu hidup ketaatan kepada Allah. Yesus mengingatkan bahwa “bukan setiap orang yang berseru kepada-Nya Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan orang yang melakukan kehendak Bapa-Nya yang di surga” (lih. Mat. 7:21), artinya hanya mereka yang mengakui-Nya sebagai Tuhan dan taat kepada sabda-Nya. Yesus juga mengatakan bahwa tanda yang membedakan para murid-Nya dengan orang-orang lain adalah saling mengasihi di antara mereka seperti Dia sendiri telah mengasihi mereka (lih. Yoh. 13:34-35). Selagi kita hidup di bawah atap rumah Bapa, taat pada “peraturan rumah tangga”-Nya, dan hidup seperti Yesus hidup, maka kita dapat diindentifikasikan sebagai anggota-anggota keluarga-cintakasih-Nya. Yesus adalah Saudara tua kita, dan sebagai anggota keluarga-Nya wajarlah apabila kita memiliki keserupaan dengan diri-Nya. Hidup sebagai anggota-anggota keluarga Yesus menyangkut tindakan membuang hidup dosa kita yang lama dan secara berkesinambungan mengalami proses pembentukan kembali ke dalam keserupaan dengan Yesus, selagi kita menyerahkan diri kita kepada rahmat-Nya. Hal ini mempunyai implikasi konkret atas cara hidup kita setiap hari.
  1. Kedua, yang mau kita renungka adalah “Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku (ay.35). Untuk mengerti hal yang kedua ini kita perlu membaca Ibrani 10:9, "Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu.” Kutipan ini baik kita renungkan atau refleksikan dan mungkin baik juga ditulis lebih besar serta diletakkan di atas meja kerja, pintu masuk rumah/kantor, di kamar maupun toilet/kamar mandi, dst. Kita meneladan Yesus yang datang ke dunia untuk menyelamatkan dunia seisinya, dengan berusaha sekuat tenaga, bersama-sama serta bantuan rahmat Tuhan ke tempat manapun atau dimanapun kita datang untuk menyelamatkan apa yang tidak selamat, membereskan apa yang tidak beres, membetulkan apa yang salah. Pertama-tama dan terutama marilah kita perhatikan rumah tangga/keluarga kita masing-masing maupun tempat kerja/belajar dimana kita sibuk di dalamnya. Setiap kali memasuki rumah atau kamar di rumah kita hendaknya dengan semangat “Sungguh aku datang untuk melakukan kehendakMu”, demikian juga ketika memasuki tempat kerja atau belajar. Kehendak Allah yang pertama dan utama bagi kita semua adalah agar kita saling mengasihi satu sama lain. Untuk melaksanakan kehendak Allah ini kiranya tidak sulit asal masing-masing dari kita menyadari dan menghayati diri sebagai ‘yang terkasih’, yang diciptakan oleh Allah dalam kasih dan hanya dapat tumbuh berkembang dalam dan oleh kasih. Karena masing-masing dari kita adalah ‘yang terkasih’, maka bertemu atau berjumpa dengan siapapun berarti yang terkasih bertemu dengan yang terkasih dan dengan demikian secara otomatis saling mengasihi. “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.anes  Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih” (1Yoh. 4:7-8), demikian pesan Yohanes dalam suratnya. Tidak saling mengasihi berarti tidak mengenal atau mengimani Allah alias tidak beriman atau kafir.
  2. Ketiga, yang perlu kita renungkan adalah bagaimana kita mengetahui dan melakukan kehendak ALLAH itu? Kebanyakan orang kristen tidak menginginkan kehendak Tuhan. Biasanya mereka memutuskan untuk diri mereka sendiri apa yang mereka akan lakukan dan mereka lalu minta Tuhan menyertai dan memberkati apa yang mereka lakukan itu. Dengan kata lain, mereka minta supaya Allah merestui kehendak mereka. Ini salah! Tetapi coba renungkan: apakah bukan ini yang biasanya saudara lakukan? Misalnya dalam mencari pacar, menentukan sekolah / study / pekerjaan, membeli rumah, memilih pelayanan, dsb?  Ada juga orang yang menanyakan kehendak Allah tetapi dalam hati ia sudah memutuskan apa yang akan ia lakukan. Jadi, ia cuma ingin mengecheck apakah Allah setuju dengan dia atau tidak. Kalau Allah setuju ia menuruti Allah, tetapi kalau tidak ia akan mengabaikan kehendak Allah itu. Atau ia menanyakan kehendak Allah untuk melihat apakah Allah punya kehendak yang lebih baik dari keputusannya itu. Ini jelas juga salah!  Ada juga orang yang ingin tahu kehendak Tuhan hanya untuk memuaskan rasa ingin tahunya, tetapi ia tidak punya tekad untuk menyesuaikan hidupnya dengan kehendak Tuhan. Ini jelas juga salah. Yang benar adalah: saudara harus menanyakan kehendak Allah dengan suatu tekad bahwa apapun yang Tuhan perintahkan saudara mau menurutinya! Kalau ini ada pada saudara maka Allah mau menunjukkan kehendakNya kepada saudara! Kalau kita menuruti kehendak Allah, Allah pasti akan beserta kita. Tetapi jangan harapkan bahwa jalannya pasti mulus! Jangan lupa bahwa semakin kita mentaati Tuhan, semakin setan itu menyerang kita. Disamping itu bisa saja Tuhan memberi kesukaran / kekalahan / bencana untuk menguji kita. Karena itu, bisa saja pada waktu kita menuruti kehendak Tuhan, justru mula-mula terjadi bencana / kekalahan (bdk. Hakim-hakim 20:18-35). Kalau saudara mengalami hal seperti itu, janganlah berhenti mengikuti kehendak Tuhan (bdk. 1Pet 3:17  1Pet 4:19), dan janganlah takut karena Tuhan beserta saudara (bdk. Maz 23:4). Pada akhirnya saudara pasti menang
4.       Setiap orang memiliki keluarga dan saudara oleh karena pertalian darah atau biologis. Tidak ada seorang pun manusia yang ada di bumi  tanpa keberadaan sebuah keluarga. Hubungan keluarga itu sesuatu yang amat penting, sehingga untuk setiap anggota keluarga selalu ada sebutan yang menunjukkan kedekatan secara manusiawi, mulai dari yang paling dekat yaitu  Bapak, Ibu, Adik/kakak, sampai kepada yang lebih jauh yaitu paman/bibi, sepupu, keponakan, dll. Semakin banyak anggota keluarga yang bisa disebut saudara, maka semakin tinggi pula martabat sebuah keluarga. Setiap keluarga yang benar tidak menginginkin seorang pun anggota keluarga mereka terancam, terganggu dan menjadi orang yang dibenci oleh orang lain atau mempermalukan keluarga. Setiap anggota kelauarga harusnya bahu-membahu untuk saling membantu, saling melindungi dan saling mengingatkan satu dengan yang lain. Mazmur 133:1 berkata “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!”. Kedatangan Yesus ke dunia ini telah melahirkan saudara-saudara baru bagi kita yaitu persaudaraan yang tidak didasarkan kepada hubungan darah, marga, atau suku bangsa, tetapi persaudaraan dalam iman dan pengenalan akan Kristus, saudara kita adalah orang yang bersama-sama dengan kita mau melakukan kehendak Allah. Sehingga dengan demikian kita layak memanggil Dia dengan sebutan Bapa dan kita adalah anak-anakNya. Yesus menjadikan kita saudara tanpa melihat asal-usul, ras, suku bangsa, kaya atau miskin, bahkan orang yang paling hina pun Dia sebut sebagai saudara, sebagaimana dikatakan dalam Epistel kita minggu ini : “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mat. 25:40) 

Selamat beribadah dan menikmati lawatan TUHAN!

Yogyakarta, 25 Agustus 2013


Ramli SN Harahap
Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW)
Yogyakarta









Hatorangan ni Sibasaon
ORANG-ORANG PILIHAN ALLAH
Kolose 3:12-14


Minggu, 03 Nopember 2013                                                           Sibasaon: Kolose 3:12-14




1.       Orang-orang pilihan adalah orang-orang yang khusus yang melewati seleksi dari beberapa orang lainnya. Orang pilihan ini memiliki karakter, gaya dan perilaku hidup yang berbeda dari orang lain. Mereka sudah memiliki dasar dan pemahaman iman yang lebih mendalam. Orang-orang pilihan ini tentunya bisa diterima oleh siapa pun asalkan kita mau dan dibentuk sesuai dengan kehendak TUHAN. Dalam teks kitab suci kali ini kita akan membahas orang-orang pilihan ALLAH.
2.       Apakah ciri-ciri orang pilihan ALLAH itu?
a.       MENGENAKAN BELAS KASIHAN
Belas kasihan sering kali diterjemahan dari kata Ibrani ra·khamim′ dan kata Yunani e′le·os (kata kerja, e·le·e′o). Dengan memeriksa kata-kata ini dan penggunaannya, kita dibantu untuk mendapatkan makna dan nuansa artinya yang lengkap. Kata kerja Ibrani ra·kham′ didefinisikan sebagai ”bercahaya, mempunyai perasaan hangat karena emosi yang lembut; . . . beriba hati”. Menurut seorang leksikograf bernama Gesenius, ”Gagasan utamanya tampaknya terletak pada tindakan menyayangi, menenteramkan, dan pada keadaan emosi yang lembut. Kata ini berkaitan erat dengan kata untuk ”rahim” atau dapat memaksudkan ”usus besar”, yang terpengaruh sewaktu seseorang mempunyai perasaan yang hangat dan simpati yang lembut atau rasa kasihan (Bdk. Yes. 63:15, 16; Yer. 31:20). Dengan demikian, orang pilihan ALLAH harus mampu bertindak menyayangi dan membuat tenteram keadaan sehingga suasana damai sejatera nyata dan dirasakan oleh banyak orang.
b.       MURAH HATI
Kemurahan hati merupakan dua kata yang menjadi tekanan dalam pengajaran Yesus. Kemurahan hati memiliki sumber pada hati yang memiliki kasih, yang mudah tergerak melihat penderitaan orang lain, hati yang mau menolong sesama yang menderita. Mengapa Yesus sangat menekankan pada murid-muridnya untuk memiliki kemurahan hati? Alasannya karena Allah itu kasih. Kemurahan hati Allah yang begitu besar terletak pada kesediaan Allah untuk berkorban bagi manusia yang menderita karena dosa pemberontakan manusia sendiri. Allah tergerak hatinya dan ikut merasakan penderitaan manusia dan Ia datang serta mengorbankan diriNya bagi keselamatan manusia. Siapapun yang ada di dalam Dia akan memiliki hati yang penuh kasih, penuh kemurahan, penuh belas kasihan pada sesama yang menderita. Kita tidak bisa mengaku sebagai murid Yesus yang telah menikmati kemurahan hati Tuhan, menikmati pertolongannya tetapi menutup mata terhadap penderitaan orang lain di sekeliling kita. Bila itu yang kita lakukan maka sama saja dengan kita menyangkal kasih Allah kepada kita, kita menyangkal anugerah keselamatan Allah kepada kita, dan keselamatan itu akan diambil kembali dari pada kita. Itu yang terjadi seperti dalam perumpamaan Tuhan Yesus tentang orang yang telah diampuni utangnya sebesar sepuluh ribu talenta (sekitar 60 juta dinar atau 10 juta shekel kira-kira 100 Triliun Rp) namun tak mengampuni temannya yang berutang 100 dinar (sekitar 3 juta Rp). Pengampunannya itu kemudian diambil kembali darinya dan ia dimasukkan dalam penjara. Keselamatan kita sebagai orang kristen adalah keselamatan yang dianugerahkan oleh Tuhan secara cuma-cuma melalui iman kita kepadaNya. Namun iman tanpa perbuatan adalah iman yang mati. Dalam cerita orang Samaria yang baik hati di atas kita melihat bagaimana orang yang menderita sehabis dirampok tak dipedulikan oleh kedua orang pertama yang melwatinya yaitu seorang Imam dan seorang Lewi. Seorang Imam dan orang Lewi adalah dua jenis orang yang setiap hari mengidentikan diri mereka dengan Tuhan. Mereka adalah orang-orang terpandang dalam hal keagamaan, namun perilaku hidup mereka tak mencerminkan perilaku yang menghormati Tuhan. Jadi apa yang mereka khotbahkan setiap hari tak sesuai dengan apa yang mereka praktekkan dalam kehidupan real mereka. Iman harus dilandasi dengan perbuatan sebagai ungkapan syukur atas anugerah keselamatan yang diberikan. Ketika kita telah diampuni segala kesalahan kita yang begitu besar tetapi perilaku kita masih menyandang perilaku lama yang tak memiliki kemurahan hati dan belas kasihan maka kita menjadi tak layak untuk menerima anugerah keselamatan Tuhan. Karena itu kenakanlah kasih, kemurahan hati, belas kasihan dalam setiap perilaku kehidupan kita. Karena kita tidak mungkin mampu mengasihi Allah yang tidak kelihatan tetapi membenci sesama kita yang ada setiap hari di sekeliling kita.

c.       RENDAH HATI
Rendah hati mungkin adalah sebuah kata yang hampir hilang dari perbendaharaan bahasa kita. Hampir setiap hari kita mendengar atau menyaksikan betapa kita, menunjukkan arogansi kekuasaan atau kekayaan, kehebatan yang kita miliki. Kerendahan hati merupakan salah satu indikator dari tingginya kecerdasan spiritual seseorang. Seorang yang tidak bisa menunjukkan sikap atau karakter rendah hati, berarti belum mencapai kedamaian dengan dirinya. Pribadi yang rendah hati biasanya justru memandang bahwa orang lain sebagai ciptaan Tuhan memiliki keunikan dan keistimewaan, sehingga dia senantiasa membuat orang lain merasa penting. Karena sesungguhnya setiap pribadi adalah istimewa. Setiap orang adalah spesial, unik, dan berhak untuk dihargai. Manusia adalah pribadi yang harus diperlakukan khusus. Manusia adalah makhluk yang sangat sensitif. Jika kita meragukan hal ini, lihat diri kita sendiri dan perhatikan betapa mudahnya kita merasa disakiti atau tersinggung. Orang yang Rendah hati akan membahagiakan hati sesama. Kalau dia seorang bapak, keluarganya akan menghormatinya dengan tulus. Kalau seorang ibu, anak-anaknya tentu akan senantiasa merindukan. Kalau seorang pemimpin, tentu akan menginspirasi hati sekalian rakyatnya.Mari kita belajar rendah hati, dengan cara mengagumi dan mengapresiasi kelebihan rekan-rekan kita yang tidak kita miliki.Salah satu ciri kerendahan hati adalah mau mendengar pendapat, saran dan menerima kritik dari orang lain. Sering dikatakan bahwa Tuhan memberi kita dua buah telinga dan satu mulut, yang dimaksudkan agar kita lebih banyak mendengar daripada berbicara. Kadang-kadang hanya dengan mendengarkan saja kita dapat menguatkan orang lain yang sedang dilanda kesedihan atau kesulitan. Dengan hanya mendengar, kita dapat memecahkan sebagian besar masalah yang kita hadapi. Mendengar juga berarti mau membuka diri dan menerima, suatu sifat yang menggambarkan kerelaan untuk menerima kelebihan dan kekurangan orang lain maupun diri kita sendiri. Rendah hati bukan berarti merendahkan diri dan menutup diri melainkan secara aktif mendengarkan, berbagi, dan berempati sehingga terjalin hubungan harmonis dua arah. Dia dapat menyesuaikan kondisi emosi dan egonya untuk menempati kondisi emosi dan ego teman bicaranya sehingga sang teman merasa didengarkan dan dihargai.

d.       LEMAH LEMBUT
Lemah lembut dalam Bahasa Indonesia artinya baik hati, suka menurut. Dalam bahasa Yunani kata yang diterjemahkan dengan lemah lembut adalah praus (dari kata praus dikenal pula kata praotes yang artinya kurang lebih sama). Kata itu sebenarnya memiliki makna lebih luas dibanding arti lemah lembut dalam bahasa Indonesia. Ada 3 pengertian: (1) praus biasanya dikenakan pada binatang (khususnya kuda) yang sudah jinak; tidak lagi mengikuti kemauannya sendiri tetapi sudah dapat menerima pengarahan dan kendali dari tuannya. (2) kata praotes biasanya dipakai untuk menyebut sikap yang berada di tengah-tengah orgilotes (gampang dan suka marah) dan aorgesia (sama sekali tidak bisa marah). Jadi praotes sama dengan orang yang sabar (tidak suka marah, atau mengumbar amarahnya), tetapi dalam hal dan waktu tertentu dia bisa juga marah; tidak tinggal diam saja. (3) kata praotes adalah lawan dari kata hupselokardia (tinggi hati), jadi bisa diartikan rendah hati; tidak sombong dengan kelebihannya, tetapi juga tidak minder dengan kekurangannya. Dengan demikian seseorang dikatakan lemah lembut bila: (1) ia punya kehendak tetapi kehendaknya itu ia tundukkan di bawah kehendak Tuhan. Ada ajaran dari aliran keagamaan tertentu yang memandang kehendak sebagai sumber penderitaan, karenanya harus dimatikan. Berangkat dari arti praotes kehendak itu tidak dimatikan (dan memang sebetulnya tidak bisa kita mematikan kehendak), tetapi dikendalikan. Sehingga kita tidak diperbudak oleh kehendak). (2) ia bisa marah, tapi tidak lekas marah; bisa menguasai kemarahannya. (3) ia akan menghadapi orang-orang yang lebih tinggi tanpa rendah diri dan orang-orang yang lebih rendah tanpa menjadi tinggi hati.
e.       SABAR
Di zaman sekarang ini tidak mudah menemukan orang yang sabar.  Banyak orang cenderung cepat-cepat dan sembarangan dalam mengerjakan segala sesuatu.  Atau ketika dalam masalah dan pergumulan, kita sering mendengar nasihat yang mengatakan, "Yang sabar ya."  Lalu kita pun menimpali: "Kesabaran kan ada batasnya."  Sebenarnya, apa itu kesabaran? Kesabaran adalah ketenangan hati dalam menghadapi cobaan;  kesabaran adalah lawan dari kemarahan yang tidak pada tempatnya, kemampuan untuk menahan diri dalam menghadapi situasi-situasi sulit;  sifat tenang;  tabah;  tidak tergesa-gesa atau terburu nafsu.  Ketika orang lain marah, menyakiti atau berbuat jahat kepada kita, tanpa pikir panjang kita ingin segera mendamprat atau membalasnya.  Apa bedanya kita dengan orang dunia jika demikian?  Sebagai orang Kristen kita dituntut untuk memiliki kesabarn dan saling bersabar satu sama lainnya, sebab kesabaran adalah bagian dari kasih, dan kekristenan itu identik dengan kasih.  Tertulis:  "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong"  (1Kor. 13:4).  Di samping itu, kesabaran merupakan bagian dari buah-buah Roh yang harus terpancar dalam kehidupan orang percaya (baca Gal. 5:22-23).  Jika kita mengaku diri sebagai orang Kristen/pengikut Kristus tapi kita tak punya kesabaran, maka kita perlu bertobat!  Dengan kesabaran, seseorang dapat melihat hal-hal yang positif di tengah kesukaran sekali pun.  Bukankah banyak orang Kristen yang tidak sabar menantikan pertolongan dari Tuhan dan akhirnya mereka pun tidak mengalami beerkat-berkat Tuhan?  Kesabaran adalah kunci untuk sebuah hubungan kerjasama yang baik.  "Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan."  (Ams. 15:18).  Pertengkaran dan permusuhan seringkali terjadi ketika ada pihak yang tidak sabar alias mudah tersulut emosi.  Oleh karena itu  "Jika amarah penguasa menimpa engkau, janganlah meninggalkan tempatmu, karena kesabaran mencegah kesalahan-kesalahan besar"  (Pengk. 10:4).
f.         MENGAMPUNI
Pengampunan adalah intisari iman Kristen. Kalau ibarat orang dagang, maka jualan utama kekristenan adalah : pengampunan!!! Menjadi orang Kristen berarti diampuni dan diterima oleh Allah. Menjadi orang Kristen berarti juga bersedia mengampuni dan menerima orang lain tanpa syarat! Mengampuni berarti melakukan dua hal, yakni: (1) Membebaskan : membuat orang yang berhutang (bersalah) bebas dari segala konsekuensi (hukuman) yang sebenarnya harus ditanggungnya. (2) Menghapuskan : menganggap hutang (kesalahan) itu sudah diputihkan. Dua hal tersebut membebaskan dan menghapuskan dosa (kesalahan) dilakukan Tuhan atas hidup kita saat kita percaya kepada Kristus. Demikian juga hendaknya kita melakukan hal itu kepada sesama kita. Sederhanya kita harus MENJADI ORANG YANG MUDAH MELEPASKAN PENGAMPUNAN.
Menurut hasil penyelidikan Frederic Luskin Ph.D dari universitas Stanford Amerika, tanda-tanda orang yang mudah mengampuni adalah: 1) Mereka tidak mudah tersinggung saat diperlakukan tidak menyenangkan oleh orang lain. 2) Mereka tidak mudah menyalahkan orang lain ketika hubungannya dengan orang tersebut tidak berjalan seperti yang diharapkan. 3) Mereka punya penjelasan rasional terhadap sikap orang lain yang telah membuat mereka tersinggung.
g.       MENGENAKAN KASIH SEBAGAI PENGIKAT YANG MEMPERSATUKAN DAN MENYEMPURNAKAN
Jemaat Kolose adalah jemaat yang heterogen. Ada banyak suku bangsa di jemaat itu (ayat 11) berarti juga ada perbedaan latar belakang, perbedaan budaya, karater, pola pikir dan sebagainya. Adanya berbagai perbedaan itu rawan menimbulkan konflik, pertentangan dan pertengkaran di antara sesama anggota jemaat. Dalam keadaan yang demikian, apakah mungkin jemaat Kolose dapat mewujudkan kesatuan sebagai umat Tuhan dan persekutuan yang baik di antara sesama anggota jemaat? Mungkin saja. Sekalipun banyak perbedaan asal ada kasih, jemaat Kolose dapat mewujudkan kesatuan dan persekutuan yang indah. Karena itu, kenakanlah kasih. Sebab kasih itu mempersatukan dan menyempurnakan. Demikian pula dengan keluarga, keluarga itu terdiri dari beberapa individu yang berbeda. Perbedaan itu dapat menimbulkan konflik dan pertengkaran. Tetapi kalau ada kasih dalam keluarga itu, sekalipun masing-masing anggota keluarga berbeda, keluarga akan dapat bersatu dan utuh, sebab kasih itu sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Ungkapan kasih itu mempersatukan dan menyempurnakan, mengandung arti bahwa kasih itu mempunyai kekuatan yang luar biasa, yaitu kekuatan yang memampukan kita untuk membuang segala sifat buruk kita dan memampukan kita untuk mewujudkan kesatuan dan persekutuan yang indah dalam keluarga. Bukan berarti kalau ada kasih maka tiada perbedaan, perbedaan tetap ada tetapi kasih membuat masing-masing anggota keluarga dapat menerima perbedaan itu. Adanya kasih bukan berarti tidak ada pertengkaran, pertengkaran tetap saja bisa terjadi di antara sesama anggota keluarga, tetapi kasih membawa setiap anggota keluarga untuk dapat saling memafkan sehingga terwujud perdamaian. Pdt. Stephen Tong pernah mengatakan: “cekcok kecil bahagia, cekcok besar bahaya, tidak pernah cekcok omong kosong”. Kasih yang demikian, harus dikomunikasikan dan diekspresikan. Kata “kenakanlah” yang dipakai di sini, berkenaan dengan pakaian (jubah). Jadi ini berarti kasih itu harus dipakai dan dipraktekkan. Kasih itu bukan sekedar teori melainkan harus dikomunikasikan dan diekspresikan. Bukan dengan sekedar kata-kata yang indah tetapi juga dalam sikap hidup. Sedikitnya ada 3 sikap “saling” sebagai ekspresi kasih, yaitu: saling memperhatikan, saling menerima dan saling memaafkan. Kalau saat ini, kita merasa bahwa kasih sudah mulai luntur bahkan sirna dalam keluarga kita. Mari kita memohon agar Tuhan mencurahkan kasih dalam keluarga kita. Dan kenakanlah kasih itu, sebab kasih itu mempersatukan dan menyempurnakan.

3.       Dari paparan di atas, maka jelaslah bagi kita sekarang bahwa kita dipanggil menjadi orang-orang pilihan ALLAH. Karena itu, mari belajar banyak dan mempraktikkan sebagai orang-orang pilihan di tengah-tengah keluarga, gereja dan masyarakat.


Yogyakarta, 25 Agustus 2013


Ramli SN Harahap
Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW)
Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar