Kamis, 18 November 2010

Renungan: ”BAHASAKU” (2Raja-raja 18:26)

widgeo.net




”BAHASAKU” (2Raja-raja 18:26)


Pasal 18 ini menceritakan kerajaan Yehuda hingga kehancuran akhir bangsa Israel (18:1-25:30). Pada masa pemerintahan Hizkia (181-20:21), aneka pembaruan diadakannya (18:1-12). Hizkia merupakan raja yang benar yang mengandalkan Tuhan pada saat bangsa Israel runtuh dan saat bangsa Israel berada pada situasi yang paling gelap. Hizkia merupakan anugerah Allah kepada bangsa Israel untuk menuntun mereka kembali kepada tujuan hidup dan melakukan kehendak Allah. Hizkia menjadi raja selama 29 tahun. Selama memerintah, Hizkia menghancurkan ular tembaga yang dibuat Musa karena bangsa Israel menjadikan ular tembaga itu menjadi sesembahan mereka. Namun dalam masa pemerintahannya, ia menghadapi musuhnya dari Asyur. Dalam pertempuran ini, Hizkia mengalami banyak musuh dan bahkan menghina dia dan menghina bangsanya. Dalam ayat renungan ini kita melihat bahwa Hizkia meminta juru minum agung berbicara dalam bahasa Aram. Mengapa? Supaya hinaan juru minum itu tidak dapat dimengerti oleh suku bangsanya. Hizkia sendiri bisa mengerti dalam bahasa Aram. Namun juru minum itu tetap bersikeras memakai bahasa Yehuda menghina Hizkia dengan kata-kata kotor (ay.27).
Apa yang menjadi pelajaran bagi kita dari cerita ini untuk diajarkan kepada anak-anak? Pertama, kita harus mengajarkan kepada mereka kesopan-santunan dalam berbicara dan berbahasa, agar orang yang mendengarkan pembicaraan dan bahasa kita tidak merasa tersinggung. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan ini biasa disebut “tatakrama”. Berdasarkan pengertian tersebut, kesantunan dapat dilihat dari dari berbagai segi dalam pergaulan sehari-hari. Pertama, kesantunan memperlihatkan sikap yang mengandung nilai sopan santun atau etiket dalam pergaulan sehari-hari. Ketika orang dikatakan santun, maka dalam diri seseorang itu tergambar nilai sopan santun atau nilai etiket yang berlaku secara baik di masyarakat tempat seseorang itu megambil bagian sebagai anggotanya. Ketika dia dikatakan santun, masyarakat memberikan nilai kepadanya, baik penilaian itu dilakukan secara seketika (mendadak) maupun secara konvensional (panjang, memakan waktu lama). Sudah barang tentu, penilaian dalam proses yang panjang ini lebih mengekalkan nilai yang diberikan kepadanya. Kedua, kesantunan sangat kontekstual, yakni berlaku dalam masyarakat, tempat, atau situasi tertentu, tetapi belum tentu berlaku bagi masyarakat, tempat, atau situasi lain. Ketika seseorang bertemu dengan teman karib, boleh saja dia menggunakan kata yang agak kasar dengan suara keras, tetapi hal itu tidak santun apabila ditujukan kepada tamu atau seseorang yang baru dikenal. Mengecap atau mengunyah makanan dengan mulut berbunyi kurang sopan kalau sedang makan dengan orang banyak di sebuah perjamuan, tetapi hal itu tidak begitu dikatakan kurang sopan apabila dilakukan di rumah. Ketiga, kesantunan selalu bipolar, yaitu memiliki hubungan dua kutub, seperti antara anak dan orangtua, antara orang yang masih muda dan orang yang lebih tua, antara tuan rumah dan tamu, antara pria dan wanita, antara murid dan guru, dan sebagainya. Keempat, kesantunan tercermin dalam cara berpakaian (berbusana), cara berbuat (bertindak), dan cara bertutur (berbahasa).
Kedua, kita harus akui dan sadari bahwa bahasa memiliki banyak fungsi dan peranannya. Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya. Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya. Adapun fungsi bahasa dalam Masyarakat adalah: (1). Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia. (2). Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia. (3). Alat untuk mengidentifikasi diri.
Ketiga, kita harus mengakui ada banyak keunikan dalam berbahasa. Karena keunikan itu maka kita harus saling menghargai dalam berkominikasi satu dengan lainnya. Keunikan bahasa Indonesia terletak pada kosakatanya yang kaya, bahkan ahli bahasa telah susah payah mengindonesiakan bahasa asing untuk bisa digunakan sebagai bahasa Indonesia supaya khasanah bahasa kita semakin kaya raya dengan legowo menyerap bahasa asing menjadi keluarga bahasa kita. Namun, apa daya orang tua kita lebih senang jika anaknya berbahasa asing dalam keseharian. Mereka rela merogoh kocek besar supaya anaknya masuk ke lembaga bahasa asing yang memungkinkan anaknya mampu berbahasa asing dalam waktu singkat walaupun kemudian mereka rela anaknya tak lagi menggunakan bahasa Indonesia sekaligus secara perlahan mengajarkan mereka melupakan makna bahasa bagi dirinya dan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar