SIAP UNTUK MELAKUKAN YANG BAIK
Titus 3 : 3 - 7
Latar belakang Teks
Kitab Titus adalah salah satu bagian dari Surat Penggembalaan yang ditulis oleh Rasul Paulus dalam konteks sejarah awal pertumbuhan gereja. Tetapi yang perlu diingat bahwa Ketiga Kitab Pasotral/ Kitab Penggembalaan ini adalah ditulis dalam masa akhir dari kehidupan Paulus, sehingga ada kerinduan dalam hatinya agar kabar baik yang selama ini giat dikerjakannya agar jangan percuma tetapi bisa berkembang. Oleh karena itu ia membutuhkan tenaga muda yang bias menjadi kadernya secara utuh yang melanjutkan semangat , pikiran dan visi misi yang telah diperjuangkan selama ini. Dalam arti Kitab Pastoral adalah sebuah kitab yang berisi upaya-upaya dalam memelihara , mempertahankan dan memperdalam daya kelola gereja yang baru bertumbuh kea rah yang lebih berkualitas sesuai dengan transformasi nilai-nilai lama dari budaya local ke nilai-nilai yanlebih tajam dan universal dalam budaya Kristen. Budaya Kreta yang menjadi “medan” dari kabar baik, adalah sebuah tantangan historis dari Injil, dengan menyiapkan upaya sistematik dari Paulus dengan memanggil Penilik penilik Jemaat sebagai kader atau “agen perubahan” yang kokoh dalam hal teladan atau contoh nilai-nilai baru yang semaksimal mungkin menjadi cahaya pengharapan baru di daerah Kreta, dimana Surat Paulus ini dialamatkan. Orang Kreta disebut dengan karakter: “pembohong, binatang buas, pelahap dan malas”(1:12), adalah tugas berat dari Titus untuk menawarkan perubahan ke arah yang lebih baik dan positip dengan memakai penilik jemaat yang tidak bercacat (1:6). Orang Kreta adalah sebuah nama sindiran dari karakter yang menunjuk sifat-sifat durhaka atau pemberontak.
Kitab ini ditulis dalam kondisi Rasul Paulus yang masih terus giat sekali untuk melakukan ekspansi zending dengan harapan bahwa semua orang kafir harus mendapatkan kabar Baik sebelum datangnya eskhaton (hari kedatangan Yesus kedua kali). Paulus lebih berperan sebagai “perintis” zending ke daerah-daerah yang belum mengenai Kabai Baik, sehingga beliau hendak fokus untuk mencari dan menanamkan Injil kepada daerah yang masih terbentang luas di antara daratan Asia Kecil dan daratan Eropa. Dalam hal inilah Paulus memahami bahwa kabar baik itu bukan hanya perlu untuk disebar atau diwartakan ke seluruh dunia tetapi perlu sekali untuk dipertahankan dan dipelihara kemurniannya dari segala ajaran-ajaran palsu yang beredar keras sekali di daerah Kreta.
A. EKSPLORASI TEKS
Perikop epistel kita kali ini, lebih terfokus ke bagian akhir dari Kitab Titus, yaitu bagian “tona na parpudi/pesan-pesan akhir Paulus” kepada Titus, anaknya dalam iman. Pesan akhir ini memberikan kesan bahwa Paulus juga membuktikan bahwa orang Kristen bukan hanya berbuat untuk gereja yang selalu dihantam ajaran tidak sehat secara internal, tetapi tidak lupa juga untuk mengabdikan diri dan hidupnya ke dalam bingkai “the responsibility of social”, sebuah gambaran bahwa orang Kristen adalah bukan anti sosial di mana ia hidup, dan tidak melulu hanya “soor” sendiri dengan surganya, tetapi ditekankan untuk “tunduk” kepada pemerintah. Kata tunduk artinya bahwa orang Kristen selalu siap untuk mendukung segala sesuatu perbuatan yang baik yang sesuai dengan ketertiban dan kesejahteraan bersama.
Dalam bingkai tanggungjawab itulah Rasul Paulus sebenarnya mengingatkan bahwa “dulunya” orang-orang Kristen Kreta adalah hidup dalam kejahilan, tidak taat, sesat, hamba nafsu, dengki keji dan saling membenci (3:3) mungkin bisa dibanding orang Batak yang hidup dalam karakter HOsom, Teal, Elat dan Late (HOTEL). Artinya Paulus menekankan komparasi masa lalu dan masa sekarang dalam konteks hidup baru dalam anugrah Tuhan. Hidup dalam dalam pengharapan orang Kreta yang baru, orang Kreta yang loyal di Tuhan, bukan orang Kreta Durhaka atau Pemberontak. Itulah visi perubahan Rasul Paulus yang dititipkan kepada Titus. Artinya bahwa karakter lama yang merupakan karakter kafir/sipelebegu itu sudah saatnya dikikis dalam kontek soteriologi yang membuka sebuah dimensi pengharapan baru. Pengharapan yang dasarnya dalam ayat 4: “Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita….” Yang mana “yang dahulu” kafir harus dilawan dengan komitmen anugrah Agung dari Tuhan Yesus dengan rahmatnya, bukan dengan perbuatan baik , tetapi dengan mengandalkan perbuatan sempurna Tuhan di dalam rahmatNya. Artinya perbuatan baik tidaklah sama dengan perbuatan sempurna, hanya Tuhan yang bisa melakukan kesempurnaan sejati dalam anugrah yang luar biasa.
Jika dikatakan tentang “pemandian lahir kembali dan pembaharuan yang dikerjakan leh Roh Kudus,”(ay. 5), adalah sebuah istilah yang menggambarkan proses transformasi dari kehidupan dahulu yang jahil ke dalam sebuah pembaharuan karakter yang ditopang oleh kekuatan Roh Tuhan ke dalam karakter baru, bukan karena kemampuan sendiri, tetapi dengan energy atau tenaga dari Roh Tuhan, sebab sebuah perubahan adalah sebuah proses pergumulan yang tidak gampang seperti membalikkan telapak tangan, tetapi adalah perjuangan yang memerlukan perlawanan kokoh untuk tabiat lama agar tidak muncul dan berbuah dalam perbuatan. Artinya peperangan itu adalah sebuah “pemandian”(bnd. istilah baptizo), bukan pemandian secara pisik yang ditekankan Paulus, tetapi sebuah pengaruh rohani ke dalam diri seseorang yang percaya. Jika pemandian pisik, berarti tidak perlu lagi ada pergumulan batin, tetapi sering kali ditafsirkan sesat sebagai “pembaptisan ulang” yang sama kali naïf dan dangkal. Alkitab tidak pernah sekalipun menekankan bahwa orang lahir baru harus “dimandikan” secara fisik. Seperti Nikodemus yang mempertanyakan alhir baru dari dimensi dilahirkan kembali dari rahim ibunya, tetapi Yesus menekankan bukan rahim yang lama, tetapi “rahim yang baru” di dalam Roh Tuhan. Kelahiran kembali adalah gambaran bahwa adanya paradigm yang baru dalam memandang hidup ini, yang mana paradigm itu lahir dari campur tangan Anugrah Tuhan yang menggugah manusia dalam pengorbanan Yesus di Golgata. Sedangkan baptis selam atau baptis ulang, hanyalah sebuah tipu daya teologi untuk memasukkkan orang lain menjadi anggota / member dari organisasi gereja, dengan kata lain, baptisan ulang adalah sesungguhnya bukan tindakan Roh Tuhan tetapi tindakan organisasi manusia yang mengatasnamakan Tuhan saja.
Demikian juga dengan “pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus” adalah sebuah tuntunan atau bimbingan pribadi atau dan dalam persekutuan / koinonia, bahwa bimbingan itu memberikan arah dan tuntunan pertumbuhan rohani ke arah yang sempurna dalam menjawab semua tantangan realitas hidup. Pemandian dan pembaharuan, dua kata yang menarik dalam surat Paulus kali ini, adalah dalam rangka menekankan tentang Yohanes 3:5-6: “Aku berkata kepadaMu, sesungguhnya jika manusia tidak dilahirkan dari air dan roh, ia tidak dapat masuk ke dalam kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging adalah daging dan apa yang dilahirkan dari Roh adalah roh.” Artinya jika manusia sudah sanggup dalam kekuatan kebersamaannya dalam Roh Tuhan mengikis nafsu daging, nafsu pemberontak orang Kreta, yang malas, dengki, pembual, pelahap itu harus dilawan dalam kekuatan Roh Anugrah, bahwa Juruslamat akan menyertai komitmen orang-orang kafir atau jahil yang mau meninggalkkan kejahilannya, serta masuk ke dalam hidup lembut dan tertib di dalam Tuhan.
Artinya, bahwa dalam ayat 7 ditekankan dimana tujuan proses itu adalah untuk mencapai hidup kekal. Eternal Life, tidak bisa didapatkan begitu saja, tetapi yang berhak mendapatkan itu adalah selain orang yang pasti mempunyai jaminan hidup kekal, tetapi hidup kekal itu merupakan hadiah yang diberikan kepada orang-orang yang tahu bersyukur atau berterimakasih. Orang yang hidup baru adalah orang yang merespon anugrah mahal itu dengan rasa syukur yang mendalam dalam proses menjadi orang Kreta yang baru. Proses keselamatan Tuhan itu, harus disambut dengan respek atau rasa hormat dalam karakter yang diinginkan oleh Sang Pemberi Anugrah, dimana rasa hormat itu diwujudkan dengan “pakaian pesta” yaitu komitmen dan tabiat baru dalam melawan segala kebiasaan using di tempo doeloe itu. Eternal Life adalah gambaran bahwa perjuangan kita di dalam Tuhan itu bukanlah perjuangan hampa tetapi jelas dan tegas dalam membuktikan diri dalam dunia bahwa kita adalah orang-orang yang baru. Pulau Kreta adalah salah satu dunia atau pentas atau panggung bagi orang-orang sorga yang melatih hati dan pikirannya untuk sesuai dengan Sang Juruslamat, yang mempunyai kunci sorga. Pentas dibutuhkan, bukan seperti pentas sandiwara, tetapi realitas dari manusia yang rela menjadi serupa dan hidup ento kristou di dunia ini.
Jika dilihat dalam perikop 3:3-7 ini, maka dapat disimpulkan bahwa pesan terakhir Surat Paulus ini mengharapkan agar orang-orang percaya itu adalah orang-orang yang SIAP UNTUK MELAKUKAN YANG BAIK, tetapi bukan dari dirinya sendiri melainkan dalam konsep Rahmat atau kash karunia dari Tuhan, yang membuktikan kontribusi orang Kristen di tengah-tengah masyarakat social maupun dalam dunia pemerintahan, sehingga fungsi sebagai Garam dan Terang Dunia dari umat Kristus dapat semakin bersinar dalam perbuatan baik.
B. APLIKASI
Dalam konteks orang Indonesia, ada beberapa kesamaan sifat orang Kreta pada waktu 2000 tahun yang lalu, budaya malas dan tidak jujur serta larut dengan mitos-mitos masa lalu kejayaan Raja Sriwijaya dan Gajah Mada tempo dulu, telah membuktikan bahwa masih banyak sekali hutang orang Kristen untuk membangun NKRI yang lebih baik. Keadilan dan kemakmuran bersama semakin jauh dari impian, karena banyak sekali orang rakus atau kemaruk yang memamerkan keserakahan dan arogansi sepihak, sementara kekuatan mayoritas selalu mempropagandakan diri untuk menggeser ideologi Negara kita. Selain doa, Kristen harus berbuat dan membuktikan pengaruhnya sebagai barisan “agama kasih” yang mengobarkan nilai-nilai loyalitas dengan setia selalu kepada prinsip-prinsip kasih yang menopang Negara ini ke dalam jalan yang tidak sesat. Gereja harus melebur dalam barisan anti kebohongan, anti kemalasan, anti premanisme dan anarkhir. Orang Kristen adalah orang yang tertib, jujur dan pekerja keras, tertib dan bersih. Kita seharusnya masih malu, sebagai contoh konkrit, di mana ada beberapa kawasan preman, profesi dan daerah Kristen yang sering diwarnai alkohol/lapo tuak, preman dan kumuh karena parit tersumbat dan halaman rumah yang kotor. Kesan itu seharusnya adalah kesan yang tidak lagi muncul dalam suasana lingkungan komunitas Kristen.
Dalam hal inilah, masih relevan kita pahami Teologi Pengharapan, dari Jurgen Moltmann, di mana dalam konteks yang jauh dari pengharapan, kita masih bertindak positip demi membenahi apa yang perlu dilakukan baik secara pribadi, keluarga maupun secara kolektif, sebagai respon kita terhadap ajaran anugrah yang dari Yesus Kristus. Dimana orang Kristen harus melakukan tindakan nyata dalam membuktikan dirinya sebagai bagian yang bukan minoritas di Negara ini, terutama bukan minoritas dalam hal menunjukkan pengabdian dan kontribusi positip di NKRI. Gereja sudah saatnya bersinar terang sebagai bukti bahwa gereja kita tidak sibuk hanya memikirkan dirinya sendiri dengan berbagai dilemma organisasi manusia yang membuat tenaga kita kurang bersinar dan dikenal Negara tercinta ini. Kita harus siap untuk berbuat baik karena anugrah keselamatan sudah kita miliki. Nilai-nilai “anugrah” Tuhan itu harus membumi dan bisa dirasakan oleh semua orang, semua suku, semua agama di NKRI. Anugrah yang tidak membumi, hanyalah sebatas khotbah organisasi yang memberikan utopia yang muluk-muluk, yang tidak berpihak kepada rakyat kecil, sebagaimana Tuhan kita yang berpihak nyata kepada rakyat kecil dan tertindas. Orang Kristen yang berjuang merubah watak orang Pulau Kreta lama, demikian juga orang Kristen Indonesia harus merubah watak orang Indonesia lama ke dalam “Indonesia Yang Baru”, yang lebih adil dan sejahtera .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar