Rabu, 02 September 2009

Bacaan Minggu 13 September 2009: 1 Raja-raja 17 : 7 - 16

PERCAYA KEPADA PEMELIHARAAN TUHAN
Dibandingkan dengan raja-raja terdahulu di Kerajaan Israel, raja yang paling jahat di hadapan Tuhan adalah raja Ahab. Dia berselingkuh bukan hanya dalam hubungan suami isteri juga dalam iman. Di samping menyembah Tuhan, Ahab menyembah dewa Baal. Karena pengaruh isterinya Izebel, puteri raja Etbal dari Sidon, kepercayaan kepada dewa Baal semakin bertumbuh di Israel. Ahab mendirikan mezbah persembahan kepada dewa Baal, dan bangsa Israel diarahkan menyembah di mezbah tersebut.
Sebenarnya kehidupan sehari-hari semakin membaik, karena raja Ahab pintar menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan Punisia. Namun, yang menikmati pertumbuhan ekonomi itu hanya saudagar, hartawan dan kalangan pejabat. Sementara kaum ekonomi lemah dan masyarakat biasa semakin tertindas. Jurang pemisah di antara kaum elite dengan kaum miskin semakin dalam. Kehidupan keagamaan semakin bobrok. Kaum elit bangsa Israel menyembah dewa Baal, sehingga masyarakat bawah semakin tertindas.
Melihat situasi, nabi Elia tampil dengan berani menegor raja Ahab. Tanpa merasa segan dan takut dia mendatangi raja Ahab menyampaikan tegoran Tuhan. Itulah yang disampaikan natas ini. Keberanian Elia menegor raja, tentang ketidak khawatirannya tentang kehidupannya seharihari, adalah pesan yang disampaikan nats ini.

1. Berani menyatakan iman.
Karena kejahatan bangsa Israel semakin merajalela, Tuhan mengutus nabi Elia menyampaikan tegoran dan hukuman Tuhan kepada Ahab. Bangsa Israel dihukum, selama tiga setengah tahun, baik embun maupun hujan tidak turun di bumi Israel. Mendengar hukuman itu, Ahab marah kepada Elia, dia dikejarkejar untuk dibunuh.
Elia tidak gentar menyampaikan hukuman Tuhan kepada Ahab. Dia patuh melakukan perintah Tuhan. Elia tidak mengelak menjumpai Ahab, walaupun dia sudah mengetahui risiko tugas yang dia lakukan. Elia menyadari bahwa Ahab pasti marah dan tidak senang mendengar tegoran Elia. Namun dia patuh dan berani menjumpai Ahab. Kepatuhannya adalah bukti imannya kepada Tuhan.
Keberanian seperti itu yang diminta Tuhan dari orang Kristen. Orang Kristen, khususnya pada masa kini harus memerankan keberanian Elia. Kita dipanggil menjadi Elia masakini. Sebagai Elia masakini kita terpanggil menegor kebobrokan perilaku pejabat negara, kita terpanggil menjadi Elia masakini untuk menrgor situasi masyarakat dan bangsa kita. Tuhan menuntut dari kita keberanian menyatakan yang benar. Tuhan menuntut dari kita keberanian menyatakan iman.
Pada tahun 1997, seorang anak Sekolah Minggu HKBP, didaftarkan orangtuanya masuk di sebuah Taman Kanak-kanak (TK) di kota Bogor. Orangtuanya sadar bahwa pada umumnya anak-anak yang diasuh di TK tersebut adalah beragama Islam, walaupun TK itu bukan sekolah Islam. Namun karena uang masuk ke TK Kristen sangat mahal, terpaksa anak sekolah minggu tersebut didaftarkan ke TK yang Islami tersebut. Di hari pertama anak TK itu masuk kelas, gurunya berkata, "Anak anak, mari kita mangucapkan Bismillahirrahamanirrahim". Mendengar ajakan itu, anak sekolah minggu itu langsung berdiri dan protes, "Bu. Saya orang Kristen. Kenapa saya disuruh mengucapkan itu ?". Gurunya terkejut. Dia terkejut, karena dia tidak mengetahui di antara muridnya ada orang Kristen. Di samping itu, dia terkejut dan terkesima karena keberanian anak tersebut. Hanya sendiri orang Kristen, namun dia berani protes. Itu yang terutama membuat guru itu terkejut dan terkesima. Lalu gurunya, berkata, "Maaf. Kamu tidak ikut mengucapkannya, hanya yang muslim". Keberanian seperti itu yang diminta dari orang Kristen. Jangan gentar walaupun mereka lebih banyak dari kita. Ingat !. Sebagai "garam dunia", kita harus lebih sedikit dari mereka yang jumlahnya banyak. Perhatikan, bahwa garam satu sendok makan boleh membuat daging setengah kilo menjadi asin dan enak dinikmati. Tidak mungkin daging satu kilo diaduk dengan satu kilo garam. Itu tidak pernah dan tidak mungkin. Garam selalu lebih sedikit dibandingkan makanan yang digarami. Karena itu jangan gentar karena kita lebih sedikit dari mereka di Indonesia ini. Paulus berkata, "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?" (Rm. 8:31).

2. Tidak khawatir tentang kehidupan seharihari.
Karena raja Ahab marah mendengar tegoran Elia, Tuhan menyuruh Elia bersembunyi di tepi sungai Kerit, di sebelah timur Yordan. Tuhan berkata kepada Elia, "Engkau dapat minum dari sungai itu, dan burung-burung gagak telah Kuperintahkan untuk memberi makan engkau di sana" (ay.4). Elia patuh kepada perintah Tuhan. Dia tidak berkata, "Bagaimana mungkin burung gagak memberi aku makan", dia pasrah kepada Tuhan. Kurang lebih serahun Elia bersembunyi di tepi sungai Kerit, dia nyaman, dia berkecukupan dalam hal makanan, karena burung gagak disuruh Tuhan mengantar makanannya setiap pagi dan sore. Setelah satu tahun Elia bersembunyi di tepi sungai Kerit, sungai Kerit kering sehingga dia kesulitan air minum, sehingga Elia disuruh pergi ke Sarfat.
Sebelum Elia berangkat ke Sarfat, Tuhan meyakinkan Elia bahwa di Sarfat ada seorang janda mempersiapkan kebutuhannya. Elia tidak berkata, "Bagaimana mungkin seorang janda mampu memelihara saya. Seorang janda biasanya butuh bantuan orang lain". Elia tidak berkata, "Penduduk Sarfat adalah orang kafir. Bagaimana mungkin seorang kafir memiliki kasih atau bersedia menolong yang lain". Sedangkan orang yang percaya kepada Tuhan tidak mau menolong orang lain, apalagi orang kafir ?" Elia tidak berakata demikian. Dia percaya dan patuh kepada perintah Tuhan. Elia tidak khawatir tentang kebutuhannya seharihari.
Kepasrahan Elia kepada pemeliharaan Tuhan harus menjadi pedoman hidup bagi para hamba Tuhan. Jangan khawatir tentang kebutuhan hidup seharihari. Ke tempat manapun dan di situasi yang betapapun sulitnya, hamba Tuhan harus percaya bahwa Tuhan berkuasa memelihara hidupnya melalui burung gagak masakini. Di tempat manapun (di desa dan di kota), dan ditengah situasi apapun Tuhan pasti mengutus burung gagak memenuhi kebutuhan hidup hambanya.
Setelah Elia tiba di kota Sarfat, disana dia bertemu dengan seorang janda miskin yang sedang mencari kayu bakar. Elia menyuruh janda itu mempersiapkan makanan untuknya. Janda itu menjawab bahwa persiapan makanan dan minuman tidak dia punya, kecuali sedikit tepung roti dan minyak goreng. Setelah itu dia akan mati karena perbekalannya sudah minim. Janda itu memberikan jawaban berdasarkan rasio manusia. Menurut pikiran manusia, hidup manusia akan berakhir apabila tidak makan. Elia menguji iman janda itu dengan mendesak janda itu mempersiapkan makanan lebih dahulu untuknya. Elia ingin menguji iman janda itu. Ternyata janda itu percaya kepada Tuhan. Dia tidak khawatir tentang kehidupannya walaupun dia memberikan persiapannya yang sedikit itu untuk hamba Tuhan. Dia melalukannya karena dia percaya bahwa menjamu hamba Tuhan adalah menjamu Tuhan. Ternyata tepung roti yang sedikit itu tidak habis selama Elia tinggal dua setengah tahun di rumah janda itu. Tuhan memberkati yang sedikit itu menjadi banyak, sehingga janda itu hidup dan tidak benar mati seperti yang dia pikirkan. Tidak masuk akal manusia yang terjadi di Sarfat. Hanya sedikit tepung roti dan minyak, tetapi tidak habis-habisnya selama dua setengah tahun Elia menumpang di rumah janda itu. Memang tidak ada yang mustahil bagi Tuhan.
Tuhan mampu memberkati gaji, hasil kerja kita yang sedikit itu, apabila kita pasrah menyerahkan diri kepadaNya. Kita sering berpikir seperti janda di Sarfat. Di dalam situasi kehidupan yang semakin sulit, karena kenaikan harga kebutuhan seharihari, kita sering mengeluh, "Bagaimana mungkin saya dengan keluarga mampu hidup dengan gaji yang sedikit ini". Ternyata kita boleh bertahan hidup walaupun penghasilan tidak bertambah, sementara harga kebutuhan pokok seharihari semakin naik membubung. Walapun gaji UMR (Upah Minimum Regional) seorang karyawan di Jakarta hanya Rp. 900.000 ternyata keluarga mampu membayar uang kontrakan rumah, membayar uang transport setiap hari, uang sekolah, kebutuhan adat dan pesta, persembahan ke gereja. Tidak masuk akal satu keluarga jumlahnya 5 orang, mampu hidup di Jakarta dengan penghasilan kurang lebih satu juta rupiah. Namun oleh pemeliharaan Tuhan kita boleh hidup walaupun penghasilan kita sedikit. Tanpa kita sadari hari, minggu, bulan boleh kita lalui dengan sukacita. Itulah bukti pemeliharaan Tuhan dalam hidup kita. Itu tanda heran yang dilakukan Tuhan dalam hidup kita. Tidak masuk akal Pendeta pensiun HKBP mampu hidup hanya dengan uang pensiun Rp.500.000 ? Ternyata mungkin. Karena "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya".

3. Menjadi berkat bagi orang lain.
Dua setengah tahun Elia tinggal di Sarfat, di rumah janda itu, walaupun perbekalan janda itu hanya sedikit tepung roti dan sedikit minyak. Mereka bertiga boleh dicukupkan perbekalan yang sedikit itu. Menurut akal manusia, janda bersama dengan anaknya akan mati setelah perbekalan yang sedikit itu habis, padahal Elia dan janda itu bukan menjadi kekurangan bahkan makanan mereka tidak habishabisnya. Muzijat itu terjadi karena janda itu patuh kepada kepada firman Tuhan, karena janda itu memberi tumpangan kepada hamba Tuhan.
Permintaan Elia supaya janda itu lebih dahulu mempersiapkan makanan kepada Elia, boleh saja diartikan permintaan yang egois. Namun itu hanya ujian kepada janda itu supaya dia percaya kepada pemeliharaan Tuhan atas kehidupannya. Ternyata, tepung roti yang sedikit itu tidak habishabisnya selama dua setengah tahun karena diberkati Tuhan. Itu bukti bahwa bukan karena usaha kita, kita boleh bertahan jidup; bukan karena usaha kita kebutuhan kita terpenuhi. Usaha kita mengumpulkan uang sebanyakbanyaknya tidak menjamin usia dan hidup kita, itu hanya alat melayani Tuhan dan sesama kita. Kita harus percaya kepada pemeliharaan Tuhan. Kita pasti tidak akan menjadi miskin dan tidak kekurangan makanan apabila kita rela memberikan sedikit dari yang kita miliki kepada orang yang membutuhkannya. Menolong sesama bukan menjadikan kita sengsara dan miskin, bahkan menjadikan kita semakin menerima banyak dari Tuhan.
Karena dimotivasi kekhawatiran, kita sering tidak rela memberikan banyak kepada kerajaan Tuhan. Kita sering pelit memberi persembahan mingguan, bulanan, karena khawatir perbekalan kita menjadi kurang dan sedikit. Dalam nats ini Elia meminta janda itu untuk lebih dahulu mempersiapkan makanan kepada Elia. Ternyata, walaupun janda itu lebih dahulu mempersiapkan makanan kepada Elia, makanan terus berlimpah, janda itu dan anaknya bukan menjadi lapar. Bahkan tepung roti dalam tempayan tidak habis dan minyak dalam bulibuli tidak kering.
Fakta itu memesankan, bahwa dengan memberi kepada orang lain, khususnya orang susah, bukan menjadikan kita kekurangan atau miskin, namun Tuhan memberikan berkatnya kepada kita berlimpah. Tuhan memberikan hidup serta berkat lainnya kepada kita supaya kita boleh menjadi berkat bagi orang lain. Tuhan memberikan hidup dan memberkati usaha kita, supaya kita menjadi berkat bagi orang lain. Masing masing menerima berkat dari Tuhan sehingga dengan berkat itu kita boleh saling menolong. Iman kepada Tuhan kita perlihatkan melalui kasih kepada sesama, 1 Joh. 4, 20. Menurut Amsal 14, 31b, dan 19, 17, "Tetapi siapa menaruh belas kasihan kepada orang miskin, memuliakan Dia"; dan Amsal 19, 17. "Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu". Amin.


Kotacane Aceh Tenggara



Pdt.T.P. Nababan, STh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar