Epistel Minggu 22 November 2009 Wahyu 7 : 9 - 17
Minggu Akhir Tahun Gereja
“BERJUBAH PUTIH”
“ Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar; dan mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih didalam darah Anak Domba” (14)
Menjelang akhir tahun ini kepada kita disuguhkan suatu pemandangan surgawi yang menakjubkan. Suatu hamparan padepokan surgawi di mana sejumlah besar orang tak terhitung banyaknya. Mereka berdiri di hadapan takhta dan dihadapan Anak Domba. Memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem. Mereka tak henti-hentinya berseru mengagungkan nama Tuhan secara serentak; “Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas tahta dan bagi Anak Domba”. Malaikat-malaikat, tua-tua dan empat makhluk tersungkur di hadapan tahta sambil berkata: “Amin! Puji-pujian dan kemuliaan dan hikmat dan syukur dan hormat dan kekuasaan dan kekuatan bagi Allah kita sampai selama-lamanya. Amin!”
Keajaiban, keelokan dan keindahan yang menakjubkan luar biasa itu membuka mata kita bahwa Tuhan betul-betul menempatkan Yesus Kristus Sang Anak Domba Allah sebagai pemegang tongkat kekuasaan baik di bumi maupun di surga. Lebih nyata lagi ketika seorang dari tua-tua itu bertanya kepada Yohanes, penerima wahyu itu, “Siapakah yang memakai jubah putih itu?” Tua-tua itu sendiri yang menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang yang keluar dari kesusahan yang besar; dan mereka telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba”
Gambaran itu memberi pengharapan besar kepada kita, bahwa kita orang-orang yang percaya kepada Sang Anak Domba Allah, Yesus Kristus, kelak kita akan dapat ikut berdiri di sana dan ikut berseru memuji-muji nama Tuhan. Syarat untuk ikut berdiri di sana adalah mencuci jubah kita dengan darah Anak Domba. Jubah kita yang sekarang kita pakai adalah jubah yang fana. Menurut ajaran Rasul Paulus dalam 2 Korintus 5:1dyb tubuh kita merupakan kemah yang sewaktu-waktu dapat dibongkar oleh Tuhan dan Tuhan telah menyediakan suatu tempat kediaman di surga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal yang tidak dibuat oleh tangan manusia. Kata “kemah” tidak beda maknanya dengan “jubah” , yakni tubuh kita ini. Kelak bila kita mati, maka tubuh kita ini akan diganti dengan tubuh yang baru yang tidak akan pernah usang lagi dan tidak akan rusak untuk untuk selama-lamanya. Tuhan Yesus telah mencuci jubah itu dengan darah-Nya, sehingga kita sudah menjadi suci dan kita akan dikumpulkan bersama-sama dengan orang-orang yang telah mendahului kita.
Mereka semua yang telah memakai jubah putih tinggal bersama Anak Domba, artinya mereka telah menerima hidup kekal. Mereka telah diberi kemuliaan kekal oleh Tuhan. Mereka tidak ada lagi keluh kesah, tidak ada lagi kertak gigi, tidak ada lagi kesusahan, yang ada hanyalah sukacita dan suara nyaring memuji-muji nama Tuhan. Sedangkan kita yang masih berada di dunia ini adalah orang-orang yang masih berada di dalam kesulitan dan kesusahan besar dan sementara sedang menantikan hari kemuliaan yang dijanjikan Tuhan.
Di dunia ini manusia menderita kesulitan dan kesusahan adalah disebabkan oleh karena dosa. Dosa itu ada karena kejahatan dan kedurhakaan kita kepada Tuhan. Atas ulah manusia sendiri maka datanglah malapetaka yang menghukum kita sendiri. Datanglah banjir, tanah longsor dan kecelakaan menjadi musibah bagi manusia. Ditambah pula dengan berbagai bencana alam; gempa bumi, tsunami dan angin putting- beliung semua mengancam kehidupan manusia. Sampailah Manusia pada kematian. Beruntunglah bila kematian itu kita ada dalam Tuhan Yesus, tetapi bila tidak kita pasti akan mati kekal.
Bila kita mengakui ke-Tuhan-an Yesus dan kita menjadi salah satu anggota Gereja yang mengakui ke-Tuhan-an Yesus, maka kita akan selalu diingatkan untuk mendengar Firman Tuhan. Gereja senantiasa memperdengarkan Firman Tuhan, agar anggota-anggotanya selalu mengarahkan hidup mereka kepada hidup-hidup yang kekal. Firman Tuhan berbunyi, “Alam maut tidak menguasai kamu. Kepadamu akan kuberikan Kunci Surga” (Mat. 16:18-19).
Selama 70 tahun bangsa Israel dalam pembuangan, para nabi selalu mengingatkan mereka agar mereka setia beribadah dan berkurban syukur kepada Tuhan. Memang dari antara mereka ada yang meninggalkan Tuhan, tetapi masih banyak orang yang setia. Oleh karenanya ketika bangsa itu akan memasuki kembali tanah perjanjian, mereka dipimpin oleh Yosua untuk mempersembahkan kurban bagi Tuhan. Tuhan sendiri mengatur proses memasuki tanah perjanjian itu. Yosua atas nama Tuhan memimpin perjalanan bangsa itu, bahkan memimpin mereka berperang melawan suku-suku bangsa yang posturnya tinggi-besar; orang-orang Kanaan, Hewi, Het, Gergasi dan Yebus. Atas perintah Yosua, strategi perang yang diaturnya sebagai berikut: barisan paling depan adalah kelompok Peti Perjanjian yang diusung oleh orang-orang Lewi. Disusul oleh 12 orang utusan masing-masing satu orang dari tiap suku Israel. Selanjutnya para prajurit dan paling belakang keluarga termasuk anak-anak. Hasilnya luar biasa hebat. Bangsa Israel memasuki negeri perjanjian dengan kemenangan besar (Yos. 3:1-17). Bagaimana mungkin bangsa Israel, bangsa yang kecil jumlahnya dapat memenangkan peperangan itu? Ya, karena bangsa Israel mengakui ke-Tuhan-an yang benar, sehingga mereka mempunyai kekuatan yang besar. Sebab perang itu bukanlah perang manusiawi, melainkan perang ilahi. Kuasa Allah adalah kuncinya yang disebut juga kunci surgawi. Tuhanlah sebagai pemegang kunci itu.
Berbicara tentang kunci, ada suatu cerita nyata tentang seorang pemegang kunci. Pada akhir tahun banyak orang pulang mudik. Ada satu keluarga pulang ke kampung halaman di Medan, Sumatera Utara. Bapak sebagai kepala rumah tangga keluar terakhir dari rumah sebab harus mengunci pintu, jendela dan gerbang. Berangkatlah mereka ke Medan Setelah liburan habis mereka pulang kembali ke Jakarta. Tiba di Bandara Soekarno-Hatta, bapak minta duluan sebab harus pergi ke kantornya. Di depan kantor telah berderet karyawan yang akan masuk, satpam belum mengizinkan masuk sebab bapak belum datang, begitu bapak datang, para karyawan langsung diizinkan masuk. Tak lama kemudian, bapak menerima telepon dari isterinya bahwa keluarga tidak dapat masuk rumah karena kunci dibawa bapak. Bapak sebagai pemegang kunci buru-buru pulang membukakan gerbang dan pintu rumah.
Dari cerita tadi tergambar betapa pentingnya pemegang kunci. Apalagi pemegang kunci Kerajaan Surga. Tuhan Yesus sebagai pemegang kunci Kerajaan Surga mempunyai kuasa untuk mengizinkan atau menolak orang masuk ke dalam tempat kudus itu. Tuhan Yesus sendiri pernah memberikan perumpamaan tentang penolakan terhadap orang-orang yang tidak setia. Ada orang yang bertanya kepadanya, “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Maka jawab Yesus kepadanya, “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha masuk tetapi tidak akan dapat. Jika tuan rumah telah bangkit dan telah menutup pintu, kamu akan berdiri diluar dan mengetok-ngetok pintu sambil berkata, “Tuan, bukakanlah kami pintu dan ia akan menjawab dan berkata kepadamu: “Aku tidak tahu dari mana kamu datang” Maka kamu akan berkata: “kami telah makan dan minum dihadapanmu dan engkau telah mengajar dijalan-jalan kota kami”. Tetapi ia akan berkata kepadamu: “Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah dari hadapanku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan” (Luk.13:23-27).
Sebagai umat Kristen, kita masih diberi kesempatan untuk belajar mengikut Tuhan Yesus dengan setia, sampai akhirnya kita diizinkan, masuk menghadap takhta dan mengenakan jubah putih. Amin
Pdt. Widiantoro, S.Th.M.Div
Tidak ada komentar:
Posting Komentar