Selasa, 16 Februari 2010

Bacaan Minggu Reminiscere, 28 Pebruari 20 : Lukas 7:36-50


Minggu Reminiscere, 28 Pebruari 2010 Lukas 7:36-50


IMANMU TELAH MENYELAMATKAN ENGKAU


D
alam nas ini seorang Farisi di kota Nain mengundang Yesus untuk makan di rumahnya, dan undangan itu dipenuhi oleh Yesus dengan tulus. Sebenarnya kita dapat menduga apa yang tersirat dalam hati orang Farisi itu, karena Farisi adalah suatu golongan dari kalangan rabi-rabi dan ahli Taurat yang sangat perpengaruh. Golongan tersebut berpegang pada Taurat Musa dan adat istiadat nenek moyang Yahudi, dengan demikian mereka menaati seluruh hukum dan peraturan secara mutlak. Jadi maksud Farisi yang mengundang Yesus itu bukanlah untuk menghormati serta belajar tentang kerohanian dari Yesus, melainkan sebagai cara bagaimana ia mengetahui lebih mendalam tentang gerak-gerik Yesus dan akhirnya mudah menjebak serta menangkap Dia. Dengan perkataan lain, undangan ini bermuara pada kemunafikan, karena dilakukan pengundang sebagai cara untuk menemukan kesalahan orang lain.
Kemunafikan sedemikian hendaknya dapat kita hindarkan dalam hidup kita, berpura-pura ramah mengundang orang makan, pada hal maksudnya untuk menjebak orang itu serta untuk mencari bahan-bahan untuk megadukakan dia. Pura-pura memberikan sesuatu kepada kita padahal hendak menjebak kita agar terbukti telah melakukan kesalahan. Pancingan dan jebakan berpakaian undangan makan merupakan bahaya dalam kehidupan masyarakat modern sekarang ini. Di kota-kota besar sudah musim sekarang ini tradisi mengundang makan. Baik cofee morning, dinner party, dan jamuan kasih lainnya. Ada yang positif dan ada yang negatif maksudnya. Yang bermaksud negatif biasanya memanfaatkan acara makan itu untuk mempengaruhi yang diundang untuk menyetujui maksud-maksud jahatnya. Dengan memberi makan ada sesuatu perminataan yang hendak disampaikan kepada kita agar kita tidak bisa mengelak dan harus menyetujui kehendak dan keinginannya. Pembicaraan-pembicaraan yang bernuansa kolusi, korupsi dan nepotisme tidak jarang terjadi dalam acara-acara undangan makan siang atau makan malam di restoran anu atau di cafe anu yang full AC, full musik dan full-full lainnya. Yesus sering menghujat orang-orang Farisi yang munafik. Yang kelihatan seoalah-olah malaikat tetapi sebenarnya serigala yang siap menerkam mangsanya. Marilah kita mengisi kerohanian kita dengan firman Tuhan agar kita terhindar dari kemunafikan. Kemunafikan bisa hengkang dari kehidupan kita jika kerohanian kita kita tingkatkan kualitasnya. Tapi jangan salah banyak juga orang yang munafik terlihat seperti orang yang lebih rohani padahal sebenarnya rohana.
Setelah mendengar kabar bahwa Yesus makan di rumah orang Farisi itu, seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa datang menjumpai Dia sambil membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi (an alabaster jar of perfume). Buli-buli pualam adalah botol berbentuk dua globe yang berbeda besarnya yang dihubungkan dengan leher. Biasanya parfum atau minyak wangi yang dituangkan ke buli-buli pualam adalah parfum yang mahal dan berkualitas baik. Karena sudah mengenal dirinya penuh dosa, perempuan itu ingin bertobat. Ia sudah pasti pernah mendengar khotbah-khotbah Yesus sebelumnya. Ia memutuskan sendiri bahwa dirinya akan memasuki suatu kehidupan baru di dalam Tuhan. Kedatangannya itu didorong oleh keyakinan bahwa kasih Yesus begitu besar sehingga ia dapat memperoleh keampunan dosa.
Sambil menangis perempuan itu menjumpai Yesus dan berdiri di belakang kaki-Nya. Yesus duduk di kursi tetapi kaki-Nya tidak dijulurkan ke bawah meja makan, melainkan menjauh dari meja makan itu. Di posisi kaki sedemikianlah perempuan berdiri di belakangnya. Yesus tentu tahu apa maksud perempuan itu sehingga memposisikan kakinya lebih bebas dari meja itu. Posisi kaki itu memungkinkan perempuan tersebut dapat membasahi kaki Yesus dengan air matanya serta menyekanya dengan rambutnya sendiri. Kemudian diciumnya kaki Yesus serta diminyakinya dengan parfum yang berkualitas sangat tinggi yang dituangkan dari dalam buli-buli pualam. Seyogianya minyak wangi itu dipergunakan meminyaki bagian kepala Yesus, namun akhirnya dibuat meminyaki kaki-Nya. Hal yang mirip dilakukan Maria dari Betania ketika ia “mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau wangi semerbak di seluruh rumah itu” (Yoh. 12:3). Maria dari Betania melakukan itu menjelang hari-hari penyaliban Yesus, sehingga Yesus menyebutnya “hal ini mengingat hari penguburan-Ku” keampunan dosanya (ay. 7). Namun perempuan berdosa yang dalam nas ini melakukannya murni karena haus akan keampuan dosa.
Pelajaran dari nas ini cukup penting bagi kita di mana sadar atau tidak sadar kita adalah orang berdosa di mata Tuhan. Kita sering melanggar hukum dan kehendak Allah. Namun Allah Mahakuasa dan Mahapengasih. Ia senantiasa rela menantikan kedatangan kita untuk mengakui dosa kita. Bahkan Ia telah rela berkorban di kayu salib untuk memberikan keampunan dosa dan keselamatan bagi kita. Kerendahan hati dan rasa haus akan penebusan dosa kita oleh Yesus menjadi renungan yang dapat kita petik dari nas ini. Seharusnya kita yang merasa berdosa ini harus datang bersembah sujud di bawah kaki Yesus sembari mengaku segala dosa yang telah kita perbuat agar Dia mau mengampuni kita. Persoalannya, seringka kali kita tidak merasa berdosa dan bersalah di hadapan Tuhan sehingga Tuhan tidak mau mengampuni kita. Sering kali kita merasa orang kudus, padahal bukan orang kudus. Merasa kudus belum tentu orang kudus. Tetapi merasa berdosa dan datang meminta pengampunan kepada Yesus, merekalah yang disebut orang kudus. Karena Yesus telah mengampuni dosa-dosa orang yang merasa berdosa dan datang meminta pengampunan kepada-Nya.
Ternyata niat baik dan murni untuk memperoleh pengampunan dosa dari perempuan itu tidak masuk akal orang Farisi yang menjadi tuan rumah dalam jamuan makan dalam nas ini. Ia langsung spontan mengatakan dalam hatinya bawa seharusnya Yesus tahu siapa diri-Nya dan siapa perempuan itu. Menurut Farisi itu, tidak pantas Yesus yang adalah Nabi dan suci itu dijamah oleh seorang perempuan berdosa. Ia langsung membuat pemisahan antara Yesus yang adalah Nabi dan kudus dengan seorang perempuan yang berlumur dosa. Pandangan Farisi tersebut adalah sebuah sikap ‘kesombongan rohani’(hibris rohani) yang membanding-bandingkan tingkat hidup kerohanian yag satu kudus yang satu lagi berdosa dan yang berpendapat bahwa yang kudus tidak pantas berkomunikasi dengan yang berdosa. Sikap kesombongan rohani ternyata dihindarkan oleh Yesus. Sang Juruselamat justru merasa bahwa Ia datang dari surga ke dunia ini adalah untuk menyelamatkan orang-orang berdosa.
Yesus membuat sebuah perumpamaan tentang dua orang yang berhutang kepada seorang pelepas uang. Hutang yang seorang 500 dinar dan yang seorang lainnya 50 dinar. Pelepas uang tersebut memutihkan utang kedua orang itu karena keduanya tidak sanggup membayarnya. Yesus bertanya kepada Simon siapa di antara dua orang itu lebih banyak mengasihi pelepas uang itu. Jawaban Simon tepat: yang berhutang 500 dinar itu. Yesus menjelaskan kepada Simon bahwa perbuatan perempuan berdosa itu, yang meminyaki dan mencium kaki Yesus, yang notabene tidak dilakukan Simon, menunjukkan betapa dalamnya rasa kerinduan perempuan berdosa itu untuk memperoleh kempunan dosanya. Dengan demikian dosanya yang banyak itu telah diampuni. Seperti diketahui dalam tradisi Yahudi, tindakan membasahi kaki sesama dengan air mata dan menyekanya dengan rambut merupakan perbuatan yang paling tinggi dalam rangka menunjukkan keramahan. Tidak ada lagi perbuatan yang ramah selain meminyaki kaki orang lain. Dosa perempuan berdosa itu telah diampuni sehingga dia menjadi orang kudus. Tetapi dosa orang yang merasa tidak berdosa itu tidak diampuni sehingga mereka tetap berdosa. Apakah kita golongan orang Farisi yang merasa tidak berdosa atau golongan perempuan berdosa yang merasa berdosa?
Kasih yang besar yang ditunjukkan perempuan berdosa itu kepada Yesus menjadi bukti dari penyesalan dirinya akan dosa-dosanya, tetapi bukanlah dasar untuk penebusan dosa. Dalam nas ini jelas dikatakan bahwa perempuan itu diselamatkan oleh iman (bnd. Ef. 1:7). Ucapan Yesus kepada perempuan itu yang berbunyi “imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!” (ay. 50) menegaskan bahwa dosa-dosanya sudah diampuni dan ia dapat mengalami damai sejahtera Allah. Kepada kita umat yang berdosa ini juga diserukan bahwa iman kita telah menyelamatkan kita firman Tuhan senantiasa menyinari kita yang “diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera” (1:79). Denngan demikian dapat kita tegaskan bahwa perempuan berdosa itu adalah orang yang memiliki iman akan pengampunan dosanya. Sehingga dengan iman yang kuat itulah dia memperoleh keselamatan. Dengan beriman kita beroleh keselamatan. Dengan iman perempuan berdosa itu maka dia memperoleh keselamatan. Bukan dengan minyak yang diberikannya maka dia selamat, tetapi dengan imannya dia selamat. Dan orang yang beriman pasti memberikan sesuatu bagi Tuhan sebagai tanda bahwa dia telah menerima pengampunan dosa. Marilah kita yakin akan jaminan dari Tuhan Yesus bahwa iman kita telah menyelamatkan kita, dan kita membuahkan iman itu dalam kehidupan keseharian kita. Amin.




Pdt. Dr. Binsar Nainggolan
Kadep Marturia HKBP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar