Kamis, 03 Juni 2010

Bacaan Minggu 4 Setelah Trinitatis, 27 Juni 2010: Pengkhotbah 3:16-22







Minggu 4 Setelah Trinitatis,
Minggu, 27 Juni 2010 Pengkhotbah 3:16-22

“TIDAK ADA KELEBIHAN”

Pendahuluan

Jika Anda ingin disukai orang lain, janganlah membohongi diri sendiri dan berhati-hatilah saat menceritakan kebenaran tentang orang lain”. Seorang pengkhotbah suatu kali sengaja menguji jemaatnya memberitahu bahwa minggu depan ia berkhotbah tentang dosa kebohongan. Ia berpesan, “Untuk membantu Anda memahaminya saya ingin Anda semua membaca Markus pasal 17.” Pada minggu berikutnya, ketika bersiap menyampaikan khotbahnya, ia berkata, ”Saya ingin tahu berapa banyak di antara Anda telah membaca Markus pasal 17.” Semua orang mengacungkan jarinya. Pengkhotbah itu tersenyum dan berkata, ”Markus hanya memiliki 16 pasal. Sekarang saya akan memulai khotbah saya tentang kebohongan.

Itu adalah sedikit gambaran manusia yang penuh dengan kebohongan, tepatlah sebuah perkataan yang mengatakan, “Kupaslah atau garuklah kulit seorang Kristen, maka yang anda peroleh di bawah kulit yang tipis itu adalah seorang kafir”. Maksudnya adalah kekristenan itu sesungguhnya hanya setipis kulit. Bentur dia, gores dia, lukai dia, maka kulit itu akan rusak dan hancur. Kekristenan kita hanya setipis kulit yang melekat di dalam tubuh kita ini. Hanya sekedar pembungkus, pelapis semua kebusukan yang ada di dalamnya. Dari luar kelihatan bersih, mulus, tetapi di dalam begitu busuknya dan buruknya sifat dan perilakunya. Bentur dia, gores dia, lukai dia, maka kulitnya akan hancur dan kelihatanlah aslinya. Tidak ada bedanya denga orang lain yang tidak mengenal Kristus. Gelap tidak bisa diusir dengan gelap. Hanya oleh terang. Kebencianpun hanya dapat diusir dengan kasih, bukan dengan kebencian. Kebencian itu menyiksa dan menghancurkan. Menyiksa diri sendiri dan menghancurkan orang lain.


Penjelasan Teks

Buku Pengkhotbah ini berisi pemikiran yang merenungkan secara dalam betapa singkatnya hidup manusia itu yang penuh pertentangan, ketidakadilan, dan hal-hal yang sulit dimengerti. Maka disimpulkannya hidup ini sia-sia, seolah-olah tidak mengerti dengan maksud dan tindakan Allah dalam menentukan nasib manusia. Tetapi meskipun demikian dinasehatinya orang-orang untuk bekerja dengan giat dan untuk sebanyak mungkin dan selama mungkin menikmati pemberian-pemberian Allah. Kebanyakan pemikiran itu bernada sumbang bahkan putus asa.

Tetapi kenyataannya pemikiran ini menghasilkan keluasan berpikir untuk memepertimbangkan keragu-raguan dan keputusasaan dan bahkan bisa terhibur karena kita bisa melihat benar-benar sifat kita mengena dengan pemikiran tersebut dan pemikiran tersebut sebenarnya juga memberikan harapan tentang Allah harapan yang memberi arti kehidupan yang sebenarnya. Di ayat 16, ia menunjuk kepada suatu kenyataan pengalaman yang dilihatnya. Ditempat dimana dilakukan peradilan tiada terjadi sesuatu selain penyimpangan dari hukum. Di tempat di mana patut dijalankan keadilan, tapi hanya haus kekuasaan. Justru yang sebaliknya terjadi,.raja yang memegang kekuasaan yudikatif tertinggi menetapkan ketidakberesan. Sebagai kesimpulan penyelidikannya. Tiada hal yang baru di bawah matahari.
Pada ayat 17, ia memberikan pemikiran tentang Allah yang tidak segera mengadili setiap pelaku ketidak adilan. Tetapi sekalipun peradilan Allah tidak dalam segala hal segera tampak bagi kita, tiap perbuatan manusia harus mengalami penilaian Allah dan hal itu terjadi pada waktunya sendiri. Ada terkandung hiburan bagi mereka yang mengalami ketidakadilan namun bukanlah itu yang terpenting. Yang diutamakan adalah bahwa dalam segala usaha manusia tiada nilai tetap. Bahwa Allah pada waktunya akan mengadili tiap perbuatan manusia. Pada ayat 18 Pengkhotbah kembali menekankan walaupun hukum tiada segera tampak di dunia ini, dalam hal ini Allah ingin mengetahui bagaiman sikap manusia di tengah-tengah ketidakadilan. Apakah apabila ketidakadilan tidak segera dihukum manusia tetap bersedia menjalankan hukum, karena hukum harus tetap dijalankan.

Pada ayat 19 Pengkhotbah begitu keras mengatakan manusia itu sama dengan hewan, sama-sama mengalami nasib yang sama, keduanya menjadi mangsa kematian, mereka mempunyai satu nafas yang sama atau roh hidup. Semua manusia dan semua hewanti dak mempunyai hidup yang tetap. Mereka akan menuju ke suatu tempat yakni debu yang daripadanya mereka diciptakan oleh khalik bumi dan langit (ayat 20). Oleh karena itu, tiada sesuatu yang lebih baik bagi manusia daripada bergembira dalam pekerjaannya, karena hal itu adalah bagiannya. Tidak ada nilai tetap yang memberi kesenangan dalam jerih payah manusia. Allah akan sungguh mengadili pada waktunya tetapi hukum itu mungkin akan timbul jauh sesudah hidupnya.


Refleksi

Dalam perikop ini, Pengkhotbah menegaskan bagaimana kita semua harus percaya Tuhan. Allah telah mendunia, memanusia, merangkum seluruh dunia dalam pelukannya, melintasi batas dunia, menembus batas-batas budaya, seluruh umat manusia diterima Allah siapa saja, di mana saja, Dia melampaui batas-batas aliran dan denominasi, menghancukan ekslusivisme, Dia adalah hadiah bagi semua orang ketika Dia ingat dan prihatin akan dunia. Dia mempetaruhkan segala sesuatu termasuk diri-Nya untuk menawarkan dan mewujudkan kesukaan bagi dunia. Dia menyatakan solidaritasnya yang penuh terhadap penderitaan manusia. Dia mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Dia tidak menyembunyikan fakta walaupaun manusia menolaknya, Dia menerima manusia dan melepaskan manusia dari topeng-topeng kepalsuan, yang hanya terpikat pada sesuatu yang besar, tinggi dan banyak. Pada hal jutru disitulah manusia banyak tertipu. Dia mengajak kita untuk mencintai yang kecil, lemah, dan sederhana. Mengajak kita untuk menukik sampai ke inti.
Dia telah menghadirkan kita di dunia ini dalam sebuah persekutuan yang aman, tenteram,dan penuh kedamaian, suatu tempat untuk bernaung yang nyaman dan menyenagkan, Ibarat sebuah pohon beringin yang rindang dan kokoh yang melindungi kita dari sengatan matahari siang yang membakar di tengah kegelisahan dan kelelahan hidup. Dia hidup dalam persekutuan yang senantiasa bergerak yang senantiasa mencari. Dia melihat semuanya ciptaan-Nya berkembang dan bertumbuh.

Kenapa manusia harus diadili dan mati? Karena manusia hanya merasa hadir untuk dirinya sendiri, menjadi ekslusif, berpikir tentang ketenteraman sendiri. Manusia diciptakan Tuhan bukan untuk berhura-hura, melarikan diri dari kesulitan dunia. Bukan untuk mencari kuasa, mencari laba, kenikmatan. Manusia ada di dalam dunia tidak di awan-awan atau surga. Di dunia menjadi berkat bagi semua orang. Kebebasannya terletak pada ketaatan, kemuliaannya terletak pada kerendahan hati yang kemenangannya terletak pada kekalahan. Hidup yang tidak menghitung untung dan rugi, tetapi hidup yang hanya ingin memberi dan memberi. Untuk meyatakan kehendak Allah dan ketaatan. Untuk menyatakan penghakiman Allah dan pertobatan manusia.




Pdt.Maruasas SP Nainggolan S.Si (Teol)
Melayani di Kantor Pusat HKBP Pearaja-Tarutung
Sekhus Kadep Diakonia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar