Senin, 26 Juli 2010

Bacaan Minggu 9 Setelah Trinitatis, 1 Agustus 2010: Keluaran 23:6-9

TUHAN: PEJUANG DAN PENCINTA KEMERDEKAAN
Keluaran 23:6-9
Minggu 9 Setelah Trinitatis, 1 Agustus 2010 


Perintah TUHAN: Berpihak Pada Kebenaran.

Firman TUHAN dari Keluaran 23:6-9 menyapa kita pada hari ini. Firman TUHAN ini berisi: Larangan memperkosa hak orang miskin. Orang miskin sering menjadi korban kekuasaan dan korban kebijakan. Dalam masyarakat yang tidak sehat, orang miskin tidak berdaya membela haknya. Karena hukum sering dikangkangi, uang lebih memainkan peranan, maka orang atau yang lebih miskin menjadi korban. Siapa yang lebih kuat, finansial dan kuasa, dia yang menang.

Menjauhi diri dari perkara dusta. Akibat dari kekuatan financial dan kuasa, maka dusta merajalela ditempat penegakan keadilan.
Larangan membunuh orang tak bersalah dan orang benar. Akibatnya orang yang tak bersalah, atau orang benar menjadi korban. Pembunuhan orang benar dan kebenaran terjadi mulai dari tingkat terendah hingga hukuman mati.

Larangan menerima suap. Di belakang peristiwa atau proses peradilan, terjadi suap yang membuat penegak keadilan silau dan akhirnya memutarbalikkan kebenaran fakta.
Larangan menekan atau menindas orang asing. Keempat hal pertama dapat kita lihat dari perspektif hukum atau keadilan, karena memang konteks perintah yang disampaikan TUHAN sifatnya umum. Sedangkan yang terakhir sifatnya khusus, terhadap orang asing, umat dilarang menindas karena. Umat bisa dengan cepat memahami arti perintah TUHAN yang ke lima ini karena umat sudah pernah mengalami penindasan dalam bentuk perbudakan di Mesir.

Dengan demikian firman TUHAN berisi perintah kepada umat untuk berpihak kepada kebenaran. Perintah ini juga berlaku bagi kita. Berpihak pada kebenaran adalah ciri khas orang yang benar. Dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, orang yang percaya sering disebut sebagai orang benar. Mereka adalah orang yang berpihak kepada kebenaran, membela kebenaran dan menjunjung tinggi kebenaran. Dengan demikian, perintah yang berisi larangan melakukan yang tidak benar, atau kejahatan, sama artinya dengan anjuran untuk menjunjung tinggi kebenaran. Itu tidak berlaku hanya untuk umat Allah dalam Perjanjian Lama, tetapi juga untuk. bagaimana perintah tersebut berlaku bagi kita? Kita adalah orang yang percaya kepada Allah di dalam Yesus Kristus. Yesus Kristus datang bukan untuk meniadakan taurat dan kitab para nabi, melainkan untuk menggenapinya (Mateus 5:17). “Menggenapinya” berarti melaksanakannya sehingga tuntutannya tetap diberlakukan secara penuh sepanjang masa. Percaya kepada Yesus berarti turut serta memberlakukan tuntutan taurat dan kitab para nabi. Jadi, firman TUHAN juga mengajak kita untuk berpihak kepada kebenaran.

Perintah TUHAN: Petunjuk Kehidupan

Kepada siapa perintah ini ditujukan? Tadi kita bertanya dan belum terjawab secara tuntas. Perintah tersebut ditujukan kepada umat Tuhan. Kalau bukan, siapa lagi? Mari kita perhatikan ayat 9. Orang asing di tanah Mesir dalam Perjanjian Lama itu pasti mengacu kepada umat Allah, Israel. Mereka adalah keturunan Abraham, Ishak dan Yakub. Yakub kemudian disebut Israel. Keturunan Yakub menjadi besar di Israel. Mereka hidup dalam perbudakan. Kita dapat membayangkan betapa berat kehidupan umat, sebagai orang asing, yang diperbudak.
Sadar betapa berat kehidupan umat, baik secara religious, menyangkut kebebasan beribadah, maupun secara politis, diperbudak dan menjadi warga kelas rendah. Bagi umat itu sesuatu yang sangat menyakitkan. Kita bisa rasakan itu sedikit-sedikit. Memang, sedikit-sedikit. Karena menurut para ahli, dalam sejarah dunia, tidak ada yang lebih berat dari perbudakan di Mesir. Apakah itu betul? Yang jelas sangat berat! Tidak seberat di Indonesia.

Sangat berat, tetapi bukan akhir dari segala-galanya. Firman Tuhan ini merupakan bagian dari serangkaian firman yang panjang, dimulai dengan pernyataan: “Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan” (Keluaran 20:2). Setelah pernyataan ini, barulah TUHAN menyampaikan sepuluh perintah TUHAN dan dilanjutkan dengan serangkaian perintah, seperti yang kita dengar hari ini.

Apa artinya pernyataan itu bagi kita? Artinya, perintah TUHAN diberikan setelah TUHAN membebaskan umat dari perbudakan di Mesir. Dia bukan TUHAN yang sadis, memberi perintah yang berat dalam situasi hidup yang sangat berat, di perbudakan. Dia adalah TUHAN yang penuh anugerah. Dia tahu persis pergumulan umatNya. Dia mendengar seruan umatNya minta tolong. Dia ahli dalam berempati dan solidaritas. Dia membebaskan umatNya. Bagi TUHAN dan bagi umatNya, penderitaan yang sangat berat di Mesir bukan akhir dari segala-galaNya, karena Dialah TUHAN, Allah Israel!
Kita sekarang bisa mengerti. Setelah membebaskan umat, TUHAN memberi perintah. Perintah yang bisa dilaksanakan. Perintah yang berisi petunjuk kehidupan, yaitu petunjuk kehidupan bagi orang yang sudah dimerdekakan. Petunjuk untuk apa? Tidak lain dan tidak bukan: Petunjuk untuk hidup sebagai orang-orang merdeka! Perintah TUHAN memang kalau tidak dilaksanakan, maka akan menuding kita bersalah! Berbuat jahat! Kalau umat melaksanakannya, bukan agar mereka menjadi orang merdeka. Tetapi agar mereka hidup sesuai dengan kemerdekaan yang telah diterima dan memberlakukan itu bagi orang lain. Bagi umat itu berarti, dimerdekakan untuk menghormati kemerdekaan atau memerdekakan orang lain.

Apa artinya bagi kita? Kemerdekaan dari perbudakan di Mesir sering disejajarkan dari kemerdekaan dalam Kristus. Peristiwa itu bukan sekedar masa lalu. Kalau sekedar masa lalu, untuk apa itu menjadi khotbah saat ini? Itu kita hayati juga. Seluruh teologi pembebasan dan kemerdekaan dimotivasi dan digerakkan oleh pembebasan Allah Israel dari perbudakan di Mesir. Pembebasan dari Mesir sering disejajarkan dengan pembebasan dari perhambaan dan perbudakan dosa. Allah yang megerjakan pendamaian itu di dalam Kristus (2 Korintus 5:19). Ini merupakan aktualisasi dari pembebasan yang dikerjakan Allah Israel! Sebagai orang yang sudah merdeka, kita melaksanakan perintah TUHAN dalam arti menyesuaikan cara hidup kita agar sesuai dengan keberadaan kita sebagai orang merdeka. Bukan agar kita menjadi orang merdeka! Pembebasan yang derdimensi religious dan politis, ini mengisyaratkan tugas dan pelayanan kita sebagai orang Kristen. Orang Kristen tidak lagi memahami pelayanannya murni religious, menyangkut ibadah di gereja. Pelayanannya tidak sekedar berdimensi politis, tetapi harus politis. Kehidupan umat dan masyaraklat sudah lebih banyak diatur secara politis, dan dipolitisir. Konsekuensinya, pelayanan yang aktual dan kontekstual harus politis. Khotbah juga harus politis, menyentuh kehidupan warga yang sudah dipolitisir, tanpa harus mempolitisir kehidupan warga. Kita belum terbiasa dengan khotbah seperti ini, tetapi TUHAN, Allah Israel, sudah mendemonstrasikannya.

Perintah TUHAN: Menghormati Kemerdekaan Orang Lain

Kita masih bertanya lebih spesifik, lantas apa arti firman TUHAN ini bagi kita? Perintah TUHAN merupakan petunjuk kehidupan bagiorang yang merdeka. Tujuannya, agar sebagai orang merdeka,turut memerdekakan orang lain. Dengan kata lain, kita diajak firman TUHAN untuk terlibat dalam karya agung TUHAN, Allah Israel, memerdekakan orang lain, memperluas wilayah kemerdekaan. Ciri khas orang yang merdeka adalah hak untuk hidup dan mengatur kehidupannya. Dia juga merdeka untuk menghormati kemerdekaan orang lain.
Kemerdekaan untuk hidup layak dan sejahtera di bumi, tidak diberikan oleh siapapun. Oleh karena itu tidak bisa diberangus atau dikebiri oleh siapapun atau lembaga apapun. Realita menunjukkan bahwa hak untuk hidup sejahtera di bumi sering kali tidak dimiliki. Siapa yang memberikannya? TUHAN! Bagaimana TUHAN memberikannya? Ini sangat teologis! TUHAN ingin memberikannya melalui orang-orang yang merdeka. Melalui kita, melalui saudara dan saya.
Melalui perintahNya TUHAN membayangkan suatu kehidupan di dunia yang merdeka. Kemerdekaan yang dibutuhkan oleh dunia yang merasa terikat di dalamnya. Sayangnya sering kali dalam haliman kita mengatakan bahwa kita merdeka. Kita dimerdekakan Kristus. Tetapi kenyataannya, kita sering mengorbankan kemerdekaan kita bukan untuk kehidupan orang lain. Bukan untuk kebahagiaan orang lain. Sebaliknya, untuk kebahagiaan dan kesenangan semu:
Orang yang melakukan suap untuk mendapat jabatan atau posisi adalah orang yang tidak merdeka. Dia terikat oleh kuasa dan jabatan.
Orang yang menerima suap dan memutarbalikkan kebenaran fakta adalah orang yang tidak merdeka. Dia terikat oleh kenikmatan uang.
Orang yang memerkosa orang miskin karena merasa lebih berkuasa adalah orang yang tidak merdeka. Dia terikat oleh sistem yang korup.
Orang yang menindas adalah orang yang tidak merdeka. Dia terikat pada keangkuhan diri.

Sebagai pelayan TUHAN, saya juga harus mengatakan, orang yang takut posisi pelayanannya digeser dari tempat yang tidak “enak”, sehingga mendekatkan diri kepada kekuasaan, juga bukanlah pelayan yang merdeka. Ini berlaku juga bagi saya, karena saya juga adalah pelayan TUHAN. Semua kita sedang ditantang oleh firman TUHAN. Firman TUHAN sudah member kabar gembira, yaitu pembebasan.Kita telah dimerdekakan. Apakah kita mengikuti perintah TUHAN, petunjuk kehidupan dari TUHAN, sebagai orang merdeka? Atau, sebetulnya kita bukanlah orang merdeka? Saya mengajak kita semua berdoa,mohon kekuatan dan pimpinan Roh Kudus untuk hidup sebagai orang merdeka, mengikuti teladan dari TUHAN,Allah Israel dan teladan Yesus Kristus.Kiranya TUHAN semakin dipermuliakan melalui kehidupan kita, amin.

Pdt. Dr. Ir. Fridz P. Sihombing
Dosen STT HKBP P.Siantar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar