Senin, 26 Juli 2010

Bacaan Minggu 13 Setelah Trinitatis, 29 Agustus 2010: Roma 13:8-10

SIKAP KASIH
Roma 13:8-10
Minggu 13 Setelah Trinitatis, 29 Agustus  2010


Sebenarnya pasal 13:6-8 merupakan peralihan dari tema “takluk kepada pemerintah” ke tema “kasih”. Taat kepada pemerintah dan membayar pajak merupakan kewajiban yang dapat diselesaikan, sedangkan kasih merupakan kewajiban yang tak ada habis-habisnya.
“Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapa pun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat” (Ay. 8). Ada dua kemungkinan untuk menerjemahkan ayat ini: 1) “Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapa pun juga...” atau 2) “Janganlah kamu juga membiarkan kewajiban yang tidak diselesaikan terhadap siapa pun juga...” Menurut Cranfield, ayat ini mengulangi apa yang dikatakan dalam pasal 13:7, yaitu bahwa kita harus membereskan segala kewajiban kita, dan tidak membiarkan utang yang sudah harus dilunasi. Menurutnya, ayat ini tidak melarang pinjam-meminjam, tetapi setiap utang harus dilunasi tepat sesuai dengan perjanjian. Menurut Dunn, kalimat ini disusun dengan sengaja seperti itu supaya dua arti tersebut muncul.
“...tetapi hendaklah kamu saling mengasihi”. Masalah pinjam-meminjam kurang jelas dalam ayat ini, tetapi satu hal sungguh jelas, yaitu bahwa kita yang telah ditebus oleh Yesus Kristus berutang besar kepada-Nya. Denan mengasihi, kita mulai melunasi utang tersebut yang sebenarnya bersifat kekal. Kasih merupakan kewajiban atau utang yang tidak dapat dilunasi karena selalu ada kesempatan-kesempatan baru untuk mengasihi orang lain.
Dalam pasal 8:12 Paulus berkata, “...kita adalah orang berhutang, tetapi bukan kepada daging,” tetapidalam pasal itu ia tidak menjelaskan ia tidak menjelaskan kepada siapa kita berutang. Hal ini dilengkapi dalam pasal 13:8 di mana kita mengerti bahwa kita berutang kepada Tuhan, dan kepada sesama kita.
“Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat”. Jika pada suatu saat kita mengasihi orang, maka pada saat itu kita memenuhi perintah hukum Taurat  yang berkaitan dengan situasi itu.
“Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain mana pun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” (Ayat 9). Ayat ini membuktikan bahwa “barangsiapa mengasihi sesama manusia, ia sudah memenuhi hukum Taurat”. Ayat ini, dari Imamat 19:18, dikutip beberapa kali dalam Perjanjian Baru.
Rabi Hillel, seorang tokoh agama Yahudi yang terkemuka, pernah berkata, “Apa yang kaubenci janganlah kaulakukan kepada sesamamu manusia; demikianlah seluruh hukum Taurat; sisanya hanya komentar, pergi dan pelajari!” Bagi rabi Hillel, tekanannya adapada “pergi dan pelajari”, sedangkan Rasul Paulus secara tidak langsung berkata, “Pergi dan lakukan!” Rupanya Paulus merasa puas, jikalau kita sungguh mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri, sedangkan rabi Hillel lebih menekankan supaya hukum Taurat dipelajari.
“Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” Beberapa tokoh sejarah gereja mengatakan bahwa kita harus mengasihi diri kita sendiri sebelum kita dapat mengasihi orang lain. Ajaran tersebut juga dipakai dalam psikologi Kristen pada jaman ini. Sesungguhnya ajaran tersebut tidak sesuai dengan firman Allah, dan tidak berasal dari ayat ini. Dalam firman Allah kita diperintahkan untuk mengasihi Allah dan juga mengasihi sesama kita manusia, tetapi sama sekali tidak ada perintah supaya kita mengasihi diri kita sendiri. Mengasihi diri sendiri adalah dosa. Mengasihi Allah dan sesama manusia adalah kehendak Allah.
Ayat ini berkata, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” bukan merupakan kekecualian. Dalam ayat ini kita diperintahkan untuk mengasihi orang lain, bukan diri kita sendiri. Manusia tidak perlu diperintahkan untuk mengasihi dirinya sendiri karena manusia yang berdosa sudah cukup pandai dalam mengasihi dirinya sendiri. Tidak ada orang yang harus dilatih untuk mengutamakan kepentingannya sendiri. Dengan kasih yang kuat seperti itu kamu harus mengasihi sesamamu manusia!
Luther berkata, “Saya percaya bahwa dengan perintah ‘seperti dirimu sendiri’ manusia tidak diperintahkan untuk mengasihi dirinya sendiri, tetapi kasih jahat yang dimilikinya dinyatakan kepadanya. Dengan kata lain, firman ini berkata kepadanya: Secara utuh Anda terarah kepada diri Anda sendiri, dan Anda penuh dengan kasih pada diri sendiri. Anda tidak dapat hidup secara benar, kecuali berhenti mengasihi diri sendiri dan dengan melupakan diri sendiri, Anda mengasihi sesama manusia.”
“Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat”. Dalam ayat ini pernyataan dalam pasal 13:9, di mana kita harus mengasihi, diulangi secara negatif. Karena dalam ayat ini dikatakan bahwa kita tidak berbuat jahat. Di bawah Hukum Taurat masyarakat diatur supaya tidak ada yang menyakiti atau menysahkan orang lain; dengan kata lain, supaya sesama manusia dikasihi. Utang yang pembayarannya ditunda-tunda merupakan salah satu kelakuan yang menyusahkan orang. Maka sesuai dengan hukum Taurat, dan sesuai dengan kehendak Allah, kita harus memberikan “kepada semua orang apa yang wajib.”
“Kasih adalah kegenapan hukum Taurat” Tujuan hukum Taurat adalah kebenaran, tetapi hukum Taurat tidak dapat mencapai tujuan itu. Sama seperti Kristus adalah tujuan hukum Taurat (bnd. 10:4), demikian juga kasih (yang dicapai dalam Kristus) adalah kegenapan hukum Taurat.
Apa yang mau disuarakan teks ini kepada kita? Pertama, kita jangan menolak tanggung jawab. Kekristenan jangan menolak tanggungjawab kita kepada siapapun baik itu kepada pemerintah terlebih kepada sesama manusia. Artinya, dari setiap orang dituntut pertanggung jawaban hidup. Apa yang telah dilakukannya kepada pemerintah dan kepada sesama nantinya semuanya itu dituntut dari kita. Karenanya, kita diajar untuk hidup lebih baik agar ketika kita diminta pertangunggjawaban, maka laporan kita baik kepada Tuhan.
Kedua, kita terus memiliki hutang kasih kepada sesama manusia. Hutang kasih ini harus kita bayar setiap hari kepada sesama manusia. Origenes berkata, “Hutang kasih tetap ada pada kita selamanya dan tidak pernah meninggalkan kita; inilah hutang yang kita semua laksanakan setiap hari dan selamanya berhutang.” Keyakinan Paulus ialah jika orang dengan jujur berusaha untuk menyelesaikan hutang kasih ini, ia akan dengan sendirinya memeliharakan semua hukum Allah. Ia tidak akan melakukan perzinahan, jika dua orang memperbolehkan nafsu jasmaninya menguasai mereka, sebenarnya, mereka tidak saling mengasihi, tetapi oleh karena kasih di antara mereka terlalu kecil: dalam kasih yang sejati, sekaligus ada hormat dan pengekangan nafsu yang mencegah kelakuan berdosa.
Ketiga, kasih tidak membinasakan. Karena kasih Kristus ada sama kita, maka tidak pernah sedetik pun kita berusaha menyakiti orang lain dan atau membinasakan mereka. Manusia tidak akan membunuh, karena kasih tidak pernah berusaha untuk membinasakan, bahkan kasih itu akan selalu membangun; kasih itu selalu baik hati.


Ramli SN Harahap

1 komentar:

  1. Perikop ini mengingatkan kita supaya jangan membiarkan hutang kasih kepada Allah tak terbayar, tetapi supaya melunasi/mencicilnya dengan mengasihi sesama siapapun, menjadi terang dan garam dunia seumur hidup.

    BalasHapus