Rabu, 18 Agustus 2010

Bacaan Minggu, 5 September 2010: Kejadian 21:22-34

KEBAIKAN TUHAN BAGI ORANG PERCAYA
   Kejadian 21:22-34
Minggu 14 Setelah Trinitatis, 5 September  2010  



Terlalu sering kita dengar dan lihat bahwa setiap pergantian atau pelantikan menjadi pejabat, atau menjadi dokter angkat sumpah atau janji. Apapun namanya itu prinsipnya sama dengan yang dikatakan Yesus: “Jika ya katakanlah ya , jika tidak katakanlah tidak, selainnya berasal dari si jahat” (Mat. 5:37). Prinsip kehidupan seperti itulah memang cara hidup  (way of life)  dari orang Kristen, karena biar angkat sumpah atau janji toh banyak kita lihat apa yang diungkapkan dalam janji dan sumpah itu dilanggar juga. Apakah kaum medis tidak angkat sumpah kenapa ada mal-praktek, pengguguran, kenapa ada penyalahgunaan kekuasaan dari para pejabat sampai diseret kepada pengadilan. Sumpah adalah semacam mainan kata belaka. Nilai janji tidaklah dihayati, seperti janji anak muda kepada gadis yang dicintai. Bagaimanapun tingginya gunung akan kudaki, dalamnya jurang akan kuturuni, hujan lebat malam yang gelap gulita akan kutempuk untuk menemuimu seorang. Nyatanya ketika malam Minggu sewaktu wakuncar (wajib kunjungi pacar) datang hujan rintik-rintik, dia tidak mau menemui gadis idamannya. Seandainya kekasihnya bertanya di mana tadi malam kenapa tidak datang ke rumah, jawabanya spontanitas, “kan hujan”. Padahal janjinya selangit. Demikian juga janji seorang pemabuk, selama pengaruh alkohol semakin menaik wah  dia selalu mengumbar janji, bereslah itu, Dan sesudah sadar kita tagih janjinya, kapan saya katakan itu? Sama juga dengan janji-janji sewaktu pemilu legislatif yang baru lalu, wah kita terpesona, tetapi apa nyatanya sesudah dia telah menduduki yang diinginkan.
 
Apakah janji itu sudah sedemikian dangkalnya dan tidak punya makna? Marilah kita belajar dari perjanjian yang terjadi antara Abimelek dengan Abraham yang mereka perbuat di Bersyeba. Abimelek adalah raja Geral yang termasuk wilayah  Falistim. Memang sudah lama ada rumusan atau formula pernjanjian yang beredar di Asi Minoru bentuk perjanjian antara dua orang yang statusnya sama, yang diambil dari konsep perjanjian bangsa Hethi. Menurut bentuknya: seekor binatang disembelih dan membagi dengan membelah binatang atas dua bagian yang sama, kedua bagian dipisahkan kesebelah kiri dan kesebelah kanan, sehingga ada semacam gang yang akan dijalani kedua belah pihak yang berjanji. Dengan disaksikan oleh saksi sambil mereka berdua berjalan di gang binatang yang mereka sembelih mereka  berkata: “Kami berjanji akan tetap setia tentang ……………. ( isi perjanjian ) dan barang siapa di antara kami yang tidak setia nasibnya akan sama dengan binatang yang kami sembelih ini”. Ide perjanjian inilah yang mungkin mewarnai perjanjian seperti yang tertulis di dalam perikop ini (bnd. ayat 27, mengambil domba dan lembu). Mereka bersumpah itu atas dasar hormat (mengasihi ) dan tertariknya Abimelek akan kuasa Allah yang dinyatakan di dalam mimpinya (Kej. 20: 3-5 ). Atas dasar kekuasaan Allah Abimelek berjanji kepada Abraham bukan karena kebaikan Abraham, malah Abraham berdusta dengan mengatakan bahwa Sarah adalah saudarinya, sehingga Abimelek jatuh kepada hal-hal yang tidak berkenan di hadapan Allah. Artinya perjanjian itu ada sangkut pautnya dengan Allah dan sangat berhubungan erat dengan Allah, tidak bisa dilepaskan. Inilah yang dilihat oleh Abimelek sehingga dia rela menyerahkan tanahnya untuk ditinggali Abraham. Kerelaan timbul karena memandang Allah yang berkuasa. Allah Penuh Kasih, karena lebih besar pengasihannya kepada Abraham yang penuh cacad dan aib (yang diancam hukuman mati yang bakal serupa dengan upah pelanggaran Abimelek). Biarpun Abraham memakai ilmu selamat demi keselamatannya mengorbankan istrinya menjadi istri orang lain asal dia selamat di negeri asing itu. Jadi kedua orang itu berjanji atas pengakuan akan Allah yang Mahakuasa dan Penuh Kasih, seakan Tuhan menjadi saksi atas janji mereka.
Dari peristiwa ini kita banyak belajar banyak hal tentang banyak hal yaitu komitmen  kita di hadapan Allah dalam hal mengikut Tuhan kita. Sebagai orang percaya kita harus konsekwen dengan tekad dan janji kita sekali mengikut Kristus tetaplah mengikut Kristus. Atau di dalam istilah penerbangan sering disebut: Point of no return, sekali melaju teruslah terbang. Sekali kita lahir, kita tidak mungkin lagi untuk kembali kerahim ibu kita. Itulah fakta kehidupan kita. Sekali kita membajak janganlah melihat kebelakang lagi. Jangan seperti Yunus yang kemudian ingkar janji. Sekali kita menjadi milik Kristus jadilah menjadi milik Kristus. Menerima Kristus adalah keputusan bukan pilihan. Keputusan berarti memiliki resiko. Keputusan berarti ada sesuatu yang harus dipertanggung  jawabkan. Keputusan berarti ada sesuatu yang harus dikerjakan.  Ada banyak orang yang menganggab bahwa menjadi Kristen adalah pilihan. Daripada tidak memiliki agama, ya pilih aja agama Kristen. Sehingga dia memang tidak memiliki  rasa tanggungjawab sebagai seorang Kristen. Tidak merasa terbeban jika tidak melakukan sesuatu bagi Kristus. Tidak merasa kurang jika tidak pergi beribadah ke gereja, partangiangan wyek, kegiatan gerejawi lainnya yang diselenggarakan oleh gereja. Karena Kristen sebagai pilihan, maka lebih baik dia duduk-duduk di kedai (lapo) daripada ke gereja dan partangiangan, lebih suka membahas politik daripada Firman Tuhan.
Jika mengikut Kristus merupakan pilihan, maka kita akan sulit mengenal dan mengetahui bagaimana kebaikan Tuhan itu bagi hidup kita. Kebaikan Tuhan itu akan kita rasakan jika kita memutuskan mengikut Kristus. Tidak mungkin kita mengatakan seorang Bupati itu baik, jika kita tidak pernah bersamanya, mengikuti dia makan di restoran, atau mengikuti Bupati dalam pertemuan masyarakat. Orang akan lebih mudah mengatakan kebaikan seorang Bupati jika dia telah pernah bersama dan mengikuti Bupati itu. Demikianlah kita, kebaikan Kristus itu kita rasakan jika kita putuskan untuk bersama Kristus, mengikut Kristus dalam perjalanan hidup kita masing-masing.
 
Hal yang kedua di dalam renungan ini adalah bahwa Abraham mengabadikan tempat mereka bersumpah atau berjanji itu dengan menanam pohon tamariska di Bersyeba dan memanggil Nama Tuhan di sana. Abraham mendirikan sebuah tanda atas kebaikan Tuhan yang telah diterima oleh umat Israel. Dengan Nama Allah yang Kekal. Boleh kita samakan ini semacam tugu yang monumental bagi Abraham sebagai bukti nyata kebaikan Tuhan yang dia rasakan dan terima. Allah memelihara dengan memberi tanah dan mengasihi dia yang tidak menghukum pelanggarannya. Memang di dalam Perjanjian Lama tentang perbuatan Allah itu sering diabadikan dengan: Eben Haeser (Sampai sekarang Allah menolong kita). Bethel tempat Yakub bermimpi dengan membuat batu dan di sana kemudian di bangun Bait Allah. Demikian juga kehidupan kita banyak sekali hal-hal yang kita terima dan rasakan kebaikan Allah dan pemeliharaa-Nya. Ini bukan berarti supaya kita mendirikan tugu yang secara phisik dan material, tetapi mungkin banyak cara kita untuk mengabadikan sesuatu yang kita terima dari Tuhan seperti mengabadikan di dalam diri anak-anak melalui nama, sehingga setiap kita memanggil nama anak kita diingatkan akan perbuatan Allah di dalam diri kita. Misalnya, si Dame (damai), dengan memanggil nama Dame, kita mengingat bahwa kita harus melakukan kedamaian bagi sesama manusia. Asal jangan terjadi sebaliknya, namanya si Dame, tetapi perilakunya selalu membawa persoalan, membawa kekacauan. Setiap datang si Dame, selalu ada yang akan terjadi. Karena itu abadikanlah dan meteraikanlah perbuatan Tuhan di dalam hidupmu, sehingga menimbulkan kerinduan yang hangat akan kehadiran Tuhan di dalam hidup kita ini. Amin.
 
 
 
 
 
Pdt Armada Sitorus, M.Th.
Praeses HKBP Distrik Toba Hasundutan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar