Sabtu, 10 Maret 2012

Sibasaon Minggu Letare, 18 Maret 2012: Efesus 2:1-10

widgeo.net
Melakukan Pekerjaan Baik
Bahan Sibasaon
Minggu Letare
Tanggal, 18 Maret 2012
(Efesus 2:1-10)



PROLEGOMENA
Salah satu pandangan yang sering muncul dalam kehidupan sebagai umat Kristen adalah bahwa menjadi orang Kristen berarti mendapatkan keselamatan dan hidup kekal. Lalu selama berada di dalam dunia juga memiliki Tuhan yang jadi Gembala sehingga bisa seperti domba yang pasti akan mendapatkan apa yang diperlukan. Hal ini bisa mengakibatkan orang memiliki pandangan bahwa menjadi orang Kristen itu enak sebab kita akan menerima banyak hal tanpa perlu mengerjakan apa-apa. Atau juga karena sudah diselamatkan maka tidak perlu lagi berjuang dalam kehidupan untuk berbuat baik karena sudah “diselamatkan”. Pemahaman-pemahaman yang bersifat egoistic dan diwarnai kemalasan untuk berbuat baik membuat orang Kristen merasa cukup dan puas dengan hidup yang biasa-biasa, atau hidup hanya untuk dirinya sendiri. Tuhan hanya menjadi “pelengkap” dan “penyedia” apa yang ia inginkan atau butuhkan. Agar tidak terjebak dengan pemikiran-pemikiran yang ekstrim seperti di atas, kita perlu memahami makna “pekerjaan baik” dalam kehidupan orang percaya. Pemahaman yang benar akan membantu kita dalam mengisi kehidupan bersama Tuhan di tengah dunia ini.

PENJELASAN ATAS TEKS

1.                   Efesus pasal 2 merupakan penjelasan detail dari pasal 1. Kita dapat mengatakan bahwa pasal 2 merupakan penjelasan terhadap “berkat rohani di dalam sorga” di pasal 1:3. Tema penebusan yang sudah dibahas di 1:7 sekarang diperjelas lagi di 2:1-10. Begitu pula tema rekonsiliasi di 1:10 dan 1:22-23 diuraikan lebih lanjut di 2:11-22. Khusus di 2:1-10, Paulus berusaha untuk meninjau ulang perjalanan keselamatan jemaat Efesus. Dia mulai dengan keadaan mereka dahulu sebelum mengenal Kristus (ayat 1-3). Setelah memaparkan betapa tidak ada harapan dan mengenaskannya keadaan orang-orang di luar Kristus, Paulus lalu menjelaskan bagaimana orang-orang seperti ini dapat diselamatkan, yaitu melalui anugerah penebusan dan kelahiran kembali (ayat 4-7). Jika orang percaya diselamatkan karena anugerah, maka mereka harus meresponi dengan dua hal: tidak boleh memegahkan diri (ayat 8-9) dan mengerjakan perbuatan baik yang sudah direncanakan Allah (ayat 10).
2.                   Keadaan kita sebelum dan setelah diselamatkan (ayat 1-7)
Dalam bagian ini Paulus menjelaskan keadaan jemaat Efesus sebelum mengenal Kristus. Walaupun kata “kamu” di ayat 1 merujuk pada “orang-orang non Yahudi” (band. ayat 11), namun bukan berarti bahwa keadaan manusia di ayat 1-3 hanya berlaku untuk mereka saja. Baik orang Yahudi maupun Yunani semuanya sama-sama di bawah kuasa dosa. Hal ini tampak dari pernyataan Paulus di ayat 3 “dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka”. Roma 3:23 “karena semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah”.
Bagaimana keadaan semua orang di luar Kristus? Pertama, mereka mati di dalam dosa dan pelanggaran (ayat 1). Kematian yang dimaksud di sini adalah kematian rohani, bukan kematian fisik atau kematian kekal. Ungkapan yang dipakai benar-benar tegas dan jelas: kita bukan sekedar lemas atau pingsan, tetapi mati! Sebagai orang yang mati, kita sama sekali tidak berdaya, bahkan untuk melakukan suatu tindakan sekecil apapun.
Kematian ini adalah di dalam dosa-dosa dan pelanggaran-pelanggaran. Dalam tulisan Paulus, dosa sedikit dibedakan dari pelanggaran: setiap dosa belum tentu pelanggaran, tetapi pelanggaran pasti merupakan dosa. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa teks. Dalam Roma 5:13 dikatakan bahwa dosa sudah ada sebelum Hukum Taurat diberikan, tetapi hal itu belum diperhitungkan sebagai pelanggaran karena belum ada sebuah tatanan hukum formal yang dilanggar. Roma 5:20 menyatakan bahwa Hukum Taurat diberikan supaya pelanggaran menjadi banyak. Dengan demikian, “di mana tidak ada Hukum Taurat, di situ tidak ada juga pelanggaran” (Rom 4:15).
Penggunaan kata “dosa” dan “pelanggaran” secara bersamaan dan dalam bentuk jamak merupakan sebuah penekanan yang menyiratkan keseriusan dari kematian ini. Kita mati rohani di dalam segala aspek kerohanian kita. Kita tidak hanya ditawan oleh suatu dosa tertentu, tetapi oleh beragam kesalahan.
Kondisi kedua dari orang yang berada di luar Kristus adalah dikuasai oleh iblis (ayat 2). Kita dulu mati dalam dosa-dosa dan pelanggaran-pelanggaran karena kita mengikuti jalan dunia ini (ayat 2a). Mengapa kita mengikuti jalan dunia ini? Karena kita menaati penguasa kerajaan angkasa (ayat 2b). Iblislah yang sedang menguasai orang-orang durhaka (ayat 2c). Di tempat lain Paulus menjelaskan bahwa iblis – sebagai ilah jaman ini – berusaha membutakan mata orang-orang di luar Kristus sehingga mereka tidak bisa melihat cahaya injil (2Kor 4:4). Yesus juga pernah mengatakan bahwa mereka yang menjadi anak-anak iblis pasti ingin melakukan kehendak iblis sebagai bapa mereka (Yoh 8:44a). Setelah kita percaya kepada Kristus, kita memang tetap berperang melawan iblis dan pengikutnya (Ef 6:12), tetapi kita bukan lagi berada di pihak yang kalah atau dikuasai oleh mereka. Kita telah diberi berbagai senjata rohani untuk mengalahkan iblis (Ef 6:13-18). Bagaimanapun, perlu kita catat, bahwa mereka yang di luar Kristus tidak memiliki satu pun dari senjata itu. Jika mereka tidak memiliki senjata itu, bagaimana mereka dapat melawan iblis?
Kondisi terakhir dari orang yang di luar Kristus adalah dikuasai oleh naturnya yang sudah rusak (ayat 3). Paulus menjelaskan bahwa perbuatan-perbuatan kedagingan kita yang dahulu sangat berkaitan dengan natur kita. Ungkapan “pada dasarnya” di ayat 3b secara hurufiah berarti “menurut natur kami” Terjemahan ini sangat tepat karena kata Yunani fusis memang berarti “natur” (Gal 4:8; 2Pet 1:4). Untuk menekankan kerusakan natur ini, Paulus memakai ungkapan “orang-orang yang harus dimurkai”, yang dalam teks aslinya berarti “anak-anak kemurkaan” (mayoritas versi Inggris “children of wrath”). Ungkapan “orang-orang durhaka” di ayat 2b juga turut mempertegas hal ini karena ungkapan itu dalam bahasa aslinya berarti “anak-anak ketidaktaatan”. Di pasal 4:17-19 Paulus menjelaskan berbagai aspek natur yang tercemar oleh dosa, yaitu pikiran, pengertian, hati, perasaan dan keinginan. Di Roma 3:10-18 Paulus menyebut akal budi, kerongkongan, lidah, bibir, mulut dan kaki.
3.                   Hidup benar dan melayani Tuhan dengan sungguh adalah bukti kita merespon anugerahNya (Ayat 8-10)
Dalam bagian kedua dalam teks ini, kita diingatkan bahwa keselamatan itu datangnya dari Allah dan pemberian itu bukan karena “kelayakan” atau “hasil karya” manusia. Dengan demikian tidak ada alas an bagi seseorang untuk mengklaim bahwa keselamatan yang ia miliki adalah salah satu kesuksesannya yang bisa dibanggakan. Jadi, apa yang ditentang oleh Paulus (ayat 9) bukan hanya doktrin Yahudi tentang keselamatan melalui perbuatan, tetapi juga bahwa dalam dosa manusia cenderung untuk memegahkan diri dan tidak memberikan kepada Allah apa yang seharusnya menjadi bagian kemuliaanNya. Maka, sebagai orang yang sudah diselamatkan kita perlu senantiasa melakukan pekerjaan yang baik sebagai bukti dari buah keselamatan yang sudah kita peroleh.

REFLEKSI/APLIKASI :
1.                   Mengerti tentang prinsip anugerah sangatlah penting bagi orang percaya, karena banyak yang memandang anugerah ini sebelah mata, banyak yang meremehkan bahkan menghina anugerah tersebut, sehingga orang dunia mengatakan jadi orang Kristen enak karena bisa berbuat dosa semaunya, karena menganggap keselamatan adalah anugerah.
Allah melihat manusia dalam keadaan mati oleh dosa dan tidak berpengharapan. Inilah yang mendorongNya mengasihi dengan kasih yang terbesar di luar kemampuan yang dapat manusia bayangkan. Anugerah Allah adalah sesuatu yang tidak layak kita terima, karena pada dasarnya kita “…adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain.” (Efesus 2:3b). Di satu sisi kita adalah orang yang harus binasa di bawah murka Allah, namun di sisi yang lain Allah, sesuai dengan kasih dan rahmatNya, mengharuskan Yesus menyelamatkan kita. Ini merupakan bukti kasih dan tindakan pertolongan Allah kepada kita. Jika menyadari ini, seharusnya hidup kita dipenuhi ucapan syukur dan tekad melayani Tuhan dengan segenap hati, tidak lagi main-main dan kompromi dengan dosa, karena anugerah yang Tuhan berikan sungguh teramat mahal, “…bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” (1 Petrus 1:18-19). Anugerah itu adalah ungkapan cinta kasih yang tiada bandingnya di seluruh dunia. Kalau kita sadar semua yang ada pada kita adalah karena anugerahNya, betapa saleh kita seharusnya hidup di dunia ini.
2.                   Paulus mengajak kita mengingat kembali keadaan kita sebelum mengenal Kristus: kita hidup dalam dosa, mengikuti jalan dunia dengan roh-roh jahat yang menguasainya, mengikuti hawa nafsu dan pikiran yang jahat.  Dengan cara hidup seperti itu hanyalah murka Allah yang pantas bagi kita.  Namun, alih-alih melampiaskan murka-Nya, Allah justru menunjukkan kasih karunia-Nya kepada kita.  Kita yang dahulu mati karena dosa-dosa kita kini dibangkitkan bersama Kristus.  Artinya, kita tidak lagi tunduk terhadap kuasa dosa yang mematikan itu.  Di dalam Kristus kita bahkan menerima kebaikan Allah yang melimpah-limpah di dalam hidup kita.  Sungguh sebuah anugerah yang tiada terukur! Sekarang, setelah menerima anugerah yang melimpah itu, perubahan apa yang terjadi dalam hidup kita sehari-hari?  Allah telah memberikan hidup baru bagi kita, yaitu hidup yang harus kita gunakan untuk ikut pekerjaan baik yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya.  Hidup dalam rencana Allah, itulah kualitas hidup yang pantas kita persembahkan untuk mensyukuri anugerah-Nya.
3.                   Melakukan Pekerjaan Baik adalah hakekat kehidupan sebagai orang yang sudah diselamatkan. Melakukan Pekerjaan Baik juga merupakan tanggapan yang layak kepada Allah yang sudah menciptakan kita. Dan, melakukan pekerjaan baik merupakan suatu ketaatan kepada kehendak atau arah yang telah ditetapkan oleh Allah. Amin.

Labuanbisuk, Maret 2012

Pdt. Harapan Nainggolan, M.Min.,M.Th.
Pendeta Non-Struktural di Resort Jakarta II

Tidak ada komentar:

Posting Komentar