“LAYAKKAH AKU MENGHAKIMI?”
Roma 14 : 10 – 12
Roma 14 : 10 – 12
PENDAHULUAN
Sebagian kebanyakan orang Kristen pada abad pertama begitu pula jemaat Kristen di Roma terdiri atas orang Yahudi dan orang bukan Yahudi. Golongan orang Yahudi sebelum menjadi percaya kepada Kristus Mesias, biasa memelihara perintah-perintah Hukum Taurat. Bagi mereka perintah-perintah itu menentukan seluruh pola hidupnya. Golongan orang bukan Yahudi terdiri dari mereka yang biasa hidup tanpa hukum Taurat. Agaknya sebagian besar mereka sebelum masuk Kristen tertarik oleh agama Yahudi dan mengikuti ibadah dalam Synagoge. Tetapi karena mereka merasa tidak sanggup memelihara seluruh perintah hukum Taurat, bagi mereka hukum Taurat itu justru menjadi rintangan untuk mendapat bagian dalam keselamatan yang oleh Allah orang Yahudi telah dijanjikan kepada umatNya. Di dalam Kristus rintangan itu sudah dihapuskan.
KETERANGAN NAS
Setelah menunjukkan dasar persaudaraan, rasul mengulang nasehat yang telah diberikannya dalam ayat 3. Sama seperti di situ, ia tidak memihak. Ia menegor golongan orang “lemah” yang cenderung untuk “menghakimi” saudaranya yang kuat. Tetapi ia menegor juga golongan orang “kuat” yang cenderung untuk “menghina” saudaranya yang lemah. Perkataan Paulus di sini agak bernada menegor. Dalam terang persekutuan kita dengan Kristus, sebagai Tuhan kita bersama, mana mungkin masing-masing golongan bersikap demikian. Dalam hubungan ini, kita mencatat bahwa Paulus di sini memakai istilah “saudara” yang sudah tidak dipakainya sejak dari 12:1. Dengan demikian ditegaskannya lagi bahwa anggota masing-masing golongan meskipun mereka berselisih paham namun adalah sama-sama orang percaya. Kita bisa menambahkan bahwa Roh Kristus yang mewakili Kristus dalam lingkungan jemaat-Nya mampu membangkitkan kasih persaudaraan yang mengatasi perbedaan pendapat yang mungkin ada.
Dalam ayat 7 – 9, Paulus mendasarkan nasihatnya kepada Kristus Tuhan dan Jemaat. Dalam bagian kedua ayat 10, Paulus menambahkan alasan lain lagi yang seharusnya mendorong anggota jemaat di Roma untuk saling menerima, yaitu adanya hukuman terakhir. Kita semua harus menghadap tahta pengadilan Allah. Kesadaran itu akan mencegah kita mengadili saurada kita. Sebagaimana disebutkan Yesus dalam khotbah di bukit: "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu” (Matius 7:1-2). Maka sebaiknya kita memakai ukuran kasih terhadap saudara kita, agar ukuran itu juga yang dipakai terhadap diri kita sendiri kelak. Kutipan dalam ayat 11 merupakan “bukti” perkataan dalam ayat 10b. Paulus mengutip Yesaya 45:32b dengan mendahulukan dengan rumus pendahuluan dari Yesaya 49:18. Kata-kata demi Aku hidup merupakan sumpah yang diucapkan Allah dan dengan demikian menegaskan pernyataan yang menyusul. Dalam Yesaya 45, pernyataan itu merupakan nubuat: “Semua bangsa di bumi akan datang kepada Allah”. Paulus dengan lebih tegas mengaikatkannya dengan hukuman terakhir.
Ayat 12 ini merupakan kesimpulan dari ayat 11 dan dengan demikian mengulang ayat 10b sambil memperluasnya. Masing-masing bagian nas ini dapat diberi tekanan khusus. Setiap orang di atara kita harus memberi pertanggungjawaban, tidak terkecuali mereka yang merasa superior, sehingga menghina atau menghakimi sesamanya orang Kristen. Setiap orang harus melakukannya tentang dirinya sendiri, bukan tentang sesama orang Kristen. Jadi sebaiknya ia memperhatikan kelakuannya sendiri saja, agar nanti tidak dicela. Pada akhrinya ia harus memberi pertanggungjawaban kepada Allah, bukan kepada manusia, maka sekarang pun sesamanya orang percaya yang merasa superior tak dapat menuntut daripadanya.
RENUNGAN
Ketika kita akan menghakimi orang lain, ingatlah bahwa kitapun akan dihakimi.
Sepantas dan selayak apapun kita rasanya untuk menghakimi orang lain, ingatlah bahwa kita tetaplah manusia berdosa.
Daripada menghabiskan waktu melihat kesalahan dan menghakimi orang lain, lebih baik menghabiskan waktu untuk memperbaiki kesalahan dan memperbaharui diri sendiri.
Serahkanlah segala penghakiman kepada Tuhan karena keadilan dan kebenaran yang sesunggunya hanya ada pada-Nya.
Jakarta, Awal Desember 2007
Pdt.Tuty Z.Hutabarat,STh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar