Jumat, 15 Februari 2008

BAHAN RENUNGAN

”KRISTUS PENGANTARA (SYAFAAT) KITA” (Ibrani 7 : 23 - 28)

1. Bahan sermon kali ini adalah merupakan lanjutan dari bahan-bahan sermon sebelumnya. Jika kita perhatikan Almanak GKPA, memang dalam bulan Okotber 2006 ini kita difokuskan membahas tentang Kitab Ibrani. Memang harus kita akui bahwa kitab Ibrani ini ditulis bagi orang Kristen Yahudi yang sedang mengalami penganiayaan dan keputuasaan. Jika kita bandingkan dengan situasi kita saat ini, hal ini sangat “serupa” tapi “tidak sama”. Kita mengalami penganiayaan di beberapa tempat misalnya penembakan Pdt.Irianto Konkoli,STh (Sekjed GKST) ketika sedang belanja di Poso, penutupan beberapa Gereja di daerah Bekasi-Tanggerang dengan memakai “Peraturan Dua Mentri No.9 dan 8 tahun 2006”. Masyarakat yang juga termasuk di dalamnya warga Kristen mengalami “keputusasaan” karena situasi alam dan ekonomi yang tidak mendukung. Misalnya kasus “asap” akibat pembalakan hutan di Sumatera dan Kalimantan, kasus “lumpur panas” PT.Lapindo Brantas di Sidoarjo, musim “kemarau” yang berkepanjangan hingga saat ini. Namun yang jelas bahwa kitab Ibrani ditulis untuk meneguhkan iman para umat Kristen melalui: (1) untuk tetap mempertahankan pengakuan kita terhadap Kristus hingga pada kesudahannya, (2) untuk maju terus menuju kedewasaan rohani dan (3) untuk tidak kembali kepada kehidupan di bawah hukuman dengan cara menerima dan mempercayai Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi.
2. Ay.23-24 Untuk membahas kedua ayat ini kita harus melihat keutuhan ayat ini yang dimulai dari ay.20-25. Dikatakan dalam penjelasannya bahwa ke-Imam-an menurut peraturan Melkisedek adalah “harus disumpah” sedangkan untuk imamat yang biasa tidak. Misalnya dalam Mzm.110:4, “TUHAN telah bersumpah, dan Ia tidak akan menyesal: "Engkau adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek." Gagasan bahwa Allah mengangkat sumpah adalah gagasan yang mengherankan. Mengapa? Sebenarnya sumpah hanya diperuntukkan bagi manusia saja. Manusia sering kata-katanya tidak bisa dipercaya sehingga dibutuhkanlah sumpah untuk membuktikan kebenaran perkataannya. Perkataan Allah selalu benar, maka Allah tidak perlu bersumpah. Jadi jika Allah sampai menetapkan suatu pernyataan sumpah, maka pernyataan itu sungguh luar biasa pentingnya. Mengapa penting? Karena imamat biasa dapat mati dan lenyap, sedangkan keimamatan Yesus Kristus tidak dapat lenyap, karena Allah telah bersumpah bahwa imamatNya akan berlangsung untuk selama-lamanya.
3. Kemudian Yesus disebut sebagai jaminan Perjanjian Baru (Yunani: EgguoV (egguos) = jaminan). Seorang egguos adalah yang memberikan kepastian atau jaminan jika meminjam uang ke bank dan atau juga orang yang bersedia menjadi jaminan bagi orang yang sedang ditahan. Seorang egguos adalah sesorang yang menjamin bahwa sesuatu pasti dapat dilakukan dengan sungguh dan hormat. Artinya jika kita ragu akan pertolongan Tuhan kepada kita maka jaminan yang pasti adalah Yesus sendiri yang akan sungguh-sungguh dan hormat melakukan itu kepada kita. Jangat takut dan ragu akan pemenuhan janji Tuhan itu JaminanNya sudah ada di antara kita yaitu Yesus Kristus.
4. Keimaman Yesus itu tidak untuk sementara saja namun untuk selama-lamanya dan tidak akan beralih kepada orang lain. Kata tidak beralih (Yunani: aparabatoV - aparabatos) adalah istilah hukum, yang artinya tidak dapat diganggu gugat. Kata itu menerangkan sesuatu yang menjadi milik orang tertentu dan yang tidak dapat dialihkan ke orang lain. Dengan demikian jelaslah bahwa keimaman Yesus itu tidak akan pernah beralih kepada siapa pun namun Yesus tetap untuk selama-lamanya (Yun: parameneih - paramenein) Dari perkataan ini dapat disimpulkan bahwa hanya di dalam diri Yesus-lah satu-satunya jalan menuju Allah (bd.Yoh.14:6), dan Yesus akan tetap melayani manusia sampai selama-lamanya.
5. Ay.25 HIDUP SENANTIASA UNTUK MENJADI PENGANTARA (SYAFAAT). Kristus tinggal di sorga di hadapan Allah Bapa (8:1), memohon syafaat bagi setiap pengikutNya sesuai dengan kehendak Bapa (bd.Rm.8:33-34; 1Tim.2:5; 1Yoh.2:1). Kata syafaat artinya perantaraan (pertolongan) untuk menyampaikan permohonan kepada Allah. Melalui pelayanan syafaat Kristus, kita mengalami kasih dan kehadiran Allah serta memperoleh kemurahan dan kasih karunia untuk menolong kita dalam segala macam keperluan (4:16), godaan (Lk.22:32), kelemahan (4:15; 5:2), dosa (1Yoh.1:9; 2:1) dan pencobaan (Rm.8:31-39). Doa Yesus sebagai Imam Besar bagi umatNya (Yoh.17) dan keinginanNya untuk mencurahkan Roh Kudus atas semua orang percaya (Kis.2:33), membantu kita untuk memahami apa yang terkadung dalam pelayanan syafaat Kristus. Melalui doa syafaat Kristus, setiap orang yang datang kepada Allah dapat menerima kasih karunia untuk diselamatkan dengan sempurna. Doa syafaat Kristus selaku Imam Besar kita sangat penting untuk keselamatan kita. Tanpa doa syafaat itu dan tanpa kasih karuniaNya, maka kemurahan dan pertolonganNya yang disalurkan kepada kita melalui doa syafaat tersebut, kita akan jauh dari Allah, menjadi hamba dosa dan Iblis kembali sehingga mendatangkan hukuman kekal yang patut diterima. Satu-satunya harapan kita adalah datang kepada Allah oleh Kristus dengan iman (1Ptr.1:5). Perhatikanlah bahwa Kristus tidak tetap menjadi pembela dan pengantara bagi mereka yang menolak untuk mengaku dan meninggalkan dosa serta meninggalkan persekutuan dengan Allah (bd.1Yoh.1:5-7,9; 3:10). PerantaraanNya untuk “menyelamatkan dengan sempurna” hanya berlaku bagi “semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah” (bd.4:16). Tidak ada keselamatan dan jaminan bagi mereka yang dengan sengaja berdosa dan menolak untuk mencari Allah (10:21-31; baca Amos 5:6a). Karena Kristus satu-satunya pengantara dan Jurusyafaat kita di sorga, setiap usaha untuk memandang malaikat atau orang-orang kudus yang sudah meninggal sebagai pengantara dan memanjatkan dosa kepada Bapa melalui mereka adalah sia-sia dan tidak Alkitabiah (bd. Kol.1:2; 2:18).
6. Ay. 26-28 IMAM BESAR YANG KITA PERLUKAN. Penulis Ibrani seterusnya menjelaskan tentang Yesus sebagai Imam Besar dengan beberapa karakter seperti:
Yesus adalah suci (hosion). Kata ini selalu melukiskan seseorang yang dengan penuh kesetiaan melakukan kewajibannya di hadapan Allah. Dia tidak munafik yang hanya baik di depan mata namun di belakang menjadi jahat. Hosios mengandung kebaikan yang paling besar, yaitu kebaikan yang murni dalam pandangan Allah. (Dipadao do sifat hurang denggan isarana: muda patampak rap juguk, tapi muda dung marsipudian manghatai dongan).
Yesus tidak pernah salah (akakos). Akakos artinya bersih dari kejahatan sehingga tinggal hanya yang baik saja. Kata ini melukiskan seseorang dan pengaruhnya terhadap sesamanya. Seseorang dikatakan akakos karena ia sudah begitu dibersihkan sehingga kehadirannya bagaikan bahan pembersih (tapi bukan sejenis deterjen), dan hatinya hanya da cinta yang penuh kasih dari Tuhan.
Yesus tanpa noda (Amiantos). Amiantos melukiskan seseorang yang sama sekali bebas dari noda-noda yang menghalang-halanginya untuk datang dekat kepada Allah.
Yesus adalah yang terpisah dari orang-orang berdosa. Ungkapan ini tidak berarti bahwa Yesus bukan manusia nyata. Ia berbeda dari orang-orang berdosa sebab, meskipun Ia menghayati semua pencobaan, Ia dapat menaklukkannya dan muncul tanpa dosa. Perbedaan antara Dia dengan manusia lain bukannya karena Ia bukan manusia sepenuhnya, tetapi karena Ia adalah manusia dengan segala keutamaan dan kebaikannya.
Yesus lebih tinggi dari pada tingkat-tingkat sorga. Dengan ungkapan ini penulis surat Ibrani berpikir tentang pemuliaan Yesus. Jika ungkapan no.4 di atas menitik-berartkan kesempurnaan kemanusiaanNya, maka ungkapan ini menitik-beratkan kesempurnaan ke-AllahanNya.
7. Selanjutnya penulis Ibrani memperkenalkan segi lain menjelaskan bahwa imamat Yesus lebih unggul daripada imamat Lewi. Imam-imam besar lain bisanya mempersembahkan korban untuk dosa-dosanya sendiri, karena ia adalah juga manusia yang penuh dosa. Hal ini dikaitkan pada Hari Penebusan atau Hari Pendamaian, dimana pada hari itu Imam Besar melaksanakan tugasnya paling utama. Hari itu adalah satu-satunya hari dalam setahun dimana Imam Besar secara pribadi melakukan persembahan korban. Acara pertama adalah persembahan korban untuk dosa-dosa Imam Besar itu sendiri. Persembahan korban yang paling besar dalam imamat Lewi mulai dengan persembahan korban bagi dosa-dosa Imam Besar itu sendiri. Tetapi justru persembahan korban yang demikian itu yang tidak pernah diperlukan Yesus, karena Ia tidak berdosa. Imam Besar menurut imamat Lewi adalah orang berdosa mempersembahkan korba-korban hewan bagi manusia yang berdosa. Sedangkan Yesus adalah Putra Allah, tanpa dosa, dan mempersembahkan diriNya sendiri untuk dosa semua manusia. Yang menentukan seseorang menjadi Imam Besar menurut imamat Lewi adalah hukum; sebaliknya yang memberikan jabatan imam kepada Yesus adalah sumpah Allah.

KESIMPULAN:
1. Penetapan bahwa Yesus Kristus sebagai Imam Besar melalui “sumpah” Allah menjadikan Yesus sebagai jaminan bagi setiap orang percaya bahwa Allah akan menepati janjiNya kepada umat percaya. Jaminan ini tidak akan beralih kepada siapa pun sehingga jalan satu-satunya menuju Allah ialah hanya Yesus sendiri.
2. Yesus adalah satu-satunya Jurusyafaat manusia kepada Allah bukan para orang-orang kudus.
3. Imam Besar yang kita perlukan bukan Imam Besar yang mempersembahkan korban hewan yang hanya menghapuskan dosa-dosa Imam Besar itu saja melainkan Imam Besar yang kita perlukan ialah Yesus yang mengorbankan diriNya yang sekalipun dia tidak berdoa agar seluruh umat manusia memperoleh keampunan dosa.


Ramli SN Harahap fidei’06 261006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar