Selasa, 12 Februari 2008

”METODE AGAR HIDUP TETAP TEGAR DI USIA LANJUT”

”METODE AGAR HIDUP TETAP TEGAR DI USIA LANJUT”[1]
( 2Korintus 4 : 16 )


Pengantar

Tulisan ini merupakan bahan Sermon Lansia (Lanjut Usia) di GKPA Penjernihan Resort Jakarta I Distrik IV: Jawa-Sumbagsel. Seluruh para lansia merasa bahwa bahan ini sangat berarti bagi usia lainnya misalnya bagi kalangan muda juga termasuk bagi para hamba Tuhan. Oleh karenanya mereka meminta agar bahan ini disebarluaskan melalui media Sioban Barita GKPA. Tentunya bahan ini telah kami perbaiki setelah mendengar masukan dari diskusi Lansia tersebut. Harapan kami tulisan ini dapat menambah pengetahuan dan iman bagi para pembaca yang budiman.


1. Salah satu penemuan paling menarik di bidang gerontologi (ilmu mengenai orang lanjut usia) adalah bahwa setiap orang ternyata sekaligus memiliki tiga usia yang berbeda: Usia kronologis yang dinyatakan dalam jumlah tahun seseorang hidup; usia biologis yang dinyatakan dengan kondisi atau keadaan kesehatan tubuh seseorang dan yang terakhir adalah usia psikologis yang diukur dari bagaimana seseorang merasa dan bertindak sebagai orang yang lanjut usia (lansia). Sangat penting bagi para lansia menghindari pandangan sempit dan fatal, yang menjadikan usia hanya ditandai dengan kalender saja, usia kronologis, yakni norma untuk perasaan dan perbuatan seseorang. Beberapa orang cepat menjadi tua secara biologis karena mereka merasa tua. Sebaliknya kita juga menjumpai orang-orang yang berusia 80-an yang merasa lebih muda daripada mereka yang berusia separuh baya. Di samping itu juga bisa kita pahami bahwa ada juga usia teologis, yaitu usia yang ditambahkan kepada seseorang akibat iman dan doanya kepada Tuhan. Misalnya, Raja Hizkia diperpanjang umurnya lima belas tahun akibat permohonannya kepada Tuhan (2Raja 20:1-6). Bagaimanakah caranya agar hidup kita tetap tegar di usia lansia?
2. Pertama: MAKIN LANJUT USIA, TETAPI TIDAK MENJADI TUA (2Kor.4:16). Umumnya istilah lanjut usia bermakna negatif, karena tua berarti berkeadaan uzur, sakit-sakitan, kurang tidur – tanda-tanda merosotnya sisi kehidupan. Sebagian orang menyangkali usia tuanya dan mempertahankan kemudaannya yang hilang bagai anak ayam yang enggan ke luar dari telur. Siapa pun tidak mampu menahan proses penuaan. Ia mulai menjadi tua sejak saat lahir. Pernahkah kita berpikir bahwa ada kemungkinan makin tua, tetapi tidak menjadi tua? Jika kita makin tua, kemampuan reflek, penglihatan, dan daya dengar kita berkurang. Langkah kita lambat. Manusia lahiriah kita makin merosot. Kosmetik dan krim kecantikan tidak mampu menyembunyikan keriput dan noda ketuaan. Tetapi Yesus berkata, “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?” (Mat.6:27). Namun, tua itu hanya ada dalam pikiran. ”Manusia batiniah kita dibaharui dari sehari ke sehari“. Selama ada harapan, cita-cita, aktivitas kehidupan dan semangat kita akan dibaharui. Tidak akan ada keriput dalam jiwa kita. Janji-janji saling mengasihi saat pemberkatan perkawinan, menguatkan para lansia untuk hidup selama mungkin. Kita makin tua, tetapi jangan biarkan diri kita menjadi tua.
3. Kedua: JANGAN PUTUS ASA (Yer.18:1-6). Setelah dewasa kita sering merasa kecewa bila menengok masa lalu kita. Kata “seandainya” – sungguh menusuk jiwa dan menyiksa perasaan kita di malam hari. Beberapa hal tidak terwujud seperti yang kita harapkan. Kita telah mengalami berbagai kekecewaan berat dan cita-cita yang tidak tercapai. Terlalu sering kita mengalami hidup bukan sebagai orang yang terbaik. Ketika Yeremia memberitakan firman Tuhan kepada umat Israel, mereka seperti tanah liat lama yang akan dibuang. Mereka tidak seperti yang diharapkan Tuhan. Harapan cerah untuk menjadi umat perjanjian Allah telah dihancurkan oleh sikap penolakan mereka yang keras kepala. Namun, Tuhan masih mempunyai rencana untuk tanah liat lama tersebut. Dengan kesabaran dan kebaikan yang tak terhingga, Tuhan membentuk kembali tanah liat lama itu hingga beroleh wujud baru dan lebih indah. Dari tanah liat yang telah dibentuk kembali itu muncullah harapan bagi masa depan. Kita harus memperhatikan dan menyadari bahwa jika kita mau berada di dalam tangan Tuhan, kita tidak perlu putus asa. Semua dosa kita telah diampuni oleh anugerahNya; dan bagaimana pun juga, dalam misteri pemeliharaan Tuhan, bahkan kegagalan-kegagalan kita pun dapat diampuni.
4. Ketiga: BERGANTI ARAH, BUKAN PENSIUN (Bil.8:15-26). Seorang psikolog berkata, “Dalam masa pensiun kita perlu mendengarkan diri sendiri. Kembangkanlah aspek-aspek baru dalam diri kita. Temukanlah hal-hal yang belum kita lakukan dan hal-hal yang menarik yang selama ini kita biarkan. Buktikanlah pada diri sendiri bahwa kita masih mempunyai cadangan kekuatan mental dan fisik”. Kata pensiun bisa menyesatkan. Umumnya orang membayangkan pensiun dengan tanda berhenti. Mungkin arti yang lebih baik adalah berganti arah. Berganti arah bukan secara negatif misalnya „tua-tua keladi makin tua makin menjadi – makin getek,dll“ juga bukan seperti kata orang tua di kampung, „Sarat na tobang do bayo i, sarat so suanon“. Bagi mereka yang berganti arah secara negatif ini maka baiklah mereka merenungkan Amos 4:12, „...bersiaplah untuk bertemu dengan Allahmu...“, Berganti arah yang kita maksud adalah secara positif. Pensiun adalah awal baru untuk melakukan yang terbaik dalam hidup kita. Kaum Lewi pensiun dari pelayanan aktifnya pada usia 50 tahun, namun bukan berarti bahwa mereka tidak aktif sepenuhnya. Mereka mulai „karier kedua“ yakni membantu, menasihati dan melayani kaum Lewi di Kemah Pertemuan. Rupanya mereka menjadi pengajar dan penasihat kaum Lewi yang lebih muda. Sebaiknya pengertian negatif tentang masa pensiun diganti dengan konsep kebebasan. Kita bebas membaca, bergaul, mengubah cara hidup diri sendiri dan menemukan berbagai prioritas baru. Dalam masa pensiun kita bebas mengembangkan angan-angan, impian-impian, bahkan juga gagasan-gagasan kita yang agaknya mustahil. Masa pensiun adalah masa berganti arah dan terus bergerak maju. Jika pada masa muda kita, kita selalu sibuk mencari hal-hal yang duniawi sehingga kita terlupa mencari hal-hal yang utama dalam hidup ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berganti arah adalah berbalik kepada tujuan yang semula dan utama yaitu mencari kemuliaan Allah.
5. Keempat: PADA USIA LANJUT TETAP BERKARYA (Kej.12:1-4). Jika kita melihat di zaman ini ada seorang pria atau wanita lansia mempertahankan semangat gemar melakukan penyelidikan yang dilakukan dengan berani dan banyak akal di berbagai situasi, dan sering melakukan hal-hal yang membahayakan bahkan hal-hal yang tragis, maka orang ini dapat digolongkan seperti Ulysses. Usia Abram sekitar 75 tahun saat Tuhan memanggilnya meninggalkan rumah dan melakukan perjalanan iman istimewa. Saat-saat tersebut merupakan saat-saat kritis bagi usia hidup. Mengapa kita tidak dapat menerima kenyataan bahwa Allah dapat memakai para lansia? Tuhan akan menambah talenta bagi para lansia yang mau berkarya bagi Tuhan dan sesama. Tuhan tahu bahwa Abram punya potensi besar pada usia 75 tahun. Abram itu seperti Ulysses, tokoh yang pulang dari perang Troya sesudah perjuangan panjang dan ia berniat untuk hidup tenang. Tetapi, pejuang tua ini tidak bisa hanya duduk saja. Ulysses mencari “karya mulia” yang harus ia lakukan. Ada para lansia berbuat seperti Ulysses yang bersikap dewasa itu. Dan Abram adalah salah seorang di antaranya. Ada pepatah mengatakan, “Men sano in cor pore sano – Di dalam tubuh yang sehat, terdapat pikiran yang sehat”. Apakah pepatah ini relevan lagi bagi para lansia? Ternyata bagi para lansia, tubuh yang sehat sudah menjadi perjuangan karena penyakit sudah merupakan bagian dari hidup lansia kata pemazmur (Mzm.90:10). Namun bukan berarti bahwa di dalam tubuh yang loyo tidak dapat pikiran yang sehat. Lansia memang tubuhnya sudah mulai lemah tetapi pikiran mereka masih tetap sehat dan cemerlang. Oleh karena itu pepatah itu harus diperbaharui bagi lansia menjadi, “Di dalam tubuh yang lemah masih terdapat pikiran yang sehat dan cemerlang”. Sama dengan ungkapan itu ada juga ungkapan para tua-tua di kampung yang mengatakan, "Di naposo do gogo, di namatobangi hum roha nama“. Roha (hati) memiliki arti luas. Roha berarti sesuatu yang memberi buah dan pikiran, misalnya memberi nasihat (poda) kepada yang lebih muda. Pendeknya para lansia masih dapat tetap berkarya bagi keluarga, masyarakat dan memuliakan Tuhan kendati hanya melalui pikiran, ide-ide, nasihat dan wejangan, dan lain-lain.
6. Kelima: KASIH TUHAN BAGAIKAN KASIH KAKEK-NENEK (Mzm.103:13-14). Di sepanjang zaman kita telah mencoba menguraikan kasih Tuhan dengan berbagai ungkapan. Pernahkan kita mengumpamakan kasih Tuhan seperti kasih kakek-nenek? Kakek-nenek sering membawa hadiah bagi para cucunya, sementara mereka masih terlalu kecil untuk mengerti nilai pemberitan itu. Barulah nanti mereka sadar akan hadiah boneka atau buku cerita yang baik dari kakek-neneknya. Demikianlah Tuhan juga mengelilingi kita dengan anugerah kasih yang tanpa batas, dan kadang-kadang kita tidak menyadari berkat-berkat tersebut.

Kita harus tetap tegar bukan hanya tegar secara pysik saja, melainkan kita juga harus tegar secara iman. Tubuh bisa keriput, tetapi jiwa kita janganlah keriput. Jiwa dan iman kita harus tegar. Para Hamba Tuhan juga dalam menghadapi pergumulan dalam pelayanan harus tetap tegar secara iman. Kita harus memiliki pengharapan yang hidup di dalam Tuhan dan inilah yang terus memampukan kita tegar secara iman. Tentunya masih banyak metode dalam hidup kita ini agar kita tetap tegar dalam menghadapi pergumulan kita masing-masing. Marilah kita mengembangkannya dan membagikannya agar saudara-saudari kita dapat tertolong dan mampu tegar dalam menjalani hidupnya.


Jakarta, 23 Maret 2007




Ramli SN Harahap fidei’o7
[1] Disampaikan pada Sermon Lansia GKPA Penjernihan Resort Jakarta I Distrik IV: Jawa-Sumbagsel pada hari Jumat, 23 Maret 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar