da pepatah mengatakan: “Takut karena salah, berani karena benar”. Orang yang mengetahui dirinya bersalah, biasanya takut oleh hukuman yang akan diterima yang setimpal dengan kesalahan. Tetapi orang yang benar, yang benar-benar tidak melakukan kesalahan, akan berani menghadapi setiap tuduhan (walaupun di zaman kita yang serba berpura-pura dan bertopeng ini sangat acap orang bersalah tampil seperti tidak pernah bersalah alias orang kudus atau malaikat, sementara orang yang benar terpaksa mengaku salah karena diancam atau disiksa. Orang bersalah bisa menjadi benar karena memiliki uang untuk menyuap penegak hukum, sementara orang benar terpaksa mendekam di penjara karena tidak memiliki apa-apa sementara harus ada orang yang harus dipersalahkan, dan korbannya adalah orang benar yang tidak memiliki apa-apa itu).
Dalam nas ini, Firman Tuhan memaparkan bahwa setiap orang yang pernah hidup akan menghadapi, berhadapan, atau akan dihadapkan kepada Pengadilan Tuhan. Kita tahu, Hakim di sana adalah Tuhan Allah Pencipta dan Penguasa segala sesuatu. Dialah Allah yang Mahatahu. Tidak ada satu hal sekecil ukuran nano atau atom pun yang bisa luput dari mata-Nya. Itu akan terjadi segera setelah kedatangan Kristus kali kedua.
Yang dituduhkan kepada setiap orang adalah: apakah yang dia lakukan selama di dunia? Apakah dia orang beriman atau tidak beriman? Apakah dia seorang yang melakukan kasih? Dan setiap kita tidak akan bisa berdalih, karena setiap detik hidup kita, mulai lahir hingga meninggal dunia akan diputar kembali. Apa yang kita lakukan di tempat tersembunyi sekalipun, yang tidak dilihat oleh mata siapa pun, atau yang bisa kita tutupi dengan uang suap atau kemunafikan, seluruhnya itu akan dibukakan sebuka-bukanya. Siapakah yang akan berani berdiri tegak di hadapan penghakiman yang agung itu? Nas ini mengatakan, hanyalah mereka yang hidupnya benar-benar penuh kasih. Yang melakukan kasih selama hidupnya.
Kasih, itulah kata kunci, malah ada yang mengatakan, itulah ringkasan dari seluruh Alkitab. Alkitab berpusat pada Kasih Allah, yang diwujud-nyatakan pada pengutusan Yesus Kristus ke dunia, yang mau lahir sebagai manusia, menderita sengsara, dan mati, untuk menjadi tebusan bagi manusia yang telah ditawan oleh iblis, dan untuk membebaskannya, serta mengembalikan manusia kepada status sebagai anak Allah, pewaris kidup kekal. Tidak ada kasih yang setara dengan kasih Yesus, agape, kasih yang sempurna itu. Allah sendiri adalah kasih itu. Allah yang mengambil inisiatif, memprakarsai untuk mengasihi kita. Sehingga, keselamatan kita hanyalah karena kasih anugerah Allah semata.
Karena itu, sebagai balasan atas kasih Allah itu, setiap orang yang percaya kepada Yesus, haruslah hidup di dalam kasih. Kasih itulah yang membuktikan bahwa kita adalah murid Yesus yang sejati (Yoh. 13:35). Merekalah yang telah lahir dari Allah dan mengenal Allah (1Yoh. 4:7). “Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita” (1Yoh. 4:12).
Dengan singkat, orang yang melakukan kasih dalam tindakan nyata, dia telah ada di dalam Allah, kasih Allah telah sempurna di dalam dia, dan dia pasti dikenal oleh Allah. Sehingga pada hari penghakiman yang agung, dia dapat berdiri tegak di hadapan Allah, karena Allah akan mempersilahkannya memasuki Kerajaan Allah di dalam kekekalan. Tetapi sebaliknya, mereka yang mengaku sebagi murid Yesus, tetapi tidak terbukti dalam perbuatan kasih, mereka akan dimasukkan dalam kengerian neraka, karena“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga (Mat. 7:21), yaitu mereka yang melakukan kasih dalam hidupnya.
Kasih adalah tindakan, terutama adalah tindakan dalam pengorbanan, menyerahkan nyawa bagi orang lain, seperti yang dilakukan oleh Yesus (Yoh. 10: 11,15,17). Kasih bukanlah umbaran kata-kata “I love you”. Ada sepasang kekasih yang dimabuk cinta. Sang perjaka mengumbar kata “I love you” yang membuat si jelita mabuk cinta. Tetapi, tiba-tiba muncul seekor harimau, ingin menerkam. Sontak, sang laki-laki langsung kabur, mencari pohon dan memanjatnya, dengan meninggalkan si gadis terpaku hampir mati di depan mulut harimau. Tiba-tiba si harimau bisa berbicara: Dik, pacarmu itu NATO – No Action, Talk Only (alias: holan hata do disi). I love you yang hanya di mulut, tetapi tidak mau berkorban.
Kini, kata kasih dan cinta sudah terumbar seperti barang obralan, menjadi kata yang paling laris (karena menjadi judul lagu para penyanyi dan puisi para sastrawan) dan paling banyak diucapkan serta dibahas dalam seminar dan kotbah. Tetapi, realita, dunia makin jauh dari kasih. Dunia justru makin tanpa kasih, makin jahat, beringas, menipu, membunuh, perang, saling membenci dan lain-lain. Mengapa? Karena kasih sering hanya sebagai slogan tanpa aksi. Mereka adalah pendusta (ay. 20-21). Kasih yang tidak berguna.
Salah satu penampakan kasih adalah dalam pernikahan. Semua orang mengatakan bahwa mereka yang menikah adalah pasangan yang saling mengasihi. Tetapi, kenyataan, angka perceraian semakin tinggi. Banyak pasangan yang morat-marit, hanya tinggal serumah tanpa kasih, atau pisah ranjang dan pisah segalanya. Mengapa semakin banyak orang memilih cerai? Menurut ahli, zaman globalisasi telah menempa kita menjadi bersikap pragmatis, maunya yang mudah saja. Kemauan berjuang semakin kendor. Ini merambat ke ranah pernikahan. Ketika pasangan menghadapi masalah, mereka dengan cepat mengatakan: Ternyata kita tidak cocok; sebaiknya kita pisah saja”. Lalu “cari pacar lagi”, seperti nyanyian anak muda sekarang. Padahal, kasih adalah tindakan yang harus diperjuangkan. Kasih adalah pengorbanan.
Seorang penulis, sekaligus konselor handal, Julianto Simanjuntak, menulis dalam bukunya yang berjudul “Mencinta Hingga Terluka”. Cinta harus diperjuangkan, dan meminta pengorbanan dari masing-masing pasangan, walau harus hingga terluka. Itulah cinta sejati. Cinta yang hanya menginginkan yang enak dan senang saja, adalah cinta palsu. Cinta sejati, sama sepeti cinta Yesus, adalah cinta yang menuntut pengorbanan dan perjuangan, walau harus tersakiti dan terluka. Cinta adalah pengorbanan, seperti seorang ibu yang mau meregang, mempertaruhkan nyawanya ketika akan melahirkan, karena cintanya kepada bayinya (hanya sering, banyak anak yang kurang mebghargai cinta pengorbanan itu). Kemauan berkorban oleh masing-masing pasangan akan membuat perkawinan semakin langgeng. Demikian halnya dengan cinta kasih kepada sesama manusia.
Banyak orang berfikir, bahwa yang patut memberi cinta hanyalah orang yang memiliki “lebih” (uang, pangkat, kemampuan, dll). Ini prinsip gelas penuh (penuh dulu gelasku baru saya bisa memberi ke gelas orang lain). Ini pemahaman yang salah. Setiap orang memiliki kemampuan untuk mengasihi. Mengapa? Karena kasih itu adalah sesuatu yang Tuhan berikan kepada kita. Ketika hati kita mau mengasihi, maka Tuhan akan memberikan apa yang bisa kita lakukan untuk mengasihi. Dengan demikian, sejatinya, tidak ada alasan bagi siapapun untuk tidak melakukan kasih.
Dan satu hal lagi. Banyak orang yang berprinsip, agar orang lain duluan memberinya kasih, barulah dia mau membalasnya dengan kasih, Itu adalah kasih yang menunggu; menerima kasih dulu baru mau memberi kasih. Nas ini menegaskan bahwa Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita, tanpa menunggu kita mengasihi Dia. Itulah yang seharusnya kita lakukan, yaitu selalu berinisiatip, selalu di depan, selalu lebih dahulu, pionir, melakukan kasih tanpa terlebih dahulu menungg orang lain mengasihi kita.
Ini juga hanyalah kata-kata. Tindakan ada pada kita semua. Kata-kata yang indah ini tidak bisa menggantikan tindakan kasih. Yang membuktikan kita benar-benar telah mengasihi Allah, adalah tindakan kita yang mengasihi sesama manusia. Mari, usahakanlah melakukannya, mulai dari hal-hal yang kecil, mulai dari orang terdekatmu. Tetapi, jangan biarkan hidupmu berakhir di dunia, tanpa pernah mau melakukan kasih. Karena setelah mati, penghakiman Tuhan akan menunggumu. Mengasihilah selama hidup, agar pada hari penghakiman dapat berdiri tegak di hadapan Sang Hakim Agung, Tuhan yang Mahakuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar