Selasa, 27 April 2010

Bacaan Kenaikan Tuhan Yesus, 13 Mei 2010 Mazmur 110:1-7


Kenaikan Tuhan Yesus, 13 Mei 2010 Mazmur 110:1-7


DUDUKLAH DI SEBELAH KANAN-KU


1. Menurut ahli Biblika Perjanjian Lama, M.C. Barth dan B.A. Pareira, Mazmur 110 ini digolongkan ke dalam jenis ‘Mazmur Raja’. Sebagai Mazmur Raja, Mazmur ini tentu berbicara tentang raja. Raja adalah pejabat kerajaan Allah. Sebab itu, dia dapat memohon kepada Tuhan supaya diberi kekuasaan atas semua raja dan penguasa di muka bumi ini. Dengan pemahaman demikianlah, takhta Daud adalah takhta Tuhan, Allah yang maha tinggi.
Ada dua unsur di dalam setiap Mazmur jenis ini, yakni :
a. Firman Tuhan kepada raja.
b. Doa untuk raja.
Mazmur 110 ini dinyanyikan pada hari pemahkotaan atau ulang tahun pemahkotaan tersebut. Karena hubungan raja yang erat dengan kerajaan Tuhan dan dengan Sion maka Mazmur-mazmur Raja ini harus selalu diikat dalam hubungan dengan madah ‘Tuhan Raja’ dan ‘Nyanyian Sion’. Mungkin ditanyakan mengapa Mazmur-mazmur ini yang begitu mengagungkan raja Israel oleh jemaah Yahudi sesudah pembuangan tetap dipertahankan dan tidak dikeluarkan dari kitab puji-pujian mereka. Mazmur-mazmur ini tetap dipertahankan karena mereka memupuk pengharapan mesianis. Pengharapan ini dikukuhkan oleh pewartaan para nabi (Yes. 9:1-6; 11:1-10; Am. 9:11-12; Yer. 23:5-8; Yeh. 34:23-24; 37:24).
2. Selanjutnya, Mazmur Raja ini dalam tradisi umat Israel Perjanjian Lama berhubungan dengan ‘pelantikan seorang raja’. Menurut Christoph Barth, pengangkatan seorang raja di Israel ada segi dan tahapnya yang tersembunyi pada pemandangan mata orang. Apabila Allah melihat atau memilih orang-Nya, pun apabila Ia mengurapinya dengan perantaraan seorang nabi, dan terutama sekali apabila roh-Nya mulai berkuasa atas orang yang terpilih itu, maka semuanya ini merupakan tindakan-tindakan yang bersifat rahasia. Tetapi pengangkatan itu ada juga tahapnya yang nyata, di mana segala-galanya berlangsung di muka umum, dengan lembaga-lembaga masyarakat tertentu sebagai pelaksana dan saksi. Upacara resmi ini sudah biasa disebut penobatan atau pelantikan seorang raja. Sungguhpun harus dibedakan, tetapi kedua bidang itu tak dapat dipisah-pisahkan yang satu dari pada yang lain. Jelaslah pengangkatan tersembunyi oleh Tuhan itu sudah merupakan tindakan politik, seperti sebaliknya penobatan nyata oleh masyarakat itupun merupakan upacara keagamaan yang bersifat rohani.
Berdasarkan kesaksian-kesaksian Alkitab, dapatlah diduga dengan cara bagaimanakah upacara penobata itu berlansung. Urutannya kira-kira sebagai berikut:
- Calon raja mengambil tempat berdirinya di atas suatu tempat yang terangkat tinggi, di halaman bait suci.
- Raja dikenakan jejamang, mahkota dan/atau lain lambang jabatan jabatan raja.
- Raja diserahi piagam pelantikan berisi nama-nama penobatan, ketetapan-ketetapan mengenai hak dan kewajibannya, dan firman ilahi dengan pemberian tugas, penyerahan kuasa dan janji penyertaan.
- Raja diurapi sebagai tanda pemberian tugas dan penyerahan kuasa dari pihak masyarakat.
- Raja disambut dengan aklamasi atau sorak-sorai orang banyak.
- Raja dituntun ke istana, lalu dipersilahkan duduk di takhta kerajaan.
- Para pembesar/wakil masyarakat mengangkat sumpah setia di hadapan raja.
Sebenarnya adat penobatan ini tidaklah merupakan keistimewaan. Bangsa-bangsa tetangga orang Israel, bahkan bangsa-bangsa lain di semua benua dan sejak ribuan tahun telah mempunyai adat yang hamper serupa. Di mana saja ada raja, di situpun ada upacara penobatan, lengkap dengan penyerahan lambang kekuasaan berdasarkan tugas masyarakat dan jaminan ilahi. Semuanya diakhiri pada saat di mana raja baru itu sudah duduk di takhtanya. Itu sebabnya, keistimewaan orang Israel tidak terletak di dalam adat penobatan yang mereka pakai. Perbedaannya justru terletak di tiga acara, yaitu penyerahan piagam, pengurapan dan unsure duduk di atas takhta.
3. Dengan menyimak upacara penobatan (pelantikan) tersebut maka dapat dilihat penekanan umat Israel akan prinsip yang tidak boleh hilang dalam pemerintahan mereka, yakni ‘theokrasi’. Prinsip harus jelas, tegas dan tetap; namun teknis yang boleh berubah sesuai dengan kebutuhan dan situasi kondisi. Demikian halnya dalam pemerintahan umat Israel. Prinsipnya adalah teokrasi, di mana Allah-lah yang memerintah atas mereka. Namun di sisi lain, pelaksanaan teokrasi ini yang boleh berubah sesuai kondisi.
4. Dalam pemahaman umat Israel tentang fungsi dan kedudukan seorang raja ini, maka pada akhirnya mereka sampai kepada ‘raja adil yang akan datang’. Pemahaman seperti ini membuka pintu kepada pengharapan Mesias dalam diri seorang raja. Sehubungan dengan itu, J.L. Ch. Abineno mengatakan bahwa Mazmur 110 masuk ke dalam golongan ‘Mazmur Mesias’. Oleh penulis-penulis Perjanjian Baru, mazmur ini banyak sekali dikutip dan dihubungkan dengan hidup dan pekerjaan Yesus. Pertama-tama oleh Markus dalam ceriteranya tentang pemeriksaan Yesus oleh Imam Besar. Di situ kita membaca, bahwa waktu Imam Besar bertanya kepada-Nya apakah Ia Mesias, Anak dari Yang Terpuji, Ia menjawab: “Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit (14:62). Selanjutnya oleh Lukas dalam pemberitaannya tentang khotbah Petrus pada hariraya Pentakosta di Yerusalem. Dalam khotbahnya itu Petrus katakan, bahwa yang dimaksudkan oleh Mazmur 110:1 dengan ‘tuanku – yang Tuhan suruh duduk di sebelah kanan-Nya, sampai Ia membuat musuh-musuhnya menjadi tumpuan kakinya – ialah Yesus, yang telah disalibkan oleh orang-orang Yahudi, tetapi yang telah dibuat oleh Allah menjadi Tuhan dan Kristus (Kis. 2:35). Kesaksian ini kita juga temui dalam surat Ibrani. Dalam Ibrani 1:3 penulis katakan, bahwa sesudah Yesus selesai mengadakan penyucian dosa, Ia ‘duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi’.
Dengan demikian cukup masuk akal kalau Mazmur ini paling sering dikutip dalam Perjanjian Baru. Fokus perhatian kutipan-kutipan itu adalah dua pernyataan Tuhan bagi raja, yang pertama menyangkut kekuasaan yang diserahkan kepadanya (ay. 1) dan yang kedua martabat imamat untuk selamanya (ay. 4). Dari dua pernyataan ini struktur mazmur ini jelas, terdiri dari dua bait yang disusun sejajar: rumus pengantar singkat (1a dan 4a) mengawali pernyataan meriah Tuhan (1b dan 4b), yang setiap kali disusul oleh enam baris yang keluar dari mulut pemazmur sendiri (ayat 2-3 dan 5-7).
Kebanyakan penafsir sekarang sepakat bahwa – sama seperti Mazm. 2 – mazmur ini pernah digunakan berkaitan dengan raja Yehuda, barangkali dalam rangka penobatannya di Bait Allah. Namun penting dilihat juga bahwa gambaran yang diberikan mazmur ini tentang seorang raja – imam yang duduk di sebelah kanan Allah dan diberi kuasa dan kemenangan atas segala musuhnya, jauh melampaui kenyataan historis lembaga monarkhi di Israel.
5. Dengan latar belakang demikianlah, kita hendak memahami, memosisikan dan memaparkan nas ini, Mazmur 110:1-7.
a. Ayat 1 – 2: Pelantikan raja di Sion (Installation of the King on Zion)
Mazmur ini dibuka dengan ‘the typical oracle of a prophet’ (formula utusan dari seorang nabi). Formula ini merupakan legitimasi bahwa apa yang akan dipaparkan dalam mazmur ini betul-betul merupakan firman Allah, bukan perkataan manusia belaka. Kemudian dalam ayat ini Tuhan member kepada sang raja kedudukan di sebelah kanan-Nya. Tindakan ini tidak lain daripada mengangkatnya sebagai wakil atau wazir-nya yang dengan demikian diberi bagian penuh dalam kemahakuasaan Allah. Lukas melihatnya terwujud dalam pengangkatan Yesus ke surge (Kis. 2:34-35). Kuasa yang diberikan kepada raja itu akan menjadi konkret dalam penaklukan total musuh-musuh (bnd. Yos. 10:24). Allah sendiri akan mengerjakannya untuk raja-Nya.
Dalam ayat 2 pemazmur menjelaskan bahwa Tuhan sendiri mengambil tongkat kekuasaan raja dan membuat lingkaran besar dengannya untuk menggambarkan luasnya wilayah kekuasaan sang raja. Kendatipun penaklukan musuh-musuh masih merupakan masa depan, namun sang raja diajak untuk sekarang juga memerintah atas mereka. Dalam perjuangan itu ia mendapat dukungan penuh dari bangsanya yang rela dan siap baginya. Mereka dinugerahkan kepadanya seperti embun yang lahir dari kandungan pagi.
b. Ayat 3 – 4: Raja dan Imam selama-lamanya (King and Priest for Ever)
Dalam bait kedua Tuhan kembali berbicara, bahkan dengan nada yang lebih pasti dan tidak terbatalkan. Raja-Nya adalah juga imam, sama seperti Melkisedek, raja Salem yang juga imam Allah yang Mahatinggi (Kej. 14:18). Sang raja yang tadi dilantik sebagai wakil Allah di bumi, sekaligus juga mewakili manusia di hadapan Allah. Dalam gabungan pemerintahan dan imamat tergabunglah kuasa dan belas kasih. Raja yang memerintah atas musuh-musuhnya tidak merajalela melainkan juga iba hati bagi yang bersalah. Ia imam untuk selamanya. Pemazmur menjelaskan bahwa itu berkat perlindungan Tuhan yang selalu di sisi raja-imam.
c. Ayat 5 – 7: Kegemilangan dan kemanangan (Triumph and Victory)
Di sini kembali ditegaskan bahwa Ia imam untuk selamanya. Pemazmur menjelaskan bahwa itu berkat perlindungan Tuhan yang selalu di sisi raja-imam (ayat 5a). Sisi balik dari perlindungan itu adalah penghakiman atas musuh-musuh, hal mana digambarkan dengan sangat dahsyat dalam ayat 5b-6. Tidak jelas apakah ‘Ia’ di sini menunjuk kepada Allah atau kepada raja-imam. Barangkali yang terakhir. Raja Mesias ditampilkan dalam peran-Nya sebagai hakim akhir zaman. Ayat terakhir mengiaskan bagaimana Ia dalam perjuangan yang meletihkan selalu disegarkan dengan kekuatan baru, sehingga ia dapat mengangkat kepala dalam keyakinan bahwa akan menang.
6. Nas ini akan menjadi dasar persekutuan kita dalam merayakan pesta peringatan kenaikan Tuhan Yesus ke surga. Sehubungan dengan itu, yang menjadi pertanyaan ialah: Apakah dasar alkitabiah yang dapat disumbangkan oleh nas ini kepada kita orang Kristen dan kepada gereja kita? Kenaikan Yesus ke surga merupakan sebuah momentum bahwa Yesus kembali ke ke-Allah-annya di surga. Realita ini sekaligus juga merupakan peringatan bagi setiap orang Kristen bahwa tujuan hidup manusia bukanlah dunia ini, tetapi surga, di mana di sana Tuhan Allah memerintah selama-lamanya.
Selanjutnya, nas ini juga memberikan ‘model’ takhta kerajaan yang ideal dan sejati bagi orang Kristen dan bagi gereja sepanjang masa. Model apakah itu? Di dalam dunia tetapi bukan dari dunia. Demikian juga kerajaan Allah ada di dunia ini, di tengah-tengah kehidupan umat manusia. Namun, kerajaan Allah bukanlah seperti kerajaan dunia ini, karena Yesus yang adalah Mesias, bukan Mesias tokoh politis yang gilang gemilang (triumphant) akan tetapi Mesias yang menderita, sebagaimana dinubuatkan oleh para nabi Perjanjian Lama.
7. Kalau demikian halnya, nas ini juga sekaligus perenungan untuk kita dalam pesta kenaikan Tuhan Yesus ini. Renungan apa yang patut kita gumuli dalam pesta ini? Berikut ini suatu kutipan dipaparkan guna menolong kita menghayati perenungan itu. Dalam suatu kesempatan Gubernur Nusa Tenggara Timur, Herman Musakabe, mengemukakan bahwa sikap orang Kristen sering kali sama seperti para murid Yesus yang terus-menerus menengadah ke atas ketika Yesus naik ke surga. Begitu asyiknya mereka menengadah sehingga harus diingatkan oleh para malaikat bahwa masalah sebenarnya tidak terletak di ‘atas’ tetapi justru di sini, dalam dunia yang sangat konkret. Kata-kata ini kita pakai sebagai titik tolak untuk melihat tinjauan teologis dari perenungan kita. Hal ini dimaksudkan untuk menjelaskan kaitan antara cara dan sikap kita bertindak di dunia ini (sekularisasi) dengan kehidupan keberagamaan (religiositas) kita. Sekularisasi merupakan pengertian yang sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari kita dewasa ini, lebih-lebih ketika sekarang kita sedang memasuki abad ilmu pengetahuan dan teknologi (science and technology). Masalah kita adalah apakah keberagamaan kita cukup ‘kuat’ untuk menghadapi proses sekularisasi yang sedang berlangsung dewasa ini? Sekularisasi adalah sikap yang lebih mengarahkan perhatian kepada hal-hal dan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan dunia masa kini, suatu kesadaran akan otonomi ranah sekular, sekaligus penolakan terhadap segala sesuatu yang bersifat sekularisme. Tentu saja, defenisi ini adalah perumusan yang sangat popular. Namun demikian, pengertian sesungguhnya tidak sesederhana itu. Sekularisasi tidak dapat hanya dikaitkan dengan ketidakpercayaan dengan ketidakperdulian terhadap hal-hal yang bersifat keagamaan.
Apa yang hendak ditegaskan di sini? Ada dua hal yang harus selalu direnungkan oleh orang Kristen ketika merayakan hari Kenaikan Yesus, yakni:
a. Yesus naik ke surga untuk menyediakan tempat bagi orang-orang yang percaya kepada-Nya. Hal ini sekaligus hendak mengingatkan orang Kristen sepanjang masa bahwa bukanlah dunia ini tujuan hidup orang Kristen. Tujuan hidup orang Kristen adalah surga, di mana di sana orang percaya akan menerima hidup selama-lamanya.
b. Namun peristiwa itu juga hendak mengingatkan bahwa kita, orang-orang Kristen, masih ada dan hidup di dunia ini. Oleh karena itu, orang Kristen ditantang untuk selalu memaknai dan merespons hidup di dunia ini secara benar dan positif. Itu sebabnya, orang Kristen harus memahami secara benar sekularisasi, bukan sekularisme.




Pdt. Leo Dunan Sibarani, M.Th.
Dosen STT HKBP Pematangsiantar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar