Senin, 26 April 2010

Bacaan Minggu Kantate, 2 Mei 201 Mazmur 66:16-20


Minggu Kantate, 2 Mei 201 Mazmur 66:16-20


PUJILAH ALLAH YANG MENDENGAR DAN MEMPERHATIKAN ENGKAU


Minggu ini disebut dengan Kantate. Artinya, “Nyanyikanlah nyanyian baru bagi Tuhan.” Menyanyikan pujian atas segala perbuatan Allah yang pernah dilakukannya terhadap kita. Apakah alasan kita untuk menyanyikan pujian? Mungkin saja hidup kita susah, mungkin kita harus bekerja keras, mungkin juga pekerjaan kita kurang berhasil. Dalam situasi seperti itu bagaimana kita bisa menyanyikan kidung pujian? Nyanyian pujian bisa dilantunkan bila kita mengingat perbuatan atau apa yang dilakukan-Nya terhadap diri kita. Puji-pujian merupakan saat kita bernyanyi tentang Allah, pujian yang berhubungan dengan tindakan Allah yang kita rasakan karena anugerah, dan berkat-Nya; dan ketika kita beribadah kita bernyanyi kepada-Nya.
Berikut ini pengalaman seorang Bapak ketika keluarga berkunjung ke rumahnya. Kunjungan keluarga merupakan saat bahagia karena berkumpul bersama saudara yang tidak bisa dilakukan setiap saat. Begitu juga dengan kehadiran seorang keponakan yang masih balita bersama dengan keluarga yang datang dari kota lain tentu sangat menyenangkan hati. “Namun selama menginap, ada kebiasaan yang tidak menyenangkan terjadi di mana ia paling sering mengutak-atik pesawat TV kami,” demikian dikatakan oleh seorang Bapak. Meski sudah dilarang, masih tetap melakukannya. Sampai pada akhirnya TV itu rusak akibat perbuatannya. Keadaan itu sangat mengganggu, karena tidak ada TV maka tidak bisa menonton film kesukaan, berita dan acara lainnya. Aku pun mulai mengomel, “wah, kalau TV rusak kita tidak ada hiburan sama sekali nih,” ujar Bapak itu sedikit jengkel sambil melirik keponakan mungil mereka.
Di tengah didera oleh kejengkelan itulah aku merasa Tuhan berbicara lembut dalam hatiku. “Nak, siapakah sumber penghiburanmu? Selama ini matamu lebih banyak tertuju pada-Ku atau pesawat TV?” Seketika itu pun aku bagai disadarkan oleh Tuhan, aku tersadar bahwa tanpa aku sadari aku menjadi pecandu acara TV. Aku lebih menyukai acara TV daripada mencari kehendak Tuhan. Ketikan gundah, aku lebih suka menonton acara komedi atau film. Bukannya mencari penghiburan dan kedamaian dari Tuhan, aku menjadikan TV sebagai sumber penghiburan untukku. Menonton acara TV bisa mengalihkan perhatian kita dari Tuhan sebagai sumber kehidupan.
Pemazmur menikmati berkat Allah bukan formalitas saja tanpa dasar dan penghayatan arti dan makna sesungguhnya, tanpa penghayatan kristiani. Pemazmur merenungkan perbuatan-perbuatan Allah yang dilakukan-Nya ketika mereka berada di tanah Mesir. Mereka diperbudak dan Allah turun tangan melalui Musa untuk melepaskan mereka dari kekuasaan pemerintah Mesir. Peristiwa keluaran tidak dengan serta merta membuat bangsa Israel keluar dari Mesir dan memasuki tanah pengharapan, tetapi peristiwa itu dipakai Allah untuk mendidik bangsa itu agar semakin mengenal dan merasakan perbuatan Tuhan dalam hidup mereka. Begitu dahsyatnya perbuatan Tuhan dalam peristiwa itu yang membuat Firaun tunduk dalam kekuasaan Allah. Bangsa Israel dibebaskan menuju tanah pengharapan. Keluar dari Mesir meningkatkan nilai kemanusiaan bangsa itu, kepala mereka bisa tegak berdiri meninggalkan negeri yang telah memperbudak mereka. Umat Tuhan lahir karena perbuatan Allah di Mesir dan peristiwa Laut Teberau menjadi peristiwa yang tidak terlupakan bangsa itu dan pemazmur sendiri. Dia tidak pernah melupakan kekuasaan Tuhan. Ditambah lagi, dia sering mengalami perlindungan dan berkat Allah dalam hidupnya, meski musuhnya banyak dan mengalami masa-masa sulit dia selalu percaya kepada Tuhan.
Mazmur ini menunjukkan rangkaian antara pujian dan ucapan syukur di dalam doa yang disampaikan secara pribadi maupun bersama-sama atas peristiwa masa lampau dan masa kini. Kita bisa melihat dalam ayat 16-19 dan kesimpulan pada ayat 20 dalam kasih karunia Allah atas kebaikan-Nya. Ayat-ayat itu sebagai kesaksian pribadi yang berdiri di tengah-tengah komunitas peserta ibadah untuk mengajak semua orang dalam ibadah untuk mensyukuri perbuatan-Nya yang ajaib. Kita melihat pemazmur bersyukur dan memuji Allah terus secara berulang-ulang. Rasa syukur bisa mengarah kepada ungkapan pribadi tetapi puji-pujian mengubah doa pribadi menjadi komunal dan meluas. Memuji Allah memerlukan pemusatan pikiran secara komunal, berbeda dari rasa syukur yang melihat apa yang telah dilakukan Allah kepadaku. Namun memuji bisa menciptakan jarak antara si pemuji dan Allah, jadi diperlukan ungkapan rasa syukur untuk melihat peran Allah secara pribadi kepadaku. Hal itu sangat berhubungan antara pengakuan terhadap perbuatan Allah di masa lampau dengan tindakan-Nya di masa kini, keberadaannya tidak terpisah namun berbeda cara mengungkapkannya dan penyataannya meski dari Allah yang sama.
Mazmur ini mengarahkan kita juga kepada peristiwa Paskah. Peristiwa Keluaran diulang dalam peristiwa kebangkitan Yesus dengan cara baru di mana puji-pujian kita berakar dalam kebangkitan-Nya dari kubur. Hal-hal yang membuat kita menderita, susah dan berduka berubah kepada kesatuan dalam kemenangan Tuhan terhadap kematian dan Yesus Kristus tetap hidup di antara orang-orang percaya. Dia menang atas kuasa dosa, maut dan iblis. Dia mati di kayu salib karena dosa-dosa kita. Itulah sukacita kita. Itu jugalah doa rasa syukur kita mengingat karya Allah yang begitu besar di masa lalu dan melihat kuasa yang sama yang bekerja pada masa kini dalam diri setiap orang percaya (umat-Nya). Bagi orang Jahudi seluruh sejarah kehidupan mereka berhubungan dan dirangkum dalam peristiwa Keluaran; bagi umat Kristen peristiwa itu terdapat dalam kebangkitan Yesus. Peristiwa keluaran terjadi kepada bangsa Israel; kebangkitan Yesus terjadi terhadap individu. Namun setiap orang Jahudi menanggapi peristiwa keluaran itu diulang dalam gerak peristiwa hidup mereka sendiri secara pribadi. Selanjutnya, umat Kristiani juga akan melihat kebangkitan Yesus berulang dalam setiap peristiwa hidup mereka secara pribadi dan juga dalam kehidupan bersama sebagai gereja. Kebaikan Allah yang membawa umat Israel keluar dari perbudakan dan Yesus yang bangkit dari mati dapat mengantarkan kita keluar dari godaan – depresi, alkohol, sex, agama, hubungan-hubungan, kerja atau uang. Semua itu dapat dilakukan oleh karena kasih setia (hesed: Ibrani; dan agape: Yunani) dari Allah yang sama. Puji-pujian muncul sebagai tanggapan kita karena kita mengetahui apa yang dilakukan Allah dalam hidup kita.

Apa yang dilakukan-Nya terhadap kita?
Semua orang percaya diajak untuk memuji Allah. Dalam Yesaya 43:21 dijelaskan alasan mengapa kita sebagai ciptaan-Nya harus memuji Tuhan. Puji-pujian berasal dari hati yang penuh kasih terhadap Allah. Kita mengasihi Allah karena Dia telah lebih dulu mengasihi kita. Tanpa kasih setia-Nya pujian kita terasa lemah. Kasih itu lahir dari hubungan kita bersama Tuhan melalui Yesus Kristus yang merupakan bagian terpenting dari puji-pujian kita. Alkitab juga memberitahu kita bahwa bukan hanya kita yang memuji-Nya tetapi: segala ciptaan memuji Dia (Mzm. 148:7-10); matahari, bulan dan segala bintang memuji Dia (Mzm 19:1; 148:3); para malaikat memuji Dia (Mzm. 148:2); bahkan orang-orang yang terhukum dipakai Allah untuk memuji Dia (Mzm. 76:10); anak-anak juga diajar untuk memuji Dia (Mzm. 78:4). Pemazmur memuji Tuhan karena berbagai peristiwa yang telah dilaluinya bersama Tuhan ketika keluar dari Mesir, melewati Laut Merah dan memasuki tanah perjanjian dengan harapan baru yang lebih baik. Allah membebaskan umat-Nya agar umat-Nya menikmati hidup yang lebih berarti dan memiliki tujuan.

Memuji Dia dalam kelemahan kita
Dalam ibadah, orang percaya akan mengaku kebesaran Allah dalam hormat dan rasa takut untuk merespon kekudusan Allah. Pengakuan itu bukan hanya karena Allah kudus tetapi juga dosa merupakan beban dalam hidup dan berdampak pada jawaban Allah terhadap doa kita yang tersembunyi. Jelasnya, agar doa kita cukup efektif, maka dosa harus dihindarkan. Doa berawal dari pengakuan dosa kita kepada Tuhan. Dalam penderitaan kita perlu berpegang teguh terhadap janji Tuhan karena Dia adalah Allah Yang Pemurah, yang mau turun tangan menolong kita yang menderita. Dia turun hingga mati di kayu salib, dan kita melihat anugerah dan kasih karunia-Nya melalui Kristus. Dengan iman kita memegang teguh perkataan Yesus di kayu salib yang mengatakan “sudah selesai”. Itu adalah janji-Nya dan bukan hukuman atas dosa-dosa kita, sebab Allah telah menghukum-Nya. Kita tidak pantas menerima kasih karunia-Nya itu, namun kita menemukannya di dalam Kristus yang mengaruniakannya kepada kita. Itulah yang dilakukan oleh iman kita, yang dapat menyembuhkan ketakutan-ketakutan kita dan yang menjadi ungkapan doa dari Pemazmur.
Seorang Lutheran yang suka menulis lagu himne bernama Paul Gerhardt pernah mengalami kegetiran hidup namun masih mampu menyanyikan lagu pujian karena kasih setia-Nya. Dia mempunyai lima anak tetapi tiga sudah meninggal ketika masih bayi, dan dia kehilangan satu dari dua putranya. Dalam situasi yang menyedihkan itu istrinya mulai letih akibat deraan derita dan cemas. Perlahan-lahan dan dalam waktu yang panjang situasi semakin memburuk dan ibu itu meninggal dunia. Akhirnya Gerhardt ditinggal bersama satu putranya yang berumur 6 tahun ketika itu. Dalam berbagai peristiwa pahit yang dialaminya itu dia mampu menciptakan lagu-lagu yang sangat indah. Ada beberapa lagunya dalam Kidung Jemaat salah satu di antaranya nomor 290: “Takkah Patut ‘Ku Bernyanyi,” dalam ayat pertama kita mendengar:
“Takkah patut ‘ku bernyanyi syukur bagi Tuhanku, kar’na rahmat tak berbanding yang melimpah selalu? Memang sungguh dan setia, tak terhingga kasih-Nya dan kekal bimbingan-Nya bagi yang mengabdi Dia. Biar dunia lenyap, kasih Allah ‘kan tetap.”
Nyanyian ini juga ada dalam Buku Ende HKBP, dan merupakan kesaksian kita bersama seperti Pemazmur. Nyanyian ini sebagai ungkapan perasaan dan iman kita kepada Tuhan. Kalau kita perhatikan doa dan lagu ini mengajak kita untuk bernyanyi seperti Pemazmur:
Marilah, dengarlah … aku hendak menceritakan apa yang dilakukan-Nya terhadap diriku, Allah telah mendengar, Ia memperhatikan doa yang kuucapkan. Allah tidak menjauhkan kasih setia-Nya dari padaku.
Sebagaimana dia mampu mengungkapkan perasaan dan imannya demikian juga dia mampu meraih anugerah Tuhan karena imannya menguatkan dia. Pada bagian akhir Mazmur ini pemazmur memiliki keyakinan yang teguh bukan hanya karena Allah tidak menolak doanya tetapi juga karena kasih setia-Nya melimpah dalam hidupnya. Demikian juga Paul Gerhardt menutup lagu himnenya dengan menuliskan:
“Kar’na tak berkesudahan Bapa kasih sayangMu, maka ‘ku bertadah tangan bagai anak padaMu: b’ri hidupku diiringi oleh kuasa Roh Kudus siang-malam dan terus, agar Dikau kukasihi sampai umurku genap dan kupuji Kau tetap!”
Dalam hidup pemazmur nyanyian ini berlangsung dalam rasa syukur atas pertolongan Tuhan melewati penderitaan dan perjalanan panjang dan sulit yang dapat berakibat pada depresi dan putus asa. Kita berharap bahwa nyanyian dan pujian kita juga akan mengajak kita untuk menyaksikan bagaimana Allah yang setia akan datang menolong kita.
Dalam hidup dan di gereja kita mungkin mengalami perasaan letih, lesu dan lemah, keadaan seperti itu tidak hanya menyerang anda sendiri, namun jangan berkepanjangan. Yeremia juga pernah berada dalam situasi yang kacau dan bahan ejekan orang, dia merasa Allah menipunya dan membuat dia mulai menyerah (Yeremia 20); Paulus juga merasa ditinggalkan Allah ketika di penjara. Namun dalam seluruh persoalan yang mereka hadapi, mereka selalu berdoa agar tetap kuat dan mengarahkan pandangannya kepada Yesus Kristus. Ketika mengalami situasi yang buruk sekalipun dan kita merasa Allah membenci kita, kita ingin diajak oleh pemazmur untuk mendengar nyanyian ini dan belajar dari pemazmur untuk tetap teguh memegang janji-Nya, Dia akan mendengarkan doamu dan membebaskan engkau dari keputusasaan.

Memuji Allah Meneguhkan Iman Kita
Pemazmur di sini meyakini tindakan Allah dalam hidupnya mengarahkan dia kepada kebaikan-kebaikan hidup. Dalam Mazmur 106:12 juga kita bisa melihat ungkapan yang berharga dari umat Israel, mereka percaya maka mereka bernyanyi. Mereka percaya lalu mereka memuji Allah. Puji-pujian merupakan unsur dasar bagi iman mereka. Puji-pujian tidak keluar dari mulut dengan sia-sia atau dengan sembarangan. Iman akan mengarahkan kita kepada puji-pujian. Mungkin kita mengalami banyak persoalan, susah atau berduka, reaksi umat beriman akan berdoa. Doa membuat iman kita tumbuh lalu mengarahkan kita kepada pujian. Kalau iman bertumbuh, namun jika tidak melakukan pujian maka iman akan lenyap. Kita perlu belajar melakukan pujian. Puji-pujian itu timbul karena kasih setia Tuhanterhadap kita, dan kata kasih setia dalam kitab Perjanjian Lama ditulis sekitar 250 kali. Kata ini menunjuk kepada kasih Allah yang setia terhadap segala janji-janji-Nya, dan mempunyai arti yang cukup luas seperti kemurahan, kebaikan dan panjang sabar. Kebaikan Allah itu mengajar kita untuk tidak tegar tengkuk seperti bangsa Israel. Dalam buku “The One-Minute Manager,” Kenneth Blanchard memesankan untuk mengembangkan perilaku “one-minute praising,” di mana para manejer (orang tua, pasutri, dll) mencoba untuk merangkul seseorang agar melakukan sesuatu dengan baik dan benar. Mereka memuji orang itu selama 60 detik untuk hal-hal baik pada diri orang itu. Tindakan itu tidak mudah karena pada kenyataannya kita sering menemukan orang-orang lebih mudah mengecam perilaku seseorang dalam setiap 60 detik daripada memujinya. Ini juga patut diperhatikan oleh gereja, sebab sering ditemukan orang-orang yang tidak bisa memuji Tuhan dalam hidupnya. Sebaiknya kita memuji Tuhan, karena semakin sering kita memuji Dia atas segala hal yang telah diberikan-Nya kepada kita maka kita semakin kurang untuk mengecam orang lain. Bila kita sering memuji Tuhan dalam ibadah di gereja maka kita akan melihat kuasa dan Roh-Nya bergerak melalui gereja.
Mendengar dan mengetahui bahwa Allah memperhatikan kita tentu memerlukan iman yang teguh. Dalam situasi kehidupan yang penuh ketakutan seperti sekarang ini mengakibatkan banyak orang berada di bawah tekanan mental. Untuk mengatasi keadaan itu banyak orang yang mengonsumsi obat penenang yang terjual secara resmi. Banyak penyakit menyerang seseorang diakibatkan oleh stress yang berdampak pada radang pencernaan dan penyakit lainnya karena tekanan rasa takut dan kecemasan. Para pakar kesehatan berpendapat bahwa 70% pasien yang berobat bukan karena memiliki masalah gangguan jasmani, tetapi mereka mengalami ketegangan syaraf, tekanan rasa takut atau khawatir. Banyak orang menderita dari rasa tidak aman. Pakar kesehatan itu menyarankan agar mereka mendekatkan diri kepada Tuhan Yesus. Iman adalah satu-satunya jalan keluar bagi manusia. Iman kepada Kristus mengarahkan pandangan kita ke arah realitas kekal. Melalui iman kita mengetahui bahwa dunia ini akan berlalu. Segala sesuatu akan berlalu. Namun, kemurahan dan kasih setia Tuhan tidak berlalu. Itulah yang membuat kita memuji Tuhan yang tetap mendengar dan memperhatikan kita. Amin



Pdt. Tigor Sitanggang, MTh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar