Selasa, 27 April 2010

Bacaan Minggu Trinitatis, 30 Mei 2010 Mazmur 57:1-7























Minggu Trinitatis, 30 Mei 2010 Mazmur 57:1-7






TUHAN PERTOLONGANKU



Kita tentu ingat film Titanic yang diangkat dari kisah nyata dari pelayaran kapal Titanic yang sangat mewah dan besar yang pernah dibuat dalam sejarah manusia. Titanic dibangun pada 1914. Para insinyur yang merancang kapal tersebut telah memperhitungkan kemungkinan terjadinya bahaya. Jadi, mereka mendesain kapal itu sedemikian rupa, sehingga apabila misalnya terjadi sebuah tabrakan atau benturan dahsyat, satu bagian dari kapal akan tetap bisa terapung di laut dan tidak akan tenggelam begitu saja. Jadi, semuanya sudah diperhitungkan dengan sangat rinci, tidak ada yang luput sedikipun. Oleh karena itu, nama kapal tersebut diberi nama “Titanic”, yang berasal dari kata “Titan” yang berasal dari mythologi Yunani, yaitu “makhluk super dewa yang kemampuannya jauh diatas manusia.” Itu sebabnya sebagian orang orang pada waktu itu mengatakan bahwa kita tidak memerlukan perlindungan Tuhan, karena kapal ini tidak akan tenggelam. Namun kita tahu bahwa akhirnya hanya dalam tempo waktu 2 jam 40 menit setelah menabrak gunung es, kapal Titanic tenggelam dan menewaskan 1.500 penumpangnya.

Mungkin sering kita membaca peringatan demikian “Warning: This is dangerous area”. Ini merupakan peringatan bahwa daerah ini adalah berbahaya, jadi jangan mendekat daerah itu. Jadi sepanjang kita tidak mendekat, maka amanlah hidup kita. Namun hati-hati, keadaan bahaya bukanlah sifatnya statis, menunggu. Keberadaanya tidak bisa diduga. Kita berpikir bahwa tempat ini aman, tahunya penuh bahaya. Bahkan sering kita dikejar-kejar ancaman bahaya. Jika demikian bila bahaya mendekat dan hinggap maka tempat yang aman sebelumnya akan menjadi “area dangerous”. Lalu tanpa kita sadari kita sedang menuju daerah berbahaya. Boleh saja kita ciptakan suatu tempat yang aman, tapi harus kita sadari bahwa tempat itu juga rentan bahaya di suatu saat.

Kisah kapal Titanic memberikan kita pelajaran berhgarga. Tidak ada yang bisa luput dari ancaman bahaya, sekalipun kita berusaha untuk mengantisipasinya. Inilah yang harus kita sadari bahwa salah satu bagian hidup kita yaitu hidup dalam bahaya, tekanan, dan persoalan. Sekaligus kita di sini menyadari bahwa kita adalah makhluk terbatas. Ingat, ketidaksadaran akan keterbatasan kita akan menjadi malapetaka besar bagi kita.
Daud, ketika kecilnya hidup sebagai seorang gembala. Ternak gembalannya dan ia sendiri selalu diintip oleh binatang buas yang sewaktu-waktu dapat menerkam. Daud telah terbiasa hidup dalam ancaman bahaya. Pada perikop ini kembali kita melihat Daud yang hidup dalam ancaman bahaya. Bukan lagi bahaya oleh binatang buas, tetapi ancaman dari Raja Saul yang hendak membunuhnya. Namun ia tetap menggambarkannya sebagai singa binatang buas bergigi laksana tombak dan panah dan lidah laksana pedang tajam. Boleh kita katakan bahwa hidup Daud senantiasa dibayangi ancaman bahaya. Kini ia mencoba bersembunyi ke gua Adulam (bnd. 1Sam. 22: 1dyb) untuk menghindari bahaya itu. Namun tetap saja ia tidak merasa tenang, penuh ketakukan. Gua Andulam tidak dapat melindunginya dari ancaman bahaya. Daud tentu saja tidak dapat tidur tenang, selalau gelisah. Lalu bagaimana Daud mengatasi rasa takut dan ancaman bahaya itu?

Saya dan Anda, tentu pernah diburu persoalan dan ancaman bahaya. Belum terpecahkan masalah keluarga, masalah keuangan datang mengancam. Kemudian penyakit ikut juga mengganggu kita. Beberapa solusi dilakukan untuk mengatasinya. Kita mencoba untuk mengalihkan pikiran dari ancaman agar tidak semakin tertekan. Tetapi malah persoalan itu semakin rumit. Lalu kita coba untuk mencoba lari dan bersembunyi dari persoalan. Namun tetap saja kita tidak merasa nyaman. Kemudian, kita berusaha untuk menghadapinya dengan kekuatannya sendiri. Dan terakhir, mencari perlindungan. Namun, ternyata tidak ancaman itu tetap datang. Jika demikian apakah yang harus dilakukan?
Barangkali kita masih ingat film “Facing The Giant”, seorang pelatih sepakbola yang selalu gagal membawa tim untuk menang. Berbagai upaya dilakukan namun tetap gagal. Hal ini membuat dia hampir dipecat. Ia sangat stress. Kemudian, hingga bertahun-tahun berkeluarga, namun tak kunjung dikarunia seorang anak. Ia merasa hidupnya pembawa kegagalan. Gagal sebagai pelatih dan gagal dalam berumah tangga. Akhirnya ia introspeksi diri. Ia mulai menyendiri. Ia semakin rajin baca Alkitab sepanjang waktu. Dan sangat menarik, ia mengajak para pemainnya untuk PA sebelum berlatih. Akhirnya Ia menemukan filosofi hidup dari kedekatannya dengan Tuhan. “If you win, praise God, if you lose, praise God too”. Apapun yang terjadi, tetap serahkan hidup pada Tuhan dan pujilah Dia. Rupanya, baginya, itulah solusi yang ampuh. Mujijat terjadi, oleh karena tidak ada beban untuk harus menang, justru itulah yang membuat timnya akhirnya mulai memetik kemenangan dalam setiap pertandingan. Akhirnya dari film tersebut, ia dikaruinia anak.

Kembali ke kisah Daud. Daud memberikan teladan bagi kita bagaimana menang dalam menghadapi ancaman bahaya dan keluar dari tekanan hidup. “Jika diburu ancaman bahaya, burulah Tuhan”. Inilah yang dilakukan Daud. Ia tidak yakin 100% dapat aman jika berlindung di gua Andulam. Ia menyadari dirinya seperti anak-anak manusia yang berhadapan melawan singa yang sudah dewasa dan kuat. Yang diyakininya adalah 100% aman berlindung dibawah sayap Tuhan. Ia meminta pengasihan Tuhan. Ia menyadari salah satu cara yang ampuh mengatasi ancaman itu hanyalah pertolongan Tuhan. Oleh karena itu ia hanya fokus bagaimana berburu Tuhan. Lebih cepat berburu Tuhan adalah lebih baik, jangan sampai ancaman itu lebih dulu menerkam dan mematikan kita. Strategi inilah yang dipakai Daud mengalahkan tekanan berat itu yaitu mengalihkan fokus dari “problem oriented” ke “God’ salvation oriented”. Dampaknya luar biasa. Daud bukan hanya dapat mengalahkan ancaman yang dihadapinya, tetapi juga mampu memenangkan 400 orang yang hidup dalam ancaman menjadi orang yang gagah perkasa (1Sam. 22).

Ketika persoalan datang, jangan biarkan persoalan tersebut terus menghantui hidup kita. Artinya jangan habiskan tenaga dan waktu untuk mengetahui bagaimana persoalan itu bisa terjadi. Siapakah yang membuat persoalan itu? Semuanya itu tidak mengalahkan persoalan dan ancaman. Dunia ini sungguh hebat dan punya kuasa untuk memutar balikkan kebenaran dan keadilan. Tapi dunia ini tidak dapat menahan kuasa Tuhan untuk menyelamatkan yang berseru kepadaNya. Orang jahat dapat saja mencelakai bahkan membunuh umatNya yang membela kebenaran dan keadilan. Tapi ia tidak punya kuasa untuk menghentikan keadilan itu. Dr. Martin Luther King, mati terbunuh pada tahun 1968 oleh karena membela HAM, anti kekerasan dan rasialisme di Amerika Serikat. Namun sekarang, perjuangannya sudah diterima di negerinya bahkan di seluruh dunia. Itu terjadi karena ia menyerahkan perjuangannya kepada Tuhan. Ia diancam oleh lawan-lawannya, namun ia menyerahkan ketakutan kepada Tuhan.
Ada tiga hal yang diyakini jika berburu dan berseru kepada Tuhan, pertama, Tuhan akan menyelamatkan umat-Nya. Hidup kita tidak akan sia-sia. Hidup akan menjadi milik kita selamanya, sekalipun diancam oleh musuh yang sangat kuat. Gereja senantiasa diganggu dan diancam oleh dunia ini. Namun itu tidak berarti dunia ini dapat menghentikan misi Tuhan menyampaikan kabar sukacita. Menurut Rick Warren, setiap harinya 75.000 orang percaya kepada Tuhan. Tentu ini bagian dari kuasa dan kekuatan Tuhan. Oleh karena itu mari kita serahkan ketakutan kita kepada Tuhan. Hanya Tuhanlah yang dapat mengambil ketakutan kita. Kedua, kepada yang memburu kita, kepada yang mengancam hidup kita, kepada yang tidak memperdulikan Tuhan akan dipermalukan dan mendapat cela. Ketiga, Tuhan akan menegakkan kebenaran. Tuhan tidak tinggal diam melihat ketidakbenaran. Tuhan akan membela orang yang menegakkan kebenaran. Inilah pertolongan Tuhan bagi yang berburu dan berseru kepada-Nya.




Pdt. Enig S. Aritonang, M.Th.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar