Selasa, 27 April 2010

Bacaan Pestakosta 2, 24 Mei 2010 Keluaran 31:1-6


Pestakosta 2, 24 Mei 2010 Keluaran 31:1-6


ROH ALLAH MENGARUNIAKAN ANEKA TALENTA



Setiap kali merayakan Pentakosta, kita diingatkan kembali akan peran Roh Allah dalam kehidupan umat percaya. Ada kesan bahwa di gereja-gereja reformasi, Roh Allah seakan-akan mendapat perhatian marjinal saja. Peran-Nya baru ditonjolkan atau direnungkan ketika tiba perayaan khusus yang memperingati turunnya Roh Kudus mula-mula atas para pengikut Kristus di Yerusalem (Kis. 2:1-13). Padahal, di gereja-gereja tertentu, karya Roh justru sangat ditonjolkan dan bahkan menjadi ciri pengenalnya. Oleh karena itu, teks yang berbicara tentang Roh Allah (Ibrani: ruakh elohim) dapat menjadi dasar untuk merenungkan karya Roh itu secara umum maupun lebih spesifik. Mengingat langkanya teks renungan tentang Roh dalam rangkaian teks khotbah di gereja-gereja kita, ada baiknya renungan kali ini lebih bersifat “khotbah pengajaran”.
Apa yang dimaksud dengan “ruakh” dalam pandangan Ibrani? Pertanyaan ini penting karena ruakh memang serupa tetapi tidak sama dengan “roh” yang diambil alih dari bahasa Arab. Istilah ruakh dalam bahasa Ibrani memiliki beberapa arti. Pertama-tama, kata ruakh pada dasarnya berarti ‘udara yang bergerak, angin’. Makna ini memang berkaitan dengan kata kerjanya yang berarti ‘bernafas, menghembus’. Dalam dunia kuno angin rupanya dilihat sebagai kekuatan misterius yang membawa kehidupan dan kesuburan. Dalam tiupan angin dan hembusan nafas, manusia merasakan misteri yang menjadi simbol kehadiran dan aktivitas ilahi. Inilah yang kemudian dimengerti sebagai nafas kehidupan yang berasal dari Allah dan menghidupi alam dengan makhluk-makhluk hidup di dalamnya (bnd. Mzm. 104:29-30).
Kata ruakh juga digunakan untuk menggambarkan reaksi psikologis atau suasana hati. Sebagian penafsir Alkitab tetap melihat kaitannya dengan pengertian ruakh yang diuraikan sebelumnya. Memang teramati, ketika orang sedang marah sekali atau luar biasa berduka, aliran ‘udara’ (ruakh) yang dihirupnya ikut “terganggu”! Nafas orang yang sedang naik pitam, misalnya, terlihat tersengal-sengal. Menariknya, murka Tuhan yang menyala-nyala pun terkadang digambarkan sebagai “hembusan (ruakh) hidung-Nya” (mis. Ayb. 4:9).
Demikian pula, selain maknanya yang lebih konkret, berbagai kualitas moral dan mental dikaitkan dengan ruakh. Itulah sebabnya, ada kalanya pembaruan moral digambarkan sebagai penganugerahan “roh (ruakh) yang baru ke dalam batin” (Yeh. 11:17). Memiliki keahlian tertentu juga diungkapkan sebagai memiliki “roh (ruakh) keahlian” (Kel. 28:3).
Mengingat keragaman makna ruakh, jelaslah ada persoalan mengartikan ruakh elohim yang biasa diterjemahkan sebagai “Roh Allah”! Sebagai contoh, ruakh elohim memang diterjemahkan sebagai “Roh Allah” dalam Kejadian 1:2. Tetapi, apa maknanya? Dalam ayat itu digambarkan bagaimana pada saat penciptaan ruakh elohim melayang-layang di atas permukaan air. Oleh sebab itu, ada yang mengira ayat itu memperlihatkan keikutsertaan Roh Kudus dalam penciptaan. Tidak harus demikian! Banyak ahli yang berpendapat, ruakh di situ harus diartikan seperti ‘topan’, sehingga yang digambarkan pada waktu penciptaan ialah karya Allah yang menata seluruhnya yang masih dalam keadaan kacau balau (tohu wabohu). Ada juga yang menafsirkan ruakh sebagai ‘kuasa’, sehingga ayat itu memperlihatkan betapa Allah mengatasi keadaan serba kacau itu melalui kuasa-Nya. Ada lagi penafsiran lain yang tak perlu dikemukakan satu per satu dalam renungan ini. Yang jelas, ada kesepakatan di antara semua pakar yang menggali makna teks Perjanjian Lama tanpa terlebih dahulu dipengaruhi dogma gereja bahwa ruakh elohim dalam pasal pertama Kitab Kejadian tidak menunjuk kepada salah satu pribadi Allah Tritunggal.
Jika demikian, bagaimana “Roh Allah” (ruakh elohim) dimengerti dalam teks epistel kita? “Roh” dalam konteks ini lebih mungkin merupakan kuasa dinamis-kreatif dari Allah yang menggerakkan dan memberdayakan orang tertentu untuk tugas atau misi khusus dari Tuhan. Kuasa ilahi ini hadir, misalnya, dalam tokoh-tokoh pemimpin yang disebut “hakim-hakim” (sofetim). Tokoh-tokoh ini digerakkan untuk memimpin Israel di saat-saat krisis. Sekonyong-konyong mereka dihinggapi oleh ruakh elohim yang mendorong dan memampukan mereka untuk membebaskan umat Tuhan dari cengkeraman lawan-lawan mereka (bnd. Hak. 3:10; 6:34; 11:29; 14:6 dsb.). Contoh lain yang dapat disebutkan di sini adalah janji Tuhan kepada Zerubabel seperti dinubuatkan Nabi Hagai. Ketika Bait Allah terbengkalai dan perlu diperbaiki, yakni sekembalinya umat Israel dari pembuangan di Babel, kehadiran Tuhan untuk menguatkan pemimpin yang akan melaksanakan pembangunan itu dinyatakan sebagai penyertaan “Roh”-Nya (Hag. 2:5-6).
Kita dapat juga membandingkannya dengan pembagian tugas dan wewenang yang dilakukan terhadap para tua-tua Israel (Bil. 11:17). Menariknya, wewenang itu (authority sharing) berwujud pembagian “Roh” (ruakh): “Maka Aku akan turun dan berbicara dengan engkau di sana, lalu sebagian dari Roh (ruakh) yang hinggap padamu itu akan Kuambil dan Kutaruh atas mereka, maka mereka bersama-sama dengan engkau akan memikul tanggung jawab atas bangsa itu, jadi tidak usah lagi engkau seorang diri memikulnya.”
Demikian pula sesungguhnya yang ditampilkan dalam teks epistel yang kita renungkan. “Roh Allah”, ruakh elohim, tak lain dari kuasa ilahi yang hadir dan memberdayakan orang-orang tertentu sehingga memiliki keahlian dan keterampilan yang diperlukan untuk tugas khusus. Konteks kemampuan khusus itu adalah pembangunan Kemah Suci (bnd. juga 35:31). Menurut pasal-pasal terakhir Kitab Keluaran (25-39), segala rancangan mengenai Kemah ibadah itu beserta berbagai rinciannya telah disampaikan Tuhan kepada Musa. Namun, untuk pelaksanaannya, Musa tidak dapat mengandalkan diri sendiri (single fighter). Sebab, tidak ada pemimpin yang serba bisa dalam segala bidang kehidupan umat Tuhan! Sebagian pemimpin memang memiliki beberapa jenis kemampuan atau talenta sekaligus. Dr. Martin Luther, misalnya, mempunyai talenta musik juga di samping keahliannya sebagai doktor Kitab Suci! Beberapa nyanyian terkenal keluar dari penanya, misalnya “Ein fester Burg is unser Gott” (1959) yang diterjemahkan dalam Kidung Jemaat dengan judul “Allahmu Benteng Yang Teguh”! Tetapi, Luther tidak terbukti sebagai organisator ulung!
Roh, kuasa dinamis-kreatif dari Allah, dalam teks epistel kita disebutkan memenuhi Bezaleel bin Uri bin Hur dari suku Yehuda “keahlian, pengertian dan pengetahuan”, khususnya terkait dengan pembuatan berbagai rancangan dan benda yang diperlukan untuk Kemah Suci (Kel. 31:2). Tetapi, lagi-lagi, ia tidak bekerja sendiri sebagai ahli! Ia masih dibantu oleh seorang “asisten”, yakni Aholiab bin Ahisamakh dari suku Dan (31:5). Dapat dikatakan, ruakh elohim tidak hanya melengkapi individu-individu unggulan dengan berbagai jenis talenta tetapi juga membentuk “tim” pelayanan yang perlu untuk ibadah dan berbagai gerak hidup umat-Nya.
Seperti disebutkan di atas, ruakh elohim dalam Perjanjian Lama belum dilihat sebagai pribadi Allah sendiri sebagaimana halnya Roh Kudus dalam Perjanjian Baru. Dalam Yesaya 63:10-11 (bnd. Mzm. 51:11), memang terdapat istilah “Roh Kudus” tetapi ini merupakan terjemahan dari ruakh qodso (harfiah: ‘Roh kekudusan’). Walaupun boleh jadi, “Roh Kekudusan” dalam Yesaya sudah mulai mengarah kepada aspek pribadi TUHAN, di situ pun “Roh” ilahi ini lebih mengungkapkan aspek batin (inner self) Tuhan yang mahakudus.
Meskipun demikian, dalam keterkaitan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru apa yang terungkap dalam Perjanjian Lama mengenai karya ruakh elohim tentu saja dapat ditafsirkan dalam kaitan ungkapan yang lebih penuh (semacam sensus plenior ‘pengertian yang lebih penuh’) dalam Perjanjian Baru. Perkembangan pemahaman ini bukan hal yang aneh! Sebab, pemahaman umat Tuhan memang terus bertumbuh dengan bimbingan-Nya dalam lintasan sejarah perjalanan mereka bersama Dia! Kalau kita mengingat peristiwa Pentakosta dalam Kisah Para Rasul (2:1-40), yang terjadi sebagai pemenuhan janji Kristus (1:8) bukan hanya transformasi diri yang memberanikan para murid untuk bersaksi. Yang terjadi sesungguhnya mirip dengan pemberdayaan oleh ruakh elohim, yakni pemberdayaan lewat kuasa Roh Kudus!
Mirip dengan pemberdayaan Bezaleel untuk mengerjakan Kemah suci, demikianlah umat Tuhan dalam gereja-Nya diberdayakan oleh Roh-Nya untuk berbagai-bagai tugas kesaksian dan pelayanan. Dan menariknya, kepelbagaian karunia itu benar-benar dilihat sebagai karunia untuk kepentingan bersama (bdk. 1Kor. 12:7)! Ya, untuk kepentingan bersama! Bezaleel dan Aholiab menjadi “tim pelaksana” dengan arahan Musa untuk kepentingan bersama: membuat kemah ibadah! Sebagai umat yang sudah dipercayakan oleh Roh Kudus dengan berbagai karunia dan talenta (bnd. 1Kor. 12), kita pun dipanggil untuk kepentingan bersama! Kepentingan ini dalam wujud yang paling dekat dengan teks renungan kita adalah pembangunan rumah ibadah yang pasti memerlukan berbagai sumber daya yang Tuhan anugerahkan kepada tiap-tiap jemaat. Tetapi, tidak harus sespesifik itu! Kepentingan itu dapat berupa tugas panggilan gereja secara luas yang dikenal sebagia tritugas panggilan gereja: bersekutu (koinonia), bersaksi (marturia) dan melayani (diakonia)!
Roh Tuhan tak henti-hentinya menggerakkan, memberdayakan, mencurahkan berbagai karunia dan talenta buat umat Tuhan sesuai dengan tuntutan kebutuhan pelayanan kepada-Nya. Ini memberi kita harapan akan kesinambungan gerak hidup umat Tuhan di sepanjang masa. Kiranya keyakinan akan karya Roh ini juga menyadarkan kita bahwa segala karunia dan talenta bersumber dari Dia yang sama, seperti yang ditegaskan Rasul Paulus dalam surat pertama Korintus kepada jemaat Korintus yang sedang bergumul soal keutuhannya: “Semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya” (1Kor. 12:11). Oleh sebab itu, apa pun karunia dan talenta kita miliki, marilah kita syukuri sebagai anugerah Roh-Nya, dan kita abdikan untuk Dia yang terus berkarya dalam sejarah umat-Nya! Amin.


Pdt.Dr.Anwar Tjen
Pdt.GKPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar