BLOG INI BERSIFAT TERBUKA UNTUK DIKOMENTARI DAN DIKRITISI DEMI KEMAJUAN WAWASAN BERPIKIR, DAN BERTEOLOGI MASA KINI
Kamis, 24 Februari 2011
Bacaan Minggu, 27 Maret 2011: Mazmur 109:21-31
Minggu Okuli, 27 Maret 2011Mazmur 109:21-31
LIHATLAH TINDAKAN ALLAH YANG MELEPASKANMU DARI HIMPITAN HIDUP
M
azmur 109 ini adalah ratapan pemazmur secara individu yang mengalami penderitaan hebat akibat dakwaan berupa kata-kata yang jahat, yang dihakimi secara salah, yang terhukum dan yang menjadi cela bagi orang-orang di sekitarnya. Semuanya dakwaan yang pahit tersebut dirasakan pemazmur tidak benar, karenanya pemazmur dalam nas ini memohon kepada Allah bagi kelepasan dari himpitan penderitaan (ay. 21-29) dan kemudian memuji Allah yang menyelamatkannya (ay. 30-31). Dari segi sastera, pangaruh bunyi doa Nabi Yeremia (Yer. 18:19-23) sangat kuat dalam nas ini, sehingga para penafsir menyimpulkan bahwa nas ini diucapkan pemazmur pada masa pembuangan Babelonia atau sesudahnya.
Pemazmur menyerukan agar kiranya Allah bertindak kepadanya atas nama-Nya. Ia menyadari bahwa nama Allah adalah manifestasi dari karakter-Nya. Nama Allah mengekspresikan karakter-Nya yang menghendaki ketaatan yang penuh dari umat-Nya, dan dengan demikian umat-Nya bergantung pada kuasa-Nya. Nama Allah tidak mempunyai keberadaan yang terpisah dari diri Allah sendiri, serta merupakan penyataan kemurahhatian-Nya, di mana umat-Nya mempunyai hubungan dengan-Nya. Bait Allah di Yerusalem adalah tempat berdiam nama Allah yang dapat dijangkau oleh umat, sementara umat-Nya dapat berdoa kepada-Nya dengan cara memanggil nama-Nya. Nama Allah melindungi umat-Nya dalam segala kegiatan, di mana umat itu menunjukkan ketaatan dalam nama-Nya, memiliki pengharapan di dalam nama-Nya dan menyanyikan pujian bagi nama-Nya.
Dikatakan pula oleh pemazmur bahwa Allah hendaknya melepaskan dia oleh sebab kasih setia-Nya yang baik. Dalam Perjanjian Lama seruan untuk memperoleh kasih setia Allah yang baik terdapat beberapa kali. Ini berkaitan dengan kenyataan bahwa Allah yang setia itu adalah Allah yang memegang perjanjian terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan berpegang teguh pada perintah-Nya sampai kepada beribu-ribu keturunan (Ul. 7:9). Kasih setia Allah yang bersifat kekal itu diberikan juga kepada Daud dan dinastinya sebagaimana ditekankan dalam Kitab Samuel: ”Pergilah, katakanlah kepada hamba-Ku Daud … kasih setia-Ku tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul” (2Sam. 7: 15). Nabi Yesaya mengingatkan, perjanjian abadi akan diikat oleh Allah dengan umat-Nya, menurut kasih setia yang teguh yang dijanjikan-Nya dengan Daud (Yes. 55:3).
Keyakinan yang teguh akan kasih setia Allah sangat diidam-idamkan orang percaya manakala segala penderitaan dan kepahitan hidup berada di depan mata. Janganlah bersandar kepada kekuatan-kekuatan duniawi dan kemampuan pribadi. Bersandarlah kepada kasih setia Tuhan Allah senantiasa, sebagaimana di dalam nas ini pemazmur berseru meminta pertolongan dari Allah. Apabila kita melihat betapa nestapanya pengalaman hidup pemazmur di sini, yakni: sengsara, miskin, hati yang hancur, dan mati, maka kita bisa memaklumi jeritan hatinya di sini.Istilah “miskin”bukanlah semata-mata merujuk kepada orang yang tidak mempunyai harta dan mammon, melainkan juga kepada orang yang tidak mempunyai sumber-sumber yang dapat meluputkan hidupnya dari kesengsaraan, sehingga dengan demikian yang bersangkutan bergantung pada Allah.
Hati yang hancur di sini berarti kerusakan pada pusat kerohanian manusia selaku sumber datangnya emosi, pikiran, motivasi, semangat dan tindakan. Kalau proses bersumbernya emosi, pikiran, motivasi dan semangat pada diri seseorang sudah melempem, kehidupannya tentu tidak bergerak ke arah yang benar lagi. Untuk itu nas ini menyerukan agar kita memohon pertolongan dari Tuhan dalam situasi yang sulit sedemikian. Kita membutuhkan teguran yang mendidik dari Tuhan pada saat-saat yang membingungkan dalam hati yang hancur, karena dari segala kewaspadaan hatilah terpancar kehidupan (Ams. 4:23). Kehancuran hati pemazmur adalah perasaan seseorang bagaikan yang terkena kutuk. Begitulah gambaran perasaan batin terdalam pada pengalaman hidup seseorang yang sengsara, tetapi mendambakan pertolongan dari Tuhan.
Dalam situasi sulit itu pemazmur menghilang seperti bayang-bayang pada waktu memanjang, di mana ia menderita suatu kesengsaraan hidup, dan dengan demikian lututnya melentuk, badannya menjadi kurus, dan lemaknya habis. Melihat kenyataan ini, musuh-musuhya menggelengkan kepala, dan ia menjadi cela bagi musuh-musuh tersebut (ay. 24-25).
Dalam menerima pertolongan Tuhan, pemazmur meyakini dirinya selaku seorang hamba Tuhan. Istilah “hamba” untuk konteks kerajaan “Tuhan” di dalam Perjanjian Lama memperoleh pengertian sebagai status yang tinggi dan terhormat. Status “hamba” dikenakan juga kepada Musa (Kel. 14:31), Yosua (Yos. 24:29), Samuel (1Sam. 3:10), Daud (2Sam. 3:18) dan Elia (2Raj. 9:36).
Setelah mengalami kelepasan dari penderitaan, pemazmur tidak ‘lupa daratan’, melainkan mengingat segala sesuatunya itu sebagai perbuatan Tuhan yang maha ajaib. Ia bersyukur kepada-Nya serta memuji nama-Nya. Banyak doa dalam Kitab Mazmur berisikan ucapan syukur dan puji-pujian kepada Tuhan dalam rangka antisipasi buat jawaban doa-doa tersebut. Doa-doa itu merefleksikan kesadaran keagamaan umat Israel yang menekankan bahwa keselamatan dari musuh haruslah direspons dengan puji-pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan, sebagaimana juga doa yang dipanjatkan pada waktu kesesakan.
Puncak perbuatan dan tindakan Allah untuk menyelamatkan umat-Nya adalah karya penyelamatan yang dilakukan oleh Anak-Nya Tuhan Yesus Kristus dalam pengorbanan di kayu salib untuk memikul segala dosa kita, sehingga kita sudah menjadi orang-orang yang merdeka. Kita yang berada dalam kemiskinan akibat dosa berseru kepada Yesus agar kita beroleh keselamatan oleh karena kasih penyelamatan-Nya. Sebagaimana dikatakan Rasul Paulus: “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya” (2Kor. 8:9). Kesempurnaan kelepasan kita oleh Allah dalam Yesus Kristus mencakup kelepasan kita dari kuasa dosa dan maut, oleh karenanya tidak ada lagi alasan untuk kuatir dan takut dalam menghadapi tantangan hidup ini.
Inilah yang ditekankan oleh pemazmur di dalam nas Epistel ini, bahwa ia sudah yakin penuh akan pertolongan Tuhan yang menyelamatkannya sesuai dengan kasih setia-Nya. Ini pula keyakinan seorang teolog akbar abad 20, Karl Barth, yang telah menulis 14 jilid buku tebal seri dogmatika gereja (Kirchliche Dogmatik). Ketika ia suatu waktu ditanya seseorang tentang kesimpulan dalam beberapa kata dari segala buku yang ditulisnya di lapangan teologi. Jawab Karl Barth: “Inilah kesimpulannya: Yesus mengasihi aku, inilah yang aku ketahui, karena Alkitab mengatakan demikian kepada saya.” Terimalah kasih setia Tuhan Allah. Amin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar