Selasa, 22 Juni 2010

RENUNGAN

















KEBANGKITAN SOLIDARITAS MANUSIA
Ramli SN Harahap




Hari-hari ini, umat Kristiani di seluruh dunia diajak untuk melihat kembali fakta hadirnya Kristus dalam sejarah umat manusia sebagai satu bentuk welas asih Ilahi, di mana Tuhan hadir dalam rupa manusia, mati di Golgota dan bangkit pada hari yang ketiga. Terlepas dari segala pertentangan sejarah tentang keabsahan kematian dan kebangkitan-Nya, umat Kristiani sekali lagi melalui peringatan Jumat Agung dan Paskah, diajak untuk melihat betapa kehadiran-Nya adalah untuk menunjukkan solidaritas-Nya yang sempurna kepada umat manusia, melintasi batas-batas suku, ras, golongan, agama bahkan bangsa.

Solidaritas-Nya yang ditunjukkan melalui kematian-Nya terhadap dosa manusia membeberkan satu bukti betapa cinta-Nya kepada kita umat ciptaan-Nya adalah nyata, dan bukan sebuah ilusi. Kasih Allah nan suci dan agung, bertemu dengan hasrat dan tuntutan-Nya akan keadilan bertemu di dalam realitas peristiwa penyaliban Yesus di Golgota. Artinya realitas kematian-Nya adalah bukti yang tidak bisa dipungkiri untuk menunjukkan kepedulian-Nya kepada manusia yang haus akan keadilan, belas kasihan, kesetiakawanan, rasa aman dan pengharapan akan suatu kehidupan yang lebih baik.
Kematian-Nya, yang bagi sebagian orang adalah sebuah kekalahan, menjadi suatu pengakuan dan bukti betapa agung solidaritas-Nya atas penderitaan yang dialami oleh manusia di sepanjang abad dan peradaban. Esensi kematian Kristus adalah kematian egoisme manusia, kematian hasrat untuk menguntungkan diri sendiri dan munculnya benih-benih solidaritas manusia. Kematian-Nya menunjukkan suatu contoh praktis tentang spirit untuk berkorban bagi kepentingan orang lain, bukan mengorbankan orang lain untuk kepentingan pribadi, kematian-Nya telah menjadi inspirasi para pengikut-Nya di sepanjang sejarah untuk memberikan hidupnya supaya orang lain beroleh hidup.

Semangat solidaritas seperti inilah yang seharusnya kembali menjadi bagian hidup kita ketika kita memperingati kematian-Nya. Kita umat Kristiani dipanggil untuk keluar dari slogan-slogan ”untuk kalangan sendiri” dan ”untuk kepentingan diri sendiri”.

Kebangkitan-Nya adalah Kebangkitan Solidaritas Kita.
Tiga hari setelah kematian-Nya, kisah cinta dan solidaritas Allah kepada umat manusia berlanjut dengan realitas kebangkitan-Nya dari kubur. Bukti sejarah mencatat bahwa kubur Yesus yang dijaga oleh perwira Romawi dengan segel terbuka. Ia bangkit dari kematian. Apa esensinya bagi kita umat Kristiani di seluruh dunia dan secara khusus di GKPA? Kebangkitan Yesus seharusnya dimaknai sebagai kebangkitan solidaritas yang menyeluruh di dalam segala aspek kehidupan kita. Di tengah situasi bangsa Indonesia yang carut marut, terbelenggu oleh jerat-jerat kemiskinan struktural, ketidakadilan sosial yang semakin menyesakkan dada, bencana alam di mana-mana serta realitas korupsi yang merajalela, kita umat manusia diperhadapkan kepada suatu pilihan untuk bangkit dari semua realitas problematika bangsa dengan berpegang pada semangat kebangkitan-Nya atau menyerah dan berpangku tangan dan hanya ber-utopia semata.

Solidaritas yang sejati senantiasa muncul dari keprihatinan yang mendalam akan keterpurukkan sesama. Solidaritas yang sejati bertumbuh di dalam realitas ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan ketiadaan pengharapan. Solidaritas sejati bukan sekedar wacana, namun perlu disertai dengan aksi nyata. Solidaritas sejati bukan hanya retorika tetapi sentuhan tangan yang menjamah hati kaum papa. Solidaritas sejati adalah sebuah optimisme yang membumi, suatu visi yang diwujudkan ke dalam aksi.

Oleh sebab itu dalam peringatan Jumat Agung dan Paskah, di mana kematian dan kebangkitan-Nya telah nyata, mari kita sekalian bersama-sama meneladani semangat solidaritas Kristus dan mewujudnyatakannya di dalam solidaritas yang sejati kepada sesama. Mari mulai mengambil bagian mulai dari diri kita secara pribadi.


Selamat Paskah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar