Rabu, 02 Maret 2011

Rendah hati – jalan menuju keberhasilan (Yeremia 9:23-24)

widgeo.net
Rendah hati – jalan menuju keberhasilan
Yeremia 9:23-24



Pendahuluan

Kata rendah hati pada zaman modern ini sangat tidak popular. Kata rendah hati tidak pernah menjadi tema dalam talk show atau sebuah seminar. Di toko bukupun tidak ada buku khusus ditulis tentang rendah hati. Mengapa? Alasannya, rendah hati tidak bisa bertahan tanpa hadirat Tuhan. Rendah hati adalah karakter Allah, tanpa Allah dalam kehidupan seseorang dengan sendirinya tidak ada rendah hati.

Lawan kata rendah hati adalah keangkuhan. Angkuh berarti mengandalkan diri sendiri, tidak mengandalkan Tuhan atau dalam keangkuhan rohani, seolah-olah mengandalkan Tuhan tetapi tidak menghormati delegasi otoritas Allah.
Yeremia menggambarkan 3 hal yang membuat manusia angkuh:
  1. Kebijaksanaan atau kepintaran atau pengetahuan
  2. Kekuaatan atau kekuasaan
  3. Kekayaan atau uang atau materi
Jadi, 3 hal ini yang membuat manusia melupakan kasih karunia Allah.

C.S.Lewis mengatakan, “ kenikmatan keangkuhan seperti kenikmatan menggaruk. Selama ada rasa gatal untuk memuaskan diri sendiri, maka kita akan menikmati kenikmatan garukan untuk mendapat pengakuan diri.”
1 Petrus 5: 5, 6, 7, “……Allah menentang orang yang congkak tetapi mengasihani orang yang rendah hati……, karena itu rendahkanlah dirimu ditangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikanNya pada waktunya. Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang memelihara kamu.”

Keadaan baik dan mulus adalah jebakan bagi manusia untuk jatuh, karena kesuksesan membuat manusia mudah melupakan kasih karunia Allah yang membuatnya sukses (baca 1Korintus 10: 12).
Kisah raja UZIA.

Dalam  2Tawarikh 26, tertulis kisah raja Uzia, keturunan Daud yang diangkat menjadi raja pada usia 16 tahun. Raja Uzia mencari Allah selama hidup imam Zakharia, yang mengajarnya supaya takut akan Allah. Dan selama ia mencari Tuhan, Allah membuat segala usahanya berhasil
(2Taw.26:5). Allah menolongnya berperang mengalahkan orang Filistin dan menaklukkan banyak kota. Namanya termashyur sampai ke Mesir karena kekuatannya, dibawah pimpinannya bangsanya menjadi kuat secara ekonomi dan militer. Kesuksesan Uzia disebabkan oleh kasih karunia Allah dalam hidupnya.
Namun setelah ia menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati, sehingga ia melakukan hal yang merusak. Ia berubah setia kepada Tuhan, Allahnya…. (2 Taw.26:16).
Tinggi hati atau keangkuhan masuk dalam kehidupan seseorang bukan saat seseorang lemah, melainkan pada saat ia kuat. Pada waktu raja Uzia melihat kepada kesuksesannya, kebijaksanaannya atau pengetahuannya, kekayaan atau kekuatannya, ia berubah setia kepada Tuhan, ia tidak lagi mencari Tuhan. Ia merasa semua itu hasil usahanya.

Setelah raja Uzia berhasil, ia perlahan-lahan menjauh dari Tuhan, ia mengira bahwa Tuhan akan terus memberkatinya seperti pada waktu ia masih rendah hati.

Keangkuhan raja Uzia tidak terjadi dalam semalam, tetapi itu berkembang secara perlahan-lahan, ketika keberhasilan demi keberhasilan terus diraihnya, walaupun hatinya sudah menjauh sedikit demi sedikit dari Tuhan. Hal ini tanpa dirasakannya, ia tetap bisa berhasil meskipun sudah menjauh dari Tuhan, sampai pada akhirnya ia terkena lepra.
Ia menggeser kepercayaan kepada Tuhan menjadi percaya diri, karena pengalamannya.

Bila keangkuhan memasuki diri raja Uzia:
1.      Ia menjadi lebih rohani
Ia membakar ukupan dan mempersembahkan korban kepada Tuhan yang seharusnya hanya boleh dipersembahkan oleh imam yang dikuduskan yaitu keturunan Harun. Imam Azarya dan 80 imam yang lain mengikuti dari belakang dan menegur dengan tegas, “Keluarlah dari tempat kudus ini, engkau telah berubah setia dan engkau tidak akan mendapat kehormatan dari Tuhan karena hal ini.”
Keangkuhan raja Uzia membuat dirinya kelihatan lebih rohani, ia tidak menghargai imam yang dikuduskan oleh Tuhan (otoritas rohani), ia membakar korban langsung kepada Tuhan.
Kalau dilihat dari luar, memang kesalahan raja Uzia tidak menyolok, secara rohani ia masih beribadah, menyembah dan mempersembahkan korban, tetapi dihadapan Tuhan ia mempersembahkan korban yang asing, karena korban itu dilakukan dengan tidak taat. (Nadab dan Abihu, anak Harun mempersembahkan api yang asing, dihadapan Tuhan yang tidak diperintahkan Tuhan, lalu keluarlah api dari Tuhan menghanguskan mereka berdua).
Bukankah banyak orang Kristen demikian? Mereka justru kelihatan lebih rohani padahal hati mereka telah menjauh dari Tuhan atau mereka selalu membanggakan suara Tuhan, padahal mereka tidak respek dengan otoritas yang didelegasikan dari Tuhan.
Contoh:  Juanita Bynum, menulis dalam bukunya, “No More Sheets”, Ia anak seorang pendeta, tetapi bandel suka membaca majalah porno. Setelah dewasa ia menikah hanya atas dasar sayang, tidak lama ia cerai. Setelah itu ia hampir menjadi pelacur dengan berganti-ganti laki-laki, walaupun ia terus berkhotbah dan sepertinya sangat diurapi. Ia tidak menghiraukan nasehat gembalanya. Sampai akhirnya ia terbentur kiri kanan, dan itu menyadarkannya.

2.      Raja Uzia menjadi marah ketika ditegur
Keangkuhan membuat orang tidak suka dengan teguran atau nasehat. Keangkuhan membuat orang berusaha membenarkan diri atau membela diri sendiri.
Orang angkuh mudah mencari kesalahan orang lain, menyalahkan orang lain dan mencari alasan untuk membela diri sendiri. Keangkuhan selalu bergandengan dengan kemarahan.
Raja Uzia marah kepada imam, padahal kesalahan tersebut terletak pada dirinya sendiri, ia melanggar peraturan Tuhan. Ia tidak mau rendah hati dan mengakui kesalahannya tetapi melampiaskan keangkuhannya dengan kemarahan. Akhirnya ia terkena lepra, yang dalam Perjanjian Lama menandakan dosa .

Banyak orang jatuh dalam dosa hanya karena keangkuhannya.
Demikian yang terjadi dengan kita, waktu kita baru mulai sesuatu, seperti bekerja, berusaha atau sekolah, kita berdoa, datang kegereja dengan rasa haus akan Tuhan. Kita mau mencari kehendak Tuhan dan mengikuti petunjukNya melalui delegasi otoritas Allah. Tetapi setelah kita memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman, sikap kita mulai berubah. Kita membaca Alkitab tidak untuk mencari kehendak Tuhan, melainkan untuk mendukung kepercayaan dan kemauan kita.

Mengapa kita harus rendah hati?

§         Rendah hati mendatangkan kasih anugerah yang lebih 

Ø      Yak. 4:6, “But He gives more Grace…….. Tetapi kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada itu.  Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihi orang yang rendah hati.”
Ø      2 Pet. 3:18, “… bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan…….”
Alkitab mengajarkan agar kita bertumbuh dan bertambah dalam kasih anugerah.
Kasih anugerah Allah tidak kita terima sekali saja, tetapi berkali-kali, bahkan lebih dan lebih, bila kita rendah hati.
§         Rendah hati membawa kita kepada kehidupan.
Keangkuhan menghalangi orang untuk melihat kepada kondisi yang sebenarnya, karena itu keangkuhan adalah akar segala pemberontakan (Lucifer)
Amsal 22:4, Ganjaran kerendahan hati dan takut akan Tuhan, adalah kekayaan, kehormatan dan kehidupan.
Matius 18: 4, “sedangkan barang siapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.”
1 Yohanes 2: 17, “dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah akan hidup selama-lamanya.”
Yesaya 2:11,12, “Manusia yang sombong akan direndahkan dan orang yang angkuh akan ditundukkan……, sebab Tuhan semesta alam menetapkan suatu hari untuk menghukum semua yang congkak dan angkuh, serta menghukum semua orang meninggikan diri, supaya direndahkan.”  
Tanggalkan keangkuhan!
  • Kalau kita salah, dengan rendah hati mata kita bisa terbuka dan mengenali siapa kita sebenarnya.
  • Kalau kita benar, izinkan Tuhan untuk menghakimi (1Ptr.2:23, “……Ia menyerahkannya kepada Dia yang menghakimi dengan adil”)
  • Kekuatiran adalah salah satu keangkuhan hidup, karena kita berusaha untuk mengandalkan kekuatan dan kemampuan kita sendiri berdasarkan pengalaman atau dengan kata lain kita ragu-ragu dengan pemeliharaan Tuhan.
Waktu orang Israel akan memasuki tanah perjanjian, Musa mengucapkan pidato perpisahan pada akhir perjalanan selama 40 tahun, karena ia sendiri tidak akan masuk ketanah Kanaan, tertulis dalam kitab Ulangan 30:19,20
  “….kepadamu ku perhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu, dengan mengasihi Tuhan, Allahmu, mendengarkan suaraNya dan berpaut kepadaNya, sebab hal itu berarti hidupmu dan lanjut umurmu………”)
Bandingkan kehidupan (ay.20) dengan kematian (ay.17), berarti jika hatimu berpaling dan engkau tidak mau mendengar, bahkan engkau mau disesatkan untuk sujud menyembah kepada Allah lain dan beribadah kepadanya (artinya ibadah dengan hati yang tidak tulus, menjauh dari Tuhan atau melanggar ketaatan).

Konklusi:

Saya bayangkan memasuki tahun 2009 ini seperti orang Israel memasuki tanah perjanjian, kita akhiri pengembaraan kita di tahun 2008. Baik tahun 2008 merupakan kepahitan maupun keberhasilan hidup, kita tetap harus melangkah memasuki tahun 2009.
Memasuki tahun 2009 berarti memasuki babak baru dalam kehidupan, hal ini berarti mengandung kemungkinan dan pilihan, hakikat yang terdalam dalam pilihan itu sebenarnya adalah kehidupan dan kematian.
Kehidupan dan kematian berdampak pendek dan panjang, pendek berarti pada masa sekarang dan panjang berarti sampai generasi keturunana kita.

Musa menyarankan untuk memilih kehidupan (ay.20), mengapa?
Musa menggambarkan kehidupan dengan jalan mengasihi Tuhan, mendengarkan suaranya dan berpaut kepadaNya.
Kematian berarti menyembah allah lain, dalam zaman kasih karunia, menyembah allah lain bisa berarti menyembah kekayaan, kekuasaan atau pengetahuan atau membesarkan diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar